Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Dr. Ir. Eddy Iskandar, M.Sc.
Direktur Utama PT Central Prima Delta
ORASI ILMIAH
PADA UPACARA
PERINGATAN DIES NATALIS KE-...
POLITEKNIK SRIWIJAYA
POLITEKNIK SRIWIJAYA
PALEMBANG
2005
PENDAHULUAN
Apa yang diungkap oleh Gay Hendrick, PhD dan Kate Ludeman, PhD
diatas merupakan salah satu jawaban tantangan abad 21 dimana
banyak pengamat mengatakan abad 21 adalah era Hypercompetitive,
Chaos atau Hermawan Kertajaya mengatakannya dengan Era Invicible
Competitor. Pada era ini tantangan bagi institusi pendidikan sangat
memerlukan metoda metoda baru yang perlu segera diaplikasikan agar
proses pembelajaran dapat menghasilkan insan yang cerdas dan
kompetitif.
Intelegensia Spiritual (SQ) yang digagas oleh Dana Zohar membuat kita
tersentak, seolah ini merupakan gagasan baru, sedangkan semenjak
penciptaan manusia dimuka bumi ini Adam AS, SQ sudah merupakan
hal yang paling pertama dan utama untuk dimiliki bagi setiap insan agar
hakikat penciptaan manusia dimuka bumi akan benar-benar sesuai misi
kehidupannya sebagai Khalifah fil Ard.
1
SIMPLE-Competency adalah kerangka yang ingin dibangun dari pribadi
manusia yang meliputi 6 (enam) aspek integrated competency ataupun
holistic, yaitu: Spiritual, Intellectual, Moral, Professional, Learning dan
Emotional. Ibarat 2 (dua) mata koin, ke enam aspek ini memerlukan
kompetensi kewirausahaan sebagai sisi mata koin satunya untuk
kemandirian manusia, bangsa dan negara.
2
merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia yang
terbukti tangguh dalam menghadapi krisis, sehingga keberadaannya
perlu terus menerus dikembangkan dan diberdayakan. Hanya saja
bagaimanakah menjadikan sebagai industri yang mempunyai nilai
tambah maksimal dan penjalinan pasar antar sesama pengusaha kecil
dan menengah dan pengusaha UKM dengan pengusaha besar, baik di
pasar lokal, regional maupun global. Karena selama ini pengembangan
UKM masih memiliki kendala, antara lain akses pasar (lokal dan global),
akses permodalan, akses manajemen dan akses teknologi.
3
Masalah SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang
berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja
yang memadai. Itu sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama
32 tahun dibanggakan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%,
hanya berasal dari pemanfaatan sumberdaya alam intensif (hutan, dan
hasil tambang), arus modal asing berupa pinjaman dan investasi
langsung. Dengan demikian, bukan berasal dari kemampuan manajerial
dan produktivitas SDM yang tinggi.
4
upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur
yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif.
Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global. Pembiayaan
Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau
melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di
semua negara di dunia.
Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta
penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan
perdagangan dan persaingan menjadi semakin ketat dan fair. Bahkan,
transaksi menjadi semakin cepat. Dengan kegiatan bisnis korporasi
(bisnis corporate) di atas dapat dikatakan bahwa globalisasi mengarah
pada meningkatnya ketergantungan ekonomi antarnegara melalui
peningkatan volume dan keragaman transaksi antarnegara dalam
bentuk barang dan jasa, aliran dana internasional, pergerakan tenaga
kerja (human movement) dan penyebaran teknologi informasi yang cepat.
Sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bahwa globalisasi secara
hampir pasti telah merupakan salah satu kekuatan yang memberikan
pengaruh terhadap bangsa.
5
Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi
pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi
adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila
didukung oleh SDM yang handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas
dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini
pendidikan dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok dalam
mengembangkan keahlian dan pengetahuan.
6
bangsa. Pada era reformasi yang terjadi barulah relatif tercipta reformasi
politik dan belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama
dalam memecahkan problem struktural seperti telah diuraikan di atas.
7
kultural (budaya dan etos kerja) serta kurikulum yang masih terlambat
mengikuti perubahan yang ada. Pola pembelajaran dengan Quantum
Learning, Quantum Teaching serta Accelerated Learning yang digagas
oleh Bobby de Porter, Gardner, Tonny Buzan, dan lainnya belum sama
sekali diadop karena selama ini kita masih menggunaka kurikulum
berbasis kompetensi yang menekankan aspek ASKERA (Attitude, Skill,
Knowledge, Experince, Responsibility & Accountability). Aspek Spiritual,
Emotional & Learning tidak diungkap pada pendekatan Competency
Based ini. SIMPLE Competency bisa merupakan pendekatan yang
dibutuhkan saat ini dimana persoalan kultural serta moral yang menjadi
permasalahan SDM di negara kita dapat kita tanggulangi. Pada SIMPLE
Competency diungkap aspek Spritual serta Emotional dan aspek
Learning yang mengupayakan cara pembelajaran yang efektif dengan
meningkatkan keseimbangan kerja otak kanan dan kiri agar dapat
belajar lebih optimal. Selain itu dengan penekanan pembelajaran pada
tahap 3 (tiga) yaitu belajar MENJADI (Be). Tahapan ini dapat
dicontuhkan dengan bagaimana seorang yang melihat apel jatuh dari
pohon. Bagi kita secara umum bila ditanyakan terhadap peristiwa apel
jatuh maka mayoritas akan mengambil apel tersebut dan memakannya.
Lain halnya dengan Newton, dengan mengamati setiap berlakunya gejala
alam maka timbullah kefahaman yang terus ditelaah sehingga beliau
menemukan Hukum Newton.
8
menjadi karyawan. Keteladanan ini semua sudah ditunjukkan oleh
Rasullulah Muhammad SAW. Beliau sejak kecil sudah ditempa dengan
dunia kewirausahaan, sehingga beliau merupakan sosok wirausahawan
yang sukses.
PENUTUP
PUSTAKA
9
Rampersad, K. Hubert, Total Performance Scorecard. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. 2005.
10