You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasional
Manusia dalam hidupnya selalu mengalami perkembangan mulai dari
kanak-kanak sampai masa dewasa dan akhirnya mati. Dalam
perkembangannya ini tidak lepas dari yang namanya masalah. Ada beberapa
orang yang dapat mengatasi masalahnya sendiri, namun banyak orang yang
tidak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri sehingga memerlukan bantuan
seorang ahli yakni konselor. Permasalahan yang membutuhkan bantuan
seorang ahli biasanya dikategorikan sebagai masalah sedang sampai yang
berat.
Individu yang mendapat perhatian utama dalam layanan bimbingan dan
konseling ialah individu yang mengalami hambatan dalam melaksanakan
tugas perkembangan. Misalkan saja, tugas perkembangan yang harus
dilaksanakan pada usia dewasa dini. Pada usia dewasa dini, memilih pasangan
atau istilahnya pacaran termasuk tugas perkembangan yang harus
dilaksanakan. Jika salah satu dari tugas perkembangan ini tidak dilaksanakan
maka dapat menghambat tugas perkembangan selanjutnya. Namun dalam
memilih pasangan (pacar) haruslah berdasarkan kriteria yang tepat bukan
hanya sekedar melihat dari segi fisiknya saja yakni berdasarkan ketampanan
atau kecantikan serta bukan hanya sekedar karena rasa belas kasihan semata,
karena hal ini akan berdampak buruk bagi yang menjalaninya.
Orangtua juga harus menjadi pertimbangan kita dalam memilih pasangan
(pacar) karena orangtua tahu mana yang baik yang dapat dijadikan pacar kita
dan mana yang buruk yang tidak pantas menjadi pacar kita. Jika pacar yang
kita pilih tidak sesuai dengan orangtua, maka dapat menimbulkan konflik bagi
diri kita sendiri. Seperti kasus yang praktikan temui, konseli (Bunga)
mengalami konflik dalam berpacaran. Bunga tidak dapat bersikap tegas untuk
dapat memilih antara larangan orang tua atau tetap memilih berpacaran
dengan A. Bunga memilih pacar yang tidak direstui oleh kedua orangtuanya

1
karena pacar Bunga berasal dari keluarga yang berantakan. Pacar Bunga sebut
saja A memiliki kebiasaan minum-minuman keras. Bukan hanya itu, pacar
Bunga yakni A adalah orang yang posessif (selalu ingin memiliki) dan over
protected (terlalu melindungi). Bunga merasa bingung untuk bersikap tegas,
apakah dia akan memutuskan sang pacar karena tidak direstui oleh orangtua
atau tetap menjalin hubungan karena apabila ia putus dengan pacarnya,
pacarnya mengancam akan kembali ke hal-hal yang negatif.
Bunga adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Dia seorang gadis yang
periang dan cerewet. Kegiatannya setiap hari hanya kuliah. Bunga mempunyai
banyak teman, namun hanya sebatas pada teman perempuan. Di kos Bunga
termasuk anak yang rajin. Di sela-sela waktunya, dia lebih suka mengisinya
dengan membersihkan kamarnya serta mengerjakan pekerjaan kos seperti
mencuci, menyetrika dan tak kalah penting yakni selalu menonton sinetron
Korea tiap sore hari sambil menuggu waktu maghrib. Apabila tidak ada tugas
kuliah, Bunga selalu membaca komik atau novel. Bunga bukan tipe gadis
yang dapat menyembunyikan perasaannya dengan baik. Jika dia mempunyai
permasalahan selalu tampak dari raut wajahnya. Jika sedang ada masalah
terutama dengan pacarnya dia lebih suka mengurung diri di kamar dan
menangis. Namun setelah perasaannya lumayan membaik, dia pasti
menceritakannya kepada praktikan.
Teknik assertive training digunakan untuk orang-orang yang: tidak mampu
mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, menunjukkan
kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya, memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”., mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya, dan
merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
sendiri.
Oleh karena itu, Bunga perlu mendapat penanganan dengan pendekatan
Behavioristik dengan Teknik Assertive Training. Pendekatan Behavioristik
dengan Teknik Assertive Training dipilih untuk menangani kasus Bunga, agar
Bunga mampu berperilaku tegas untuk dapat memilih antara putus dengan

2
sang pacar karena tidak direstui oleh orangtua atau tetap menjalin hubungan
(berpacaran) dengan pacarnya karena takut apabila putus dengan A, maka A
akan kembali ke kebiasaan-kebiasaannya yang negatif yakni minum-minuman
keras.

B. Konfidensialitas
Dalam menyelenggarakan bimbingan dan konseling hendaknya mengacu
pada asas-asas bimbingan dan konseling, karena pelayanan bimbingan dan
konseling adalah pekerjaan profesional. Pelayanan bimbingan dan konseling
ada kalanya berhubungan dengan klien yang mengalami masalah. Bagi klien
yang bermasalah dan ingin menyelesaikan masalahnya akan sangat
membutuhkan bantuan dari orang yang dapat menyimpan kerahasiaan masalah
yang dihadapinya. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa asas kerahasiaan
merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling, dan harus
benar-benar dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab (Mugiarso, 2004:
24).
Salah satu asas yang perlu diperhatikan oleh konselor adalah asas
kerahasiaan yaitu segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak
boleh disampaikan kepada orang lain (Prayitno, 2004:115).
Dalam penyelenggaraan konseling, catatan tentang diri klien yang meliputi
data hasil wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lain,
semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh
digunakan untuk kepentingan klien (Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan Dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2004: 78).
Kerahasiaan dalam konseling adalah suatu hal yang tidak boleh diketahui
oleh orang lain di luar individu-individu yang melakukan proses konseling.
Kerahasiaan dalam konseling diperlukan agar dapat memberikan bantuan
sesuai dengan kondisi konseli. Agar konseli mau terbuka dan dengan sukarela
untuk mengungkapkan segala permasalahannya kepada praktikan, maka
konseli harus percaya bahwa praktikan akan merahasiakan permasalahan
konseli. Pada awal proses konseling, praktikan menjelaskan kepada konseli

3
bahwa semua identitas konseli akan dirahasiakan dengan cara disamarkan agar
proses konseling dapat mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan.

C. Identitas konseli
1. Proses menemukan konseli
Proses menemukan konseli dengan cara konseli datang menemui
praktikan. Konseli adalah sahabat praktikan. Praktikan telah mengenal
konseli sejak pertama kali bertemu di rumah kos. Konseli bercerita bahwa
dirinya mengalami konflik dalam berpacaran. Konseli merasa bingung
dalam menghadapi permasalahannya ini.
Praktikan memilih kasus konseli yakni konflik dalam berpacaran
karena kalau tidak segera diatasi, maka konseli akan selalu tertekan dan
dapat mengganggu perkuliahannya serta menghambat konseli dalam
bergaul dengan teman-temannya. Hal ini juga dapat menjadikan konseli
sebagai orang yang selalu tidak bisa berperilaku tegas kepada siapapun
dan dalam menghadapi situasi apapun.

2. Identitas konseli
Nama : Bunga (Nama samaran)
Tempat dan tanggal lahir : Batang, 22 September 1986
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Batang
Pekerjaan : Mahasiswa Pendidikan Kimia semester VI
Hobi : Membaca

3. Pendekatan/ Model Konseling


a. Hakikat Manusia
Pandangan tentang manusia menurut konseling behavior adalah
sebagai berikut :
1) Manusia mempunyai kecenderungan positif dan negatif yang sama.

4
2) Manusia dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budaya.
3) Manusia bukan agen bebas yang menentukan nasib sendiri.
b. Tujuan Konseling Menurut Behavior
Pada dasarnya konseling Behavior diarahkan pada tujuan-tujuan
memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang
maladaptif, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang
diinginkan.
Menurut Krumboltz, kriteria tujuan konseling behavioristik meliputi:
1) Tujuan harus diinginkan oleh klien.
2) Konselor harus berkeinginan membantu klien mencapai tujuan.
3) Tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dinilai pencapaiannya
oleh klien.
Tujuan konseling dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu
memperbaiki tingkah laku salah suai, belajar tentang proses pembuatan
keputusan, dan pencegahan timbulnya masalah.
c. Tahap-Tahap Konseling menurut Pujosuwarno (1993: 82), meliputi:
1) Assesment
Tujuan dari assesment ini adalah untuk memperkirakan apa yang
akan diperbuat klien pada waktu itu. Konselor menolong klien untuk
mengemukakan keadaannya yang benar yang dialaminya pada waktu
itu. Assesment ini diperlukan untuk memperoleh informasi model
mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin
dirubah.
2) Goal setting
Berdasarkan dari informasi yang dikumpulkan kemudian
dianalisis, konselor dan klien menyusun perangkat untuk
merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Biasanya
tujuan ini memberi motivasi dalam mengubah tingkah laku klien dan
menjadi pedoman teknik mana yang akan dipakai. Dalam Fauzan
(1994: 17), mengemukakan bahwa fase goal setting disusun atas tiga
langkah: (1) membantu klien untuk memandang masalahnya atas

5
dasar tujuan-tujuan yang diinginkan, (2) memperhatikan tujuan klien
berdasarkan kemungkinan hambatan-hambatan situasional tujuan
belajar yang dapat diterima dan dapat diukur, dan (3) memecahkan
tujuan kedalam sub tujuan dan menyususn tujuan menjadi susunan
yang berurutan.
3) Technique implementation
Maksudnya yaitu menentukan strategi belajar yang akan dipakai
dalam mencapai tingkah laku yang ingin diubah. Dengan cara
brainstorming konselor dan klien menentukan piliohan teknik yang
digunakan. Sebagaimana yang telah disinggung di atas, bahwa teknik
yang digunakan dirakit untuk tujuan klien tertentu dan didasarkan
pada informasi yang diperoleh selama assesment dan goal setting
(Fauzan, 1994: 18).
4) Evaluation-Termination
Evaluasi di sini yakni konselor melihat apa yang telah yang
diperbuat oleh klien, keefektifan konseling dan teknik yang
digunakan. Sedangkan termination adalah berhenti untuk melihat
apakh klien bertindak tepat.
5) Feedback, diperlukan untuk memperbaiki proses konseling.
d. Teknik-teknik yang dilakukan dalam Pendekatan Behavior
1) Desensitisasi Sistematis
2) Assertif Training
Melatih ketegasan antara perilaku yang benar dan yang salah.
Menurut Fauzan (1994: 20), Assertif training digunakan bagi orang
yang:
- Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan
tersinggung.
- Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong
orang lain untuk mendahuluinya.
- Memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”.

6
- Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-
respon positif lainnya.
- Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan
pikiran-pikiran sendiri.
3) Aversi Terapi
4) Implosif dan Pembanjiran
5) Pengkondisian Operan

Teknik yang digunakan pada kasus ini lebih ditekankan pada teknik
Asssertive Training. Teknik ini digunakan karena konseli tidak dapat berperilaku
tegas atau tidak dapat berkata ”tidak”. Oleh karenanya, untuk melatih konseli agar
dapat berperilaku tegas maka konseli ditangani dengan teknik Asssertive Training.
Teknik assertive training dilakukan dengan bermain peran. Konselor berperan
menjadi pacar konseli sedangkan konseli berperan sebagai dirinya sendiri. Pada
kesempatan ini, konseli diminta untuk mengungkapkan segala perasaan, emosi,
uneg-uneg yang selama ia pendam dalam hatinya terhadap sang pacar. Kemudian
konselor dan konseli bertukar peran, konselor menjadi konseli dan konseli
menjadi pacarnya. Konselor seolah-olah menjadi konseli yang sedang
mengekspresikan segala hal yang ada dalam hatinya. Segala perasaan yang
menyangkut perlakuan sang pacar pada dirinya. Setelah itu, konselor kembali lagi
berperan sebagai konselor kemudian konselor menanyakan perasaan dan
kesanggupan konseli untuk berjanji mengatakan harapannya pada sang pacar. Hal
ini bertujuan agar konseli dapat berani berkata tegas pada sang pacar.

7
BAB II
PROSES KONSELING

Proses konseling dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 25 Mei 2007 pukul
10.00 WIB. Pada Jumat pagi, saat praktikan sedang mendengarkan musik di
kamar, tiba-tiba konseli (Bunga) datang langsung masuk ke kamar praktikan
dalam keadaan menangis. Bunga adalah konseli yang mengalami konflik dalam
berpacaran. Hubungan percintaannya tidak direstui oleh orang tuanya. Namun di
sisi lain Bunga juga sudah tidak nyaman menjalin hubungan dengan A karena A
terlalu posesif dan protected. Oleh karena itu, Bunga melakukan konseling dengan
praktikan yang terjadi selama 2 kali pertemuan. Berikut ini proses konseling
antara praktikan dan konseli:
Pertemuan ke- I
No Konselor Pernyataan Tahap Teknik
/ Konseli Konseling Komunikasi
Konseling
1. Konseli Aassalamu’alaikum (terburu-buru masuk
kamar konselor sambil menangis)
2. Konselor Wa’alaikumsalam... (langsung bangun ke Lead khusus
posisi duduk yang tegak)
Apa yang terjadi Bunga ?
3. Konseli (Menangis terisak-isak tanpa mengeluarkan
sepatah katapun)
4 Konselor Apa yang terjadi di kampus ? Opening
5. Konseli (Hanya diam dan mencoba menyekat air
matanya)
6. Konselor Kamu dimarahi dosen ? Lead khusus
7. Konseli (Menggeleng pelan dengan sedikit
meneteskan air mata)
8. Konselor Kamu sakit ? Lead khusus
9. Konseli (Menggeleng pelan)
10. Konselor Bagaimana tadi jadi UTS? Opening
11. Konseli Jadi (dengan suara lirih)
12. Konselor Apakah kamu bisa mengerjakannya ? Opening
13. Konseli Tidak (kemudian disebentar)

8
14. Konselor Sebenarnya apa yang terjadi, coba kamu Lead umum
ceritakan pada saya ?
15. Konseli Saya nggak tahu harus cerita pada siapa
masalah yang saya alami (dengan mata
berlinang-linang)
16. Konselor Ayo duduk sini, mari kita bicarakan Assesment Lead umum
bersama masalah yang kamu alami
17. Konseli Mengapa semua ini bisa terjadi pada
saya...kadang saya bingung apa yang saya
pilih selama ini salah ?
18. Konselor Apa yang membuat kamu bingung, coba Lead umum
jelaskan ?
19. Konseli Mungkin kemarin-kemarin saya hanya
menceritakan sebagian kecil saja masalah
saya, namun hari ini saya sudah tidak kuat
lagi. Saya ingin menceritakan semuanya
padamu, tapi...sebenarnya saya masih malu
untuk menceritakannya.
20. Konselor Kamu tidak perlu malu. Perlu kamu ketahui Role limit
bahwa saya adalah seorang konselor, maka
marilah bersama-sama kita bicarakan
masalah ini kemudian kita cari pemecahan
masalahnya.
21. Konseli Baiklah, begini masalahnya, saya sudah
pernah bercerita ke kamu kalau saya
mempunyai pacar yang posesif dan over
protected, sekarang masalah saya semakin
rumit. Dari dulu orang tua saya tidak
menyetujui hubungan kami tapi saya
backstreet dengan pacar saya. Saya
melakukan hal ini karena saya tidak tega
dengan A. Lama-kelamaan orang tua saya
juga mengetahui lagi kalau saya masih

9
berhubungan dengan A. Hubungan kami
sudah berjalan 4,5 tahun, saya sudah tahu
watak dan kepribadian dia serta saya juga
sudah akrab dengan keluarganya. Hal itulah
yang membuat saya tidak tega untuk
memutuskannya.
22. Konselor Jadi inti permasalahannya, kamu mengalami Parafrase
konflik dalam berpacaran. Hubungan kalian
dilarang oleh orang tuamu dan kamu sendiri
tidak tega untuk memutuskan pacarmu ?
23. Konseli Iya...
24. Konselor Lalu, apa yang menjadikan kamu tidak tega Lead khusus
untuk memutuskan pacar kamu ? Apa
karena disamping kamu sudah tahu watak
dan kepribadiannya, kamu juga sudah kenal
akrab dengan keluarganya ?
25. Konseli Ya, begitulah...
26. Konselor Coba kamu jelaskan watak dan kepribadian Assesment Lead umum
pacar kamu sehingga kamu tidak tega untuk
memutuskannya ?
27. Konseli Pacar saya terkenal dengan anak yang
nakal. Dia sering minum-minumam keras
dan tidak pernah mengerjakan sholat.
Keluarganya terkenal se-kota Batang
sebagai keluarga yang semrawut. Ayahnya
seorang peminum, dan kebiasaan ayahnya
ini menurun pada ke-4 anak lelakinya yang
salah satunya adalah A, pacar saya. Dulu
saya menerima dia karena saya kasihan
padanya. Sudah 2 kali dia menyatakan cinta
pada saya tapi saya menolaknya. Setelah
yang ke-3 kalinya saya merasa kasihan
melihat perjuangannya begitu keras untuk

10
mendapatkan saya, akhirnya saya menerima
dia jadi pacar saya. Keluarganya sangat baik
pada saya.
28. Konselor Dengan kata lain, kamu menerima A karena Klarifikasi
kasihan melihat kegigihannya dalam
mendapatkan hatimu ?
29. Konseli Benar.., dulu pada waktu hubungan kami
berjalan 2 bulan, orang tua saya mulai
mengetahuinya. Orang tua saya langsung
melarang hubungan kami dengan alasan
mereka sudah tahu bibit, bebet, dan bobot
keluarga A. Tapi tetap saja saya
memaksakan kehendak untuk
mempertahankan hubungan ini. Saya mulai
membohongi orang tua dengan berkata
bahwa saya sudah tidak berpacaran dengan
A. Awalnya hubungan kami juga di dukung
oleh teman-teman sata tapi lama-kelamaan
teman-teman saya malah tidak mendukung
sama sekali dan mereka malah menjauhi
saya.
30. Konselor Teman-teman kamu menjauhi kamu ? Restatement
31. Konseli Iya, mereka begitu karena mereka sudah
tidak bebas lagi bermain sama saya, karena
sejak berpacaran dengan A, saya selalu
diikuti kemana saja saya pergi. Ruang
lingkup saya dibatasi hanya rumah, sekolah,
dan pergi kemanapun harus bersama dia.
Saya tidak boleh bermain bersama teman-
teman saya walaupun teman-teman saya
perempuan. Saya juga tidak mempunyai
teman cowok lagi karena pacar saya terlalu

11
melindungi dan pencemburu.
32. Konselor Sepertinya kamu merasa sedih dengan Reflection of
perilaku pacarmu itu ? Feeling
33. Konseli Ya, benar. Saya sangat sedih. Hubungan
kami juga sering diwranai putus nyambung.
34. Konselor Hem...hem... Acceptance
35. Konseli Tapi saya nggak tahu mengapa saya
mempertahankannya (dengan nada marah).
36. Konselor Tadi kamu mengatakan hubungan kalian Konfrontasi
sering diwarnai putus nyambung, pacar
kamu terlalu posesif dan protected tapi
kenapa kamu tetap mempertahankannya ?
37. Konseli Saya nggak tahu kenapa, tapi sejak
berpacaran dengan saya, ia berjanji untuk
menghindari minum-minuman keras dan
mulai mengerjakan sholat. Beberapa kali
hubungan kami putus, kemudian pacar saya
kembali ke hal-hal yang negatif lagi. Saya
juga nggak enak untuk memutuskannya
karena orang tua A sangat baik pada saya
dan kami telah kenal akrab. Namun, orang
tua saya makin hari makin mendesak saya
untuk segera memutuskan hubungan dengan
A.
38. Konselor Apa yang kamu rasakan saat ini ? Lead khusus
39. Konseli Perasaan saya sekarang campur aduk, saya
merasa tidak nyaman. Saya ingin
memutuskan hubungan dengan A karena
makin lama dia semakin kelewatan. Dia
semakin membatasi pergaulan saya dengan
teman-teman. Walaupun kami sudah sama-
sama kuliah namun dia tidak memberikan
waktu pada saya untuk sekedar berkumpul

12
dengan teman-teman saya. Tidak ada teman
cowokpun yang berani mendekati saya,
kecuali jika akan kerja kelompok. Itupun
akhirnya A pasti marah-marah kemudia dia
berkata kasar pada saya. Dia selalu meminta
segalanya dari saya, mulai dari mencucikan
bajunya, sepatu, seprei, membelikan pulsa,
bahkan sampai membayar hutang-hutang
pada temannya yang jumlahnya nggak
sedikit. Dia memang egois. Saya tidak tahu
apa sebenarnya yang dia inginkan ?
40. Konselor Dengan kata lain, kamu merasa tertekan Reflection of
dengan perlakuan pacarmu ? Feeling
41. Konseli Sangat...(suara tegas)
42. Konselor Tadi kamu mengatakan kalau pacar kamu Lead khusus
egois, egoisnya seperti apa ?
43. Konseli Dia suka memaksakan kehendak. Dia selalu
ingin dipahami tapi dia tidak berusaha untuk
memahami saya. Dia hanya bisa marah-
marah dan curiga misalkan sms yang
dikirimnya ke saya tidak segera saya balas,
padahal kadang saya sedang ke kamar
mandi. Lalu dia kira saya ada tamu cowok
atau saya sedang jalan-jalan dengan teman,
pokok’e kaya gitulah.
44. Konselor Apa yang kamu lakukan dalam keadaan Assesment Lead khusus
tertekan ?
45. Konseli Saya hanya bisa menangis dan berdiam diri
di kamar.
46. Konselor Dari semua yang kamu ceritakan, pada Assesment Klarifikasi
intinya kamu mengalami konflik dalam
berpacaran. Kamu bingung untuk segera
memutuskan sang pacar karena orang tua

13
kamu tidak merestui atau tetap menjalani
hubungan yang sudah tidak nyaman karena
takut kalau A kembali ke hal-hal yang
negatif.
47. Konseli Iya....tapi sekarang konflik saya makin
besar. Saya tidak tega untuk memutuskan A
karena saya takut dia akan kembali ke hal-
hal yang negatif yang pernah dilakukannya
dulu sebelum berpacaran dengan saya dan
pada saat hubungan kami pernah putus
nyambung. Disamping itu, saya semakin
merasa tidak tega karena menginjak
semester VI ini dia cuti kuliah dikarenakan
bisnis ”perbengkelan” yang merupakan
pemasukan terbesar dari keluarganya
sedang mengalami kebangkrutan. Walau
cuti kuliah, A tetap tinggal di Semarang
sambil berusaha mencari kerja.

48. Konselor Jadi pada intinya, situasi seperti apa yang Assesment Lead khusus
menyebabkan kamu merasa tertekan ?
49. Konseli Situasi pada saat seperti yang saya alami
sekarang, orang tua saya semakin mendesak
dan mendesak agar saya segera
memutuskan hubungan dengan A, namun di
sisi lain saya takut A mengancam akan
kembali ke hal-hal negatif seperti minum-
minuman keras dan tidak melaksanakan
sholat jika hubungan kami putus.
50. Konselor Apa yang ingin kamu capai dari proses Goal setting Lead khusus
konseling ini ?
51. Konseli Saya ingin dapat berperilaku tegas untuk

14
mengatakan kepada pacar saya bahwa saya
tidak sanggup lagi untuk melanjutkan
hubungan ini karena saya sangat merasa
tertekan.
52. Konselor Tadi kamu mengatakan ingin berperilaku Goal setting Lead khusus
tegas pada pacar kamu, lalu perilaku tegas
yang bagaimana yang ingin kamu lakukan ?
53. Konseli Tegas untuk putus dengan A, karena saya
merasa tertekan oleh perlakuannya yang
selalu ingin memiliki saya dan terlalu
protected.
54. Konselor Jadi kamu menginginkan dapat berperilaku Goal setting Parafrase
tegas dalam arti mampu mengatakan bahwa
kamu ingin segera putus dari pacar kamu ?
55. Konseli Iya...(dengan nada tegas tanpa keraguan)
56. Konselor Kira-kira hambatan apa saja yang kamu Goal setting Klarifikasi
temui untuk mewujudkan keinginan kamu ?
57. Konseli Rasa belas kasihanlah yang mungkin
menghambat keinginan saya.
58. Konselor Baiklah sekarang kita coba menggunakan Technique Latihan
pendekatan Behavioristik dengan teknik Implementat Assertive
Assertive training yang bertujuan untuk ion
mendorong kita agar dapat bersikap tegas
dan mampu mengungkapkan segala
perasaannya untuk mengatakan ”tidak”.
59. Konseli Baiklah, tapi apa yang harus saya lakukan ?
60. Konselor Begini, saya mengajak kamu untuk Latihan
melakukan role playing (bermain peran). Assertive
Tujuan dari permainan ini adalah untuk
melatih kamu agar dapat melatih ketegasan.
Kamu diminta untuk berperan sebagai diri
kamu sendiri yakni sebagai orang yang
mampu berperilaku tegas dalam mengambil
keputusan. Kemudian ungkapkanlah segala

15
emosi, perasaan yang mengganjal di hatimu
kepada saya. Sedangkan saya di sini
berperan sebagai pacar kamu. Setelah itu,
kita bertukar peran. Saya sebagai kamu dan
kamu sendiri sebagai pacar kamu.
Bagaimana sudah siap untuk meluapkan
segala perasaan di hatimu ?
61. Konseli Baiklah. Saya..saya takut, saya nggak bisa
ngomong seperti itu...
62. Konselor Coba sekali lagi, kamu keluarkan segala Latihan
perasaan yang ingin kamu sampaikan pada Assertive
pacar kamu.
63. Konseli Saya...tetep saya nggak tega..saya nggak
bisa...saya kasihan pada dia.
64. Konselor Baiklah, coba kamu jadi pacar kamu dan Latihan
saya jadi kamu. Saya akan mengeluarkan Assertive
segala perasaan emosi yang ada di hati
kamu. Perasaan yang kamu alami tapi tidak
mampu kamu ungkapkan.(Konselor
berperan sebagai konseli) Saya nggak tahu
apa yang sebenarnya kamu inginkan. Kamu
terlalu ingin memiliki saya sehingga
sedikitpun kamu tidak memberikan
kebebasan pada saya. Orang tua saya juga
tidak pernah memperlakukan saya seperti
itu. Saya juga manusia, saya ingin bergaul
dengan teman-teman. Saya butuh
merilekskan pikiran jika punya masalah
terutama masalah dengan kamu. Tapi kamu
selalu nggak mau mengerti. Sedangkan
kamu sendiri tidak mau tahu apa yang saya
harapkan. Saya ingin kamu mengerjakan

16
sholat 5 waktu. Saya ingin kamu
meninggalkan minum-minuman keras, tapi
apa hasilnya semuanya hanya janji-janji
palsumu. Saya tertekan dengan semua ini.
Sekalipun kamu tidak pernah dan mungkin
tidak akan pernah berpikiran positif tentang
saya. Saya ingin putus dari kamu (Praktikan
sedikit emosi).
65. Konseli Ya begitulah yang ingin saya ungkapkan
pada pacar saya.
66. Konselor Bagaimana, apa sekarang kamu bisa Latihan
mengatakan sama seperti yang saya ? Assertive
67. Konseli Ya, insya Allah
68. Konselor Coba sekarang kita bertukar peran, kamu Lead umum
yang berperan menjadi dirimu sendiri dan
saya berperan sebagai pacar kamu. Coba
ungkapkan segala yang kamu rasakan.
69. Konseli Saya capek kaya’ gini terus. Cape’ hati ini.
Kamu selalu berpikiran negatif soal saya.
Sms tidak di balas sebentar, kamu curiga
pada saya. Kamu selalu berpikiran negatif.
Kamu pasti mengira pada saat itu, saya di
datangi tamu cowok atau saya sedang
jalan-jalan dengan teman. Kamu kira saya
ini boneka yang bisa kamu kendalikan
seenak hatimu. Kamu tuntut saya untuk
kemana saja selalu dengan kamu. Smsan,
jalan-jalan bahkan kamu tidak memberi
kesempatan saya untuk kerja kelompok.
Kamu sering berkata kasar pada saya. Kamu
selalu meminta segalanya dari saya, mulai
dari mencucikan baju, sepatu, seprei,

17
membelikan pulsa, bahkan sampai
membayar hutang-hutang pada temanmu
yang jumlahnya nggak sedikit. Setiap ada
masalah dengan hubungan kita, kamu pasti
kembali ke minuman haram itu. Kamu pasti
lupa akan kewajibanmu mengerjakan sholat.
Saya sudah tidak tahan lagi. Apa pantas
saya mempertahankan hubungan yang tidak
ada baiknya, sudah tidak direstui orang tua,
kamu juga selalu cemburu yang berlebihan.
Saya juga butuh teman untuk meluapkan
emosi, kekesalan, sedih dan tertekan. Saya
sudah tidak bisa bersamamu lagi karena
banyak sekali perbuatanmu yang diluar
batas kewajaran manusia normal. Saya ingin
putus dari kamu. Saya harap kamu bisa
memenerima keputusan saya.
70. Konselor Setelah melakukan permainan, mari kita Evaluation Lead khusus
bersama-sama menganalisis permainan
yang baru saja dilakukan. Bagaimana
perasaan kamu setelah mengikuti proses
konseling ini? Apakah kamu merasa lebih
baik dari sebelumnya?
71. Konseli Ya, saya merasa sangat lega setelah
melakukan proses konseling ini.
72. Konselor Apakah kamu bisa berperilaku tegas Latihan
meluapkan segala perasaan dan keinginan Assertive
untuk putus dari A ?
73. Konseli Ya, saya bisa...
74. Konselor Apakah kamu mampu berjanji untuk Latihan
mengucapkan kata putus pada pacar kamu Assertive
tanpa ada rasa belas kasihan lagi ?
75. Konseli Ya, saya berjanji akan mengatakan putus Kata-kata

18
hubungan pacaran tanpa ada rasa kasihan. assertive
Saya akan berjanji bahwa saya sanggup dan
mampu untuk berperilaku tegas pada pacar
saya.
76. Konselor Apa kamu yakin bisa benar-benar Latihan
mengucapkan kata-kata putus pada pacar Assertive
kamu setelah proses konseling ini usai ?
77. Konseli Ya, saya yakin pasti bisa. Saya sudah tidak
akan menunda-nunda untuk mengatakan
putus lagi.
78. Konselor Bagus sekali jika rencana itu kamu Technique Prediction
laksanakan secepatnya. Implementat Reassurance
ion
79. Konselor Baiklah, sejauh ini dapat disimpulkan Termination Summary
bahwa kamu tidak bisa bersikap tegas pada
pacarmu karena takut kalau apabila kamu
memutuskannya maka dia akan kembali ke
hal-hal yang negatif. Bukan hanya itu rasa
belas kasihanmulah yang mengekang
hatimu untuk mengatakan putus pada A.
Tapi setelah proses konseling ini, kamu
akan berjanji untuk dapat bersikap tegas.
80. Konseli Baiklah besok saya akan menenemui kamu
lagi untuk memberitahu hasilnya.
81. Konselor. Baiklah besok saya tunggu Evaluasi
perkembangannya.

Pertemuan ke-II
Sore hari tanggal 26 Mei 2007, konseli datang lagi menemui praktikan.
Pada sore hari yang cerah itu, konseli terlihat ceria dengan seulas senyum manis
tampak dari bibir konseli. Pada saat itu, konseli dan praktikan membahas
permasalahan konseli lagi di kamar kos praktikan. Pembahasan ini hanya sekitar
15 menit.

19
No. Konselor Pernyataan Tahap Teknik
/Klien Konseling Komunikasi
Konseling
1. Konseli Assalamu’alaikum...(masuk ke kamar
praktikan).Saya tadi sudah menemui A.
2. Konselor Wa’alaikumsalam. Bagaimana hasilnya ? Evaluation Lead khusus
3. Konseli Awalnya saya tidak tega melihat wajahnya.
Namun, tadi A sempat marah-marah karena
cemburu dengan kakak kelas saya yang tadi
sempat ngobrol dengan saya di jalan.
Akhirnya hal ini menjadi kesempatan saya
untuk mengatakan keputusan ini. Dari kos
juga saya telah siap dan berjanji pada diri
saya sendiri untuk memutuskan hubungan
dengan A. Saya langsung mengatakan
bahwa kita tidak lagi bisa menjalani
hubungan ini, karena banyak hambatan
yang tidak bisa saya lalui. Orang tua saya
terlalu mendesak untuk segera
memutuskanmu. Saya tidak bisa melanggar
perintah orang tua. Karena sekarang yang
saya cari adalah lelaki terbaik yang bisa
jadu panutan saya, bukannya lelaki yang
over protected dan posesif serta tidak
melaksanakan ibadah sholat. Segala yang
kamu contohkan pada saya, telah saya
sampaikan juga.
4. Konselor Lalu bagaimana respon A ? Lead khusus
5. Konseli Dia sempat menangis dan menolak
keputusan saya, tapi akhirnya dia bisa sadar
dan memikirkan yang terbaik untuk
kebahagiaan saya
6. Konselor Semoga hal ini bisa menjadikanmu lega, Postdiction

20
karena keputusanmu memang tepat. Reassurance
7. Konseli Saya memang lega, bahkan sangat lega...
(tersenyum lebar). Perasaan takut dan
tertekan saya telah hilang. Entah mengapa
saya sudah tidak merasa kasihan lagi pada
A sewaktu saya mengatakan putus padanya.
Terima kasih atas semua bantuannya. Saya
tidak bisa tahu apalagi yang harus saya
lakukan jika tidak melakukan konseling
dengan kamu. Sekali lagi terima kasih ya...
8. Konselor Ya, saya juga ikut senang. Akhirnya kamu Termination
bisa bersikap tegas untuk memutuskan A.
Kalau kamu ingin melakukan konseling
lagi, langsung aja ngomong ke saya. Saya
akan dengan senang hati menyambut kamu.
9. Konseli Ya, pasti...
Catatan: Sebelum proses konseling yang dipaparkan diatas, praktikan sudah
melakukan kegiatan pra konseling.
Semarang, 3 Juni 2007
Konseli,

Bunga

21
BAB III
ANALISIS DAN BAHASAN

A. Analisis
Pada analisis ini akan dipaparkan uraian tentang ketercapaian tujuan
konseling dan kesenjangan antara tuntutan teori dengan praktik, hambatan-
hambatan yang ditemui di lapangan, dan kesalahan-kesalahan teknis atau
responding konselor selama konseling.
1. Ketercapaian tujuan konseling
Tujuan dari konseling Behavioristik dengan teknik Assertive
Training ini adalah agar konseli mampu bersikap tegas. Semula konseli
mengalami konflik. Ia bingung mau memilih yang mana. Orang tua
konseli tidak menyetujui konseli berpacaran dengan A. Sedangkan konseli
taku kalau seandainya konseli putus dengan A, maka A mengancam untuk
kembali minum-minuman keras dan tidak melaksanakan sholat. Padahal
sebenarnya, konseli sudah tidak ingin menjalin hubungan dengan A
karena A terlalu protected dan posessif. Namun konseli takut untuk

22
mengatakan putus pada A. Konseli juga merasa tidak enak karena sudah
mengenal akrab keluarga A. Setelah melaksanakan konseling, konseli
yang awalnya belum bisa berperilaku tegas untuk mengatakan putus pada
pacarnya maka setelah konselor memberikan model akhirnya konseli
mampu mengatakan secara tegas perasaan yang selama ini dipendamnya.
Sebagai contoh pada proses konseling,
Konselor : ” Apakah kamu mampu mengucapkan kata putus pada pacar
kamu tanpa ada rasa belas kasihan lagi ?”
Konseli : ” Ya, saya berjanji akan mengatakan putus hubungan pacaran
tanpa ada rasa kasihan. Saya akan berjanji bahwa saya
sanggup dan mampu untuk bersikap tegas pada pacar saya.”
Konselor : ” Apa kamu yakin bisa benar-benar mengucapkan kata-kata
putus pada pacar kamu setelah proses konseling ini usai ?”
Konseli : ” Ya, saya yakin pasti bisa. Saya sudah tidak akan menunda-
nunda untuk mengatakan putus lagi.”
Pada proses konseling yang kedua. praktikan mengevaluasi hasil
pertemuan sebelumnya. Konseli mengatakan bahwa ia telah memutuskan A
dan sekarang perasaan konseli lega, bahkan sangat lega. Konseli merasa sudah
tidak ada beban dan perasaan takut serta rasa tertekannya kini telah hilang.
Jadi tujuan dari konseling Behavioristik dengan teknik Assertive Training
telah tercapai.
2. Kesenjangan antara tuntutan teori dan praktik
Pada teori, untuk dapat membuat konseli lebih terbuka dan sukarela
mengungkapkan permasalahannya maka dibutuhkan membina hubungan
baik yang banyak. Namun pada prakteknya, apabila kasusnya seperti ini
dimana konseli datang secara tiba-tiba dalam keadaan menangis maka
praktikan hanya sedikit menggunakan rapport..
3. Hambatan-hambatan yang ditemui di lapangan
a. Hambatan-hambatan yang ditemui di lapangan adalah kurang kesiapan
praktikan dalam melakukan proses konseling sehingga praktikan tidak
bisa menggunakan keseluruhan teknik komunikasi konseling.

23
Ketidaksiapan praktikan juga dikarenakan konseli yang datang tiba-
tiba ke kamar kos praktikan dengan menangis. Praktikan kesulitan
untuk menghentikannya karena pada saat itu hati konseli sedang
kecewa, sedih serta marah.
b. Praktikan kesulitan untuk melakukan teknik opening karena pada awal
pertemuan, konseli masih menangis dan cenderung lebih banyak diam.
c. Praktikan tidak dapat menyediakan tape recorder untuk merekam
percakapan kami, karena konseling ini terjadi secara mendadak.
4. Kesalahan-kesalahan teknik atau responding konselor selama konseling
Pada tahap tehcnique Implementation, dalam assertive training Praktikan
merasa sangat emosi dan gregetan mendengar cerita-cerita konseli.
Praktikan seakan-akan yang sangat menggebu-gebu untuk mengatakan
pada pacar konseli untuk segera memutuskannya karena praktikan tidak
menyangka, ternyata perlakuan A terhadap konseli begitu keterlaluan.

B. Bahasan
1. Dari sudut teori tentang hasil analisis dan pendapat praktikan
Tahap Assesment, diperlukan untuk memperoleh informasi model
mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin dirubah.
Konseli awalnya masih malu untuk menceritakan permasalahannya tapi
setelah praktikan meyakinkan konseli akhirnya konseli mau menceritakan
permasalahannya. Praktikan mendapat informasi yang lengkap dari konseli
karena konseli anaknya cerewet jadi konseli dengan terbuka
menceritakannya.
Tahap Goal setting, pada tahap ini praktikan dan konseli menyusun
perangkat untuk merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling.
Biasanya tujuan ini memberi motivasi dalam mengubah tingkah laku
konseli dan menjadi pedoman teknik mana yang akan dipakai. Praktikan
menanyakan kepada konseli tujuan yang ingin dicapai dari proses
konseling ini. Konseli menjawab bahwa tujuan yang ingin dicapai dari
konseling ini adalah keberanian untuk berkata tegas pada pacarnya,

24
konseli ingin putus darinya. Praktikan merasa bahwa tujuan yang
diharapkan konseli memang terbaik bagi konseli.
Tahap Technique implementation, yaitu menentukan strategi belajar
yang akan dipakai dalam mencapai tingkah laku yang ingin diubah.
Praktikan menggunakan teknik assertive training sebagai teknik yang
digunakan untuk memecahkan permasalahan konseli yang tidak bisa
berkata tegas pada pacarnya. Teknik menggunakan role playing atau
bermain peran. Semula konseli berperan sebagai dirinya dan praktikan
berperan sebagai pacar konseli, namun konseli masih belum bisa untuk
mengeluarkan segala perasaan dan emosinya. Kemudian praktikan dan
konseli bertukar peran, praktikan jadi konseli dan konseli jadi pacar
konseli. Praktikan meluapkan segala yang dirasakan konseli, segala emosi,
dan harapan konseli kepada konseli yang berperan sebagai pacarnya.
Setelah itu, praktikan melatih konseli untuk berkata tegas dengan berbagai
kata-kata yang harus ditepati klien untuk dilaksanakan. Technique
implementation ini tepat digunakan untuk konseli dengan permasalahan
yang tidak dapat berkata tegas. Praktikan dapat mengetahuinya dari kasus
di atas dengan konseli dapat mengambil keputusan untuk memutuskan
pacarnya.
Tahap Evaluation-Termination, Evaluasi di sini yakni konselor
melihat apa yang telah yang diperbuat oleh konseli, keefektifan konseling
dan teknik yang digunakan. Sedangkan termination adalah berhenti untuk
melihat apakah konseli bertindak tepat. Praktikan melakukan evaluasi
pada pertemuan ke-2. Praktikan memantau yang telah dilaksanakan
konseli. Konseli menceritakan bahwa dirinya telah mengungkapkan segala
emosi yang selama ini pendam tanpa memikirkan rasa kasihan lagi pada
pacarnya. Praktikan merasa proses yang dilakukan telah berhasil sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai konseli.
2. Pengalaman praktikan
Praktikan merasa senang karena telah berhasil membantu konseli
sehingga tujuan yang diharapkan konseli dapat tercapai. Praktikan menjadi

25
dapat menerapkan penggunaan teknik assertive training pada konseli yang
tidak dapat berkata tidak.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan bahasan diatas, dapat disimpulakan
sebagai berikut:
1. Konseli mengalami permasalahan konflik dalam berpacaran, dimana orang
tua tidak menyetujui hubungan percintaannya dengan sang pacar karena
berbagai alasan dan konseli tetap menjalankan hubungannya namun hanya
karena rasa kasihan.
2. Pada proses konseling ini, tujuan yang ingin dicapai konseli adalah
keberanian untuk mengatakan putus pada sang pacar.
3. Proses konseling ini menggunakan pendekatan konseling Behavioristik
dengan teknik Assertive Training.
4. Teknik Assertive training digunakan untuk orang-orang yang: tidak
mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, memiliki
kesulitan untuk mengatakan “tidak”., mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan afeksi dan respon-respon positif lainnya, dan lain-lain.

26
B. Saran
1. Bagi konseli hendaknya terus mempraktikan apa yang sudah didapat
dalam proses konseling agar perubahan yang dikehendaki memperoleh
hasil yang diinginkan.
2. Konseli dan para remaja maupun orang dewasa, memilih pasangan
hendaknya jangan karena rasa kasihan, namun benar-benar karena rasa
cinta dan sayang yang muncul dari dalam hati
3. Orang tua juga harus dijadikan pertimbangan dalam memilih pasangan
yang cocok dengan kita.
4. Teman-teman kos, hendaknya perhatian dengan anggota kos yang lain
terutama yang mempunyai gejala-gejala yang tidak wajar, misal sering
menangis, murung, atau gejala lain yang merupakan indikator dari orang
bermasalah.
5. Para orang tua hendaknya jangan terlalu mendesak anak-anaknya, biarkan
sang anak memikirkan dan melakukan apa yang terbaik baginya walau hal
itu membutuhkan waktu yang lama.
6. Praktikan hendaknya memahami semua pendekatan konseling dan teknik
komunikasi konseling sehingga apabila ada konseli yang datang secara
mendadak untuk menceritakan masalahnya maka dapat langsung ditangani
dengan pendekatan yang sesuia dengan permasalahannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Keenagaan


Perguruan Tinggi. 2004. Dasar Standardisasi Profesi Konseling. Jakarta:
Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akademik Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Fauzan, Lutfi. 1994. Pendekatan-Pendekatan Konseling Individual. Malang:


Elang Mas

Mugiarso, Heru. 2004. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UPT MKK


Universitas Negeri Semarang

Prayitno. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta

Pujosuwarno, Sayekti. 1993. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling.


Yogyakarta: Menara Mas Offset

Supriyo dan Mulawarman. 2006. Keterampilan Dasar Konseling. Semarang.


UNNES Press

28
29

You might also like