You are on page 1of 14

RENUNGAN

DASAR KEBUDAYAAN

Oleh : WS Rendra
di tulis 30 Oktober 1991.
( hampir 19 tahun yang lalu )

sebuah pemikiran seorang budayawan tentang bangsanya

file ini di ketik ulang oleh :


Edy Pekalongan
maret 2010
RENUNGAN DASAR KEBUDAYAAN

Oleh : WS Rendra
di tulis 30 Oktober 1991.
( hampir 19 tahun yang lalu )

sumber buku :
Rendra
Penyair dan kritik Sosial
hal. 50 - 60.

Penerbit KEPEL Press


cetakan pertama, april 2001.

Berdiri di atas bumi, memandang alam semesta raya, kita melihat


ada benda benda mati dan ada benda benda hidup. Manusia
termasuk benda hidup. dan sesungguhnya ciri dasar dari manusia
adalah bahwa ia hidup. sepanjang ia punya hidup manusia di sebut
manusia dan bukan jenasah atau robot atau patung.

sebelum ada daya ekonomi, daya politik, daya sosial, daya filsafat,
daya seni dan daya daya lainnya lagi.
daya manusia yang pertama dan utama adalah daya hidup. tanpa
daya hidup, daya daya lainnya menjadi lesu, beku atau bahkan sirna.

kehidupan dan kematian adalah dua hal yang selalu mempesona


perenungan manusia. tarian kehidupan dan tarian kematian sama
sama dahsyat dan mengagumkan bila dipentaskan. Upacara
kelahiran dan upacara kematian sama sama dianggap penting dan
dijalankan dengan kekhidmatan.
mengolah daya hidup adalah hal yang sangat penting dalam
membina kesejahteraan manusia . Dan ancaman terhadap daya
hidup adalah hal yang merugikan kesejahteraan manusia. karena
kebudayaan adalah usaha manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya,

maka adalah urusan kebudayaan yang pertama dan utama untuk


menjaga daya hidup.

yang disebut daya hidup, yang harus dijaga, diolah, dan


diperkembangkan di dalam kebudayaan itu, adalah daya daya yang
tidak dimiliki oleh benda mati, sebagaimana diuraikan di dalam
biologi yaitu:

kemampuan bernafas

secara biologis mengolah oksigen.


secara kebudayaan mengolah hawa menjadi prana, menjadi
kebersihan udara, mengharmoniskan kegiatan kehidupan dengan
irama nafas kita, menghilangkan hal hal yang menimbulkan stres
pada pikiran yang juga berarti menimbulkan kesesakan pada nafas
kehidupan.

kemampuan mencerna.

secara biologis, kemampuan melakukan metabolisme terhadap apa


saja yang disantap oleh tubuh kita.
secara kebudayaan : kesadaran kita harus mampu mencernakan
pengalaman pengalaman yang berarti masukan di dalam hidup kita.

kemampuan berkoordinasi dan berorganisasi.


ini penting secara biologis. begitu pula dalam kehidupan pribadi
maupun sosial seorang manusia.

kehidupan beradaptasi.

secara biologis. kemampuan menyesuaikan diri dari perubahan


perubahan lingkungan .
secara kebudayaan: kemampuan kesadaran kita untuk secara kreatif
mengatasi tantangan keadaan, tantangan zaman, dan tantangan
berbagai ragam pergaulan.

kemampuan mobilitas.

secara biologis; kemampuan berpindah tempat ke tempat yang lebih


baik untuk kebaikan hidup.

secara kebudayaan: kemampuan untuk dengan kreatif menciptakan


mobilitas sosial, politik, dan ekonomi, yang bersifat horisontal
maupun vertikal.

kemampuan tumbuh dan berkembang

secara biologis kemampuan untuk bertambah besar, kuat dan


dewasa.
secara kebudayaan: kemampuan kesadaran untuk selalu maju,selalu
bertambah luas dan
dalam wawasannya selalu menawarkan paradigma paradigma yang
segar dan baru.

kemampuan regenerasi

secara biologis: kemampuan melahirkan keturunan.


secara kebudayaan. kemampuan untuk mendorong munculnya
generasi baru yang kreatif dan produktif.

apabila salah satu dari tujuh kemampuan itu rusak. maka secara
biologis manusianya di sebut cacat atau sakit.

sedangkan masyarakat yang kehilangan salah satu dari ketujuh


kemampuan itu disebut masyarakat yang lesu, yang lemah, yang
macet dan yang cacat peradabannya.

oleh karenanya adalah fungsi kebudayaan untuk menjaga dan


memperkembangkan ketujuh kemampuan daya hidup itu.

bagaimananakah keadaan daya hidup bangsa kita dewasa ini ?

kenyataan yang kelihatan menonjol adalah kemampuan regenerasi


yang merosot.
banyak pemuda yang sampai berumur dua puluh lima tahun bahkan
tiga puluh tahun belum punya nafkah.

sarjana menganggur jumlahnya melimpah.


apakah ini karena sebab keadaan ekonomi ?
ataukah kareba salah pendidikan.

apapun sebabnya nyata betul bahwa sebagian besar pemuda tidak


punya fungsi yang kreatif dan produktif di dalam masyarakat. belum
nampak muncul politisi muda yang mutunya setaraf dengan H.O.S.
Cokroaminoto, Soekarno, St, Syahrir dan lain lain, pemuda yang
bergerak di bidang politik di sekitar 1928 sampai 1945.
para mahasiswa kurang mampu melontarkan opini kepada
masyarakat. hal ini jauh berbeda dengan para mahasiswa dari tahun
1928 sampai sekitar tahun 1978, yang sangat aktif beropini
mengenai keadaan kehidupan di masyarakat. sedang sementara itu
di bidang seni drama dan seni sastra terasa terlambat juga
munculnya tokoh tokoh yang baru.

saya berpendapat, bahwa macetnya mental generasi baru yang


disebebkan mandulnya mental generasi yang terdahulu. mental yang
mampu berbiak adalah mental yang kreatif, yang mandiri dan yang
mampu merangsang inspirasi agar orang lain juga bisa mandiri dan
kreatif.

Dengan kata lain: mental yang mampu berbiak adalah mental yang
mampu mengakui kemandirian daya kreatif mental generasi berikut
anak manusia.

lain dengan hasil produksi pabrik yang mati dan seragam.

untuk bisa mempunyai "kemampuan tumbuh dan berkembang " anak


manusia harus mempunyai kepribadian yang mandiri di dalam
bergaul dan bekerja sama dengan generasi orang tuanya.

mental orangtua yang kuat daya hidupnya akan mampu berdialog


dengan kepribadian yang mandiri dari anaknya. tetapi bila daya
hidup orang tua sudah melemah dan mentalnya sudah mandul,maka
ia akan bersikap eksploratif dan oportunistik kepada anaknya. ia
akan merampas kemandirian hidup anaknya demi kepentingan
menopang hidupnya sendiri yang "kehilangan kemampuan untuk
tumbuh dan berkembang "

dalam keadaan tersebut diatas orangtua akan tanpa bimbang dan


ragu menyuapi mental generasi muda dengan indoktrinasi
indoktrinasi. mental generasi muda tidak di tuntut dan dilatih untuk
membentuk opini sendiri. bukan kemampuan pengamatan dan
kemampuan merumuskan pengalaman yang di tekankan pada
generasi muda, tetapi mereka diajar untuk memuliakan pantuan.
sekan akan panutan lebih penting dari menghayati dan memahami
pengalaman diri sendiri.

selanjutnya generasi muda juga diajari memuja jalan pintas.


padahal di dalam kebudayaan tidak ada jalan pintas, yang ada
adalah "proses", sebab tanpa proses tak ada pengalaman yang bisa
mengakar di dalam kehidupan. semua itu pada hakekatnya merusak
" kemampuan mencerna " pada mental generasi muda.

sebab sikap yang instruktif dan doktriner dari generasi tua kepada
generasi muda sebagai tersebut diatas sangat menuntut kepatuhan
dan instruksi yang masuk diekspresikan keluar persis dalam wujud
yang sama.
Ya, kepatuhan tanpa pencernaan.

ketidakmampuan mencerna akan menimbulkan pula kesukaran pada


"kemampuan beradaptasi ".

sesungguhnya :kemampuan beradaptasi sangat penting bagi


manusia untuk mempertahankan hidup di dalam alam dan di dalam
peradaban yang senantiasa mengandung perubahan perubahan itu.
artinya ,ada saat saat tak terduga, demi kelangsungan daya hidup
kita harus mampu melepaskan diri dari resep resep dan kebiasaan
kebiasaan yang sudah mapan yang tidak lagi relevan.

tanpa kemampuan mencerna yang baik tidak mungkin orang siap


berimprovisasi di dalam kehidupan.
kemampuan mencerna akan menimbulkan kemampuan mandiri dan
percaya pada diri dan selanjutnya akan memudahkan "kemampuan
beradaptasi". sebab di dalam beradaptasi , orang yang mampu
mencerna akan lebih mengandalkan kemampuan alat merncerna di
dalam dirinya.

dia tidak akan bergantung secara oportunistis kepada kekuatan


kekuatan di luar dirinya. hanya oang orang mandiri yang bisa
membedakan antara kerja sama dan oportunisme. kerjasama terjadi
tanpa masing masing pihak kehilangan kemandirian. inilah
kemampuan beradaptasi yang sebenarnya.

sedangkan oportunisme adalah pemanfaatan terhadap pihak pihak


lain demi kepentingan keselamatan diri sendiri, dengan cara
menyerahkan kemandiriannya kepada daya hidup pihak lain yang ia
gantungi. sehingga sebenarnya ia telah merugikan daya hidup
secara keseluruhan.

tentu bisa ditelusuri lebih jauh lagi kerusakan kerusakan kemampuan


daya hidup bangsa kita dewasa ini.
tetapi dengan uraian tersebut diatas cukuplah untuk menunjukkan
bahwa daya hidup bangsa kita tengah dalam keadaan merosot.
sehingga hal ini harus mendapat perhatian di dalam kita mengolah
kebudayaan.

##

keculai " daya hidup" ada satu unsur lagi yang sangat penting di
dalam kebudayaan. yakni: "mutu hidup!"

adalah kenyataan bahwa firdaus sudah hilang. sejak saat itu


manusia harus berkeringat, berair mata, dan terluka, mengerahkan
segenap daya dan usaha untuk membuat hidupnya sejahtera dan
bermutu. manusia tidak bisa lagi sempurna. oleh karena itu mutu
hidup yang saya maksud bukanlah kesempurnaan, tetapi
"kewajaran". demikianlah,kebudayaan yang bermutu adalah
kebudayaan yang memungkinkan manusia menghayati "kewajaran"
di dalam hidupnya.

adapun kewajaran di dalam hidup manusia itu merupakan harmoni "


tiga mustika "

mustika pertama ,adalah : tanggung jawab kepada kewajiban.

tanpa rasa kewajiban hubungan antar manusia akan diliputi rasa


masa bodoh dan keburukan nafsu ego. adalah wajar apabila
seseorang ibu mengetuk pintu dokter di tengah malam buta karena
didorong oleh kewajiban untuk menyelamatkan hidup bayinya yang
sedang sakit keras.

adalah wajar apabila anjing itu terkena rabies dan saat berkewajiban
untuk membela keselamatan penduduk desa yang jauh dari dokter
itu.

adalah wajar apabila anak saya melancarkan protes dan kritik


kepada diri saya karena kelakuan yang merusak kesejahteraan
rumah tangga.

-manusia di dunia tak bisa lepas dari kewajiban. bapak punya


kewajiban, dokter punya kewajiban, petani punya kewajiban,
wartawan punya kewajiban, penyair punya kewajiban. setiap orang
punya kewajiban.
mustika kedua adalah : idealisme.

tanpa idealisme manusia hanya sekadar punya daya hidup seperti


binatang. idealisme adalah suara batinnya. idealisme adalah
rumusan sikap hidup seseorang di dalam menempuh padang dan
hutan belantara kehidupan. idealisme adalah bintang fajar yang
menjadi pedoman manusia dalam mengarungi samudara kehidupan.
Idealisme itu "beragam " berdasarkan suara batin setiap pribadi
manusia.

adalah wajar apabila seseorang rela menempuh segala macam


rintangan dan ujian untuk mempertahankan idealismenya, sebab
idealisme adalah sumber kepuasan batinnya.

mustika ketiga ,adalah 'spontanitas".

spontanitas adalah ungkapan naluri dan intuisi manusia. kesadaran


manusia bukanlah sekadar kesadaran pikirannya, melainkan juga
kesadaran panca indra, kesadaran batin dan kesadaran naluri serta
intuisinya. menjalani hidup tanpa spontanitas akan menyebabkan
hidup menjadi kerting dan hambar. spontanitas adalah bagian yang
penting bagi keutuhan ungkapan kesadaran manusia.

didalam praktek kehidupan menjaga harmoni ketiga mustika


kewajaran itu sangat sulit. kadang kadang ketiganya saling berebut
prioritas kehidupan
. tetapi itulah resiko dari hidup manusia di dunia.

ia harus selalu menjaga harmoni yang tidak statis tetapi dinamis, dari
tiga mustika kewajaran yang memberi mutu pada hidupnya.

sekarang: bagaimanakah mutu kebudayaan kita dewasa ini ?


apakah ewasa ini kita cukup mendapat iklim yang bagus untuk
mengolah harmoni ketiga mustika kewajaran itu.
apakah dewasa ini kita leluasa melunaskan kewajiban kita sebagai
penyair? atau sebagai wartawan? atau sebagai politikus ?
atau sebagai pembela hukum?.
ya, apakah kita bisa leluasa menjalankan kewajiban sebagai warga
negara untuk membela kemanusiaan yang adil dan beradab?
leluasakah kita membela keadilan sosial dan menolak keadilan para
raja sebagai gantinya ?.

leluasakah kita membela wibawa daulat rakyat dan menolak memuja


daulat tuanku?

adapun pada hakikatnya kita memang selalu harus rajin bertanya,


meneliti diri sendiri sedalam dalamnya, agar kita selalu penuh
kewaspadaan di dalam menjaga mutu kebudayaan kita.

penting demokrasi

apabila kita perhatikan, akan tampak bahwa kesukaran kita dalam


menjaga " daya hidup" dan "mutu hidup" di dalam kebudayaan kita
adalah kurang luasnya demokrasi didalam kehidupan bangsa kita.

karena kurang luasnya demokrasi itulah maka kebudayaan instruksi


dan indoktrinasi bisa merajalela di dalam hidup kita.

sehingga kemampuan mencerna, kemampuan beradaptasi,


kemampuan tumbuh dan berkembang
, kemampuan beregenerasi dan kemampuan menjaga harmoni tiga
mustika kewajaran bangsa kita menjadi berbercela.

oleh karena itu, untuk menanggulangi krisis budaya tersebut, agen


reformasi budaya yang terpenting adalah pendidikan. melewati
pendidikan harus lebih di tekankan laku pengumpulan fakta dan
analisis terhadap fakta sebagai dasar untuk berpikir objektif, yang
selanjutnya di sempurnakan dengan laku verifikasi. sikap ilmiah
dalam memecahkan masalah ini sangat membantu masyarakat
dalam memecahkan kebiasaan berpikir doktriner dan instruktif.

demokrasi memang hal yang baru bagi indonesia, tetapi baru bagi
dunia pada umumnya. Eropa belum selesai belajar demokrasi,
bahkan yunani negeri tempat asal demokrasi itu, sampai saat ini,
juga belum selesai belajar demokrasi.

kita memang harus sabar terhadap proses. tetapi tidak boleh kita
mengabaikan urgensi untuk bersikap jujur terhadap kekurangan
kekurangan yang terjadi dan yang harus segera di tangani.

adalah langkah yang salah apabila mentang mentang kita masih


belajar lalu menutup mata terhadap kesalahan kesalahan yang telah
dan sedang terjadi.

keadaan politik kita saat ini sudah terlalu jauh dari daulat rakyat,
keadaan darurat terlalu lama di lembagakan sehingga mencekik
daya hidup dan memerosotkan mutu hidup kebudayaan.

lembaga eksekutif terlalu besar kekuasaannya sehingga


melemahkan fungsi lembaga yudikatif dan lembaga legislatif.
akibatnya lembaga eksekutif lalu bersikap bebas tak terbatas. secara
budaya ini salah.

semuanya ini akan memerosotkan daya hidup bangsa dan menodai


mutu hidup bangsa. sehingga akhirnya menjadi buruk kebudayaan
kita. oleh karena itu kesehatan kehidupan politik perlu di pulihkan.
kewibawaan dan fungsi lembaga yudikatif perlu segera dipulihkan
sepenuhnya.

adapaun hal kedua yang perlu dilakukan di dalam menyehatkan


kehidupan politik adalah mengendorkan sentralisasi kekuasaan.
sebab sentralisasi kekuasaan ternyata melahirkan jurang meratanya
hak hak rakyat di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya.

leluhur kita dulu memang lebih mengharga kebenaran subyektif dapi


pada kebenaran objektif. kebenaran obyektif selalu " ditingkatkan "
melewati penghayatan batin sehingga menjadi kebenaran subektif,
ialah "wayang" dari kebenaran obyektif itu.

penghayatan akan "wayang" dari kebenaran obyejtif itulah


yangmenyebabkan lahirnya babad dan hikayat, bukan sejarah. Yah,
bagi mereka legenda sebagai "wayang" dari kebenaran lebih
menarik dari pada sejarah. juga pendekatan mistik lebih menarik hati
mereka dari pada filsafat. dari akhirnya muncullah raja raja
penjelmaan wisnu, syiwa, budha atau bergelarkan Kalifatullah
Sayyidin Panatagama, yang menjadi "wayang" dari daulat alam..

sebagai penyair saya suka sekali kepada penghayatan "wayang"


apabila menuliskan sajak sajak tentang alam, cinta antar manusia,
gairah agama, dosa dan keselamatan jiwa dan nasib. tetapi saya
berpendapat bahwa mengurusi dan mengupas soal ekonomi, politik
dan sosial tidak bisa dengan pendekatan "wayang". obyektifitas
sangat diperlukan. laku mengumpulkan dan menganisis fakta,serta
juga laku verifikasi harus mendapat tempat yang penting di dalam
kehidupan masyarakat modern dengan infrastruktur yang sudah
serba modern seperti indonesia kita ini.

30 oktober 1991.
semoga file ini ada manfaatnya.
Terima kasih.

Email:
edy_pekalongan @yahoo.co.uk

You might also like