Professional Documents
Culture Documents
DAN PENGUKURAN
1. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
pengamatan terhadap suatu obyek penelitian. Observasi dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang perilaku manusia seperti yang terjadi secara nyata.
Observasi bisa dilakukan apabila obyek yang diteliti atau respondennya tidak
terlalu besar. Observasi berfungsi sebagai eksplorasi, sehingga hasil yang
didapatkan dapat memberi gambaran yang jelas tentang permasalahan dan
petunjuk dalam pemecahannya. Dalam observasi, peneliti melukiskan segala
sesuatu yang terjadi pada obyek yang diteliti dengan kata-kata secara cermat dan
tepat yang sesuai dengan kenyataan sesungguhnya, mencatatnya dan kemudian
mengolah atau menganalisa secara ilmiah dalam menjawab permasalahan
penelitian. Observasi harus dilakukan secara sistimatis, artinya pencatatn
dilakukan sesuai dengan prosedur-prosedur atau ketentuan-ketentuan tertentu
sehingga data yang dihasilkan valid dan reliabel.
Surakhmad (1990:162) menyatakan bahwa observasi dibedakan menjadi
dua yaitu observasi langsung dan observasi tidak langsung. Observasi langsung
adalah teknik pengumpulan data di mana peneliti melakukan pengamatan secara
langsung atau tanpa bantuan alat terhadap gejala-gejala subyek yang diteliti, baik
pengamatan itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun di dalam situasi
29
30
buatan yang khusus diadakan. Sedangkan observasi tidak langsung adalah teknik
pengumpulan data di mana peneliti mengadakan pengamatan terhadap gejala-
gejala subyek yang diteliti dengan bantuan sebuah alat, baik alat yang sudah ada,
maupun yang sengaja dibuat untuk keperluan pengamatan tersebut.
Pelaksanaannya dapat berlangsung di dalam situasi yang sebenarnya maupun di
dalam situasi buatan.
Menurut Nasution (2003:107) observasi dapat dilakukan dengan
partisipasi atau participant observation dan tanpa partisipasi atau non participant
observation. Observasi partisipasi merupakan observasi di mana peneliti terlibat
dalam kegiatan orang-orang yang diteliti. Sedangkan observasi tanpa partisipasi
merupakan observasi di mana peneliti tidak terlibat dengan kegiatan-kegiatan
orang yang diteliti. Dalam observasi partisipasi, peneliti selain melakukan
pengamatan juga melakukan kegiatan seperti apa yang dilakukan oleh orang-
orang yang diteliti, sehingga peneliti memiliki kedekatan dengan orang yang
diteliti dan keberadaan peneliti dianggap bukan sebagai “mahkluk asing”. Melalui
kedekatan dan keharmonisan hubungan tersebut, peneliti akan dapat memperoleh
data yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, lengkap dan dapat
mengungkapan setiap makna dari perilaku yang dimunculkan oleh orang-orang
yang diobservasi. Misalnya penelitian tentang Model Pembelajaran Sekolah
Unggulan. Peneliti dapat mengamati bagaimana perilaku setiap para siswa dan
guru dalam pembelajaran. Bagaimana hubungan guru dengan siswa, siswa dengan
siswa dan guru dengan guru.,Bagaimana hubungannya dengan kepala sekolah,
bagaimana semangat dan kesungguhan guru dalam mengajar, bagaimana dengan
kedisiplinan belajar siswa dan guru dalam mengajar, bagaimana model
pembelajaran yang diterapkan guru, bagaimana sikap siswa dalam pembelajaran
ketika guru menyampaikan materi pelajaran, dan sebagainya.
Hal yang perlu dihindari oleh peneliti, jangan sampai keberadaannya
diketahui bahwa sedang melakukan kegiatan pengamatan, sehingga menyebabkan
subyek penelitian tahu bahwa dirinya sedang dijadikan obyek pengamatan.
Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinannya obyek yang sedang diamati akan
menunjukan perilaku yang tidak sebenarnya atau dibuat-buat dan kepercayaannya
terhadap pengamat berkurang, sehingga data yang diperoleh akan bias. Bias
adalah penyimpangan dari apa yang seharusnya, sehingga data tersebut tidak
akurat.
Menurut Sugiyono (2004:139), dilihat dari segi instrumennya observasi
dibedakan menjadi observasi terstruktur dan observasi tidak terstruktur. Observasi
terstruktur ialah observasi yang dirancang secara sistimatis, tentang apa yang
diamati dan di mana tempatnya. Observasi ini dilakukan dengan menggunakan
instrumen sebagai pedoman. Sedangkan observasi tidak terstruktur ialah observasi
yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang diamati.
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
percakapan dalam bentuk tanya jawab secara lisan. Proses percakapan dapat
dilakukan dengan tatap muka maupun dengan telepon. Dalam wawancara si
penanya sebagai pewawancara dan si penjawab sebagai responden. Wawancara
31
a. Wawancara Berstruktur
Wawancara berstruktur merupakan wawancara yang terarah. Dalam
wawancara berstruktur, pertanyaan telah dirumuskan dan disusun secara
sistimatis. Peneliti atau pewawancara menuliskan semua pertanyaan yang telah
dirumuskan. Pertanyaan yang dipersiapkan disertai dengan alternatif jawaban
yang telah disiapkan. Dalam melaksanakan wawancara, pewawancara dapat
menggunakan daftar pertanyaan atau menghafalkan semua pertanyaan agar
wawancara dapat menjadi lancar. Setiap responden yang diwawancarai diberikan
pertanyaan yang sama. Jika pewawancara menggunakan daftar pertanyaan yang
disertai alternatif jawabannya, maka pewawancara hanya tinggal melingkari
jawaban yang dipilih oleh responden. Namun jika pertanyaan yang diajukan
kepada responden telah dihafalkan maka setiap jawaban responden yang diberikan
harus dicatat. Apabila respondennya banyak, wawancara berstruktur ini dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa pewawancara dalam mengumpulkan
data. Namun pewawancara tersebut diusahakan memiliki keterampilan yang sama,
mengerti isi dan makna dari pertanyaan yang akan diajukan.
pewawancara, responden dapat menjawab secara bebas menurut pikiran atau isi
hatinya. Keuntungan dalam wawancara tak berstruktur ini ialah responden dengan
secara spontan dapat mengungkapkan segala sesuatu yang ingin dikemukakannya,
sehingga pewawancara dapat memperoleh gambaran yang luas tentang
permasalahan. Namun kelemahan dari wawancara tak berstruktur ini ialah
kesukaran dalam memberikan kode dan data susah untuk diolah karena data yang
diperoleh secara bebas.
Wawancara tak berstruktur biasanya digunakan dalam melakukan studi
pendahuluan untuk mendapatkan gambaran tentang permasalahan yang ada pada
obyek penelitian. Hal ini dapat dilakukan dengan cara peneliti melakukan
wawancara kepada pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan informasi
tentang permasalahan yang akan dikaji pada obyek penelitian.
4. Tes
Teknik pengumpulan data juga dapat dilakukan dalam bentuk tes.
Cronbach (1984:26) menyatakan bahwa ”A test is a systematic procedures for
observing behavior and describing it with the aid of numerical scale or fixed
categories”. Dengan demikian tes dapat diartikan sebagai prosedur yang sistematis
untuk mengamati perilaku dan mendeskripsikan satu atau lebih karakteristik
seseorang dengan menggunakan skala numerik atau kategori tertentu. Anastasi
dan Urbina (1997) mengemukakan bahwa tes adalah alat ukur yang mempunyai
standar objektif sehingga dapat dipergunakan untuk mengukur dan
membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Menurut Sudjana
(2005:35) tes pada umumnya digunakan untuk menilai atau mengukur hasil
belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan
pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Dalam teknik ini
berbeda dengan wawancara atau angket, sebab dalam wawancara dan angket
hanya untuk memperoleh informasi atau keterangan mengenai apa yang dialami,
dirasakan atau diketahui oleh responden, sedangkan dalam tes digunakan untuk
menguji atau mengukur pengetahuan dan kemampuan seseorang. Dalam sutau
penelitian, tes digunakan dalam mengukur ranah kognitif seseorang terhadap
sesuatu hal. Dalam bidang pendidikan, digunakan untuk mengukur hasil belajar
siswa. Melalui suatu tes akan diperoleh informasi seberapa baik pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan siswa dari materi pelajaran yang telah diajarkan.
Melalui hasi tes dapat memberikan gambaran akan perkembangan atau kemajuan
yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu. Pengetahuan, pemahaman dan kemampuan yang dicapai siswa menjadi
ukuran akan keberhasilan program pembelajaran. Hasil yang dicapai siswa
menunjukkan apakah tujuan pembelajaran yang ditetapkan telah tercapai.
Tes memberikan informasi terhadap kualitas pembelajaran. Melalui hasil
tes siswa terhadap materi pelajaran, memberikan gambaran terhadap kualitas
pembelajaran yang sudah dan sedang berlangsung. Rendahnya pencapaian hasil
belajar siswa secara keseluruhan sebagai ukuran dari rendahnya kualitas
pembelajaran, yang menandakan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai.
Untuk itu, tes berfungsi sebagai informasi untuk melakukan perbaikan atas
program pembelajaran. Melalui hasil tes, dapat didiagnosa materi pelajaran yang
belum dikuasai oleh siswa, sehingga dapat dilakukan pendalaman terhadap materi
tersebut sebagai usaha dalam meningkatkan hasil belajarnya.
Dalam penulisan instrumen tes sebagai alat pengumpul data penelitian,
maka kontens dari materi tes harus sesuai dengan materi yang telah diajarkan
kepada siswa di kelas. Materi tes disusun sesuai indikator dan kompetensi dasar
yang ada dalam kurikulum. Dalam penyusunan butir-butir tes disesuaikan dengan
ranah kognitif yang diukur. Ranah kognitif yang diukur dalam suatu tes
berdasarkan pada taksonomi Bloom, mencakup ingatan (pengetahuan),
34
B. Pengukuran
1. Pengertian Pengukuran
Dalam Bahasa Inggris pengukuran dikenal dengan istilah meansurement
yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberi angka terhadap obyek
yang diukur. Angka-angka hasil pengukuran adalah suatu kontinu yang nyata dari
sifat-sifat tertentu. Misalnya peneliti melakukan pengukuran terhadap pendapat
seseorang yang dinyatakan dengan sangat tidak setuju sampai dengan sangat
setuju yang diberikan angka dari 1 sampai dengan 5, di mana kontinu tersebut
adalah: sangat tidak setuju yang diberikan angka 1, tidak setuju diberikan angka 2,
netral diberikan angka 3, setuju diberikan angka 4, dan sangat setuju yang
diberikan angka 5. Namun pemberian angka tidak selalu dari 1 sampai dengan 5
tetapi yang terpenting menunjukan suatu kontinu yang nyata dari sifat-sifat
tertentu.
Menurut Surakhmad (1990:79) pengukuran merupakan sebuah proses
kuantitatif, artinya menetapkan sesuatu jumlah, dimensi atau taraf dari sesuatu
yang diukur. Hasil dari pengukuran menunjukan jumlah, dimensi atau taraf yang
harus dapat diungkapkan dalam bentuk bilangan. Menurut Wiersma dan Jurs
(Djaali, 2004:3), pengukuran adalah penilaian numerik terhadap fakta-fakta dari
obyek yang akan diukur menurut kriteria tertentu. Sedangkan Djaali (2004:3)
memberikan definisi pengukuran sebagai suatu proses memasangkan fakta-fakta
suatu obyek dengan satuan-satuan ukuran tertentu.
2. Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan dalam mengubah fakta-
fakta kualitatif dalam pengukuran suatu obyek penelitian menjadi urutan
kuantitatif. Dilihat dari bentuk data yang dihasilkan dari kegiatan pengukuran,
maka skala pengukuran dibagi menjadi empat macam, yaitu: sakala nominal,
skala ordinal, skala interval dan skala rasio.
a. Skala Nominal
Skala nominal adalah pengkelompokan atau pengklasifikasian obyek ke
dalam dua kategori atau lebih. Skala nominal merupakan skala pengukuran yang
paling mudah untuk dilakukan, karena hanya mengelompokkan subyek
pengukuran dengan memberikan label atau nomor. Nomor yang diberikan hanya
sebagai lambang atau simbol dari suatu kategori. Misalnya jenis kelamin yang
terdiri dari dua kategori yaitu laki-laki yang diberikan nomor 1 dan perempuan
diberikan nomor 2. Pemberian nomor pada kategori tersebut bukan berarti
35
perempuan lebih baik atau lebih tinggi nilainya dari laki-laki, tetapi hanya sebagai
label untuk membedakan saja. Begitu juga dengan kategori-kategori yang
diberikan nomor dari 1 sampai dengan 4. Hal ini hanya untuk membedakan
kategori yang diberi label 1 dengan kategori yang diberi label 2, 3 atau 4. Dalam
skala nominal tidak berlaku perhitungan matematika.
b. Skala Ordinal
Skala ordinal adalah skala pengukuran yang mengurutkan obyek dari
tingkatan terendah ke tingkatan tertinggi atau sebaliknya dengan jarak yang tidak
sama. Skala ordinal menempatkan obyek dalam suatu peringkat dalam
kelompoknya. Angka dalam skala ordinal tidak digunakan sebagai lambang
seperti pada skala nominal, namun merupakan gradasi atau perbedaan tingkat.
Contoh dari skala ini adalah penilaian prestasi belajar siswa di sekolah yang
dikenal dengan istilah rangking I, II, III dan seterusnya. Rangking menunjukan
adanya suatu perbedaan atau tingkatan. Skala ordinal tidak memiliki nilai angka 0
mutlak dan jarak dari tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain tidak sama.
Misalnya, berdasarkan hasil tes mata pelajaran Bahasa Inggris didapatkan nilai
93,87,85,70,66 dan sampai yang terendah. Maka nilai tersebut mendapatkan
rangking I untuk nilai 93, rangking II untuk nilai 87, rangking III untuk 85,
rangking IV untuk nilai 70, rangking V untuk nilai 66 dan seterusnya hingga nilai
terendah. Dari nilai tersebut, jarak antara nilai pada rangking I dan II (93 dan 87)
dengan jarak nilai pada II dan III (87 dan 85) tidak sama yaitu jarak pada rangking
I dan II sebesar 6 sedangkan jarak pada rangking II dan III adalah 2.
c. Skala Interval
Skala interval adalah skala pengukuiran yang memiliki jarak nilai antara
yang satu dengan yang lainnya adalah sama. Angka dalam skala interval
menunjukan perbedaan, besar atau kecil, tinggi atau rendah. Dalam skala interval
tidak memiliki nilai nol mutlak. Sehingga anak yang mendapatkan nilai 0 dari
hasil tes prestasi belajar Matematika tidak berarti anak tersebut sama sekali tidak
memiliki pengetahuan tentang Matematika. Begitu juga dengan anak yang
memperoleh nilai 60, bukan berarti memiliki pengetahuan dua kali lipat dari yang
mendapatkan nilai 30. Tes IQ dalam pengukuran psikologi dan prestasi belajar
atau indeks prestasi dalam bidang pendidikan adalah contoh dari skala
pengukuran interval.
d. Skala Rasio
Seperti halnya pada skala ordinal, skala rasio juga menunjukan tingkatan
atau perbedaan dengan membandingkan nilainya, besar-kecil, tinggi-rendah dan
sejenisnya. Skala rasio memiliki jarak atau interval yang sama antara nilai yang
satu dengan nilai yang lainnya seperti pada skala interval. Kalau dalam skla
interval tidak terdapat nilai nol mutlak, namun skala rasio memiliki nilai nol yang
mutlak. Maka dapat diartikan skala rasio adalah skala pengukuran yang memiliki
jarak yang sama antara nilai yang satu dengan nilai yang lainnya dan memiliki
nilai nol mutlak. Nilai nol dalam skala rasio menunjukan bahwa tidak adanya
36
variable atau gejala sama sekali. Misalnya angka 0 yang ditunjukan dari hasil
pengukuran berat suatu benda, maka angka tersebut menunjukan bahwa benda itu
tidak memiliki berat. Begitu juga dengan persembahan kasih nol rupiah bagi para
pelayan gereja yang berarti mereka tidak menerima uang sedikit pun.
a. Skala Likert
Skala Likert diberi nama sesuai dengan orang yang mengembangkannya,
yaitu Rensis Likert pada tahun 1932. Skala Likert adalah skala yang digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat atau persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang suatu gejala atau fenomena sosial. Gejala atau fenomena social itu disebut
sebagai variable penelitian. Dalam skala Likert variable dijabarkan menjadi sub-
sub variable atau indikator-indikator yang dapat diukur. Dari indikator-indikator
tersebut disusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan
yang akan diisi oleh responden. Pernyataan dalam skala Likert terdiri dari
pernyataan positif dan peryataan negatif. Pernyataan positif untuk mengukur
indikasi dari sikap, pendapat atau persepsi yang positif. Sedangkan pernyataan
negatif untuk mengukur indikasi dari sikap, pendapat atau persepsi yang negatif.
Skala Likert memberikan suatu nilai skala untuk tiap alternatif jawabannya dalam
lima kategori. Berikut ini contoh alternatif jawaban dan pemberian nilai pada
skala Likert, yaitu:
1. Selalu 5 1
2. Sering 4 2
3. Kadang-kadang 3 3
4. Hampir Tidak Pernah 2 4
5. Tidak Pernah 1 5
1. Sangat Sesuai 5 1
2. Sesuai 4 2
3. Kadang Sesuai 3 3
4. Hampir Tidak Pernah Sesuai 2 4
5. Tidak Pernah Sesuai 1 5
37
3. Saya merasa puas apabila nilai matematika lebih baik dari sebelumnya.
a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang
d. Hampir Tidak Pernah e. Tidak Pernah
Keteranga:
SL = Selalu
S = Sering
KK = Kadang-kadang
HTP = Hampir Tidak Pernah
TP = Tidak Pernah
38
b. Skala Guttman
Skala ini digunakan apabil ingin memperoleh jawaban yang tegas terhadap
sesuatu yang dipertanyakan. Jawaban dalam skala ini dapat berupa ya – tidak,
benar – salah, setuju – tidak setuju, positif –negatif dan sebagainya. Data yang
diperoleh berupa data dikotomi (dua alternative). Apabila dalam skal Likert
terdapat skor 1,2,3,4,5 dan sebagainya dari setuju sampai sangat sangat tidak
sangat setuju, dalam skala Guttman hanya ada dua pilihan yaitu setuju dan tidak
setuju.penskoran dalam skal ini apabila jawaban setuju dapat diberikan skor 1 dan
apabila tidak setuju diberikan akor 0.
Contoh:
Untuk mengukur sikap guru tentang program sekolah disusun skala perbedaan
sematik sebgai berikut:
Bagus 7 6 5 4 3 2 1 Buruk
Bermanfaat 7 6 5 4 3 2 1 Tidak Bermanfaat
Menarik 7 6 5 4 3 2 1 Tidak Menarik
Aktif 7 6 5 4 3 2 1 Pasif
Berpengaruh 7 6 5 4 3 2 1 Tidak Berpengaruh
d. Ranting Scale
Dari dua skala pengukuran yang telah dikemukakan, data yang diperoleh
merupakan data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Berbeda dengan
ranting scale, data yang diperoleh merupakan data yang berupa angka-angka atau
data kuantitatif yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Pada skala
ini responden tidak diminta untuk memilih salah satu jawaban kualitatif
melainkan jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Skala ini lebih fleksibel,
yang tidak hanya untuk mengukur sikap saja, tetapi juga dapat untuk mengukur
persepsi responden terhadap fenomena lingkungan seperti skala untuk mengukur
39
d. Skala Thurstone
Skala ini diukembangkan oleh Trustone untuk menilai secara spesifik
terhadap obyek atau subyek yang hendak diteliti. Skala Trustone dilihat dari
bentuknya mirip dengan skala Likert. Perbedaannya apabila skla Likert menilai
sikap dengan cara menanyakan kepada responden untuk menunjuk atau memilih
salah satu alternatif jawaban yang disediakan melalui pernyataan yang diajukan
mana yang lebih mendekati kecocokan jawaban dengan pilihan sikapnya,
sedangkan skla Trustone menilai sikap dengan cara mempresentasikan statmen
tentang topik yang disusun dari yang tidak disukai, netral dan sangat tidak disukai.
Responden dalam hal ini diajukan untuk memilih pernyataan item yang hampir
mendekati pilihan sikap mereka.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A B C D E F G H I J
Sangat Netral Sangat Tidak
Disukai Disukai