Professional Documents
Culture Documents
Bagian Pertama :
Informasi pemindahan pertama kali diterima oleh Koalisi LSM sekitar pukul 15.00
waktu Papua dari seorang penelpon yang juga tahanan di LP Wamena,
memberitahukan bahwa narapidana kasus pembobolan gudang senjata KODIM
akan dipindahkan paksa dari LP Wamena ke Makasar. Setelah itu Mikael Heselo,
salah seorang narapidana tersebut juga menelepon. Mereka menolak dengan
alasan tidak diberitahukan terlebih dulu kepada mereka, keluarga dan kuasa hukum.
Di depan LP Wamena telah ada tentara dan polisi yang siap melakukan pemindahan
paksa.
Tim Koalisi segera menghubungi Kalapas Wamena melalui telepon kantor tetapi
tidak diangkat kemudian menelepon langsung ke HP milik Kalapas Wamena.
Kalapas sempat menjawab tetapi ketika Tim memberitahukan identitas sebagai
kuasa hukum narapidana telepon diputus oleh Kalapas. Tim mencoba menelepon
kembali beberapa kali tetapi Kalapas tidak mau menjawab telepon.
Sekitar pukul 17.00 WP narapidana dipaksa naik ke atas truk tentara sambil dipukul
dan diangkut ke Bandara Wamena hanya dengan pakaian dibadan. Kemudian
diberangkatkan dengan pesawat Hercules No A 1319 menuju Biak. Sekitar pukul
18.55 Pesawat Hercules No A 1319 mendarat di lapangan terbang Frans Kaisepo
Biak dan mereka dipindahkan ke LP Samopa Baik untuk selanjutnya akan
diberangkatkan menuju Makasar pada pukul 03.00 dinihari tanggal 16 Desember
2004.
Beberapa teman di Biak berinisiatif untuk bertemu dengan Kalapas Samopa guna
menanyakan proses pemindahanan paksa tersebut tetapi pihak Kalapas tidak
bersedia memberikan keterangan. Hanya menegaskan bahwa narapidana tetap
akan diberangkatkan pada pukul 03.00 dinihari tanggal 16 Desember 2004 menuju
Biak.
Tim Koalisi di Jayapura berinisiatif untuk menanyakan prosedur pemindahan paksa
tersebut. Mengingat tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu dan tidak terdapat
urgensi yuridis yang sangat kuat sebagai alasan pemindahan. Maka sekitar pukul
22.00 malam hari Tim Koalisi mendatangi rumah Kakanwil Hukum dan HAM
Provinsi Papua, di sekitar kantor wilayah Hukum dan HAM .Terlebih dahulu
bertemu dengan istri Kakanwil yang mengatakan bahwa kebijakan pemindahan
tersebut merupakan kebijakan pusat dan hal itu sudah biasa terjadi sama halnya
ketika mereka bertugas di LP Cipinang, sebelumnya Kakanwil Hukum dan HAM
adalah Kalapas LP Cipinang. Kakanwil mendatangi Tim dan mengatakan bahwa
Kebijakan pemindahan sudah lama direncanakan. Hal ini menimbulkan protes dari
tim Koalisi.
Setelah tidak ada kata sepakat dan berakhir dengan situasi yang tidak
menyenangkan,Tim Koalisi memutuskan tetap akan mengirim pengacara untuk
berangkat keesokan harinya turut mengawal pemindahan paksa guna meminimalisir
praktek penyiksaan yang terjadi dan merumuskan langkah-langkah hukum
selanjutnya.
Bagian Kedua :
Mikael Haselo menderita penyakit cukup lama dan sempat beberapa kali pulang
balik antara LP Gunung Sari dan RS Bayangkara Makasar. Terakhir ditemui oleh
Latifah Anum Siregar,SH salah seorang penasehat hukumnya pada tanggal 17
Agustus 2007 ketika dia terbaring lemas di sel khusus pada RS Bayangkara
Makasar...”..saya sudah capek berdoa...” itu kata-kata terakhirnya.
Mikhael Haselo menyerahkan diri kepada aparat desa Kurima pada tanggal 20 April
2003 pada hari minggu, kemudian besoknya hari senin tanggal 21 April 2003
diserahkan kepada Polsek Kurima untuk dibawa ke Polres Jayawijaya. Selama
ditahan Polres dia mengalami penyiksaan. Muka dan kedua rahang dipukul dengan
kepalan tangan, ditendang dengan sepatu lars di bagian tulang kering kaki dan
pinggulnya. Kedua kuku tangan dan kaki ditindis dengan meja lalu ditekan dari atas,
dan saat itu karena takut mencoba melarikan diri dengan tangan diborgol akan tetapi
tidak berhasil dan kembali mengalami penyiksaan.
Mikael Haselo sempat dipindahkan dari Polres Jayawijaya ke Polda Papua untuk
diperiksa dengan menggunakan Pesawat Trigana pada tanggal 28 April 2003.
Selama di Mapolda Papua Mikael Haselo ditahan selama dua bulan didampingi
Penasehat Hukum dari Tim Koalisi LSM, di Polda Papua, dia tidak mengalami
penyiksaan phisik kemudian dikembalikan ke Wamena.
Mahasiswa bersikeras agar jenazah Mikael Haselo ditahan saja di Makasar untuk
disimpan di rumah sakit atau dibawa kehadapan Kalapas Makasar. Upaya menahan
jenazah dijadikan dasar untuk mendesak Pemerintah melalui Dirjen LAPAS agar
memulangkan atau memindahkan 5 napi lainnya ke wilayah hukum Kanwil Hukum
dan HAM, Provinsi Papua.
Berkaitan dengan persetujuan yang dibuat oleh Kakanwil Hukum dan HAM Papua
dengan mahasiwa /pendemo di Papua tentang kepulangan/pemindahan 5 (lima)
narapidana harus dipandang sebagai bagian dari proses untuk mendesak pihak
Dirjen Lapas sebab persetujuan untuk memindahkan/memulangkan 5 (lima) napi
tetap berada di tangan Dirjen Lapas, bukan pada pihak Kanwil Hukum dan HAM,
Kalapas maupun Ketua Komisi F DPRP.
Pada pertemuan semua sepakat bahwa kematian Mikael Haselo cukup yang
pertama dan terakhir, jangan ada lagi pemulangan jenazah napi dari Makasar ke
Wamena. Akan tetapi tidak tercapai kesepakatan mengenai jadual kepulangan
jenazah Mikael Haselo, sehingga pertemuan ditunda untuk bertemu besok di LP
Gunung Sari Makasar.
Ibadah dipimpin oleh pendeta yang biasa melakukan kunjungan dan ibadah ke LP
Gunung Sari Makasar, yaitu dari Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB).Ketua
Komisi F menyampaikan sambutan singkat.5 (lima) narapidana melawat jenazah
dan membacakan puisi,pada pukul 21.30 jenazah diberangkatkan ke Makasar
airport untuk selanjutnya dipersiapakan berangkat dengan pesawat Merpati tujuan
Jayapura.
Tanggal 1 September 2007 pukul 6.45 waktu papua rombongan beserta jenazah tiba
di Sentani Airport. Kedatangan rombongan disambut oleh Kapolresta Jayapura dan
Kapolres Jayapura berserta pasukan pengamanan, wartawan dan keluarga serta
mahasiswa Papua. Pukul 8.40 rombongan dan jenazah terbang ke Wamena dengan
pesawat Trigana.
Setiba di Wamena, jenazah disambut oleh Pdt Oberth Komba serta pihak keluarga
lainnya dan masyarakat Wamena, pengawalan ketat dilakukan oleh pihak
kepolisian.Jenazah disemanyamkan di Gedung Sosial GKI Bethlehem dengan
ibadah singkat.Setelah itu jenazah diberangkatkan ke Kampung Anjelma, Distrik
Kurima, Kabupaten Yahokimo untuk dikebumikan pada hari itu juga.
Bagian Ketiga :
Tanggal 27 Januari 2008 Tim Komisi F DPRP tiba di Makasar dan tanggal 28
Januari 2008 berkunjung ke LP Klas I A Makasar untuk melakukan pertemuan
dengan Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan Kepala Pengamanan Lembaga
Pemasyarakatan Klas I A Makasar, membahas rencana dan prosedur pemindahan
narapidana dari Makasar ke Biak.
Berkaitan dengan biaya pemindahan yang terdiri atas biaya transportasi dan
keamanan berasal dari Komisi F DPRP dan saat pertemuan Ketua Komisi F~DPRP
menyerahkan biaya tersebut kepada Kalapas Makasar.Pihak LP kemudian
menyiapkan semua administrasi termasuk menghubungi POLDA Makasar untuk
pengamanan dari Makasar sampai ke Biak. Komisi F DPRP menyelesaikan segala
kewajiban kelima narapidana terutama yang berkaitan pembiayaan di koperasi LP
Makasar.Kemudian melakukan koordinasi dengan pihak Kanwil Hukum dan HAM
Propinvi Papua, sebagai wakil dari pihak Pemerintah Provinsi Papua dan hadir
perwakilan dari Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua.
Disepakati juga bahwa yang berkaitan dengan satuan keamanan diharapkan sebaik
mungkin sesuai dengan prosedur tetap (Protap) yang berlaku mengingat bahwa
pemindahan napi menggunakan pesawat komersil sehingga selain
mempertimbangkan kondisi narapidana juga harus mempertimbangkan kenyamanan
dan keamanan penumpang lainnya.
Keseluruhan tim yang mendampingi dari Makasar ke Biak terdiri atas 5 napi, 6
anggota Densus 88 POLDA Makasar, 2 petugas LP Makasar , Komisi F~DPRP dan
pengacara dengan menggunakan pesawat merpati MZ 774 tujuan Biak, pesawat
diberangkatkan pada pukul 2.30 dini hari. Tanggal 31 Januari 2008 sekitar pukul
06.00 pagi pesawat tiba di airport Biak dan dijemput oleh Kalapas Biak,Kadiv LP
Pihak Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Papua dan satuan pengamanan. Setelah
tiba rombongan langsung menuju ke LP Klas IIB Biak. Di LP Baik dilakukan
registrasi dan pemeriksaan barang – barang bawaan para narapidana untuk
selanjutnya ditempatkan pada sel masing – masing.