Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada
jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi
hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui
penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya
Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai darah untuk otot jantung
sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor
yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor
molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan
komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor
tersebut.3
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus
menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi,
gaya hidup terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi. Pengukuran tekanan darah
yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail mengenai tekhnik dan kondisi
pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang penggunaan merkuri karena perhatian mengenai
toksisitas potensialnya, sebagian besar pengukuran dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi
instrumen pengukur tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Pada pemeriksaan fisis, Habitus
tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan harus diukur
pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi
elektrokardiogram, Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan LDL, trigliserida.
Penatalaksanaan penyakit jantung hipertensi meliputi perubahan gaya hidup (non farmakologi) dan
penyekat adrenergik, agen simpatolitik, penyekat kanal kalsium, vasodilator direk (langsung).4
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-
blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang
kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi.2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Definisi
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada
jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi
hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui
penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Sejumlah
85-90 % hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi
esensial atau Idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya
(hipertensi sekunder).
Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung di mana angka
itu diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan
dapat mencapai sekitar 35%. Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu
gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena
komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan
II.2. Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal
ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan
yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah
yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung
sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai
Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan
mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding
pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung
hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi pada
II.3. Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor
yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor
molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan
komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor
tersebut. Peningkatan tekanan darah menyebabkan perubahan yang merugikan pada struktur dan
fungsi jantung melalui 2 cara: secara langsung melalui peningkatan afterload dan secara tidak
langsung melalui nuerohormonal terkait dan perubahan vaskular. Peningkatan perubahan tekanan
darah dan tekanan darah malam hari dalam 24 jam telah dibuktikan sebagai faktor yang paling
berhubungan dengan berbagai jenis patologi jantung, terutama bagi masyarakat Afrika-Amerika.
Patofisiologi berbagai efek hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan pada bagian
ini.
Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% mengalami hipertrofi ventrikel kiri (HVK). Risiko HVK
meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Prevalensi HVK berdasarkan penemuan lewat
EKG(bukan merupakan alat pemeriksaan yang sensitif) pada saat menegakkan diagnosis hipertensi
sangatlah bervariasi.Penelitian telah menunjukkan hubungan langsung antara derajat dan lama
HVK didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri, sebagai respon miosit
terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit dapat
neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan aktivasi pertumbuhan sel-sel otot
jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi secara primer dalam perkembangan miosit janin),
dan HVK. Sebagai tambahan, aktivasi sistem renin-angiotensin melalui aksi angiotensin II pada
reseptor angiotensin I mendorong pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik sel. Jadi,
perkembangan HVK dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara miosit dan
Berbagai jenis pola HVK telah dijelaskan, termasuk remodelling konsentrik, HVK konsentrik, dan HVK
eksentrik. HVK konsentrik adalah peningkatan pada ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai
peningkatan tekanan dan volume diastolik ventrikel kiri, umumnya ditemukan pada pasien dengan
hipertensi. Bandingkan dengan HVK eksentrik, di mana penebalan ventrikel kiri tidak merata namun
hanya terjadi pada sisi tertentu, misalnya pada septum. LVH konsentrik merupakan pertanda
prognosis yang buruk pada kasus hiperetensi. Pada awalnya proses HVK merupakan kompensasi
perlindungan sebagai respon terhadap peningkatan tekanan dinding ventrikel untuk mempertahankan
cardiac output yang adekuat, namun HVK kemudian mendorong terjadinya disfungsi diastolik otot
Sering kali tidak terduga, perubahan struktur dan fungsi atrium kiri sangat umum terjadi pada pasien
dengan hipertensi. Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat peningkatan tekanan end
diastolik ventrikel kiri sebagai tambahan untukmeningkatkan tekanan darah yang menyebabkan
gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah peningkatan ukuran dan penebalan tarium kiri.
Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus hipertensi yang tidak disertai penyakit katup jantung atau
disfungsi sistolik menunjukkan kronisitas hipertensi dan mungkin berhubungan dengan beratnya
disfungsi diastolik ventrikel kiri. Sebagai tambahan, perubahan struktur ini menjadi faktor predisposisi
terjadinya atrial fibrilasi pada pasien-pasien tersebut. Atrial fibrilasi, dengan hilangnya kontribusi
Penyakit Katup
Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi, hipertensi yang kronik dan
berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang menyebabkan terjadinya insufisiensi aorta
signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara signifikan akibat insufisiensi aorta sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut
dapat menentukan derajat insufisiensi aorta, yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah
terkontrol secara lebih baik. Sebagai tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga
diperkirakan dapat mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.
Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang kronik. Hipertensi
sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak diketahui, sebagian karena saat gagal
jantung terjadi, ventrikel kiri yang mengalami disfungsi tidak mampu menghasilkan tekanan darah
yang tinggi, hal ini menaburkan penyebab gagal jantung tersebut. Prevalensi disfungsi diastolik yang
asimtomatik pada pasien dengan hipertensi dan tanpa HVK (Hipertensi Ventrikel Kiri) adalah sekitar
33%. Peningkatan afterload yang kronis dan terjadinya HVK dapat memberi pengaruh buruk terhadap
fase awal relaksasi dan fase komplaien lambat dari diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik umumnya terjadi pada seseorang dengan hipertensi. Disfungsi diastolik biasanya,
namun tidak tanpa kecuali, disertai dengan HVK. Sebagai tambahan, selain peningkatan afterload,
faktor-faktor lain yang ikut berperan dalam proses terjadinya disfungsi diastolik adalah penyakit arteri
koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan abnormalitas struktur seperti fibrosis dan HVK. Disfungsi
sistolik yang asimtomatik biasanya juga terjadi. Pada bagian akhir penyakit, HVK gagal
darah, kemudian ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat penyakit
ini memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal ini menyebabkan peningkatan
lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan
peningkatan retensi garam dan cairan serta meningkatkan vasokontriksi perifer. Apoptosis, atau
program kematian sel, distimulasi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara stimulan dan
penghambat, disadari sebagai pemegang peran pentingdalam transisi dari tahap kompensata menjadi
dekompensata. Pasien menjadi simptomatik selama tahap asimtomatik dari disfungsi sistolik atau
diastolik ventrikel kiri, menerima perubahan pada kondisi afterload atau terhadap kehadiran gangguan
lain bagi miokard (contoh: iskemia, infark). Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dapat
menyebabkan edema paru akut tanpa perlu perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum,
perkembangan dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik maupun yang simtomatik
melambangkan kemunduran yang cepat pad status klinis dan menandakan peningkatan risiko
kematian. Sebagai tambahan, selain disfungsi ventrikel kiri, penebalan dan disfungsi diastolik
ventrikel kanan juga terjadi sebagai hasil dari penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri.
Iskemik Miokard
Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi terhadap hipertensi. Hipertensi adalah faktor
risiko yang menentukan perkembangan penyakit arteri koroner, bahkan hampir melipatgandakan
Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi pada ketidakhadiran penyakit
arteri koroner epikardium. Penigkatan aferload sekunder akibat hipertensi menyebabkan peningkatan
tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan transmural, menekan aliran darah koroner selama
diastole. Sebagai tambahan, mikrovaskular, diluar arteri koroner epikardium, telah terlihat mengalami
disfungsi pada pasien dengan hipertensi dan mungkin tidak mampu mengkompensasi peningkatan
eksaserbasikan pada arteri yang menjadisubjek peningkatan tekanan darah kronis mengurangi
tekanan yang terkait dengan hipertensi dan disfungsi endotelial menyebabkan gangguan pada sintesis
dan pelepasan nitrit oksida yang merupakan vasodilator poten. Penurunan kadar nitrit oksida
menyebabkan perkembangan dan makin cepatnya pembentukan arteriosklerotis dan plak. Gambaran
morfologi plak identik dengan plak yang ditemukan pada pasien tanpa hipertensi.
Arimia kardiak
Arimia kardia umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami arterial fibrilasi
dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel, ketidakhomogen
miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada afterload. Semua faktor tersebut
Artrial fibrilasi (paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik persisten), sering ditemukan pada pasien
dengan hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah merupakan faktor umum bagi artrial
fibrilasi. Pada suatu penelitian hampir 50% pasien dengan artrial fibrilasi mengidap hipertensi
walaupun etiologi yang pasti tidak diketahui, abnormalitas struktur atrium kiri, penyakit arteri
koroner, dan HVK telah dianggap sebagi faktor yang mungkin berperan. Perkembangan artrial fibrilasi
dapat menyebabkan disfungsi sistolik dekompensata, dan yang lebih penting, disfungsi diastolik,
menyebabkan hlangnya kontraksi atrium, dan juga meningkatkan resiko komplikasi tromboembolik,
khususnya stroke.
Kontraksi ventrikuler prematur, ventrikuler aritmia dan henti jantung mendadak ditemukan lebih
sering pada pasien dengan HVK daripada pasien tanpa HVK. Penyebab arimitmia tersebut dianggap
II.4. Diagnosis
Riwayat
Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan fisis untuk
hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkait-tekanan darah, dan menentukan
potensi intervensi.
Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik yang dapat dikaitkan dengan
peningkatan tekanan darah mereka. Walaupun popular dianggap sebagai gejala peningkatan tekanan
arterial, sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi berat. Suatu sakit kepala
hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi di regio oksipital. Gejala nonspesifik lain yang
dapat berkaitan dengan peningkatan tekanan darah antara lain adalah rasa pusing, palpitasi, rasa
mudah lelah, dan impotensi. Ketika gejala-gejala didapati, mereka umum berhubungan dengan
penyakit kardiovaskular hipertensif atau dengan manifestasi hipertensi sekunder. Tabel berikut
mendaftarkan fitur-fitur nyata yang harus diselidiki dalam perolehan riwayat dari pasien hipertensif.
Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail mengenai
teknik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang penggunaan merkuri karena
perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar pengukuran kantor dibuat menggunakan
instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi.
Sebelum pengukuran tekanan darah, individu harus didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening
dan dengan privasi yang terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian tengah cuff harus berada
sejajar jantung, dan lebar cuff harus setara dengan sekurang-kurangnya 40% lingkar lengan.
Penempatan cuff, penempatan stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting untuk
diperhatikan. Tekanan darah sistolik adalah yang pertama dari sekurang-kurangnya dua ketukan
suara Korotkoff regular, dan tekanan darah diastolik adalah titik di mana suara Korotkoff regular
terakhir didengar. Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi umumnya dilandasi oleh pengukuran
osilometrik, dan umumnya diprogram untuk membuat pembacaan setiap 15-30 menit. Namun
pengawasan tekanan darah ambulatorik tidaklah sering digunakan secara rutin di praktik klinis dan
lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai mengalami white coat hypertension. JNC 7 juga telah
Pemeriksaan fisik
Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan harus
diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk
mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba normal, tekanan arterial
harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferioir pada pasien di mana hipertensi ditemui
sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak jantung juga harus dicatat. Individu hipertensif memiliki
peningkatan prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial. Leher harus dipalpasi untuk mencari
pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus diperiksa untuk tanda-tana hipo dan
vakular yang mendasari dan harus menyertakan pemeriksaan funduskopik, auskultasi untuk bruit di
arteri karotid dan femoral, dan palpasi denyut nadi femoral dan pedal (pedis). Retina adalah satu-
satunya jaringan di mana arteri dan arteriol dapat diamati secara langsung. Seiring peningkatan
tingkat keparahan hipertensi dan penyakit atherosklerotik, perubahan funduskopik progresif antara
lain seperti peningkatan refleks cahaya arteriolar, defek perbandingan arteriovenous, hemorrhagi dan
eksudat, dan, pada pasien dengan hipertensi maligna, papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat
mengungkapkan bunyi jantung kedua yang menguat karena penutupan katup aorta dan suatu gallop
S4 yang dikarenakan kontraksi artrium terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring. Hipertropi ventrikel
kiri dapat terdeteksi melalui keberadaan impuls apikal yang menguat, bertahan, dan bertempat di
lateral. Suatu bruit abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi dan terjadi selama sistole ke
diastole, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskular. Ginjal pasien dengan penyakit ginjal
polikistik dapat dipalpasi di abdomen. Pemeriksaan fisis harus menyertakan pemeriksaan tanda-tanda
Tes laboratorium
Tabel dibawah ini mencantumkan tes-tes laboratorium yang direkomendasikan dalam evaluasi awal
pasien hipertensif. Pengukuran fungsi ginjal berulang, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid dapat
dilakukan setelah pemberian agen antihipertensif baru dan kemudian tiap tahun, atau lebih sering bila
diindikasikan secara klinis. Tes laboratorium yang lebih ekstensif dapat dilakukan bagi pasien dengan
hipertensi resistan-pengobatan yang nyata atau ketika evaluasi klinis menunjukkan bentuk hipertensi
sekunder.4
Tabel Tes laboratorium dasar untuk evaluasi awal
Sistem Tes
Ginjal Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin, BUN
atau kreatinin serum
Endokrin Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum
Metabolik Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan
LDL, trigliserida
Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram
II.5. Penatalaksanaan
Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh baik pada
kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai tambahan untuk terapi
obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini harus diarahkan untuk mengatasi risiko
penyakit kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan
darah adalah jauh lebih nyata pada individu dengan hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan
berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah terbukti mencegah perkembangan hipertensi. Pada
individu hipertensif, bahkan jika intervensi-intervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah
yang cukup untuk menghindari terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan
untuk kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif mengurangi tekanan
darah adalah penurunan berat badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium,
Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas adalah penting untuk mengurangi tekanan darah dan risiko
penyakit kardiovaskular. Pada uji jangka-pendek, bahkan penurunan berat badan yang moderat dapat
mengarah pada reduksi tekanan darah dan peningkatan sensitivitas insulin. Reduksi tekanan darah
rata-rata sebesar 6.3/3/1 mmHg telah diamati terjadi dengan reduksi berat badan rata-rata sebesar
9.2 kg. Aktivitas fisik teratur memudahkan penurunan berat badan, mengurangi tekanan darah, dan
mengurangi risiko keseluruhan untuk penyakit kardiovaskular. Tekanan darah dapat dikurangi oleh
aktivitas fisik intensitas moderat selama 30 menit, seperti jalan cepat, 6-7 hari per minggu, atau oleh
Terdapat variasi individual dalam sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variasi ini mungkin
memiliki dasar genetis. Berdasarkan hasil dari metaanalisis, penurunan tekanan darah dengan
pembatasan masukan NaCl harian menjadi 4.4-7.4 g (75-125 mEq) menghasilkan reduksi tekanan
darah sebesar 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada individu hipertensif dan reduksi yang lebih rendah pada
individu normotensif. Diet yang kurang mengandung kalium, kalsium, dan magnesium berkaitan
dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi. Perbandingan
natrium-terhadap-kalium urin memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap tekanan darah dibanding
natrium atau kalium saja. Suplementasi kalium dan kalsium memiliki efek antihipertensif moderat
yang tidak konsisten, dan, tidak tergantung pada tekanan darah, suplementasi kalium mungkin
berhubungan dengan penurunan mortalitas stroke. Penggunaan alkohol pada individu yang
mengkonsumsi tiga atau lebih gelas per hari (satu gelas standar mengandung ~14 g etanol)
berhubungan dengan tekanan darah yang lebih tinggi, dan reduksi konsumsi alkohol berkaitan dengan
reduksi tekanan darah. Mekanisme bagaimana kalium, kalsium, atau alkohol dapat mempengaruhi
buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak mengurangi tekanan darah pada
individu dengan tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan. Reduksi masukan NaCl harian
menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada tekanan darah. Buah-buahan dan sayur-
sayuran merupakan sumber yang kaya akan kalium, magnesium, dan serat, dan produk susu
Terapi farmakologis
Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah 140/90 mmHg. Derajat
keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif berhubungan dengan besarnya reduksi
tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan darah diastolik
sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-
16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mula penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar
>50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas agen antihipertensif
yang berbeda, dan besarnya respon terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi
mekanisme counter-regulasi yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen
antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual, dengan pertimbangan
usia, tingkat keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid,
dan pertimbangan praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian
obat.
Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau dalam
kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na+/Cl- di tubulus konvultus
distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang, mereka juga dapat berfungsi
sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi tinggi, dan murah serta mengurangi
kejadian klinis. Mereka memberikan efek penurunan-tekanan darah tambahan ketika dikombinasikan
dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya, penambahan
diuretik terhadap penyekat kanal kalsium adalah kurang efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide
berkisar dari 6.25 hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik
(hipokalemia, resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan.
Dua diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium
epitel di nefron distal. Agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat digunakan
dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target farmakologis utama
untuk diuretik loop adalah kotransporter Na+-K+-2Cl- di lengkung Henle ascenden tebal. Diuretik loop
umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerular
[kreatinin serum refleksi >220 mol/L (>2.5 mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena
alasan-alasan lain seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil.
ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan mengurangi
aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II menyediakan blokade reseptor
AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak tersekat dapat menambah
efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang efektif yang dapat
digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan
agen-agen penyekat alfa. Efek samping ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain
adalah insufisiensi ginjal fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi
stenotik pada arteri renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang
diinduksi oleh agen-agen ini antara lain adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat
antiinflamasi non steroid. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema terjadi pada <1%
pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling sering terjadi pada individu yang
berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada orang Afrika Amerika dibanding orang Kaukasia.
Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang kadang terjadi baik
Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri atau dalam
kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah agen yang terutama efektif pada pasien dengan
hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer. Pada pasien dengan
CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan perawatan di rumah sakit karena gagal
jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap terapi konvensional dengan ACE inhibitor,
digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen,
efek samping dapat berupa ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping
ini dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis aldosteron selektif.
Beta blocker
Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah jantung, karena
reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai
bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf pusat, dan inhibisi
pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensif dengan takikardia, dan potensi
hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian bersama diuretik. Pada dosis yang lebih rendah,
beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor 1 jantung dan kurang memiliki pengaruh
pada reseptor2 pada sel-sel otot polos bronkus dan vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan
pada potensi antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu
memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan
keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik
mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak (sudden death), mortalitas keseluruhan, dan infark
miokardium rekuren. Pada pasien dengan CHF, beta blocker telah dibuktikan mengurangi risiko
perawatan di rumah sakit dan mortalitas. Carvedilol dan labetalol menyekat kedua
reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik perider. Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi
Penyekat adrenergik
resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang efektif, yang digunakan sebagai
monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain. Namun dalam uji klinis pada pasien
hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
ataupun menyediakan perlindungan terhadap CHF sebesar kelas-kelas agen antihipertensif lain. Agen-
agen ini juga efektif dalam menangani gejala tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi
prostat. Antagonis adrenoreseptor nonseletif berikatan dengan reseptor postsinaptik dan presinaptik
Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan menghambat
aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati otonom yang memiliki variasi
tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen ini antara lain somnolens,
mulut kering, dan hipertensi rebound saat penghentian. Simpatolitik perifer mengurangi resistansi
perifer dan konstriksi vena melalui pengosongan cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun
merupakan agen antihipertensif yang potensial efektif, kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi
Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-channel, yang mengurangi
kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini terdiri dari bermacam agen yang termasuk
dalam tiga kelas berikut: phenylalkylamine (verapamil), benzothiazepine (diltiazem), dan 1,4-
dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan agen-agen lain
(ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic blocker), antagonis kalsium secara efektif mengurangi
tekanan darah; namun, apakah penambahan diuretik terhadap penyekat kalsium menghasilkan
penurunan lebih lanjut pada tekanan darah adalah tidak jelas. Efek samping sepertiflushing, sakit
kepala, dan edema dengan penggunaan dihydropyridine berhubungan dengan potensi mereka sebagai
dilator arteriol; edema disebabkan peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena
Vasodilator Langsung
Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap sebagai agen lini
pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam kombinasi yang menyertakan
diuterik dan beta blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten yang memiliki efek
antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang amat poten dan sering digunakan
pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter terhadap semua obat lain. Hydralazine dapat
menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek samping minoxidil antara lain adalah hipertrikosis dan
efusi perikardial.4,8
II.6 PROGNOSIS
Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel kiri. Semakin besar ventrikel
kiri, semakin besar kemungkinan kompilkasi terjadi. Pengobatan hipertensi dapat mengurangi
kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu
seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel
kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung
hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit jantung hipertensi adalah penyakit yang serius yang
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada
jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi
hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui
penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya
sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). 1 Tekanan darah
tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat
menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga
menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor
yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor
molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan
komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor
tersebut.
Diagnosis penyakit jantung hipertensi didasarkan pada riwayat, pengkuran tekanan darah,
Penatalaksanaan penyakit jantung hipertensi meliputi perubahan gaya hidup (non farmakologi), yaitu
Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh baik pada
kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai tambahan untuk terapi
obat pada individu hipertensif dan terapi farmakologi (Diuretik,penyekat sistem renin angiotensin,
antagonis aldosteron,penyekat beta, penyekat adrenergik, agen simpatolitik, penyekat kanal kalsium,
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-
blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang
kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipetensi, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et
all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
2. Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (Serial Online: Desember 2008). Available from:
3. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008). Available
4. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrison’s Principles of Internal Medicine.
5. Price SA, Wilson LM. Fisiologi sistem kardiovaskular, Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis
6. Yogiantoro, mohammad. Hipertensi esensial, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et all,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
7. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
8. Katzung, betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta : EGC. 1997. h. 245
9. Robbins, S.L, Kumar, V. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-4. Jakarta : EGC. 1995. h.45
10. Robbin, SL, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit. Edisi ke-5. Jakarta: EGC.
H.322-323
• Share this: