Professional Documents
Culture Documents
Kronologis
Pada dinihari sekitar pukul 01.00 tanggal 4 April 2003 telah terjadi
pembobolan gudang senjata KODIM 1702 Jayawijaya Wamena. Pada proses
penyelidikan, penyidikan dan persidangan, dihadirkan terdakwa Yafrai Murib,
Numbungga Telenggen, Enos Lokobal, Linus Hiluka, Kanius Murib, Kimanus
Wenda, Des Wenda dan Mikael Haselo.Pada peristiwa tersebut 2 prajurit TNI,
masing-masing Letnan Napitupulu dan Sertu Ruben Lena meninggal dunia
dan 15 pucuk senjata dinyatakan hilang beserta 200 butir peluru M16 dan
1500 butir peluru SP.Setelah penyisiran ditemukan 8 pucuk senjata yang
dinyatakan hilang. Pagi hari sekitar pukul 05.00 keluar perintah penyisiran.
Peristiwa penyisiran tersebut menimbulkan dugaan pelanggaran HAM.
KOMNAS HAM RI telah membentuk KPP HAM Wamena tahun 2004 namun
hingga hasil dari KPP HAM Wamena masih bergulir diantara KOMNAS HAM RI
dan Kejaksaan Agung RI.
Pra Persidangan
Kondisi Para Tersangka pada saat penangkapan dan penahanan pada
tahanan KODIM sangat memprihatinkan sebab diperlakukan sangat tidak
manusia. Diduga bahwa selama proses penangkapan dan penahanan telah
terjadi penyiksaan phisik maupun psikologis yang bertujuan memaksa
para Tersangka membuat pengakuan dan untuk mencari Tersangka baru
lainnya.
Indikasi lebih nyata dari adanya penyiksaan pada tahanan KODIM adalah
ketika penyerahan para Tersangka dari KODIM ke POLRES ,maka pihak
POLDA Papua melalui POLRES Wamena meminta dibuatkan medical record
untuk semua Tersangka karena POLDA tidak mau bertanggungjawab apabila
terjadi sesuatu terhadap Tersangka, yang diluar tanggungjawab POLDA.
Pada saat pemeriksaan di kepolisian, penyidik mulai mencoba untuk mencari
dan menemukan beberapa bukti baru walaupun penyiksaan phisik agak
berkurang akan tapi masih ada intimidasi psikologis dengan tujuan yang
sama seperti pada penahanan di KODIM yakni para Tersangka dipaksa untuk
membuat pengakuan dan menyebutkan nama-nama baru lainnya untuk
dijadikan Tersangka.
Para Tersangka tidak dapat berbicara bahasa Indonesia dengan baik, meski
telah disiapkan penterjemah, penterjemah tidak bebas karena berada
dibawah pengaruh penyidik. Sedangkan kehadiran pengacara tidak setiap
saat apalagi Tersangka lebih dari satu orang sehingga pendampingan yang
dilakukan tidak maksimal. Ketika terbentuk Koalisi barulah pengacara Koalisi
dari Jayapura bergantian mendampingi Tersangka secara penuh waktu.
Persidangan
Ketika persidangan, bagi terdakwa yang tidak dapat berbahasa Indonesia
tidak disiapkan penterjemah Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak bersikap
proaktif, mengambil peran dalam mengembangkan pertanyaan untuk
“membuktikan dakwaannya” karena peran tersebut lebih banyak dilakukan
oleh majelis hakim. Majelis hakim sering melontarkan pertanyaan yang tidak
fokus sehingga sidang menjadi berlarut-larut membuat terdakwa hilang
konsentrasi. Majelis hakim selalu menyatakan kesimpulan-kesimpulannya
untuk kemudian meminta pengakuan dari para terdakwa atau saksi. Hakim
juga tidak memperhatikan asas praduga tak bersalah dan cenderung
mengangkat sitgma - stigma yang buruk tentang karakter orang Wamena.
Hal tersebut tercermin dari ucapan-ucapan majelis hakim , misalnya , ”….
apakah teman kamu itu sudah mati atau ditembak….?”. Atau ucapan ”….
orang – orang di sini itu pemalas dan bodoh….” serta ucapan lain yang
memojokkan.
Tuduhan bahwa para terdakwa adalah anggota TNP/OPM tidak berasal dari
penggalian fakta selama persidangan tetapi lebih merujuk pada BAP saat
pemeriksaan di POLRES Wamena. Misalnya keterangan Saksi Lettu Parto
Trinyonggo anggota KODIM 1702 Jayawijaya dan Saksi Gatot Heru Buana
DANRAMIL Waena Kota. Keduanya memberikan keterangan bahwa terdakwa
adalah anggota TNP/OPM berdasarkan informasi intelejen atau informasi
Satgas bantuan.
Putusan
Majelis Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan pandangan subyektifnya
(dan tekanan yang dihadapinya) tanpa mempertimbangkan fakta – fakta
yang terungkap selama persidangan. Persidangan tidak dapat membuktikan
peran dan kualifikasi keterlibatan para terdakwa. Misalnya peran terdakwa
Numbungga Telenggen dan Kanius Murib pada malam kejadian,saat merka
berada di KODIM. Peran Yafrai Murib karena pernah membawa Yustinus Murib
untuk berjalan-jalan dalam KODIM, Yafrai Murib sebelumnya pernah
mengikuti tes tentara (CATAM) dan gagal. Peran Linus Hiluka dan Mikael
Haselo. Mikael Hasela pernah didatangi Titus Murib setelah terjadi
pembobolan gudang senjata. Sedangkan Linus Hiluka ditangkap karena pada
waktu peyisiran dirumahnya ditemukan bendera Bintang Fajar demikian juga
Enos Lokobal yang ditangkap pada saat penyisiran.
Setelah Putusan
Kemudian Jean Hasegem, Gustaf Ayomi dan Herry Aso dipulangkan lebih dulu
dari Makasar ke Jayapura. Pada 28 Agustus 2007 Mikael Haselo meninggal
setelah dirawat sekitar sebulan di RS Bayangkara Makasar. Tanggal 28
Januari 2008,mereka dipindahkan ke LP Biak yakni Numbungga Telenggen,
Yafrai Murib dan Enos Lokobal dan LP Nabire yakni Linus Hiluka dan Kimanus
Wenda.Hingga kini mereka masih menjalani hukuman.
Lampiran :
4
Kimanus Wenda Primair Kesatu Psl 110 ayat (1)
KUHP jo Psl 106 KUHP jo Psl 55
Nomor : 19/Pid.B/03/PN- ayat (1) ke-1 KUHP, Subsidair Psl
WMN 108 ayat (1) ke-2 KUHP, lebih
Subsidair Psl 164 KUHP
5
Des Wenda Primair Kesatu Psl 110 ayat (1)
KUHP jo Psl 106 KUHP jo Psl 55
ayat (1) ke-1 KUHP, Subsidair Psl
Nomor : 20/Pid.B/03/PN- 108 ayat (1) ke-2 KUHP, lebih
6 WMN Subsidair Psl 164 KUHP
Maikehel Heselo