You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filsafat Islam muncul sebagai imbas dari gerakan penerjemahan besar-
besaran dari buku-buku peradapan Yunani dan peradaban-peradaban lainnya pada
masa kejayaan Daulah Abbasiah, dimana pemerintahan yang berkuasa waktu itu
memberikan sokongan penuh terhadap gerakan penerjemahan ini, sehingga para
ulama bersemangat untuk melakukan penerjemahan dari berbagai macam
keilmuan yang dimiliki peradaban Yunani kedalam bahasa Arab, dan prestasi
yang paling gemilang dari gerakan ini adalah ketika para ulama berhasil
menerjemahkan ilmu filsafat yang mejadi maskot dari peradaban Yunani waktu
itu, baik filsafat Plato, Aristoteles, maupun yang lainnya. Sebenarnya gerakan
penerjemahan ini dimulai semenjak masa Daulah Umawiyyah atas perintah dari
Khalid bin Yazid Al-Umawî untuk menerjemahkan buku-buku kedokteran, kimia
dan geometria dari Yunani, akan tetapi para Ahli Sejarah lebih condong bahwa
gerakan ini benar-benar dilaksanakan pada masa pemerintahan Daulah Abbasiah
saja, dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Al-Manshur (136-158 H)
hingga masa pamerintahan AL-Ma'mun (198-218 H) , dimana penerjemahan ini
tidak terbatas pada beberapa bidang keilmuan saja,akan tetapi meliputi berbagai
cabang keilmuan sehingga kita bisa melihat lahirnya para ilmuan besar pada masa
ini, contohnya Al-Kindi (155-256 H) seorang filosof besar yang menguasai
beraneka bidang keilmuan, seperti matematika, astronomi, musik, geometri,
kedokteran dan politik, disamping nama-nama besar yang muncul setelahnya,
sebut saja Ar-Razi, Ibn Sina (370-428 H), Al-Farabi (359-438 H) dan yang
lainnya .

Sebagaimana kajian Islam mengambil berbagai tema untuk bahan kajian


tentang logika, etika, politik, metafisika dan lainnya, yang telah lebih dulu dikaji
oleh bangsa Yunani, sehingga sangat dimungkinkan bahwa kajian-kajian filsafat
islam dalam tema-tema ini dipengaruhi oleh filsafat Yunani, akan tetapi

1
sesungguhnya filsafat Islam dalam beberapa sisi secara independen memiliki
karakteristik yang berbeda dari filsafat Yunani. Filsafat Islam bukanlah filsafat
Aristotelian yang tertulis dalam bahasa Arab ataupun filsafat Platonisme. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari upaya ahli kalam dari kelompok Mu'tazilah maupun
Asyâ’irah untuk menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang rasional, bahwa
akal merupakan unsur penting dalam agama ini, sehingga mereka membungkus
filsafat dalam baju keagamaan, dan dari situ mereka memahami agama Islam
dengan corak filosofis. Akan tetapi selanjutnya keinginan para filosof Islam untuk
memperlihatkan agama Islam dalam suatu gambaran rasional menyebabkan
mereka menafsirkan sebagian persoalan ke-islam-an yang bersifat ideologis
(akidah) dengan teori-teori filsafat, hal ini oleh sebagian umat islam dipandang
menyalahi cara berpikir dan akidah agama Islam, maka mulailah mereka
mewaspadai dan mengkritik para filosof Islam tersebut.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Pengertian Filsafat Islam
2. Objek Filsafat Islam
3. Hubungan Filsafat Islam dengan filsafat Yunani
4. Hubungan Filsafat islam dengan ilmu-ilmu islam
5. Hubungan filsafat islam dengan ilmu kalam
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui hubungan filsfat dalam islam
2. Untuk mengetahui sejarah dalam filsafat islam
3. Memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama islam II
1.4 Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan ini melakukan analisis deskriptif yang dilakukan
dengan meninjau pustaka sebagai referensi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat Islam


Sebelum sampai kepada definisi Filsafat Islam, terlebih dahulu kami akan
memberikan makna filsafat yang berkembang di kalangan cendikiawan muslim.
Menurut Mustofa Abdur Razik pemakaian kata filsafat di kalangan umat
Islam adalah kata hikmah.
Sehingga kata hakim ditempatkan pada kata failusuf atau hukum Al-Islam
(hakim-hakim Islam) sama dengan falasifatul Islam (failasuf-failasuf Islam).
Hal ini dikuatkan oleh Dr. Faud Al-Ahwani, bahwa kebanyakan pengaran-
pengarang Arab menempatkan kalimat hikmah di tempat kalimat filsafat, dan
menempatkan kalimat hakim di tempat kalimat failusuf atau sebaliknya. Namun
demikian, mereka mengatakan bahwa sebenarnya kata hikmah itu berada di atas
kata filsafat.
Al-Farabi berkata: Failusuf adalah orang yang menjadikan seluruh
kesungguhan dari kehidupannya dan seluruh maksud dari umurnya mencari
hikmah yaitu mema'rifati Allah yang mengandung pengertian mema'rifati
kebaikan.
Ibnu Sina mengatakan, hikmah adalah mencari kesempurnaan diri
manusia dengan dapat menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala
hakikat baik yang bersifat teori maupun praktik menurut kadar kemampuan
manusia.
Kemudian Ahli tafsir Muhammad Abduh mengatakan bahwa hikmah
adalah ilmu yang berhubungan dengan rahasia-rahasia, yang kokoh/rapi, dan
bermanfaat dalam menggerakkan amal pekerjaan.
Sementara itu ada yang berpendapat bahwa asal makna hikmah adalah tali
kendali untuk kuda dalam mengekang kenakalannya. Dari sini makna diambillah
kata hikmah dalam arti pengetahuan atau kebijaksanaan karena hikmah ini
menghalang-halangi dari orang yang mempunyai perbuatan rendah. Kemudian

3
hikmah diartikan perkara yang tinggi yang dapat dicapai oleh manusia dengan
melalui alat-alatnya yang tertentu yaitu akal dan metode-metode berpikirnya.
Apabila melihat ayat-ayat Al-Qur’an, maka ada beberapa arti yang
dikandung dalam
• kata hikmah itu, antara lain adalah
Untuk memperhatikan keadaan dengan seksama untuk memahami rahasia syariat
dan maksud-maksudnya.
• Kenabian
Dengan demikian hikmah yang diidentikkan dengan filsafat adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat sesuatu, baik yang bersifat teoritis (etika, estetika
maupun metafisika) atau yang bersifat praktis yakni pengetahuan yang harus
diwujudkan dengan amal baik.
Sampailah kita pada pengertian Filsafat Islam yang merupakan gabungan
dari filsafat dan Islam. Menurut Mustofa Abdur Razik, Filsafat Islam adalah
filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan di bawah naungan negara Islam, tanpa
memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya. Pengertian ini diperkuat oleh
Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang Nasrani dan Yahudi yang telah menulis
kitab-kitab filsafat yang bersifat kritis atau terpengaruh oleh Islam sebaiknya
dimasukkan ke dalam Filsafat Islam.
Dr. Ibrahim Madzkur mengatakan: Filsafat Arab bukanlah berarti bahwa
ia adalah produk suatu ras atau umat. Meskipun demikian saya mengutamakan
menamakannya filsafat Islam, karena Islam bukan akidah saja, tetapi juga sebagai
peradaban. Setiap peradaban mempunyai kehidupannya sendiri dalam aspek
moral, material, intelektual dan emosional. Dengan demikian, Filsafat Islam
mencakup seluruh studi filosofis yang ditulis di bumi Islam, apakah ia hasil karya
orang-orang Islam atau orang-orang Nasrani ataupun orang-orang Yahudi (Fuad
Al-Ahwani, Hal. 15).
Drs. Sidi Gazalba memberikan gambaran sebagai berikut: Bahwa Tuhan
memberikan akal kepada manusia itu menurunkan akal (wahyu/sunnah) untuk dia.
Dengan akal itu ia membentuk pengetahuan. Apabila pengetahuan manusia itu
digerakkan oleh akal, menjadilah ia filsafat Islam. Wahyu dan Sunnah (terutama

4
mengenai yang ghaib) yang tidak mungkin dibuktikan kebenarannya dengan riset,
filsafat Islamlah yang memberikan keterangan, ulasan dan tafsiran sehingga
kebenarannya terbuktikan dengan pemikiran budi yang bersistem, radikal dan
umum (Drs. Sidi Gazalba, hal. 31).
Dengan uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa filsafat Islam
adalah suatu ilmu yang dicelup ajaran Islam dalam membahas hakikat kebenaran
segala sesuatu.
Banyak di kalangan para ahli berbeda dalam menanamkan filsafat Islam.
Apakah ia merupakan filsafat Islam atau filsafat Arab atau ada nama lain dari
kedua istilah itu.
Prof. Mu'in, menyatakan apabila filsafat itu disebut dengan Filsafat Arab,
berarti mengeluarkan orang Iran, orang Afghanistan, orang Pakistan, dan orang
India. Oleh karena itu memilih dengan Filsafat Islam. Demikian pula orientalis
Perancis Courbin, seorang Islamolog dan kebudayaan Iran, membela dengan
Filsafat Islam. Sebagaimana dikatakannya. Jika kita mengambil nama Filsafat
Arab, pengertiannya sempit sekali bahkan keliru.
Berbeda dengan As-Sahrawardi Ar-Razi, beliau lebih suka memilih
pendapat yang menamakannya Filsafat di dunia Islam, adapun Mauric de Wild,
Emik Brehier dan Lutfi As Sayid menyebutkan dengan Filsafat Arab. Pada
umumnya pendapat yang menyebutkan Filsafat Arab beralasan bahwa filsafat itu
ditulis dalam bahasa Arab, atau ia diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan
menambah unsur-unsur baru dalam bahasa Arab.
Sebenarnya perbedaan istilah tersebut hanya perbedaan nama saja, sebab
bagaimanapun juga hidup dan suburnya pemikiran filsafat tersebut adalah di
bawah naungan Islam dan kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab. Kalau yang
dimaksud dengan Filsafat Arab ialah bahwa filsafat tersebut adalah hasil orang
Arab semata-mata, maka tidak benar. Sebab kenyataan menunjukkan bahwa Islah
telah mempersatukan berbagai-bagai umat, dan kesemuanya telah ikut serta dalam
memberikan sumbangannya dalam filsafat tersebut. Sebaliknya kalau yang
dimaksud dengan filsafat Islam adalah hasil pemikiran kaum muslimin semata-
mata, juga berlawanan dengan sejarah, karena mereka pertama-tama berguru pada

5
aliran Nestorius dan Yacobias dari golongan Masehi, Yahudi dan penganut agama
Shabi’ah, dan kegiatan mereka dalam berilmu dan filsafat selalu berhubungan
dengan orang-orang Masehi dan Yahudi yang ada pada masanya.

Namun pemikiran-pemikiran filsafat pada kaum muslimin lebih tepat


disebut filsafat Islam, mengingat bahwa Islam bukan saja sekedar agama, tetapi
juga peradaban. Pemikiran filsafat ini sudah barang tentu berpengaruh oleh
peradaban Islam tersebut, meskipun pemkiran itu banyak sumbernya dan berbeda-
beda jenis orangnya. Corak pemikiran tersebut adalah Islam, baik tentang
problem-problemnya, motif pembinaannya maupun tujuannya, karena Islam telah
memadu dan menampung aneka peradaban serta pemikiran dalam satu kesatuan.
Apabila hal ini ditunjang dengan pemakaian buku-buku yang berasal dari filosuf
Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, ataupun Al-Farabi.
Objek Filsafat Islam
Telah disebutkan bahwa objek filsafat adalah menelaah hakikat tentang
Tuhan, tentang manusia dan tentang segala realitas yang nampak di hadapan
manusia. Ada beberapa persoalan yang biasa dikedepankan dalam mencari objek
filsafat meskipun akhirnya tidak akan lepas dari ketiga hal itu, yaitu:
a) Dari apakah benda-benda dapat berubah menjadi lainnya, seperti
perubahan oksigen dan hidrogen menjadi air?
b) Apakah jaman itu yang menjadi ukuran gerakan dan ukuran wujud
semua perkara?
c) Apakah bedanya makhluk hidup dengan makhluk yang tidak hidup?
d) Apakah ciri-ciri khas makhluk hidup itu?
e) Apa jiwa itu? Jika jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu abadi atau
musnah?
f) Dan masih ada lagi pertanyaan-pertanyaan lain.
Persoalan-persoalan tersebut membentuk ilmu fisika dan dari sini kita
meningkat kepada ilmu yang lebih umum ialah ilmu metafisika, yang membahas
tentang wujud pada umumnya, tentang sebab wujud, tentang sifat zat yang

6
mengadakan. Dari sini kita bisa menjawab pertanyaan: Apakah alam semesta ini
wujud dengan sendirinya ataukah ia mempunyai sebab yang tidak nampak?
Kemudian kita dapat membuat obyek pembahasa lagi, yaitu
pengetahuan/pengenalan itu sendiri, cara-cara dan syarat-syarat kebenaran atau
salahnya, dan dari sini maka keluarlah ilmu logika (ilmu mantiq) yang tidak ada
kemiripannya dengan ilmu-ilmu positif. Kemudian kita melihat kepada akhlak dan
apa yang seharusnya diperbuat oleh perorangan, keluarga dan masyarakat, yang
berbeda dengan ilmu. Sosiologi lebih menekankan kepada pengertian tentang
gejala-gejala kemasyarakatan dan hubungannya, tanpa meneliti apa yang
seharusnya terjadi.
Dari uraian ini, maka filsafat sebagai ilmu yang mengungkap tentang
wujud-wujud melalui sebab-sebab yang jauh, yakni pengetahuan yang yakin yang
sampai kepada munculnya suatu sebab. Ilmu terhadap wujud-wujud itu adalah
bersifat keseluruhan, bukan terperinci, karena pengetahuan secara terperinci
menjadi lapangan ilmu-ilmu khusus. Oleh karena sifatnya keseluruhan, maka
filsafat hanya membicarakan benda pada umumnya atau kehidupan pada
umumnya.
Dengan demikian filsafat mencakup seluruh benda dan semua yang hidup
yakni pengetahuan terhadap sebab-sebab yang jauh yang tidak perlu lagi dicari
sesudahnya. Filsafat berusaha untuk menafsirkan hidup itu sendiri yang menjadi
sebab pokok bagi partikel-partikel itu beserta fungsi-fungsinya. Cakupan filsafat
Islam tidak jauh berbeda dari objek filsafat ini. Hanya dalam proses pencarian itu
Filsafat Islam telah diwarnai oleh nilai-nilai yang Islami. Kebebasan pola
pikirannya pun digantungkan nilai etis yakni sebuah ketergantungan yang
didasarkan pada kebenaran ajaran ialah Islam.
Hubungan Filsafat Islam Dengan Filsafat Yunani
Proses sejarah masa lalu, tidak dapat dielakkan begitu saja bahwa
pemikiran filsafat Islam terpengaruh oleh filsafat Yunani. Para filosuf Islam
banyak mengambil pemikiran Aristoteles dan mereka banyak tertarik terhadap
pemikiran-pemikiran Platinus. Sehingga banyak teori-teori filosuf Yunani diambil
oleh filsuf Islam.

7
Demikian keadaan orang yang dapat kemudian. Kedatangan para filosuf
Islam yang terpengaruh oleh orang-orang sebelumnya, dan berguru kepada filsuf
Yunani. Bahkan kita yang hidup pada abad ke-20 ini, banyak yang berhutang budi
kepada orang-orang Yunani dan Romawi. Akan tetap berguru tidak berarti
mengekor dan mengutip, sehingga dapat dikatakan bahwa filsafat Islam itu hanya
kutipan semata-mata dari Aristoteles, sebagaimana yang dikatakan oleh Renan,
karena filsafat Islam telah mampu menampung dan mempertemukan berbagai
aliran pikiran. Kalau filsafat Yunani merupakan salah satu sumbernya, maka tidak
aneh kalau kebudayaan India dan Iran juga menjadi sumbernya. Pertukaran dan
perpindahan suatu pikiran bukan selalu dikatakan utang budi. Suatu persoalan dan
hasilnya dapat mempunyai bermacam-macam corak. Seorang dapat
mengemukakan persoalan yang pernah dikemukakan oleh orang lain sambil
mengemukakan teorinya sendiri. Spinoza, misalnya, meskipun banyak mengutip
Descartes, ia mempunyai mahzab sendiri. Ibnu Sina, meskipun menjadi murid
setia Aristoteles, ia mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
Para filsuf Islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana
yang berbeda dari apa yang dialami oleh filsuf-filsuf lain. Sehingga pengaruh
lingkungan terhadap jalan pikiran mereka tidak bisa dilupakan. Pada akhirnya,
tidaklah dapat dipungkiri bahwa dunia Islam berhasil membentuk filsafat yang
sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat Islam itu sendiri.
Hubungan Filsafat Islam dengan Ilmu-ilmu Islam
Keunggulan khusus bagi filsafat Islam dalam masalah pembagian cabang-
cabangnya adalah mencakup ilmu kedokteran, biologi, kimia, musik ataupun falak
yang semuanya menjadi cabang filsafat Islam. Sehingga hal ini menjadi nilai lebih
bagi filsafat Islam. Dengan demikian filsafat Islam secara khusus memisahkan diri
sebagai ilmu yang mandiri. Walaupun hasil juga ditemukan keidentikan dengan
Pemandangan orang Yunani (Aristoteles) dalam masalah teori tentang pembagian
filsafat oleh filosuf-filosuf Islam.
Filsafat memasuki lapangan-lapangan ilmu ke-Islaman dan mempengaruhi
pembatas-pembatasnya. Penyelidikan terhadap keilmuan meliputi kegiatan filsafat
dalam dunia Islam. Dan yang menjadi perluasan ilmu dengan tidak membatasi diri

8
dari hasil-hasil karya filosuf Islam saja, tetapi dengan memperluas
pembahasannya. Hasil ini meliputi ilmu kalam, tasawuf, ushul fiqh dan tarikh
tasyri’.
Para ulama Islam memikirkan sesuatu dengan jalan filsafat ada yang lebih
berani dan lebih bebas daripada pemikiran-pemikiran mereka yang biasa dikenal
dengan nama filosuf-filosuf Islam. Di mana perlu diketahui bahwa pembahasan
ilmu kalam dan tasawuf banyak terdapat pemikiran dan teori-teori yang tidak
kalah teliti daripada filosuf-filosuf Islam.
Pemikiran Islam mempunyai ciri khas tersendiri dibanding dengan filsafat
Aristoteles, seperti halnya pemikiran Islam pada ilmu kalam dan tasawuf.
Demikian pula pada pokok-pokok hukum Islam (tasyri’) dan Ushul Fiqh juga
terdapat beberapa uraian yang logis dan sistematis dan mengandung segi-segi
kefilsafatan. Syekh Mustafa Abdur Raziq adalah orang yang pertama
mengusulkan ilmu Fiqh menjadi bagian dari filsafat. Berikut ini ada beberapa
hubungan filsafat Islam dengan Ilmu Tasawuf, Ilmu Fiqh, dan Ilmu Pengetahuan:
2.5 Filsafat Islam dengan Ilmu Kalam
Problem yang ada terhadap filsafat Islam, apakah identik dengan Ilmu
Kalam? Ataukah sebagai ilmu yang berdiri sendiri? Apakah ilmu kalam itu
sebagai cabang dari filsafat?
Ada beberapa pendapat ahli yang mencoba menjawab pertanyaan di atas
antara lain:
Dr. Fuad Al-Ahwani di dalam bukunya Filsafat Islam tidak setuju kalau
filsafat sama dengan ilmu kalam. Dengan alasan-alasan sebagai berikut:
Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama.
Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya
bagi ilmu kalam berdasar pada Allah SWT. dan sifat-sifat-Nya serta hubungan-
Nya dengan alam dan manusia yang berada di bahwa syariat-Nya. Objek filsafat
adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud dan sebab-
sebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang sebab
pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah SWT.
sebagaimana aliran materialisme.

9
Ilmu kalam adalah suatu ilmu Islam asli yang menurut pendapat paling
kuat, bahwa ia lahir dari diskusi-diskusi sekitar Al-Qur’an yaitu Kalam Allah,
apakah ia Qadim atau makhluk. Perbedaan pendapat terjadi antra Kaum
Mu’tazilah, pengikut Ahmad bin Hambal dan pengikut-pengikut Asy’ari. Adapun
filsafat adalah istilah Yunani yang masuk ke dalam bahasa Arab sebagai
penegasan Al-Farabi bahwa nama filsafat itu berasal dari Yunani dan masuk ke
dalam bahasa Arab.
Pada Abad 2 H, telah lahir filsafat Islam, dengan bukti adanya filosuf-
filosuf Islam seperti Al-Kindi.
Di samping itu, di kalangan ahli ilmu kalam sudah ada ahli yang terkenal
seperti Al-Annazam, Al-Jubbai, Abul-Huzail Al-‘Allaf. Para ahli ilmu kalam ini
tidak ada yang menamakan diri sebagai filosuf. Dan ada pertentangan tajam di
antara kedua belah pihak. Sebagaimana Al-Ghazali sebagai pengikut aliran
Asy’ariyah yang menulis kitab Tahafutul Falasifah. Namun dari kalangan ahli
filsafat, Ibnu Rusyd menjawab terhadap tuduhan itu dengan menulis: Tahafutul
Al-Tahafuit (Inkosistensinya kitab Tahafut).
Prof. Tara Chana
Dia mengemukakan bahwa istilah filsafat Islam adalah untuk arti dari ilmu
kalam. Ia lebih lanjut menyatakan bahwa filsafat itu telah lahir dari kebutuhan
Islam dan perdebatan keagamaan dan pada dasarnya mementingkan pengukuhan
landasan aqidah atau mencarikan dasar filosofisnya, ataupun untuk membangun
pemikiran-pemikiran theologi keagamaan.
Prof. Fuad Al-Ahwani
Ia mengakui, bahwa sekolah pada abad ke-6 H, filsafat telah bercampur
dengan ilmu kalam, sampai yang terakhir ini telah menelan filsafat sedemikian
rupa dan memasukkannya di dalam kitab-kitabnya. Sehingga kitab-kitab tauhid
yang membahas ilmu kalam didahului dengan pendahuluan mengenai logika
Aristoteles dengan mengikuti cara para filosuf.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat Islam bukanlah filsafat Aristotelian yang tertulis dalam bahasa
Arab ataupun filsafat Platonisme. Hal tersebut dapat dibuktikan dari upaya ahli
kalam dari kelompok Mu'tazilah maupun Asyâ’irah untuk menjelaskan bahwa
Islam adalah agama yang rasional, bahwa akal merupakan unsur penting dalam
agama ini, sehingga mereka membungkus filsafat dalam baju keagamaan, dan dari
situ mereka memahami agama Islam dengan corak filosofis. Akan tetapi
selanjutnya keinginan para filosof Islam untuk memperlihatkan agama Islam
dalam suatu gambaran rasional menyebabkan mereka menafsirkan sebagian
persoalan ke-islam-an yang bersifat ideologis (akidah) dengan teori-teori filsafat,
hal ini oleh sebagian umat islam dipanng menyalahi cara berpikir dan akidah
agama Islam, maka mulailah mereka mewaspadai dan mengkritik para filosof
Islam tersebut.

11

You might also like