You are on page 1of 7

PENDAPAT

FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP RUU-RUU INISIATIF:
1. RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BANTUAN HUKUM,
2. RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UU
NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI,
3. RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG CAGAR BUDAYA,
4. RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEPRAMUKAAN
Disampaikan pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa 25 Mei 2010
Oleh Juru Bicara Fraksi PPP : DR. Reni Marlinawati
Anggota: A-294

Assalamu`alaikum Wr, Wb.

Yang terhormat Pimpinan Sidang


Yang terhormat rekan-rekan Anggota Dewan,
dan hadirin yang berbahagia.

Sebelumnya marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah


SWT, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya pada kesempatan
ini, kita dapat menghadiri Rapat Paripurna DPR RI untuk mendengarkan
Pandangan Fraksi-fraksi atas RUU Usul Inisiatif Komisi X Baleg DPR RI
Dewan mengenai RUU Bantuan Hukum, RUU Perubahan Atas UU Nomor
34 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, RUU Cagar Budaya, dan
RUU tentang Kepramukaan dalam keadaan sehat wal-afiat. Selanjutnya
sholawat dan salam semoga selalu tercurah pada baginda Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya, yang telah membawa ummat
manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Sidang Paripurna yang terhormat.

Mengawali Pendapat Fraksi PPP atas keempat RUU di atas,


perkenankan kami mulai dengan RUU tentang Bantuan Hukum.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa UUD NRI Tahun 1945 pada 3
Pasal yaitu pada Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 28D ayat (1) jo. Pasal 28H ayat
(2) telah mengamanatkan untuk terwujudnya keadilan bagi masyarakat
2

pencari keadilan, artinya; negara memiliki kewajiban konstitusional


menjamin terlaksananya proses hukum yang berkeadilan.

Dalam rangka melaksanakan kewajiban konstitusional tersebut,


Fraksi PPP menyambut dengan antusias dan memberikan apresiasi
setinggi-tingginya kepada Baleg DPR RI dengan diajukannya RUU Bantuan
Hukum yang secara lebih spesifik dimaksudkan untuk memberikan fasilitas
dan akses keadilan bagi orang miskin. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa
jasa bantuan hukum profesional tidaklah murah.

Diajukannya RUU Bantuan Hukum ini dalam pandangan kami adalah


suatu ikhtiar untuk mewujudkan hak konstitusional warga negara sesuai
dengan prinsip persamaan di hadapan hukum, khususnya untuk menjamin
dan memenuhi hak orang miskin yang diselenggarakan penyelenggara
Bantuan Hukum secara merata di seluruh tanah air. Berkenaan dengan hal
tersebut, kami telah mempelajari dengan seksama RUU ini. Ada beberapa
catatan penting yang perlu kami sampaikan yaitu;

Pertama, bahwa penyelenggara bantuan hukum ini adalah Komisi Nasional


Bantuan Hukum (KOMNAS BANKUM) adalah lembaga yang menjalankan
fungsi koordinatif baik ke dalam maupun keluar dalam penyelenggaraan
bantuan hukum. Karena itu, Komisioner KOMNAS BANKUM bukanlah
pejabat negara.

Kedua, bahwa KOMNAS BANKUM harus memiliki perwakilan di setiap


Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia. Kedudukan
kantor Sekretariat Perwakilan KOMNAS BANKUM difasilitasi dan melekat
di setiap Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di daerah dan KOMNAS
BANKUM Pusat di Mahkamah Agung.

Ketiga, bahwa tujuan pembentukan RUU ini adalah untuk memberikan


bantuan hukum bagi orang miskin maka bantuan tersebut harus bersifat
cuma-cuma karena itu pembiayaannya sepenuhnya dibiayai APBN dan
bagi perwakilan KOMNAS BANKUM di daerah juga dibiayai oleh APBD.

Dengan adanya RUU ini diharapkan setiap warga masyarakat


terutama orang miskin yang terkena kasus hukum, akan memperoleh jasa
bantuan hukum yang baik dalam arti didampingi advokat yang profesional
dan handal dengan cuma-cuma.

Sidang Paripurna yang berbahagia.

Diajukannya RUU Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang


Mahkamah Konstitusi adalah dalam upaya penyempurnaan dengan
menambahkan ketentuan hukum acara, sesuai dengan karakteristik
masing-masing perkara yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi,
yang semula tidak memadai.

Melalui forum yang mulia ini, Fraksi PPP juga menyampaikan


apresiasi kepada Baleg DPR RI atas diajukannya RUU ini, dengan harapan
3

dapat mengatur mekanisme kerja para hakim MK menjadi lebih efektif dan
efisien dimasa yang akan datang. Beberapa catatan kami atas RUU ini
adalah sebagai berikut:

Pertama, perubahan pada Pasal 16 ayat (1): Untuk dapat diangkat menjadi
Hakim Konstitusi seorang calon harus memenuhi syarat, berusia sekurang-
kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh
lima) tahun pada saat pengangkatan. Sedangkan pada pasal 23 ayat (1)
disebutkan bahwa Hakim Konstitusi diberhentikan dengan hormat dengan
alasan telah berusia 70 (tujuh puluh) tahun. Kalau dikaji secara matematis,
maka dengan adanya pembatasan usia maksimal 65 (enam puluh lima)
tahun bagi calon Hakim Konstitusi pada saat pengangkatan, dan
pembatasan usia pensiun 70 (tujuh puluh) tahun. Ini artinya ada waktu 5
(lima) tahun untuk mengabdi menjadi Hakim Konstitusi bagi Hakim
Konstitusi yang usianya 65 tahun pada saat pengangkatan. Kalau mengkaji
RUU sebelum perubahan yang menyebutkan usia pensiun 67 tahun, berarti
hanya ada waktu 2 (dua) tahun untuk mengabdi menjadi Hakim Konstitusi
bagi hakim yang pada saat pengangkatan sudah 65 tahun.

Kedua, lahirnya Bab IVA tentang kode etik dan perilaku hakim. Bagi Fraksi
PPP, bab ini dianggap paling penting karena mengatur tentang hal-hal yang
dilarang dan yang diperbolehkan Hakim Konstitusi dalam berperilaku
sebagai hakim untuk menjaga dan menegakkan harkat dan martabatnya.

Ketiga, berkenaan dengan Pasal 27A yang mengatur tentang sanksi dan
pembentukan Majelis Kehormatan. Harapan Fraksi PPP terhadap Majelis
Kehormatan ini sangat tinggi, sebab Majelis inilah yang akan menegakkan
Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Tentu harapan ini akan terwujud
apabila proses rekruitmen anggota Mejelis Kehormatan dilakukan dengan
cara yang jujur dan benar (fair play).

Keempat, munculnya Pasal 57 ayat (2a) yang mengatur tentang amar


putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang Hakim Konstitusi memberikan
putusan yang tidak dimohonkan dan larangan Hakim Konstitusi membuat
amar putusan memberikan perintah kepada pembuat undang-undang.
Ketentuan ini menjadi sangat penting untuk menegaskan bahwa Mahkamah
Konstitusi tidak boleh memerintahkan DPR untuk membuat undang-undang
tertentu, karena MK bukan atasan DPR, begitu juga sebaliknya.

Fraksi PPP menaruh harapan besar, bahwa kiranya RUU ini akan
lebih meningkatkan kinerja MK dan menempatkan MK secara proporsional
dalam sistem ketatanegaraan nasional.

Rapat Paripurna yang terhormat.

Kehadiran RUU Cagar Budaya menjadi sangat penting dalam


kehidupan konstitusional kita, dalam menata dan meletakan Cagar Budaya
sebagai bagian strategis dalam strategi kebudayaan nasional. Oleh karena
itu, DPR berinisiatif mengajukan dan memperjuangkan perubahan RUU
tentang Cagar Budaya.
4

Sesungguhnya Cagar Budaya merupakan pelestarian dari


kebudayaan itu sendiri, karena kebudayaan juga yang mencerminkan
kahidupan berbangsa dan bernegara, dengan demikian kebudayaan harus
tercermin sebagai bagian dari karakter bangsa.

Di bidang Kebudayaan, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan


berpandangan bahwa sesungguhnya merupakan proses yang berkembang
dinamis, sejalan dengan dinamika masyarakat yang menyangganya. Oleh
karena itu dalam pengembanganya haruslah memperhatikan khazanah
budaya nasional dan lokal, yang selama ini menjadi landasan dan rujukan
Namun demikian proses pembentukan budaya tersebut diperlukan
semangat kreatif untuk menciptakan kemajuan dan mencapai
kesempurnaan.

Dengan demikian hendaknya sikap selektif dan proporsional dalam


menempatkan sumber-sumber kebudayaan yang ada harus dijunjung tinggi,
termasuk dalam mengelola budaya yang dating dari luar. Hal itu
dimaksudkan agar berkembang budaya baru yang tumbuh dari akar budaya
sendiri, tetapi sekaligus tidak terisolasi dari budaya bangsa lain. Dengan
demikian diharapkan akan lahir kebudayaan baru yang mampu menopang
kehidupan masyarakat modern saat ini.

Dengan landasan filosofi semacam itu, Fraksi PPP berpendapat dengan


adanya RUU ini;
1. Mendorong tumbuhnya daya pemikiran kreatif di kalangan
masyarakat, agar mampu mendorong tumbuhnya budaya baru
sebagai landasan terbentuknya etika sosial, yang menjadi sumber
keseluruhan tata dan tertib sosial yang dibangun.

2. Kebudayaan, termasuk di dalamnya kesenian dan ilmu pengetahuan


serta teknologi, hendaklah dijadikan sebagai sarana perjuangan untuk
pemanusiaan manusia, yakni untuk kembali mengangkat harkat
bangsa Indonesia, sehingga bisa menjadi bangsa yang bebas,
berdaulat, mandiri dan bermartabat.

3. Mencegah segala upaya marjinalisasi dan kolonisasi budaya lokal,


baik atas nama agama maupun modernitas dan pembangunan.
Dengan demikian hak setiap komunitas untuk mengembangkan
budaya akan terjamin, sehingga keragaman budaya Indonesia akan
tetap terjaga.

4. PPP berusaha untuk mengembangkan nilai-nilai sosial budaya yang


bersumber pada ajaran etik, moral dan spirituaitas agama dikalangan
masyarakat luas, serta mengembangkan seni budaya tradisional dan
daerah yang memperkaya seni budaya nasional yang didalamnya
dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan. Karena sesungguhnya
kebudayaan universal seperti sistem teknologi, sistem
5

kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, religi dan kesenian


bagian dari kebudayaan dunia.

Rapat Paripurna yang berbahagia.

Mencermati kehadiran RUU Cagar Budaya FPPP DPR, memandang


bahwa Cagar Budaya bukanlah sesuatu yang bersifat teknis belaka, tetapi
harus mengandung unsur yang bersifat substantif bagi pengembangan
budaya bangsa kedepan.

Sesuai dalam rancangan draft Konsideran RUU Cagar Budaya


disebutkan “bahwa cagar budaya merupakan kekayaaan budaya sebagai
perwujudan dari pemikiran dan perilaku kehidupan manusis yang penting
artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sehingga harus dikelola secara tepat melalui upaya
perlindungan, pengembangan dan pemanfaatannya dalam rangka
memajukan kebudayaan nasional bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.

Dari kalimat yang tercantum diatas, maka Fraksi PPP berpandangan


beberapa pasal yang perlu disempurnakan adalah : BAB II Pasal 2 Asas,
selain Undang Undang ini mengandung asas : a. bhineka tunggal ika, b.
keadilan, c. manfaat, d. kelestarian, e. keberlanjutan, f. partisipasi
masyarakat. Perlu ditambahkan asas sejarah, dan nilai-nilai agama. Agar
Undang – Undang ini tidak terlepas dari akar kesejarahan, dan kehidupan
agama yang telah tumbuh dan berkembang di masyarakat Indonesia.

Asas sejarah dan nilai-nilai agama menjadi penting, karena faktanya


situs dan berbagai manumen budaya, lahir karena kesejarahan yang
panjang dari sebuah budaya bangsa yang besar. Demikian juga nilai-nilai
agama tersebut yang mendorong dan melahirkan situs dan cagar budaya,
yang monumental.

Rapat Paripurna yang terhormat.

Undang-undang Cagar Budaya akan menjadi strategis bagi


kehidupan masyarakat kita, apabila peran serta masyarakat dari berbagai
lapisan dan komponen bangsa ikut serta aktif dalam memasyarakatkan dan
mematuhinya secara hukum. Oleh karena itu dalam bagian kedua RUU
Cagar Budaya Pasal 26, tentang Peran Pemeintah, baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota sudah cukup memadai.
Namun peran dan tanggung jawab masyarakat baik perorangan maupun
kelompok masyarakat masih terasa kurang memadai.

Dalam bagian ketiga, Pasal 28 RUU Cagar Budaya, pada ayat 26,
ayat 4, Pasal 28 ayat 8 dan Pasal 30 ayat 4, yang mengandung kalimat
Pemanfaatan, pada butir-butir yang tertera belum mencantumkan
6

pemanfaatan “ seni dan teknologi “ karena asas Kebudayaan dan


Pariwisata belum menampung Seni. Disamping itu sektor Pariwisata
sekarang lebih cenderung pada industry paariwisata yang mementingkan
faktor ekonomi.

Rapat Paripurna yang berbahagia.

Gerakan Pramuka sesungguhnya merupakan bagian integral dari


gerakan kebangsaan yang telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan
semangat nasionalisme sejak 1908 dan sumpah pemuda 1928. Namun
demikian secara organisatoris dan kelembagaan Gerakan Pramuka baru
muncul setelah kemerdekaan Republik Indonesia melalui Keppres Nomor
238 Tahun 1961, yang merupakan gabungan dari seluruh organisasi
kepanduan.

Dalam upaya untuk menyatukan Visi, Misi dan tujuan nasional


Gerakan Pramuka, maka diperlukan Undang-Undang Kepramukaan yang
telah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat. Organisasi Kepramukaan,
sesungguhnya merupakan bahagian dari pendidikan karakter bangsa.
Melalui kepramukaan, pendidikan, pelatihan, pembinaan dan
pengembangan warga negara menjadi prioritas utama. Karena di dalamnya
termasuk proses pembentukan watak, kepribadian, dan kecakapan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks inilah penanaman
nilai-nilai agama, moralitas dan budaya bangsa sangat berpengaruh dalam
setiap gerakan yang diorgainisasikan oleh Kepramukaan.

Organisasi Kepramukaan, yang berdasarkan pada asas kemandirian


dan independen perlu dijunjung tinggi, agar unsur-unsur politis tidak
masuk dalam aspek pembinaan. Karenanya Orgainsasi Kepramukaan
bukanlah organisasi politik, atau bagian dari partai politik termasuk ormas
yang bernaung dibawah partai politik. Independensi organisasi
kepramukaan harus menjadi titik tolak dalam gerak dan langkah organisasi
Kepramukaan. Karenanya kemandirian dan independensi menjadi melekat
dan watak dasar dari seluruh anggota gerakan Pramuka.

Rapat Paripurna yang berbahagia.

Dasar-dasar organisasi kepramukaan yang lain, dan menjadi


strategis dalam meneguhkan integrasi nasional dan wawasan kebangsaan
adalah : paersatuan, kebangsaan dan kenusantaraan. Ketiga dasar ini
menjadi landasan watak organisasi dan anggota Gerakan Pramuka yang
tidak dapat dipisahkan satu sama yang lain. Karena persatuan merupakan
sarana untuk membangun masa depan Indonesia yang Berkeadilan,
Demokratis . Cerdas dan Modern. Sedangkan dasar kebangsaan adalah
watak setiap anggota Pramuka untuk menjaga wawasan dan sikap
kebangsaan yang utuh dalam bingkai kenusantaraan atau
KEINDONESIAAN.

Yang terhormat Pimpinan Sidang Paripurna.


Yang terhormat rekan-rekan Anggota Dewan,
7

dan hadirin yang berbahagia.

Berdasarkan pokok-pokok pikiran yang telah kami sampaikan di atas,


Fraksi PPP dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim menyatakan
persetujuan atas RUU tentang Bantuan Hukum, RUU Perubahan Atas UU
Nomor 34 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, RUU Cagar Budaya,
dan RUU Kepramukaan untuk ditetapkan menjadi RUU DPR. Dan kami
meminta agar Pemerintah dapat secepatnya merespon atas keempat RUU
tersebut dengan segera menunjuk Wakil Pemerintah agar dapat segera
dilakukan pembahasan.

Akhirnya, demikianlah Pendapat Fraksi PPP disampaikan. Atas


perhatian dan kesabaran Pimpinan, rekan Anggota, rekan pers dan hadirin
sekalian kami ucapkan terima kasih.

Billahitaufiq Walhidayah,
Wassalamu`alaikum Wr, Wb.

Jakarta, 25 Mei 2010


PIMPINAN
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Wakil Ketua, Wakil Sekretaris,

Drs. H. Nu’man Abdul Hakim DR. Reni Marlinawati

You might also like