You are on page 1of 12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit, didasarkan atas bukti-bukti fosil, sejarah, dan linguistic yang

ada, di yakini berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya ini kelapa sawit (yang pada

saat yang lalu dibiarkan tumbuh liar dihutan-hutan) sejak awal telah di kenal sebagai

tanaman pangan yang penting, oleh penduduk setempat, kelapa sawit telah di peroses

dengan amat sederhana menjadi minyak dan tuak sawit. (Tim penulis,1997).

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah colonial

belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat bibit kelapa sawit yang di bawa dari

Mauritius dan Amsterdam dan ditanam dikebun raya bogor. Tanaman kelapa sawit

mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis

usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang belgia yang

belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya di ikuti

oleh K. Schadt yang menandai lahirnya kebun sawit di Indonesia mulai berkembang.

Pada masa pendudukan Belanda, perkembangan kelapa sawit mengalami

perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara

Afrika pada waktu itu. (Yan Fauzi,2004)

2.1.1 Perkembangan Kelapa Sawit di Indonesia

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia 10 tahun terakhir terus

meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 8,7% per tahun dari hanya seluas

3.902 ribu ha pada 1999 meningkat menjadi 7.321 ribu ha tahun 2009. Perkembangan

pesat perkebunan kelapa sawit dimulai pada akhir tahun 1980an, ketika perkebunan

besar swasta (PBS) mulai masuk ke sektor perkebunan dan pengolahan minyak kelapa

Universitas Sumatera Utara


sawit dalam jumlah besar. Sebelumnya perkebunan kelapa sawit didominasi oleh

perkebunan milik negara (PBN). Berikut ini beberapa perusahaan nasional yang

mengola kelapa sawit memiliki luas kebun yang cukup besar.

PT Astra Agro Lestari (AAL) saat ini mengelola 29 kebun kelapa sawit seluas

201.412 ha. Sebagian besar kebun kelapa sawitnya berlokasi di Sumatera seluas

102.021 ha, Kalimantan 62.545 ha dan Sulawesi 36.846 ha.

PT Asian Agri (PT. AA) Saat ini Asian Agri memiliki 28 kebun kelapa sawit dan

mengoperasikan 19 pabrik kelapa sawit di Sumatra Utara, Riau dan Jambi. Pabrik-

pabrik itu mempunyai kapasitas untuk memproduksi CPO 1 juta metrik ton per tahun.

Semnatra itu, luas kebun kelapa sawit Asian Agri bertambah dari 3 juta hektar (2000)

menjadi 3,7 juta hektar (2006). Selama kurun waktu itu, produksi kelapa sawit naik

dari 5,1 juta ton menjadi 10,9 juta ton.

PT SMART Tbk adalah perusahaan palm oil yang terintegrasi mulai dari

kebun kelapa sawit, pabrik pemrosesan CPO dan pabrik pembuatan minyak goreng

serta produk hilir olahan dari CPO lainnya. Perusahaan ini adalah anak perusahaan

dari Sinar Mas Group dibidang agrobisnis yang menguasai kebun kelapa sawit seluas

102.556 ha pada tahun 2005 yang berlokasi di Sumatera dan Kalimantan. Kebanyakan

kebun kelapa sawit milik SMART Smart dalam masa produktifnya yaitu seluas 91.480

ha, sisanya tanaman yang masih muda dan belum produktif. Saat ini SMART meniliki

area tertanam 129.796 hektar dan area menghasilan 118.064 hektar di wilayah

Sumatera dan Kalimantan. Itu berarti meningkat dari 126.295 hektar untuk area

tertanam dan 106.536 hektar untuk tanaman menghasilkan pada 2007.

PT Bakrie Sumatera Plantation Pada tahun 2004 PT Bakrie Sumatera

Plantation (BSP) mengelola 32.712 ha kebun kelapa sawit. Bakrie & Brothers Group

telah merencanakan ekspansi besar-besaran di sektor agribisnis melalui perluasan

Universitas Sumatera Utara


lahan perkebunan kelapa sawit dan karet menjadi 50.000 hektar dan setelah itu akan

masuk ke industri hilirnya yaitu minyak goreng. BSP akan bekerjasama dengan

International Finance Corporation (IFC), anak usaha Bank Dunia, untuk membangun

perkebunan kelapa sawit di Afrika Barat dengan investasi US$ 200 juta, yang mulai

direalisasikan mulai 2010.

PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (Lonsum),

memiliki perkebunan kelapa sawit dengan luas areal 41.870 hektar di Sumatera Utara,

Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur. Seluas 27.359 hektar perkebunan kelapa

sawit di Sumatera Utara merupakan kebun produktif dengan prasarana yang sudah

tertata rapi. Sisanya seluas 9.277 hektar sebagian besar merupakan perkebunan kelapa

sawit yang baru mulai matang dalam berbagai tahap pengembangan di Sumatera

Selatan dan Kalimantan Timur. Untuk mengolah hasil kebunnya Lonsum memiliki 10

pabrik CPO dengan kapasitas produksi 220 ton TBS per jam.

PT. Indo Agri sendisi merupakan perkebunan yang terintegrasi dan pengolah

minyak goreng, margarin, dan shortenings dengan merek terkemuka. IndoAgri

sebelumnya memiliki lahan perkebunan kelapa sawit 224.083 ha, di antaranya sekitar

74.878 ha telah ditanami. Dengan akuisisi ini, total lahan perkebunan meningkat

menjadi sekitar 387.483 hektar, dan total lahan yang telah ditanami menjadi sekitar

138.081 hektar. Secara keseluruhan, luas lahan yang telah ditanami sekitar 165.000

hektar, termasuk karet dan tanaman lain.

PT Perkebunan Nusantara IV (Persero), disingkat PTPN IV, Budidaya kelapa

sawit diusahakan pada areal seluas 119.585,71 ha, kakao 7.796 ha dan teh seluas

7.963,77 ha. Selain penanaman komoditi pada areal sendiri ditambah perkebunan inti,

PTPN IV juga mengelola areal Plasma milik petani seluas 9.158,56 ha untuk tanaman

kelapa sawit seluas 8.996,56 ha dan tanaman teh 162 ha. Selain unit usaha kebun

Universitas Sumatera Utara


PTPN IV juga memiliki sejumlah 34 unit pabrik pengolahan hasil perkebunan

diantaranya pabrik CPO 16 unit, juga perusahaan negara ini memiliki fraksionasi yang

menghasilkan turunan kelapa sawit seperti RBD Olein, stearin dan fatty acid.

PTPN IV memiliki kapasitas produksi CPO sebesar 320 ribu ton per tahun dan Palm

Kernel oil sebesar 31 ribu ton per tahun. Perusahaan ini merupakan perkebunan kelapa

sawit terbesar milik negara. (datacon.co.id)

2.1.2 Klasifikasi Botani Kelapa Sawit

Klasifikasi kelapa botani sawit adalah sebagai berikut :

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Pteropsida

Subkelas : Monocotyledonae

Ordo : Cocoideae

Famili : Palmae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis

Varietas : Dura, tenera, pesifera

(Mustafa,Hadi. 2004)

2.1.3 Jenis-Jenis Kelapa Sawit

Varietas kelapa sawit di Indonesia di kenal banyak jenisnya. Varietas-varietas

tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. di antara jenis tersebut terdapat

kelebihan dan kekuranganya masing masing. Berdasarkan ketebalan tempurung dan

daging buah, jenis kelapa sawit diantaranya, Dura, Pisifera, tenera, Marco carya, dan

Diwikka-wikka. Berdasarkan kulit buah, varietas kelapa sawit diantaranya variates

Nigrescens, Virescens, dan Albescens. (Yan Fauzi,2004)

Universitas Sumatera Utara


2.2 Minyak Kelapa Sawit

Minyak nabati merupakan produk utama yang bisa dihasilkan dari kelapa

sawit. Potensi produksinya per hektar mencapai 6 ton per tahun, bahkan lebih. Jika

dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya (4,5 ton per tahun), tingkat

produksi ini termasuk tinggi.

Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa

minyak sawit mentah (CPO atau crude palm oil) yang berwarna kuning dan minyak

inti sawit (PKO atau palm kernel oil) yang tidak berwarna (jernih). CPO atau PKO

banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin),

industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstik,

kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif (minyak diesel).(Sastrosayono, 2006)

Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki

keistimewaan tesendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat di olah lebih

lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan,

tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non-pangan.

Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat. Hal ini karena minyak

sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih

dari C8. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak

sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin

A.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Komponen dalam minyak kelapa sawit

No. Komponen Kuantitas


1. Asam lemak bebas (%) 3,0 – 4,0
2. Karoten (ppm) 500 – 700
3. Fosfolipid (ppm) 500 – 1000
4. Dipalmitro stearin (%) 1,2
5. Tripalmitin (%) 5,0
6. Dipalmitolein (%) 37,2
7. Palmito stearin olein (%) 10,7
8. Palmito olein (%) 42,8

9. Triolein linole (%) 3,1


Sumber: I.Pahan, “Panduan Lengkap Kelapa Sawit”

Sebagian besar kelapa sawit tersusun oleh trigliserida. Adapun kandungan asam lemak

minyak kelapa sawit maupun minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit

Minyak Kelapa
Minyak Inti Sawit
No. Asam Lemak Sawit (CPO)
(CPKO) (%)
(%)

1. Asam Kaprilat - 3–4


2. Asam Kaproat - 3–7
3. Asam Laurat - 46 -52
4. Asam Miristat 1,1 – 2,5 14 – 17
5. Asam Palmitat 40 – 46 6,5 – 9
6. Asam Stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5
7. Asam Oleat 39 – 45 13 – 19
8. Asam Linoleat 7 – 11 0,5 – 2
Sumber: S.Ketaren, “Minyak dan Lemak Pangan”

Sifat fisiko-kimia dari minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor

atau rasa, kelarutan dalam pelarut organik, titik asap, polymorphism, dan lain-lain

Warna minyak kelapa sawit ditentukan oleh adanya pigmen yang terdapat di dalam

Universitas Sumatera Utara


kelapa sawit, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange

atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak kelapa sawit.

2.3 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu : kandungan air dan

kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, waran, bilangan peroksida,

bilangan penyabunan, serta kandungan logam berat. Mutu minyak kelapa sawit yang

baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari

0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen

atau kurang), Bilanagn peroksida di bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning

(harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat

serendah mungkin atau bebas dari ion logam.

Tabel 2.3 Standar Mutu SPB (Special Prime Bleach) dan Ordinary

No. Kandungan SPB Ordinary

1. Asam lemak bebas (%) 1–2 3–5

2. Kadar air (%) 0,1 0,1

3. Kotoran (%) 0,002 0,01

4. Besi (ppm) 10 10

5. Tembaga (ppm) 0,5 0,5

6. Bilangan Iod 53 ± 1,5 45 – 56

7. Karotene (ppm) 500 500 – 700

8. Tokoferol (ppm) 800 400 – 600

Sumber : S.Ketaren, “Minyak dan Lemak Pangan

Universitas Sumatera Utara


2.4 Penentuan Bilangan Iodin

Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu menyerap

sejumlah iod dan membentuk senyawa jenuh, besarnya jumlah iod yang diserap

menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh.

Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram

minyak atau lemak. Standar ini menggambarkan beberapa metode Mengenai

penentuan nilai iodin dari minyak dan lemak. Terdapat 3 metode penentuan Bilangan

iodin yaitu metode Wijs, metode Hanus, motode Hubl. Metode Hanus dan Wijs untuk

proses industri dan untuk analisa umum. Metode Hubl masih sangat sedikit

dipergunakan. (C.Paquot. 1987)

2.4.1 Metode Wijs

• Prinsip Percobaan

Penambahan larutan iodin monoklorida dalam campuran asetat dan karbon

tetraklorida, setelah waktu standarisasi bereaksi, maka penentuan kelebihan halogen

berlebih, dengan menambahkan larutan encer kalium iodida dan dititrasi iodin bebas

tersebut dengan sebuah larutan standar natrium tiosulfat. (C.Paquot. 1987)

Reaksi yang terlibat adalah :

ICl + R-CH=CH-R’ → R-CHI-CHCl-R’

ICl + 2KI → KCl + KI + I2

I2 + 2Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6

Bilangan iod = (B-S) x N x 12,69


G

B = Jumlah mL Na2S2O3 untuk titrasi blanko

S = jumlah mL Na2S2O3 untuk titrasi contoh

Universitas Sumatera Utara


N = Normalitas larutan Na2S2O3

G = bobot contoh (gram)

12,69 = bobot atom iodium


10

Penentuan Bilangan iodin dengan metode Wij’s telah di akui inggris dan

standart nasional dan ISO 3961 (1979). Ketelitian penentuan bilangan iodine dapat

juga dipengaruhi oleh ketidak stabilan regensia wij’s yang sudah agak lama atau

larutan tiosulfat, sebaiknya ini harus distandarisasi kembali, dengan menggunakan

larutan kalium dikromat pada interval yang teratur dan juga mengadakan uji blanco

pada regensia wijs. (R.J.Hamilton,1986)

• Pembuatan larutan Wijs

Preaksi Wijs di buat dari larutan 16 g iod monoklorida dalam 1000 mL asam

asetat glasial. Atau cara lain dengan melarutkan 13 g iod dalam 1000 mL asam asetat

glasial, kemudian di aliri gas klor sampai terlihat perubahan warna yang menunjukkan

bahwa gas klor yang dimasukkan sudah cukup. Pembuatan larutan ini agak sukar dan

bersifat tidak tahan lama, larutan ini sangat peka terhadap cahaya dan panas serta

udara, sehingga harus di simpan di tempat yang gelap, sejuk dan tertutup rapat.

(Ketaren,1986)

2.4.2 Metode Hanus

• Prinsip Percobaan

Penambahan larutan iodin monobromida kedalam campuran asam asetat dan

karbon tetraklorida, setelah waktu standarisasi bereaksi, maka penentuan kelebihan

halogen berlebih, dengan menambahkan larutan encer kalium iodida dan dititrasi iodin

bebas tersebut dengan sebuah larutan standar natrium tiosulfat. (C.Paquot. 1987)

Universitas Sumatera Utara


Metode Hanus mengunakan pereaksi iodium bromida dalam larutan asam

asetat glacial (larutan Hanus). Larutan ini dibuat dengan 20 g Iodium bromida

dilarutkan dalam 1000 mL alkohol murni yang bebas dari asam asetat, jumlah larutan

yang digunakan tergantung dari perkiraan besarnya Bilangan iod, yaitu sekitar 0,5

gram untuk lemak, 0,25 gram untuk minyak, dan 0,1 sampai 0,2 gram untuk minyak

dengan derajat ketidak jenuhan yang tinggi. Jika ditambahkan 25 mL pereaksi harus

ada kelebihan pereaksi sekitar 60 persen. (Ketaren,1986)

2.4.1 Metode Hulb

• Prinsip Percobaan

Penambahan larutan carbon tetraklorida dengan larutan yang terbuat dari

campuran larutan iodine etanol dan merkuri klorida etanol, setelah waktu standarisasi

berhasil, penentuan halogen bebas tersebut ditambah dengan pelarut kalium iodida

encer dan ditirasi iodin dengan suatu larutan standar natrium tiosulfat. (C.Paquot.

1987)

Metode Hulb di buat larutan 25g iod didalam 500 mL etanol dan 25g merkuri

klorida di dalam 500 mL etanol. Kedua larutan ini dicampur ketika akan digunakan

dan tidak boleh digunakan jika sudah bercampur selama lebih dari 48 jam. Pereaksi ini

memiliki reaktivitas yang lebih kecil dibandingkan dengan cara-cara lainya, sehingga

memiliki waktu reaksi selama 12 sampai 14 jam. (Ketaren,1986)

2.5 Titrasi Redoks

Dalam proses analitik , iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri)

dan ion diodida digunakan sebagai reaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat

merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan

Universitas Sumatera Utara


iodium, maka jumlah penentuan iodometrik sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi

oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodide, dan ada banyak

penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodide ditambahkan kepada

pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium yang kemudian

dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dengan tiosulfat

berlangsung sempurna.

2.5.1 Proses Tak langsung Iodometrik

Banyak pereaksi oksidasi kuat dapat dianalisa dengan penambahan kalium

iodide berlebih dan dengan titrasi iodium yang dibebaskan. Karena banyak pereaksi

oksidasi memerlukan larutan berasam untuk reaksi dengan iodide, natrium tiosulfat

biasanya digunakan sebagai titran. Beberapa tindakan pencegahan harus diambil

dalam menangani larutan kalium iodide untuk menghindarkan kesalahan, misalnya ion

iodide dioksidasi oleh oksigen dari udara.

4H+ + 4I- + O2 → 2I2 + 2H2O

Reaksi ini berjalan lamban dalam larutan netral, tetapi lebih cepat dalam larutan

berasam dan dipercepat oleh cahaya matahari, setelah penambahan kalium iodida pada

larutan berasam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan harus tidak dibiarkan dalam

waktu yang lama berhubungan dengan udara, karena iodium tambahan akan terbentuk

oleh reaksi yang terdahulu, nitrit harus tidak ada karena akan direduksi dengan ion

iodida menjadi nitrogen (II) oksida yang selanjutnya dioksidasi kembali menjadi nitrit

oleh oksigen di udara. (Underwood,A,L.1981)

Universitas Sumatera Utara


2.5.2 Sumber Kesalahan Titrasi

− Kesalahan oksigen. Oksigen diudara dapat menyebabkan hasil titrasi terlalu

tinggi, karena dapat mengoksidasi ion yodida. Menjadi I2.

O2 + 4I- + 4H+ → 2 I2 + 2 H2O

Kebanyakan titrasi yodometri dilakukan pada pH antara 5 untuk menghindari

kesalahan oksigen.

− Pada pH tinggi, I2 akan bereaksi yang akan terbentuk dengan air (hidrolisa)

dan hasil reaksi.

I2 + 2 H2O → HOI + I- + H+

HOI + S2O32- + 2 H2O → 2SO42- + 4I- + 6H+

Pada reaksi ini mengakibatkan penggunaan natrium tiosulfat menurun.

Konstanta kesetimban reaksi kecil.

− Penambahan amilum harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi,

bila iod sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning muda

terlalu awal, agar amilum tidak membungkus yod dan menyebabkannya sukar

lepas kembali, hal itu berakibat warna biru sulit lenyap sehingga titik akhir

tidak kelihatan tajam lagi.

− Reaksi analat dengan KI yang berjalan lambat, oleh karena itu harus ditunggu

sebelum dititrasi, sebaliknya menunggu terlalu lama tidak baik karena

kemungkinan yod akan menguap, KI ditambahkan selain mereduksi analat,

juga melarutkan I2 hasil reaksi itu, karenanya KI harus berlebih.(Harjadi.1990)

Universitas Sumatera Utara

You might also like