You are on page 1of 10

Liberalisasi Pendidikan dan Dampaknya Terhadap

Pendidikan Indonesia

makalah disampaikan dalam mata kuliah Isu-isu Kontemporer Pendidikan

Dosen Pengampu:
Supra Wimbarti, M.Sc, Ph.D

Oleh:

Mochammad Said (PS/05462)

Muhammad Safri D. (PS/05468)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2011
Konsep Pendidikan
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan nasional kita,
harus dibedakan dengan pengajaran, karena pengajaran hanyalah satu bagian dari
pendidikan. Secara umum, menurut beliau, pendidikan adalah “tuntunan dalam
hidup tumbuhnya anak-anak”. Artinya, pendidikan haruslah berorientasi pada
pembangunan intelektualitas dan juga karakter/kepribadian nasional. Jadi
pendidikan tidak hanya mengurusi pengajaran yang intelektualistis dan
materialistis, tetapi juga memperhatikan soal bagaimana membangun kesadaran
anak didik terhadap jati diri mereka sebagai anak bangsa Indonesia, sehingga
mereka memiliki kesadaran tentang kebudayaan Indonesia, peduli pada kondisi
kehidupan rakyat, dan mau berbuat secara konkret untuk membangun bangsa
menuju kesejahteraan bersama.
Ki Hajar dalam konsep pendidikannya sangat menekankan pentingnya
pendidikan kebudayaan, karena menurut beliau pendidikan adalah alat, dan alat
itu harus ditempatkan dan diperuntukkan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya.
Oleh karenanya, ketika kita melaksanakan pendidikan kepada anak-anak kita,
maka kita harus benar-benar tahu dan sadar tentang fungsi pendidikan itu bagi
bangsa Indonesia, tidak sekedar meniru konsep pendidikan orang-orang di luar
bangsa kita. Pendidikan haruslah ditujukan ke arah keluhuran manusia, nusa dan
bangsa, tidak memisahkan diri dari kesatuan perikemanusiaan.

Liberalisme sebagai Ideologi


Sebelum lebih jauh membahas tentang liberalisasi pendidikan, maka
penting bagi kita untuk memahami terlebih dahulu tentang istilah liberalisasi.
Liberalisasi, sebagai sebuah proses, berasal dari istilah liberalisme. Liberalisme,
sebagai sebuah filsafat dan ideologi, terdiri dari tiga nilai yang mendasar, yaitu
Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Berikut
adalah penjabaran dari ketiga nilai tersebut:
a. Kesempatan yang sama, yaitu bahwa manusia mempunyai kesempatan
yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial,
ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang
berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan
itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing.
Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu
nilai yang mutlak dari demokrasi.
b. Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, di mana
setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan
pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang
dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi dan
kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan
dilaksanakan dengan persetujuan – di mana hal ini sangat penting
untuk menghilangkan egoisme individu.
c. Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah.
Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi
harus bertindak menurut kehendak rakyat.
d. Berjalannya hukum. Fungsi negara adalah untuk membela dan
mengabdi pada rakyat. Terhadap hak asasi manusia yang merupakan
hukum abadi di mana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh
pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka
untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum
tertinggi (Undang-undang), persamaan di muka umum, dan persamaan
sosial.
e. Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.
f. Negara hanyalah alat, sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk
tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Dalam
artian yang lebih praktis yaitu bahwa masyarakat pada dasarnya
dianggap dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah
sebagai penengah ketika usaha yang secara mandiri dilakukan
masyarakat telah mengalami kegagalan.
g. Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme. Hal ini
disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704)
yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada
pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan, di
mana keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap
individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing – yang akan menghasilkan
paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme
(ekonomi). Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki individu itu
adalah kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus
dipertanggungjawabkan. Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau
dengan kata lain, bukan bebas yang sebebas-bebasnya.
Salah satu tokoh utama yang mempengaruhi paham liberalisme ini,
khususnya, di bidang ekonomi, adalah Adam Smith (1723-1790). Pemikiran
Adam Smith mengenai politik dan ekonomi yang sangat luas, Pertama, haluan
pandangan Adam Smith tidak terlepas dari falsafah politik. Kedua, perhatian yang
ditujukan pada identifikasi tentang faktor-faktor apa dan kekuatan-kekuatan yang
manakah yang menentukan nilai dan harga barang. Ketiga, pola, sifat, dan arah
kebijaksanaan negara yang mendukung kegiatan ekonomi ke arah kemajuan dan
kesejahteraan mesyarakat. Singkatnya, segala kekuatan ekonomi seharusnya
diatur oleh kekuatan pasar di mana kedudukan manusia sebagai individulah yang
diutamakan, begitu pula dalam politik.
Paham liberalisme ini melahirkan konsep demokrasi dan kapitalisme
ekonomi. Dalam konsep demokrasi termuat nilai-nilai hak asasi manusia, karena
demokrasi dan hak-hak asasi manusia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku
dirinya demokratis mestilah mempraktekkan dengan konsisten mengenai
penghormatan pada hak-hak asasi manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan
terhadap hak-hak asasi setiap anggota masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan
hanyalah fasisme atau negara totalitarian yang menindas.
Kebebasan yang melandasi demokrasi haruslah kebebasan yang positif –
yang bertanggungjawab, dan bukan kebebasan yang anarkhis. Kebebasan atau
kemerdekaan di dalam demokrasi harus menopang dan melindungi demokrasi itu
dengan semua hak-hak asasi manusia yang terkandung di dalamnya.
Kemerdekaan dalam demokrasi mendukung dan memiliki kekuatan untuk
melindungi demokrasi dari ancaman-ancaman yang dapat menghancurkan
demokrasi itu sendiri. Demokrasi juga mengisyaratkan penghormatan yang
setinggi-tingginya pada kedaulatan rakyat.
Kapitalisme dan kebebasan tatanan ekonomi memainkan peranan rangkap
dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan dalam
tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti luas,
sehingga kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Di pihak lain,
kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat yang diperlukan untuk
mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara untuk
mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama ialah
bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara dan
negara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama individual
secara sukarela – tekniknya sebuah sistem pasar. Selama kebebasan untuk
mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok dari
usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasar adalah bahwa ia
mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain.

Liberalisme dalam Sektor Pendidikan


Dalam membicarakan persoalan liberalisasi pendidikan di Indonesia,
penting bagi kita untuk menelusuri faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya
proses liberalisasi pendidikan itu sendiri. Lahirnya liberalisasi pendidikan ini
berawal dari kesepakatan dalam WTO (World Trade Organization), sebuah
organisasi di bawah PBB, yang merupakan organisasi internasional yang
mengawasi banyak persetujuan yang mendefinisikan "aturan perdagangan" di
antara anggotanya. Organisasi ini didirikan pada 1 Januari 1995 untuk
menggantikan GATT, yang bertujuan untuk meniadakan hambatan perdagangan
internasional setelah Perang Dunia II. Prinsip dan persetujuan GATT diambil oleh
WTO, yang bertugas untuk mendaftar dan memperluasnya.
WTO bermarkas di Jenewa, Swiss. Pada Juli 2008 organisasi ini memiliki
153 negara anggota, termasuk Indonesia. Privatisasi merupakan prinsip WTO
yang memegang peranan sungguh penting. Privatisasi berada di top list dalam
tujuan WTO. Privatisasi yang didukung oleh WTO akan membuat peraturan-
peraturan pemerintah sulit untuk mengaturnya. WTO membuat sebuah peraturan
secara global sehingga penerapan peraturan-peraturan tersebut di setiap negara
belum tentulah cocok. Namun, meskipun peraturan tersebut dirasa tidak cocok
bagi negara tersebut, negara itu harus tetap mematuhinya, jika tidak, negara
tersebut dapat terkena sangsi ekonomi oleh WTO. Negara-negara yang tidak
menginginkan keputusan-keputusan yang dirasa tidak fair, tetap tidak dapat
memberikan suaranya. Karena pencapaian suatu keputusan dalam WTO tidak
berdasarkan konsensus dari seluruh anggota. Merupakan sebuah rahasia umum
bahwa empat kubu besar dalam WTO (Amerika Serikat, Jepang, Kanada, dan Uni
Eropa)-lah yang memegang peranan untuk pengambilan keputusan. Pertemuan-
pertemuan besar antara seluruh anggota hanya dilakukan untuk mendengarkan
pendapat-pendapat yang ada tanpa menghasilkan keputusan. Pengambilan
keputusan dilakukan di sebuah tempat yang diberi nama “Green Room.” Green
Room ini adalah kumpulan negara-negara yang biasa bertemu dalam Ministerial
Conference (selama 2 tahun sekali), negara-negara besar yang umumnya negara
maju dan memiliki kepentingan pribadi untuk memperbesar cakupan
perdagangannya. Negara-negara berkembang tidak dapat mengeluarkan suara
untuk pengambilan keputusan.
Dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan WTO inilah, yang salah
satunya harus melakukan privatisasi di bidang pendidikan, pemerintah
mengeluarkan produk hukum yaitu UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, di mana di dalam BAB VII BIDANG USAHA Pasal 12 ayat 1 disebutkan
bahwa “Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan
penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan
tertutup dan terbuka dengan persyaratan”. Sedangkan pada ayat 4 disebutkan
bahwa “Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka
dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka
dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden”.
Penjabaran UU ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah no 77 tahun 2007 yang
tentang Bidang Usaha Tertutup dan Yang Terbuka dengan persyaratan terhadap
penanaman modal asing dan dalam negeri di mana pendidikan termasuk di
dalamnya.

Dampak Liberalisasi terhadap Pendidikan Indonesia


Konsekuensi dari keputusan pemerintah tersebut adalah masuknya modal
asing dalam pengelolaan pendidikan Indonesia, mulai dari pendidikan dasar,
menengah, tinggi, dan non-formal. Dengan demikian nantinya akan ada sekolah-
sekolah yang dimiliki oleh asing, dan dikelola sesuai dengan tujuan
diinvestasikannya modal tersebut. Tentu karena tujuan investasi modal tersebut
adalah untuk mendapatkan laba, maka institusi pendidikan menjadi sebuah
institusi bisnis yang proses pengelolaannya akan berorientasi kepada laba.
Bermunculannya sekolah-sekolah yang dimiliki oleh asing akan
mendorong persaingan yang tajam dengan sekolah-sekolah swasta dalam negeri.
Di satu sisi persaingan tersebut bersifat positif, karena sekolah swasta Indonesia
akan dipacu untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan secara
lebih baik. Namun di sisi lain, persaingan tersebut akan membuat perubahan yang
sangat signifikan dalam orientasi pembangunan pendidikan di Indonesia.
Sekolah-sekolah swasta akan dipacu menjadi sebuah institusi bisnis yang
harus mendatangkan laba, supaya mampu meningkatkan kualitas pendidikannya
melalui pengembangan berbagai fasilitas pendidikan. Tujuannya agar dengan
peningkatan fasilitas sekolah yang semakin bagus, akan mampu bersaing dengan
sekolah yang memiliki modal yang kuat. Kondisi ini akan menciptakan persaingan
yang membuat pendidikan menjadi mahal dan makin tidak terjangkau oleh
seluruh masyarakat. Hanya lapisan masyarakat yang mampu dan kaya akan
mendapatkan pendidikan yang berkualitas, sedangkan masyarakat yang miskin
semakin tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang berkualitas.
Pendidikan, dengan demikian, akhirnya menjadi sebuah bisnis yang tidak
lagi mengemban misi sosial untuk perubahan kultur masyarakat, tetapi
mengemban misi bisnis global. Sehingga kepentingan pemilik modal akan
menentukan dan mengarahkan bagaimana bentuk dan tujuan pendidikan tersebut.
Dan kepentingan pemilik modal selalu terkait dengan laba. Liberalisasi
pendidikan akan berpotensi menciptakan kesenjangan yang luar biasa terhadap
akses ke pendidikan, karena “korporasi” pendidikan akan menciptakan suatu
proses pendidikan yang akan berorientasi kepada pasar semata. Sementara jutaan
masyarakat lainnya tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan
yang lebih baik.

Kesimpulan dan saran


Pemerintah perlu memikirkan secara mendalam dampak liberalisasi
pendidikan tersebut terhadap tujuan pendidikan nasional. Dalam pembukaan UUD
1945 disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan
seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, tanggung jawab yang utama dari
pemerintah adalah menyediakan akses yang merata dan terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat tanpa terkecuali, membuka kesempatan seluas-luasnya bagi
masyarakat untuk bisa mendapatkan fasilitas pendidikan yang memadai, serta
mengatur proses pendidikan melalui regulasi dan kebijakan yang mendukung
tujuan pembangunan Indonesia.
Jika investasi asing ini membuat kemampuan negara dalam memenuhi
hak-hak masyarakat akan pendidikan menjadi semakin menurun, maka
pemerintah perlu meninjau ulang PP Nomor 77 tersebut. Karena bukan tidak
mungkin masuknya modal asing dalam pendidikan ini akan membuat
ketergantungan yang semakin besar dari pemerintah dalam menyelenggarakan
pendidikan. Sejak dini, pemerintah harus memastikan regulasi yang dikeluarkan
tersebut tidak membuat sekolah-sekolah milik negeri sendiri kalah bersaing
karena permodalan, membuat lunturnya nilai-nilai kebangsaan karena kebijakan
sekolah yang berorientasi laba, serta dalam perkembangannya justru tidak
mendukung misi dan tujuan pendidikan nasional.
Jika pemerintah ingin membendung liberalisasi pendidikan dengan segala
dampaknya tersebut, maka pemerintah harus membangun kemampuan
finansialnya dalam pendidikan nasional. Target minimum 20 % anggaran
pendidikan (di luar gaji guru) harus dipenuhi, untuk memastikan tersedianya
fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Kelemahan dalam manajemen
pendidikan harus diperbaiki, serta korupsi dalam bidang pendidikan harus
diperangi untuk memastikan anggaran tepat sasaran. Kita harus mulai bergantung
kepada kemampuan diri sendiri dalam membangun pendidikan bangsa, termasuk
kemampuan finansial kita.

Daftar Referensi:
Assegaf, Abd. Rachman. 2003. Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa
Perbandingan Pendidikan di Negara-negara Islam dan Barat. Yogyakarta:
Gama Media.
Dewantara, Ki Hajar. 2009. Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika.
Majalah BASIS Edisi Juli-Agustus 2009.
UU Nomor 25 tahun 2007
PP Nomor 77 tahun 2007
http://www.wto.org/ (diakses 31 Maret 2011).

You might also like