You are on page 1of 27

PERANAN UJI IN SITU LAJU INFILTRASI DALAM PENGELOLAAN

DAS GRINDULU-PACITAN1
Syamsul A. Siradz2􀀍, Bambang D. Kertonegoro2 dan Suci Handayani2
Abstrak
Penelitian berupa uji lapangan telah dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat tanah dalam meresapkan air
secara vertikal. Hasil pengamatan ini dapat membantu memberikan gambaran tentang kebutuhan air yang
diperlukan oleh suatu jenis tanah untuk mencapai suatu kondisi lengas tertentu. Kebutuhan air ini dapat
dipasok dari air irigasi dan/atau air hujan.
Lokasi dan obyek penelitian berupa beberapa jenis tanah yang digunakan untuk budidaya padi sawah di
Daerah Aliran Sungai (DAS) Grindulu di wilayah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Jenis-jenis tanah yang
diuji termasuk banyaknya ulangan yang dilakukan adalah sbb. : Aluvial Kelabu (endapan lempung
daratan)(2), Litosol (campuran batuan endapan tuff dan batuan volkan)(3), Komplek Latosol Coklat
Kemerahan dan Litosol (3), dan Asosiasi Litosol dan Mediteran Merah (batuan volkan dan endapan bukit
lipatan)(2), sehingga seluruhnya ada sepuluh (10) lokasi pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan double ring infiltrometer, dari kondisi lengas awal di lapangan hingga mencapai laju
infiltrasi mendekati konstan, yang dicapai setelah kira-kira 5 hingga 6 jam pengamatan. Air yang
digunakan untuk pengujian diambil dari sumber air yang berada di dekat lokasi pengamatan.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa setelah pengamatan berjalan selama 4-5 jam dicapailah kondisi laju
infiltrasi yang mendekati konstan. Nilai koefisien determinasi kurve linear maupun non-linear
menunjukkan >0,9 yang berarti bahwa angka-angka hasil pengukuran yang dilakukan di lapangan cukup
handal. Urutan nilai rerata hasil ulangan laju infiltrasi yang tertinggi hingga terendah dari ke empat jenis
tanah tersebut adalah sbb.: Aluvial Kelabu > Litosol > Asosiasi Latosol-Litosol > Mediteran–Litosol.
Kedua jenis tanah yang pertama mempunyai kategori laju infiltrasi sangat cepat, sedangkan kedua jenis
terakhir termasuk sedang. Laju infiltrasi pada tanah sawah yang sedang ditanami padi umur satu bulan
(tanah dalam keadaan melumpur) jauh lebih cepat mencapai nilai konstan ketimbang tanah-tanah dengan
kondisi awal yang lebih kering.
Kata kunci : infiltration rate, double ring infiltrometer, in situ, pengelolaan DAS
1
Penelitian kerjasama antara Jurusan Tanah FP-UGM dan Project Management Unit (PMU), Good
Governance In Water Resource Management (GGWRM) Yogyakarta dan Pacitan
2
Staf pengajar pada Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UGM, Jl Folra Bulaksumur, Yogyakarta,
55281. Coresponding author: ssiradz@ugm.ac.id
1
PENDAHULUAN
Pengukuran sifat-sifat fisika tanah sangat diperlukan di dalam perencanaan dan perancangan suatu proyek
yang berkaitan dengan pengembangan wilayah, misalnya suatu daerah aliran sungai (DAS). Sifat-sifat ini
termasuk laju infiltrasi air secara vertikal ke dalam profil suatu tanah. Pengamatan parameter-parameter
sifat tanah yang lain selain laju infiltrasi, yang berkaitan dengan pengelolaan DAS adalah : permeabilitas,
kebutuhan air oleh tanaman, pola pergiliran dan jenis tanaman, data iklim, jenis tanah beserta sifat-sifat
tanah yang lain selain sifat fisika, pola penggunaan lahan, tingkat pengendalian erosi, sumber-sumber
pencemar lingkungan yang potensial, tingkat sosial ekonomi dan kerapatan jumlah penduduk, dll.
Pengujian laju infiltrasi in situ ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa kecepatan dan besaran
masuknya atau meresapnya air secara vertikal ke dalam tubuh tanah. Dengan mengamati atau menguji
sifat ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang kebutuhan air irigasi yang diperlukan bagi
suatu jenis tanah untuk jenis tanaman tertentu pada suatu saat. Data laju infiltrasi ini juga dapat digunakan
untuk menduga kapan suatu run-off akan terjadi bila suatu jenis tanah telah menerima sejumlah air
tertentu baik melalui curah hujan ataupun irigasi dari suatu tandon air di permukaan tanah.
Dari gejala proses infiltrasi yang pada umumnya mula-mula cepat kemudian melambat dan disusul
dengan kondisi konstan, maka dapat diduga seberapa besar kebutuhan air yang diperlukan oleh suatu jenis
tanah pada suatu luasan tertentu untuk membasahinya, sejak dari kondisi kering lapangan (dengan
rekahan-rekahan yang bersifat khusus bagi tiap jenis tanah) hingga keadaan yang kebutuhan airnya
menjadi konstan. Data hasil pengukuran laju infiltrasi semacam ini juga dapat digunakan untuk tujuan
perencanaan pengagihan air irigasi serta konservasi tanah dan air.
Tiap jenis tanah dengan ciri-ciri fisika, kimia, biologi, dan mineralogi yang berbeda-beda memerlukan
perhitungan kebutuhan air yang berbeda-beda dalam tujuan pemberian airnya. Oleh sebab itu pengujian
laju infiltrasi bagi tiap jenis tanah yang ada di dalam suatu DAS perlu dilakukan agar pengelolaannya
secara terpadu dapat lebih tepat guna dan berhasil guna.
BAHAN DAN METODE
Obyek penelitian ini berupa beberapa jenis tanah yang relatif mendominasi wilayah DAS di Kabupaten
Pacitan, Jawa Timur, lihat Gambar 1. Ada empat jenis tanah yang diuji, yakni (a) Aluvial Kelabu (2
ulangan) yang terletak di Desa Sukoharjo dan Ngadirojo, (b) Mediteran Merah dan Litosol (2 ulangan) di
Desa Punung dan Candi, (c) Latosol dan Litosol (3 ulangan) di Desa Mlati, Jetis Kidul, dan Losari, dan
Litosol (3 ulangan) di Desa Tokawi, Watu Pathok, dan Tahunan.
Pengamatan laju infiltrasi in situ dilakukan dengan menggunakaan metode infiltrasi cincin ganda (double
ring infiltrometer). Garis tengah cincin (stainless steel) besar bagian dalam 80 cm dan cincin kecil 15 cm,
sedangkan tinggi keduanya 30 cm. Untuk pengujian ini seluruhnya digunakan empat (4) set infiltrometer
cincin ganda, ditambah dengan alat-alat seperti penera penurunan air berpelampung dan berskala,
stopwatch, drum aspal dan ember plastik besar sebagai tandon air, meteran, peta, godam (palu besar), plat
besi untuk mendorong infiltrometer masuk ke dalam tanaah, lembaran plastik, dan alat-alat tulis, Cara
kerja pengamataan dapat dilihat dalam Landon (1980).
Data hasil pengamatan laju infiltrasi bagi setiap jenis tanah, disajikan dalam bentuk tabel dan atau kurve
hubungan laju resapan versus waktu pengamatan, resapan kumulatif versus waktu

Gambar 1. DAS Grindulu-Pacitan


2
pengamatan, dan kedua-duanya, tetapi dalam bentuk hubungan log-log. Untuk setiap jenis tanah nilai laju
infiltrasinya diwakili oleh hasil rerata ulangannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Jenis tanah Aluvial Kelabu
Lokasi pengamatan untuk tanah ini (tanah A) berada di desa Sukoharjo dan Ngadirojo. Laju infiltrasi
setiap waktu (instantaneous infiltration rate), yang menunjukkan kurve hubungan antara laju infiltrasi, IR
(cm) dan waktu pengamatan, T(jam), bagi tanah ini disajikan dalam Gambar 2.
Laju infiltrasi untuk kedua lokasi ini sangat mirip, sehingga asumsi bahwa kedua jenis tanah ini sama
jenis dan sifat-sifatnya adalah tidak terlalu berlebih-an. Setelah pengamatan selama lebih dari 3 jam tanah
ini sudah mulai menunjukkan nilai laju infiltrasi konstan, yakni kira-kira mendekati nilai 50 cm jam -1,
yang menurut klasifikasi Booker Agricul-ture International (BAI) termasuk sangat cepat (>25 cm jam -1).
Gambar 2. Hubungan antara laju infiltrasi IR (cm) dan waktu pengamatan T(jam)
Untuk tanah dengan sifat seperti ini sistem irigasi luapan/genangan (surface irrigation) kurang tepat
untuk dilaksanakan, sedangkan yang lebih baik adalah sistem curah terkendali (overhead irrigation),
misalnya dengan cara pencaran (sprinkler). Untuk budidaya padi sawah (paddy rice) agar sesuai dengan
syarat pertumbuhannya, maka tindakan pelumpuran tanah dapat membantu menekan nilai laju infiltrasi
yang nisbi tinggi tersebut.
Nilai rerata laju infiltrasi tiap saat untuk kedua lokasi ini memberikan persamaan garis eksponensial y
= - 45,313 ln(x) + 110,02, dan R 2 = 0,9931. Pada pengamatan setelah 5 jam dan diprediksi berdasarkan
persamaan tersebut diperoleh nilai laju infiltrasi sebesar 37,09 cm jam -1, yang menurut klasifikasi BAI
termasuk sangat cepat (very rapid). Kurve log-log laju infiltrasi tanah desa Sukoharjo berupa persamaan
garis lurus y = - 0,3316 x + 1,9623, dengan R 2 = 0,9765, sedangkan untuk desa Ngadirojo y = - 0,2977 x +
2,0606, dengan R2 = 0,9657. Persamaan garis kurve log-log laju infiltrasi kumulatif bagi tanah desa
Sukoharjo adalah y = 0,3693 x + 3,4398 dengan R 2 = 0,86, sedangkan untuk Ngadirojo y = 0,6195 x +
3,8595 dengan R2 = 0,9495. Hasil gabungan kedua kurve log-log kedua desa tersebut menghasilkan
persamaan y = 0,5235 x + 3,644 dan nilai R2 = 0,95.
2. Jenis tanah Litosol
Jenis tanah ini (tanah D) diwakili oleh tanah yang berlokasi di desa Tokawi dan Watu Pathok dan
Tahunan. Pada tanah ini kurve laju infiltrasi tiap saat diperoleh persamaan y = - 13,803 ln(x) + 57,727,
dengan R 2 = 0,9595. Perhitungan berdasarkan hasil pengamatan setelah 5 jam, nilai laju infiltrasi yang
diperoleh adalah sebesar 35,51 cm jam -1, yang menurut klasifikasi BAI termasuk sangat cepat (very
rapid). Seperti halnya tanah Aluvial Kelabu di desa Sukoharjo dan Ngadirojo, tanah Litosol di Tokawi
dan Watu Pathok ini lebih cocok untuk irigasi curah terkendali dibandingkan cara luapan atau genangan.
Untuk tanaman padi sawah pelumpuran merupakan keharusan untuk menekan laju infiltrasi yang masih
relatif tinggi.

Laju Infiltrasi050100150200250300350024T, hrIR, cm Tanah BTanah ATanah CTanah D6


3
Gambar 3 menunjukkan kurve-kurve hubungan antara laju infiltrasi dan waktu. Persamaan kurve log-
log laju infiltrasi tiap saat untuk Tokawi y = - 0,2195 x + 2,044, dan R 2 = 0,9389, sedangkan untuk Watu
Pathok y = - 0,2406 x + 0,3386 dan R 2 = 0,9312. Kurve log-log laju infiltrasi kumulatif untuk tanah desa
Tokawi y = 0,6479 x + 3,7397 dengan R2 = 0,9709, sedangkan untuk tanah desa Watu Pathok y = 0,3257
x + 1,6766 dengan R2 = 0,8963. Bila rerata kedua nilai infiltrasi kumulatif tersebut digabungkan, maka
diperoleh persamaan y = 0,499 x + 2,6931 dengan nilai R 2 = 0,96.
3. Jenis tanah Latosol dan Litosol
Jenis tanah ini (tanah C) diwakili oleh tanah di 3 desa yakni, Losari, Mlati, dan Jetis Kidul. Gabungan
ketiga kurve laju infiltrasi tiap saat menunjukkan persamaan eksponensial y = - 1,8564 ln(x) + 7,711,
dengan nilai R2 = 0,5951. Jika kurve ini digunakan untuk menghitung laju infiltrasi tiap saat setelah 5 jam
pengamatan, maka diperoleh nilai laju infiltrasi konstan sebesar 4,18 cm jam -1. Nilai sebesar ini oleh BAI
diklasifikasikan sebagai tingkat sedang (moderate).

Gambar 3. Hubungan antara laju infiltrasi (log IR) dan waktu pengamatan (log T)
Persamaan kurve log-log laju infiltrasi tiap saat menunjukkan, Losari y = - 0,8717 x + 0,5485, R 2 =
0,988, Mlati y = - 0,0,0664 x + 0,9345, R2 = 0,5138, dan Jetis Kidul y = -0,2109 x + 1,1141, R2 = 0,8458.
Persamaan gabungan dari rerata ketiganya menghasil-kan persamaan y = 0,4023 x + 0,4083, dengan nilai
R2 = 0,79. Untuk kurve log-log laju infiltrasi kumulatifnya diperoleh persamaan : Losari y = 0,1871 x +
1,4116, R2 = 0,7281, Mlati y = 0,4602 x + 2,1982, R2= 0,954, dan Jetis Kidul y = 0,29611 x + 2,2869, R2 =
0,9524. Gabungan ketiga persamaan ini menghasilkan persamaan baru y = 0,3196 x + 1,9613, R 2 = 0,95.
4. Jenis tanah Mediteran dan Latosol
Pengujian laju infiltrasi di tanah ini (tanah B) diwakili oleh tanah di lokasi desa Candi dan Punung.
Bentuk kurve-kurve dari kedua lokasi tersebut mempunyai kemiripan antara satu dengan lainnya. Hasil
penggambaran rerata keduanya merupakan garis non-linier dengan persamaan y = - 0,6896 ln (x) + 6,3
dengan R2 = 0,5733. Pada waktu pengamatan kira-kira 5 jam setelah dimulai yang lajunya mendekati
konstan diperoleh nilai laju infiltrasi sebesar 5,19 cm jam -1, yang menurut klasifikasi BAI nilai ini
termasuk kategori sedang (moderate).
Gambar 3 menyajikan bentuk kurve serta persamaan-persamaan garisnya. Hasil perhitungan ke dalam
kurve log-log laju infiltrasi tiap saat diperoleh persamaan linier, untuk Candi y = - 0,114 x + 0,9318, R 2 =
0,8064, dan Punung y = - 0,0607 x + 0,6078, R2 = 0,8064. Persamaan kurve log-log laju infiltrasi
kumulatif untuk Candi y = 0,3839 x + 2,1902, R 2 = 0,9466 sedangkan Punung y = 0,486 x + 1,7674, R 2 =
0,9578. Persamaan gabungan log-log laju infiltrasi tiap saatnya adalah y = - 0,0933 x + 0,7709, R 2 =
0,6974, sedangkan persamaan gabungan laju infiltrasi kumulatifnya y = 0,4585 x + 1,9685, R 2 = 0,96.
(Gambar 4)

Laju Infiltrasi0123-2-101log T, hrlog IR, cmTanah ATanah BTanah CTanah D


4
Gambar 4. Hubungan antara laju infiltrasi kumulatif (log IR-k) dan waktu pengamatan kumulatif (log T-
k)
Tabel 1 memberikan informasi tentang hasil perhi-tungan dan merupakan kum-pulan kurve-kurve
rerata log-log laju infiltrasi tiap saat bagi keempat jenis tanah. Dari gambar tersebut tampak bahwa laju
infiltrasi selalu menurun mengikuti waktu, dan urutan tercepat hingga yang paling lambat adalah : Aluvial
Kelabu (Sukoharjo dan Ngadirojo) > Litosol (Tokawi dan Watu Pathok) > Latosol dan Litosol (Losari,
Mlati, dan Jetis Kidul) > Mediteran Merah dan Litosol (Candi dan Punung). Kisaran nilai laju infiltrasi
berdasarkan klasifikasi BAI adalah sedang (Latosol dan Litosol ; Mediteran Merah dan Litosol) dan
sangat cepat (Aluvial Kelabu ; Litosol).
Tabel 1. Laju infiltrasi beberapa Jenis tanah Laju Infiltrasi Konstan Setelah 5 Jam
jenis tanah di DAS Kab. cm/jam m3/jam/ha
Pacitan, Jawa Timur. No.
1. Aluvial Kelabu 37,09 (sangat cepat) 3709
2. Litosol 35,51 (sangat cepat) 3551
3. Komplek Latosol – 5,19 (sedang) 519
Litosol
4. Asosiasi Mediteran 4,18 (sedang) 418
Merah-Litosol

FJ. MOCK (Menghitung Debit Andalan)


Diposkan oleh MANDA Label: Ilmu Teknik Sipil

Postingan Ini khusus saya sajikan untuk teman saya yang bernama Samsul Hadi UNIMAL Teknik Silpil
04 ,,,, (ni orang lagi bingung) so ... perhitungan debit andalan dengan Metode FJ. Mock sangat awam
ditelinganya (termasuk saya he he he) kebetulan sempat baca jurnal yang mengunakan metode ini dan
juga dapat file perhitungan nya langsung aja.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Begini Adi, Jadi


Untuk menghitung debit andalan ada beberapa teori yang bisa kita gunakan (he he sok belaga kxak
gurudikit ga masalah lah he he ), tapi Ilmuan Teknik Sipil lebih cenderung mengunakan

METODE NRECA dan FJ mock

Karena rudi cuma ada baca dikit-dikit sola metode FJ Mock, jadi yang rudi bilang ke adi ya cuma meto FJ
Mock Aja. Soal Metode Neraca Kapan2 Aja (pada hal aqu belum baca metode neraca tap sok menjajikan
he he )

Metode Mock ini adi kan harus punya data pembanding dia, yaitu data debit dari hasil pengamatan (adi
ada debit hasil dari pengamatan ?), kalau data pembanding itu nga' ada bisa juga di lakukan pendekatan
terhadap parameter hidrologi, sehingga hasil simulasi dapat di pakai namun tingkat akurasinya sedang
namun masih bisa digunakan untuk analisa lebih lajut. karena metode Mock ini memperhitungkan Curah
Hujan, Evapotranspirasi, dan ciri khas daerah pengaliran sungai.

Jadi ada beberapa asumsi yang adi pakek nanti,,,seperti :

1. Data Curah Hujan


Data Curah Hujan ini adi minimala 15 tahun , punya adi kan 18 tahun. tros ambil datanya di stasiun yang
mewakili daerah kreunnn (((lupa rudi nama kreung nya adiiii apa ya ??? pokonya kereung tempat yang
adi mau teliti)

2. Evapotranspirasi Terbatas (Et)


Eavpotranspirasi terbatas ini adalah evapotranspirasi actual dengan mempertimbangkan kondisi
vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah hujan

Jadi adi, nati Evapotranspirasi Terbatas harus di hitung dulu dia rumus nya ini
a. Curah hujan setengah bulanan (P) nilai ini ada rudi liat di data curah hujaan adi (tiap tahun)
b. Jumlah hari hujan setengah bulanan (n) ini ada juga ,
c. Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d)

dihitung dengan asumsi bahwa tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu
menguap sebesar 4 mm. (tapi ini bisa dipelajari ini adi, ,,,,,)

d. Exposed surface (m%) ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan atau dengan asumsi :
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat,
m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan
kering untuk lahan sekunder,
m = 10% - 40% untuk lahan yang tererosi, dan
m = 20% - 50% untuk lahan pertanian yang diolah.

Rumus untuk hitung evapotranspirasi terbatas adalah (ni ada di jurnal yang adi downtload tu)
Singkapan lahan dapat diasumsikan seperti pada tabel berikut :

Tabel 6.3 Singkapan Lahan Sesuai Tata Gunan Lahan


No. Jenis Penggunaan Lahan S Lahan (%)
1. Hutan Lebat 0
2. Lahan Tererosi 10-40
3. Lahan Pertanian 30-50

jd adi selanjut nya dihitung


3. Faktor Karakteristik Hidrologi
Faktor Bukaan Lahan :
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat,
m = 10 – 40% untuk lahan tererosi, dan
m= 30 – 50% untuk lahan pertanian yang diolah.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk seluruh daerah studi yang merupakan daerah yang
mempunyai tingkat kesuburan rendah maka dapat diasumsikan untuk faktor m diambil 20% - 40%, yaitu
30%. (tapi tanah di aceh ni adi subur semua, adi ingat lirik lagu ini "orang bilang tanah kita tanah
surga .....) he he sori adi terbawa suasana , tros adi yang ke 4

4. Luas Daerah Pengaliran


Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan semakin besar pula
ketersediaan debitnya. (seluas yang adi mau tinjau ada berapa kampung tu,,,,adi kan lebih tau)

5. Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC)


adi atau apa tu (SMC), (hi hi rudi juga ga tau tapi yang rudi baca di jurnal tu (yang adi donwlodt tu) SMC
adalah Soil Moisture Capacity itu adalah volume kandungan air di lapisan tanah terluar (permukaan ) dia
dihitung per m2, Besarnya SMC untuk perhitungan ketersediaan air ini diperkirakan berdasarkan
keadaan porositas lapisan tanah permukaan dari DPS berdasarkan kondisi porositas lapisan tanah
permukaan dari DPS. Semakin besar porositas tanah, akan semakin besar pula SMC yang ada.

Dalam perhitungan ini nilai SMC diambil antara 50 mm sampai dengan 200 mm.
Untuk rumus mencari SMC ini ga ada adi, (nanti kita cari lagi)

tros adi yang ke 6

6. Keseimbangan air di permukaan tanah


Keseimbangan air di permukaan tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
 Air hujan (As),
 Kandungan air tanah (soil storage), dan
 Kapasitas kelembaban tanah (SMC).

Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut :
rumus nya ga bisa di masukan di sini (ga tau cara nempelin rumus :: tapi ada ni rudi dounloadt)

aduh adi untuk selanjut nya rudi ga tulis lagi secara bahasa sehari kita ngobrol rudi sajikan menurut apa
yang rudi baca aja ..... xa ... nih baca sendiri

7. Kandungan air tanah


8. Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (run off dan ground water storage)
9. Koefisien Infiltrasi
Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan DPS. Lahan DPS
yang porous memiliki koefisien infiltrasi yang besar. Sedangkan lahan yang terjadi memiliki koefisien
infitrasi yang kecil, karena air akan sulit terinfiltrasi ke dalam tanah. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0
– 1.

10. Faktor Resesi Aliran Tanah (k)


Faktor resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada bulan ke-n dengan aliran air tanah pada
awal bulan tersebut. Faktor resesi aliran tanah dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam perhitungan
ketersediaan air Metode FJ Mock, besarnya nilai k didapat dengan cara coba-coba sehingga dapat
dihasilkan aliran seperti yang diharapkan.

11. Initial Storage (IS)


Initial storage atau tampungan awal adalah perkiraan besarnya volume air pada awal perhitungan. IS di
lokasi studi diasumsikan sebesar 100 mm.

12. Penyimpangan air tanah (Ground Water Storage)


Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan watu. Sebagai
permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal (initial storage) terlebih dahulu.

Persamaan yang digunakan dalam perhitungan penyimpanan air tanah adalah sebagai berikut :
Vn = k x n-1 + 0,5 (1 + k) I
Vn = vn - vn-1

Dimana:
Vn = volume air tanah bulan ke-n,
k = qt/qo = faktor resesi aliran tanah,
qt = aliran air tanah pada waktu bulan ke-t,
qo = aliran air tanah pada awal bulan (bulan ke-0),
vn-1 = volume air tanah bulan ke-(n-1), dan
vn = perubahan volume aliran air tanah

13. Aliran Sungai


Aliran dasar = infiltrasi – perubahan aliran air dalam tanah
Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi
Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar

Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran langsung (direct run off), aliran dalam tanah
(interflow) dan aliran tanah (base flow).
Besarnya masing-masing aliran tersebut adalah:
a. Interflow = infiltrasi – volume air tanah
b. Direct run off = water surplus – infiltrasi
c. Base flow = aliran yang selalu ada sepanjang tahun
d. Run off = interflow + direct run off + base flow

Perhitungan simulasi debit aliran rendah untuk Bendungan Wain Metode Mock dapat dilihat pada table
berikut ini.

Untuk perhitungan simulasi, debit yang dipakai adalah dengan menggunakan Metode Mock karena
kondisinya sesuai dengan kondisi di lapangan

Jadiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii untuk contoh perhitungan nya Udah rudi downlodt adi, ,,,,,,,
Dia Berbebtuk File Exceelllll

Nanti Rudi Kasi xa xa xa ,,,,,,,, Untuk Teori Di atas adi pelajari lagilahhhhh
Cape rudi pahami nya (karena rudi juga ngak paham cuma sosok paham aja)

LAgian Gambar SALURAN RUDI Belum Siap

Oya adi kalau perlu fileper hitungan nya ada ni

abil ndiri xa
5.Infiltrasi
Kategori: | 18 December 2006 | 9:49 am |

Deskripsi Singkat

Infiltrasi dari segi hidrologi penting, karena hal ini menandai peralihan dari air permukaan yang
bergerak cepat ke air tanah yang bergerak lambat dan air tanah. Kapasitas infiltrasi suatu tanah
dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiknya dan derajat kemampatannya, kandungan air dan permebilitas
lapisan bawah permukaan, nisbi air, dan iklim mikro tanah. Air yang berinfiltrasi pada sutu tanah
hutan karena pengaruh gravitasi dan daya tarik kapiler atau disebabkan juga oleh tekanan dari
pukulan air hujan pada permukaan tanah.

Relevansi

Dengan mempelajari proses terjadinya dan faktor yang berpengaruh dalam proses infiltrasi
terutama pada infiltrasi di bawah tegakan hutan, mahasiswa memahami berbagai fungsi penting
dari hutan sebagai salah satu media untuk meningkatkan proses masuknya air ke dalam tanah
sehingga peran hutan dalam mengendalikan aliran permukaan nampak lebih jelas. Dengan
memahami proses dan cara pengukurannya, mahasiswa dapat melakukan analisis dan mendesain
pembangunan/pengelolaan suatu kawasan hutan dengan memperhatikan peran proses infiltrasi di
dalamnya.

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa akan mengerti dan memahami proses infiltrasi, faktor-
faktor yang mempengaruhi, mampu melakukan pengukuran dan perhitungan untuk untuk analisis
hidrologi suatu kawasan.

Pengertian

Infiltrasiadalah proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Perkolasi adalah gerakan
aliran air di dalam tanah (dari zone of aeration ke zone of saturation). Infiltrasi berpengaruh
terhadap saat mulai terjadinya aliran permukaan dan juga berpengaruh terhadap laju aliran
permukaan (run off).

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Laju Infiltrasi

Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah :

1. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh.
2. Kelembaban tanah

3. Pemampatan tanah oleh curah hujan

4. Penyumbatan oleh bahan yang halus (bahan endapan)


5. Pemampatan oleh orang dan hewan

6. Struktur tanah

7. Tumbuh-tumbuhan

8. Udara yang terdapat dalam tanah

9. Topografi

10. Intensitas hujan

11. Kekasaran permukaan

12. Mutu air

13. Suhu udara

14. Adanya kerak di permukaan.

Apabila faktor-faktor di atas dipisahkan maka akan terbagi menjadi 2 faktor


pengaruh utama yaitu :
1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat
kesempatan untuk berinfiltrasi.
2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.

Penghitungan Infiltrasi Menggunakan Rumus Horton

f = fc + ( fo - fc ) e-kt

Rumus ini berlaku apabila i > f

f = infiltration capacity at any time t


fc = the value of infiltration after it reaches a constant value
fo = infiltration capacity at the start
k = a constant
t = time from the beginning of precipitation
Contoh penghitungan infiltrasi :
Infiltrasi

Deskripsi Singkat
Infiltrasi dari segi hidrologi penting, karena hal ini menandai peralihan dari air permukaan yang bergerak
cepat ke air tanah yang bergerak lambat dan air tanah. Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh
sifat-sifat fisiknya dan derajat kemampatannya, kandungan air dan permebilitas lapisan bawah
permukaan, nisbi air, dan iklim mikro tanah. Air yang berinfiltrasi pada sutu tanah hutan karena
pengaruh gravitasi dan daya tarik kapiler atau disebabkan juga oleh tekanan dari pukulan air hujan pada
permukaan tanah.

Pengertian
Infiltrasiadalah proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Perkolasi adalah gerakan aliran air
di dalam tanah (dari zone of aeration ke zone of saturation). Infiltrasi berpengaruh terhadap saat mulai
terjadinya aliran permukaan dan juga berpengaruh terhadap laju aliran permukaan (run off).

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Laju Infiltrasi


Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah :

1. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh.
2. Kelembaban tanah

3. Pemampatan tanah oleh curah hujan

4. Penyumbatan oleh bahan yang halus (bahan endapan)

5. Pemampatan oleh orang dan hewan

6. Struktur tanah

7. Tumbuh-tumbuhan

8. Udara yang terdapat dalam tanah


9. Topografi

10. Intensitas hujan

11. Kekasaran permukaan

12. Mutu air

13. Suhu udara

14. Adanya kerak di permukaan.

Apabila faktor-faktor di atas dipisahkan maka akan terbagi menjadi 2 faktor


pengaruh utama yaitu :
1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat
kesempatan untuk berinfiltrasi.
2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.

Grafik Horton

Penghitungan Infiltrasi Menggunakan Rumus Horton


f = fc + ( fo - fc ) e-kt

Rumus ini berlaku apabila i > f

f = infiltration capacity at any time t


fc = the value of infiltration after it reaches a constant value
fo = infiltration capacity at the start
k = a constant
t = time from the beginning of precipitation
Rumus Horton
 Contoh penghitungan infiltrasi :

Tabel Horton
Penjelasan Tabel Horton

http://www.scribd.com/doc/42639510/INFILTRASI-
TANAH
Selasa, 03 November 2009

INFILTRASI

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(NIMBUS_FRIENDSHIP IS NO ONE)

INFILTRASI
1. Permeabilitas Tanah
1.1 Keadaan kelembapan tanah dan cara penentuannya
Bila mana curah hujan itu mencapai permukaan tanah maka seluruh atau sebagiannya akan terabsorbsi
ke dalam tanah. Bagian yang tidak terabsorbsi akan menjadi limpasan permukaan (surface runoff).
Kapasitas curah hujan dari permukaan tanah ke dalam tanah sangat berbeda-beda yang tergantung
pada kondisi tanah di tempat bersangkutan.
Permeabilitas tanah ditentukan oleh tekstur dan struktur butir-butir tanah. Tetapi perbedaan struktur
dan tekstur menentukan juga kapasitas menahan kelembapan tanah. Oleh karenanya, maka hubungan
kelembapan tanah dan infiltrasi akan di kemukakan terlebih dahulu.
(1) Kapasitas menahan kelembapan tanah (soil moisture holding capacity)
Air di dalam tanah di tahan oleh gaya absorbsi permukaan butir-butir tanah dan tegangan antar molekul
air. Di sekeliling butir-butir tanah terdapat membran (lapisan tipis) air higroskopis yang di absorbsi
secara intensif. Makin jauh air itu dari permukaan butir tanah maka makin lemah gaya absorbsi itu. Pada
suatu jarak tertentu air itu hanya di tahan oleh tegangan antara butir-butir tanah. Air itu disebut air
kapiler. Jika air itu bertambah maka air itu akan lebih dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan akan bergerak
dalam rongga-rongga antara butir-butir tanah, ari itu disebut air gravitasi.
Gaya yang menahan pergerakan air disebut kapasitas mebahan air (waterholding capacity) dan
dinyatakan oleh gaya yang diperlukan untuk memisahkan air di dalam tanah. Kapasitas menahan air
dalam setiap keadaan dari kelembapan tanah adalah kira-kira 4,50 sampai 7 untuk air higroskopis, 2,70
sampai 4,20 untuk air kapiler dan kurang dari 2 untuk air gravitasi. Kesemuanya dinyatakan dalam harga
pF, harga pF yakni logaritma dari tekanan air h (cm) atau log 10 h. umpamanya kelembapan yang
ekivalen yang menunjukan kapasitas menahan air dari tanah adalah persentasi volume air yang masih
tertahan setelah tanah yang jenuh air itu dibebani gaya sentrifugal sebesar 1000 kali gaya gravitasi
selama 40 menit. Gaya penahan pemisah itu adalah kira-kira setengah dari tekanan udara = 500 cm. jadi
log 10 500 = 2,7 pF
(2) Cara menentukan kelembapan tanah
Banyak air yang terdapat dalam tanah dapat di tentukan dengan dua cara yaitu sebagai berikut :
Tanah di keringkan pada kira-kira 110ºC untuk waktu yang lama sehingga beratnya menjadi tetap.
Kemudian volume air yang terdapat di dalam tanah tersebut dinyatakan sebagai perbandingan antara
berat yang berkurang terhadap berat tanah yang dikeringkan. Jalan lain dengan menyatakan dalam
volume yakni dengan menghitung volume air yang terdapat dalam tanah.
Hal yang terakhir ini umumnya digunakan dalam perhitungan neraca air.
Antara kedua cara ini terdapat hubungan sebagai berikut :
• Berat air Ww = W – Ws (g)
• Kadar air W = { (W – Ws) : Ws } x 100 (%)
Laju volume air m = ( Vw / V ) x 100 (%)
= {(Vs x yw x Ws) : (Ws x V x yw)} x 100 (%)
= W x Ga (%)
• Berat jenis semu Ga = Ws : V x yw
Dimana yw : satuan berat air (yw = 1,0 gram/cm²).
(3) Beberapa harga kelembapan tanah
Banyak air di dalam tanah pada suatu keadaan tertentu, umumnya disebut tetapan kelembapan tanah
dan digunakan untuk menentukan sifat menahan air dari tanah. Dalam tetapan-tetapan kelembapan
tanah ini termasuk koeffisien layu yang menunjukan kelembapan pada titik kritis dimana tanaman
permanent akan layu, ekivalen kelembapan yang menunjukan sifat menahan air dari tanah dan lain-lain.
Tetapan kelembapan tanah yang menentukan infiltrasi adalah kapasitas menahan air.
Banyak air yang dapat di kandung oleh tanah disebut kapasitas menahan air. Ada yang maksimun dan
ada yang minimum. Kapasitas menahan air maksimum adalah kapasitas pada keadaan permukaan air
yang sangat tinggi, keadaan ini adalah keadaan menahan air dengan pF = 0 yang terdapat pada bagian
lapisan tanah yang terdekat pada permukaan air tanah.
Kapasitas menahan air yang minimum adalah banyaknya air yang tersisa (dinyatakan dalam %) dari
drainasi alamiah tanah yang jenuh air. Keadaan ini disebut kapasitas lapangan (field capacity), karena
keadaan ini adalah sama dengan keadaan (kondisi) menahan air dari tanah yang kering dengan
permukaan air tanah yang rendah sesudah mendapat curah hujan yang cukup selama 1 sampai 2 hari.
Kapasitas menahan air yang minimum adalah juga penting dalam masalah infiltrasi. Jika infiltrasi dari
curah hujan itu lebih besar dari kapasitas menahan air yang minimum, maka air itu akan terus
kepermukaan air tanah, tetapi jika infiltrasi itu lebih kecil maka air akan tertahan dalam tanah dsan tidak
akan terjadi aliran kepermukaan air tanah. Kapasitas menahan air yang minimum yang menentukan
infiltari disebut kapasitas menahan air normal. Harga pF pada kondisi kapasitas menahan air yang
minimum adalah kira-kira 1,50 sampai 1,70.

1.2 Udara dalam tanah


(1) Kondisi udara yang terdapat didalam tanah beserta komponen-komponennya.
Tanah terdiri dari butir-butir tanah yang padat dan bagian ruang yang terisi oleh udara dan air. Sebagian
dari udara larut dalam air dan diabsorbsi dalam butir-butir halus koloidal (diameter lebih kecil dari 0,001
mm). akan tetapi sebagian besar tersebar dalam bagian itu kecuali dalam ruang kapiler. Komponen-
komponen udara di dalam tanah adalah hampir sama dengan komponen-komponen udara di dalam
atmosfer dan kelembapan udaranya hampir 100%.
(2) Volume udara dalam tanah
Jika porositas dan laju volume air untuk setiap kedalaman lapisan-lapisan tanah didapt, maka kadar laju
udara dalam setiap kedalaman dapat ditemukan. Volume ini disebut kapasitas menahan udara (air
holding-capacity) dan volume udara terhadap volume keseluruhan di sebut laju menahan udara (air
holding rate). Laju menahan udara itu (Pa) biasanya dihitung sebagai berikut :
Laju menahan udara Pa = n – m (%)
Porositas n = ( Va : V ) x 100 (%)
= (1- Ga / G ) x 100 (%)
1.3 Pergerakan ari didalam tanah
(1) Bentuk kelembapan dan kecenderungan gerakan
Air yang dapat bergerak dalam tanah adalah air kapiler dan air gravitasi. Melihat cara pergerakannya, air
kapiler itu dapat di bagi dalam air kapiler yang sesungguhnya berhubungan langsung dengan air tanah
yang naik ke ruang-ruang antara butir-butir karena kapilaritas. Mengingat gaya menahan air itu dianggap
bekerja sesuai dengan tekanan maksimum air yang naik, maka dalam penyelidikan tekanan air kapiler,
gaya itu di perhitungkan sebagai tekanan kapiler atau potensial kapiler. Tinggi kenaikan air yang
disebabkan oleh tegangan kapiler adalah terbanding balik terhadap diameter pipa kapiler. Jadi makin
banyak tanah itu mengandung butir-butir yang halus, makin tinggi kenaikan air dan makin besar butir-
butir tanah makin kecil kenaikan airnya. Sebaliknya makin kecil butir-butir tanah, makin kecil kecepatan
airnya, makin besar butir-butirnya makin besar kecepatan airnya.
Infiltrasi yang di pengaruhi oleh tegangan kapiler disebut infiltrasi terbuka dan infiltrasi yang hanya di
pengaruhi oleh gravitasi umumnya disebut infiltrasi tertutup. Peresapan air dari persawahan yang air
tanahnya terletak jauh di bawah termasuk infiltrasi terbuka. Pengaliran air melalui ruang-ruang yang
besar seperti retrakan-retakan lapisan tanah sampai keair tanah termasuk infiltrasi tertutup.
(2) Hukum pergerakan air tanah
Seperti yang telah dikemukakan di atas, gerak kelembapan tanah yang tidak jenuh disebabkan oleh
selisih gaya gravitasi dan potensial kapiler. Rumus pergerakannya mempunyai bentuk yang sama seperti
pada pergerakan air tanah:
Q = kIA (cm³/jam)
Dimana :
Q : debit air yang mengalir melalui potongan melintang tanah seluas A cm².
k : koeffisien konduktif
A : jumlah gradient potensial kapiler dan gradient gravitasi.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi


2.1 Infiltrasi
Curah hujan yang mencapai permukaan tanah akan bergerak sebagai limpasan permukaan atau
infiltrasi. Hal ini tergantung dari besar kecilnya intensitas curah hujan terhadap kapasitas infiltrasi. Air
yang meninfiltrasi kedalam tanah meningkatkan kelembapan tanah atau terus keair tanah. Perbedaan
besar dari karekteristik yang berjenis-jenis dari debit sungai, tergantung dari kondisi sungai tersebut.
Kondisi daerah penglairan yang menjadi sumber aliran sungai, sangat mempengaruhi stabilitas dan
variasi debit sungai.
Jika sumber utamanya adalah limpasan permukaan, maka debit banjir sungai itu sudah tentu besar dan
debit air rendah adalah kecil. Jika daerah pengaliran itu terdiri dari daerah yang berpasir dengan
permeabilitas yang sangat tinggi dan jika tidak terdapat lapisan yang impermeabilitas diatas permukaan
air tanah, maka limpasan permukaannya adalah kecil. Sepanjang tahun dapat diharapkan suatu debit
yang agak tetap. Kapasitas yang mengabsorbsi air hujan kepermukaan air tanah dan memperlambat
aliran adalah peristiwa yang penting bagi pengertian aliran sungai. Peristiwa ini dikemukakan mula-mula
oleh Dr. R. E Horton yang telah mengusulkan teori infiltrasi. Teori ini sekarang merupakan suatu teori
yang penting untuk analisa-analisa hidrologi.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi


Proses masuknya air hujan kedalam permukaan tanah dan turun kepermukaan air tanah disebut
infiltrasi. Air yyang menginfiltrasi itu pertama-tama diabsorbsi untuk meningkatkan kelembapan tanah,
selebihnya akan turun kepermukaan air tanah dan mengalir kesamping. Laju infiltrasi maximum yang
terjadi pada suatu kondisi tertentu disebut kapasitas infiltrasi (f). berikut merupakan penjelasan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi :
(1) Dalamnya genangan air diatas permukaan air tanah dan tebalnya lapisan yang jenuh.
Air genangan dilekukan permukaan tanah masuk kedalam tanah, terutama disebabkan oleh gravitasi
yang bekerja pada air tersebut. Mengingat ruang-ruang lapisan tanah di dekat permukaan telah jebuh,
maka air itu jatuh melalui pipa-pipa halus yang panjangnya sama dengan tebal lapisan yang jenuh (l).
tekanan air yang bekerja diujung atas setiap pipa halus itu adalah sama dengan dalamnya genangan air
(D). jadi jumlah tekanan yang menyebabkan aliran adalah (D – l ). Tetapi mengingat air yang mengalir
melalui pipa-pipa halus itu menemui tahanan (gaya geser) yang sebanding dengan l, maka infiltrasi
hampir tidak berubah. Varisi l mempengaruhi gaya luar air yang jatuh dan jika besar dibandingakan
dengan D, maka tahanan air yang jatuh adalah besar. Tetapi jika l dan D sama, maka pada permukaan
curah hujan, air mudah masuk kedalam tanah karena gaya luar adalah besar jika dibandingkan dengan
tahanan itu. Inilah salah satu sebabnya mengapa pada permulaan curah hujan kapasitas infiltrasi tanah
itu (f) relative besar.
(2) Kelembapan tanah
Besarnya kelembapan tanah pada lapisan teratas sangat di pengaruhi laju infiltrasi. Potensial kapiler
bagian bawah lapisan tanah yang menjadi kering (oleh evaporasi) kurang dari kapasitas menahan air
normal akan meningkat jika lapisan teratas di basahi oleh curah hujan. Peningkatan potensial kapiler ini,
bersama-sama dengan gravitasi akan mempercepat infiltrasi.
Bila kekurangan kelembapan tanah diisi oleh infiltrasi, maka selisih potensial kapiler akan menjadi kecil.
Pada waktu yang bersamaan kapasitas infiltrasi pada permulaan curah hujan akan berkurang tiba-tiba,
yang disebabkan oleh pengembangan bagian koloidal dalam tanah. Jadi kelembapan tanah itu adalah
sebagian dari sebab pengurangan tiba-tiba dari f.
(3) Pemampatan oleh curah hujan
Gaya pukulan butir-butir hujan mengurangi kapasitas infiltrasi, karena oleh pukulan-pukulan itu butir-
butir halus di permukaan lapisan teratas akan terpencar dan masuk kedalam ruang-ruang antara,
sehingga terjadi effek pemampatan. Permukaan tanah yang terdiri dari lapisan bercampur lempung akan
sangat menjadi impermeable oleh pemampatan butir-butir hujan tersebut. Tetapi tanah pasiran tanpa
bahan-bahan yang lain tidak akan dipengaruhi oleh gaya hujan itu.
(4) Penyumbatan oleh bahan-bahan yang halus
Kadang-kadang dalam keadaan kering banyak bahan-bahan yang halus yang diendapkan diatas
permukaan tanah. Jika infiltrasi terjadi maka bahan halus akan masuk kedalam tanah bersama air itu.
Bahan-bahan ini akan mengisi ruang-ruang dalam tanah yang mengakibatkan penurunan kapasitas
infiltrasi. Hal ini merupakan juga sebuah faktor yang menurunkan f selama curah hujan.
(5) Pemampatan oleh orang dan hewan
Pada bagian laulintas orang atau kendaraan, permeabilitas tanah berkurang karena struktur butir-butir
tanah dan ruang-ruang berbentuk pipa yang halus telah dirusakkannya, contohnya ialah kebun rumput
yang banyak memelihara hewan, lapangan permainan dan jalan tanah.
(6) Struktur tanah
Lubang dalam tanah yang di gali oleh binatang-binatang yang kecil dan serangga, akar-akar tanaman
yang mati, mengakibatkan permeabilitas yang tinggi. akan tetapi mengingat jenis tanah ini sangat pekak
terhadap gaya pemampatan curah hujan maka sering kali harga f itu tiba-tiba berkurang selam curah
hujan.
(7) Tumbuh-tumbuhan
Jika permukaan tanah tertutup oleh pohon-pohon dan rumput-rumputan maka infiltrasi dapat
dipercepat. Tumbuh-tumbuhan bukan hanya melindungi permukaan tanah dari gaya pemampatan
curah hujan, tetapi juga lapisan humus yang terjadi mempercepat pengaliran-pengaliran serangga dan
lain-lain. Pada tanah yang tercampur lempung yang tidak tertutupi oleh tumbuh-tumbuhan, lapisan
teratas akan termampatkan oleh curah hujan, penyumbatan dengan bahan-bahan halus. Tetapi jika
tanah itu ditutupi oleh lapisan daun-daunan yang jatuh, maka lapisan itu akan mengembang dan akan
menjadi sangat permeable. Kapasitas infiltrasi adalah beberapa kali lebih besar dari pada effek jenis
tanah.
(8) Udara yang terdapat di dalam tanah
Pada tanah yang sangat datar, infiltrasi yang terjadi dengan kecepatan yang sama akan diperlambat oleh
udara yang tertekan, karena air yang masuk membentuk sebuah bidang datar yang menghalang-halangi
udara keluar. Umpamanya permukaan tanah dan permukaan air itu sejajar dan air yang masuk
membentuk sebuah bidang yang sama tebal, maka dalamnya (d) yang dapat di capai oleh bidang
infiltrasi dari permukaan tanah, dapat ditentukan oleh rumus sebagai berikkut :
• p = pa + ywd
• paD = p (D – d)
Dari kedua rumus tersebut di dapat : d = D – pa /yw = D – 1.034
Dimana :
P : tekanan udara dalam tanah (kg/cm²)
Pa : tekanan atmosfer Pa = 1,034 (kg/cm²)
Yw : satuan berat air = 10 ³ (kg/cm²)
d : dalam yang dapat dicapai oleh bidang infiltrasi (cm)
D : dalam kepermukaan air tanah (Cm)
(9) lain-lain
Besar kapasitas infiltrasi ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas secara bersama-sama. Beberapa
faktor diantaranya mengakibatkan perbedaan kapasitas infiltrasi dari tempat ke tempat dan faktor-
faktor yang lain mengakibatkan variasi infiltrasi menurut waktu. Faktor tumbuh-tumbuhan
mempengaruhi variasi infiltrasi menurut tempat dan waktu. Disamping faktor-faktor di sebut diatas,
maka pengurangan kelembapa tanah oleh transpirasi oleh tumbuh-tumbuhan, variasi kekentalan air
dalam ruang-ruang tanah akibat suhu tanah, effek pembekuan (didaerah dingin) dan lain-lain adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi.

2.3 variasi tahunan dan variasi musiman dari kapasitas infiltrasi


Kapasitas infiltrasi disuatu daerah pengaliran mempunyai variasi tahunan yang tergantung dari variasi
pennggunaan lahan (land usei), variasi dari karakteristik dari tumbuh-tumbuhan dari tahun ketahun dan
lain-lain. Variasi-variasi ini biasanya sangat lambat sehingga pengaruhnya hanya akan dapat di ketahui
setelah beberapa tahun. Namun demikian kapasitas infiltrasi itu dapat berubah banyak oleh perubahan
tiba-tiba dari cara penggunaan tanah seperti penebangan hutan dan pembukaan tanah secara luas
dalam daerah pengaliran.

3. Kapasitas infiltrasi dan limpasan permukaan (Surface Runoff)


3.1 Cara terjadinya limpasan permukaan
Untuk mempelajari limpasan curah hujan, maka yang perlu diperhatikan adalah hujan permulaan (initial
rain), interval pemberian netto, (net supply interval, dan curah hujan sisa yang diklasifikasi sesuai
keadaan curahnya.
(1) Hujan permulaa (initial rain).
Hujan permulaan adalah curah hujan sebelum terjadi limpasan permukaan. Proses curahnya adalah
sebagai berikut :
Hujan permulaan biasanya di bagi dalam bagian yang tidak dapat mencapai permukaan tanah karena di
haling-halangi oleh tumbuh-tumbuhan, gedung-gedung dan lain-lain. Bagian yang diabsorbsi dalam
tanah setelah tiba dipermukaan tanah dan bagian yang mengalir kebagian lekukan dan mengisinya
sampai penuh. Bagian pertama yang tidak mencapai permukaan tanah disebut curah hujan intersepsi
sedikit jika dibandingkan dengan jumlah curah hujan itu. Bagian itu biasanya tidak diperhatikan kecuali
untuk penyelidikan hujan ringan (light-rain).
Bagian kedua yang meresap kedalam tanah (dari bagiab curah hujan yang tiba dipermukaan tanah)
disebut infiltrasi. Bagian ini berubah-ubah tergantung dari intensitas curah hujan hingga mencapai
kapasitas infiltrasi. Bagian terakhir disebut dengan tampungan depresi (depression storage) yang
tergantung dari bentuk, volume dan banyaknya lekukan di permukaan tanah. Curah hujan yang
tertampung ini akhirnya menguap, diabsorbsi oleh tumbuh-tumbuhan atau infiltrasi kedalam tanah. Jadi
hujan permulaan ini tidak menjadi limpasan permukaan sehingga tidak termasuk dalam keseluruhan
limpasan permukaan.
(2) Hujan sisa (residual rain)
Bagian akhir curah hujan yang intensitasnya kurang dari kapasitas infiltrasi disebut hujan sisa. Bagian
yang terbesar dari bagian ini tidak mengalir diatas permukaan tanah, tetapi menginfiltrasi kedalam
tanah.
Infiltrasi yang terjadi setelah selang pemberian netto tersebut dibawah ini beserta infiltrasi hujan sisa
disebut ininfiltrasi sisa (residual infiltrasion). Jadi infiltrasi sisa ini terdiri dari infiltrasi genangan
permukaan yang terjadi di permukaan tanah sesudah sesudah selang pemberian netto berakhir dan
infiltrasi hujan sisa.
(3) Interval pemberian netto (net supply interval)
Interval pemberian netto ini terletak di tengah-tengah antara hujan permulaan dan hujan sisa. Hal ini
terjadi bilamana intensitas curah hujan yang melebihi kapasitas infiltrasi berlangsung sesudah
tampungan dalam lekukan-lekukan itu penuh. Pada ketika itu, selisih antara curah hujan dan kapasitas
infiltrasi (I – f) menjadi curah hujan lebih (excess-rainfall = re ) yang megalir diatas permukaan tanah.
Akan tetapi sebagian curah hujan lebih tetap tinggal di atas permukaan tanah sebagai bagian yang
meningkatkan dalamnya luapan sesudah pengisian lekukan-lekukan dan merupakan variable (ΔS) dari
detensi permukaan (sueface detension). Curah hujan lebih adalah jumlah dari variabel (ΔS) dan limpasan
permukaan (qs) : ΔS + qs.
Proses limpasan permukaan biasanya adalah sebagai berikut :
1. Pada bagian akhir hujan permulaan, air yang mengisi lekukan-lekukan menambah dalamnya luapan
dan mulai menguap
2. Air lupan ini lambat laun bertambah besar, mempersatukan aliran-aliran yang kecil dan mengalir
kepermukaan tanah kesungai. Aliran pada tingkaran ini disebut aliran perlimpahan permukaan
(overlandflowi).
3. Air yang mencapai sungai itu mengalir kehilir, mempersatukan aliran-aliran dari samping. Air ini
disebut limpasan permukaan.
Rumus menghitung hujan lebih (Re ) :
Re = Qs + (Rr – Fr ). Dimana Rr : banyak curah hujan sisa dan Fr : banyak infiltrasi sisa.

3.2 Pemanfaatan kurva infiltrasi


Untuk menentukan bentuk kurva infiltrasi maka harus diketahui hal-hal sebagai berikut :
1. Berapa besar kapasitas infiltrasi tanah pada permulaan curah hujan.
2. Bagaimana variasi kurva kapasitas infiltrasi itu selama perioda curah hujan, jika intensitas curah hujan
kurang dari kapasitas infiltrasi.
3. Berapa besar kapasitas infiltrasi berubah selama curah hujan itu berhenti.
4. Bagaimana variasi musiman dari kapasitas infiltrasi.
5. Berapa besar perkiraan yang diperlukan untuk detensi permukaan.
Untuk 1 dan 3 harus diadakan terlebih dahulu pemeriksaan dengan uji (test) kapasitas infiltrasi didaerah
yang bersangkutan. Penyelidikan untuk 4 harus di laksanakan sesuai dengan data dan fakta yang ada,
dan 5 harus di perkirakan dari data yang diperoleh dari daerah yang bersangkutan.

4. Penentuan kapasitas infiltrasi


4.1 Cara untuk menentukan kapasitas infiltrasi
Untuk penentuan kapasitas infiltrasi dapat digunakan cara dengan menggunakan alat ukur infiltrasi dan
cara dengan menggunakan analisa dari hidrograf. Cara yang pertama adalah cara mengukur laju
infiltrasi. Air dituangkan dalam satu bidang pengujian yang kecil dengan menggunakan alat ukur
infiltrasi. Cara ini hanya cocok untuk pengujian perbandingan yang dilaksanakan dengan membatasi
beberapa buah faktor yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi.
Cara kedua adalah dengan cara menganalisa hidrograf dari limpasan yang disebabkan oleh curah hujan.
Jadi ketelitian untuk menentukan limpasan curah hujan dari suatu daerah pengaliran yang bersangkutan
adalah sangat bermanfaat.
(1) Alat ukur infiltrasi
Alat ukur infiltrasi yang sebanyak itu dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu :
1. Jenis permukaan air tetap
2. Jenis siraman buatan (artificial springkling type)
Alat ukur jenis infiltrasi pertama disebut alat ukur infiltrasi silinder. Kebanyakan alat itu dibuat dari dua
buah lingkaran dengan titik tengah yang sama, dengan diameter 23 sampai 91 cm. Ujung bawah alat itu
dimasukan kedalam tanah kira-kira sedalam 10 cm dari permukaan tanah. Air ditungkan kedalam kedua
lingkaran itu dengan kedalaman yang tetap. Lingkaran luar digunakan untuk mencegah peresapan keluar
dari air dalam lingkaran tengah setelah meresap kedalam tanah.
Alat jenis yang kedua telah dibuat untuk menyingkirkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki alat jenis
pertama. Kebanyakan alat jenis kedua ini dapat melakukan siraman buatan dengan intensitas merata
yang lebih tinggi dari kapasitas infiltrasi. Luas bidang yang disiram biasanya antara 0, 10 sampai 40².
Setelah limpasan permukaan yang terjadi itu diukur, maka kurva f dapat ditentukan. Alat ukur infiltrasi
digunakan terutama untuk mengetahui effek relative perubahan karekteristik daerah pengaliran seperti
penggungaan tanah dan lain-lain
(2) Analisa dari hidrograf
Jika terdapat data yang diteliti mengenai variasi intensitas curah hujan dan data yang kontinu dari
limpasan yang terjadi, maka kapasitas infiltrasi dapat di peroleh dengan ketelitian yang cukup tinggi.
Dengan kapasitas infiltrasi yang diperoleh ini, maka hidrograf yang disebabkan oleh suatu curah hujan
yang terjadi pada lokasi yang sama dalam daerah pengaliran itu dapat di tentukan dengan ketelitian
yang baik. Namun demikian, mengingat dalam suatu daerah pengaliran yang besar setiap saat terjadi
perubahan perlambatan (retardation) sampai curah hujan lebih yang menjadi limpasan permukaan
mencapai puncaknya pada ujung hilir daerah aliran itu, maka untuk curah hujan yang besar variasi
kapasitas infiltrasi tidak mungkin ditentukan dengan teliti.

4.2 Penentuan kurva f dalam suatu daerah aliran yang kecil


Jika curah hujan lebat terjadi di suatu daerah, maka infiltrasi akan berlangsung di seluruh daerah dalam
bentuk kapasitas infiltrasi sampai curah hujan lebih itu sendiri. Setelah curah hujan lebih berhenti, maka
luas daerah infiltrasi berlahan-lahan berkurang mulai dari bagian tepi kebagian sungai. Dr. R. E Horton
memperkirakan bahwa lamanya infiltrasi sisa di seluruh daerah adalah sama dengan sepertiga dari
waktu antara berhentinya curah hujan lebih sampai limpasan permukaan itu berhenti.
Untuk daerah pengaliran yang besar lamanya infiltrasi sisa itu dapat diabaikan jika dibandingkan dengan
lamanya curah hujan lebih. Jadi luas kurva fa, dapat dianggap sama dengan limpasan permukaan.
Menurut asumsi ini banyaknya curah hujan lebih itu dapat dihitung dengan menggunakan beberapa
harga fa yang sesuai dengan kenaikan permukaan air. Bilamana harga ini menjadi sama dengan limpasan
permukaan yang didapat dari hidrograf, maka harga fa ini ditentukan sebagai kapasitas infiltrasi rata-
rata.

4.3 cara penentuan kapasitas infiltrasi dalam daerah pengaliran yang besar
Kapasitas infiltrasi rata-rata fa dalam suatu daerah pengaliran yang besar, tidak merata diseluruh
daerah. Dr. R. E Horton menyarankan cara perhitungan sebagai berikut :
Cara perhitungan ini menurut tersedianya data curah hujan dalam daerah pengaliran dengan sekurang-
kurangnya terdapat satu data yang diukur oleh alat ukur otomatis. Selanjutnya untuk mendapatkan hasil
perhitungan dengan ketelitian yang memuaskan, maka harus dipenuhi kedua asumsi kondisi seperti
berikut :
1. Cara jatuhnya hujan didalam dan disekeliling daerah pengaliran dari hujan lebat yang mengakibatkan
banjir harus sama.
2. Limpasan permukaan adalah hampir sama dengan curah hujan dikkurangi dengan banyaknya infiltrasi
selama curah hujan lebih.
Jadi pengambilan hujan dengan daerah distribusi yang sangat berbeda-beda seperti curah hujan
konvektif dan jenis curah hujan frontal yang bergerak dengan cepat adalah tidak cocok. Cara penentuan
kapasitas infiltrasi itu akan diterangkan menurut aturan sebagai berikut :
(1) Persiapan perhitungan
a. Pemilihan stasiun-stasiun pengamatan yang mempunyai data yang baik : stasiun pengamatan yang
mempunyai data yang baik, harus dipilih dengan cara Thiessen dari stasiun pengamatan di dalam dan
disekeliling daerah pengaliran. Stasiun pengamatan dengan alat ukur hujan otomatis digunakan sebagai
stasiun dasar dan stasiun yang hanya mempunyai data curah hujan harian digunakan sebagai stasiun
pembantu.
b. Penyesuaian data curah hujan harian : jika data setiap stasiun pengamatan itu tidak diambil pada
batas hari yang bersamaan, maka data itu harus disesuaikan dengan mengambil batas hari yang sama.
c. Perhitungan harga pendekatan dari kapasitas infiltrasi rata-rata : harga pendekatan dari kapasitas
infiltrasi rata-rata adalah jumlah curah hujan pada stasiun pengamatan dasar dikurangi jumlah limpasan
permukaan dibagi lamanya curah hujan pada stasiun pengamatan itu. Untuk hujan yang tidak lebat,
bagian permukaan dan akhir lamanya curah hujan itu diabaikan.
(2) Prosedur perhitungan
1. Tentukan curah hujan perjam dari data curah hujan stasiun pengamatan dasar dan dihitung lajunya
terhadap keseluruhan curah hujan.
2. Curah hujan ini ditentukan sebagai hujan yang dapat terjadi diseluruh daerah aliran yang
bersangkutan. Hitung curah hujan perjam yang terjadi dengan asumsi bahwa hujan ini mempunyai sifat
yang sama dengan hujan lebat yang dicatat oleh alat ukur hujan otomatis. Curah hujan yang
diperkirakan disarankan dipilih sebagai bilangan bulat.
3. Banyaknya curah hujan lebih dari curah hujan yang diperkirakan dengan dihitung dengan berubah-
rubah kapasitas infiltrasi itu dari tahap yang satu ketahap yang lain.
4. Cantumkan grafik banyaknya curah hujan lebih dari setiap kapasitas infiltrasi terhadap curah hujan
total terhadap system koordinat dengan banyaknya curah hujan lebih sebagai ordinat dan curah hujan
total sebagai absis.
5. Ulanglah prosedur 2 sampai 4 dengan asumsi curah hujan yang lain.
6. Hitunglah setiap titik yang tercantum dalam prosedur 5, sehingga didapat kurva curah hujan lebih
terhadap curah hujan total pada setiap keadaaan kapasitas infiltrasi.
7. Hitunglah dengan menggunakan kurva pada prosedur 6 banyaknya curah hujan lebih terhadap
kapasitas infiltrasi sembarangan dari curah hujan total pada sub stasiun pengamatan.
8. Harga rata-rata curah hujan lebih yang didapat pada prosedur 7 sesuai dengan kapasitas infiltrasi itu
dicantumkan dan di hubungkan, sehingga memperoleh kurva kapasitas infiltrasi terhadap curah hujan
lebih.
9. Kapasitas infiltrasi yang sesuai dengan jumlah limpasan permukaan (curah hujan lebih) dalam
perhitungan 1 dan 3 dirubah dan ditentukan oleh grafik yang dibuat pada prosedur 8.
Jika berat curah hujan lebih pada setiap stasiun pengamatan di perhitungkan dengan cara Thiessen,
maka ketelitiannya akan sangat meningkat. Akan tetapi pemberian berat pada setiap stasiun adalah
tidak perlu, kecuali hanya terdapat sedikit sekali data curah hujan atau distribusi curah hujan di daerah
pengaliran itu sangat tidak merata.

disusun oleh :

1. Pancariani (2007 133 316)


2. Eka sang Putri (ariani 2007 133 317)
3. M.Khadafi (2007 133 318)
4. Novita Sari (2007 133 319)
5. Sri mulyati (2007 133 320)
6. Yuni minarti (2007 133 321)
7. Vivin Novarina (2007 133 322)
8. Santri Yama (2007 133 323)
9. Farella Dwi Satria (2007 133 324)
10. Ari Kristofer (2007 133 325)

DAFTAR PUSTAKA : Sosrodarsono, Suyono. 1976. Hidrologi untuk pengairan. Jakarta:PT. Pradnya
Paramita

Sikunir merupakan sebuah Gunung yang teletak di Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo. Tepatnya disebelah selatan Telaga Cebong, Sembungan. Perjalanan menuju Gunung Sikunir
dapat ditempuh dari Dieng - Sembungan, dan kearah selatan dari Telaga Cebong. untuk mencapai
puncak Gunung Sikunir dibutuhkan waktu sekitar 2 jam, jika berjalan kaki dari Dieng.
Gunung Sikunir memiliki kelebihan panorama alam yang begitu menawan, dengan double sunrisenya
dan bayangan Gunung Sindoro. Sunrise yang nampak berbeda dengan Golden Sunrise di Gardu Pandang
Tieng, melainkan pola cahaya yang membentuk sebuah bayangan diantara Gunung Sindoro, Sumbing,
Merbabu dan Merapi.

You might also like