You are on page 1of 6

Teori Jean Piaget

Piaget memandang anak sebagai partisipan aktif di dalam proses


perkembangan ketimbang sebagai resipien aktif perkembangan biologis atau stimulasi
eksternal. Jelasnya, piaget yakin bahwa anak harus dipandang seperti seorang
ilmuwan yang sedang mencari jawaban yang melakukan eksperimen terhadap dunia
untuk melihat melihat apa yang terjadi (“Seperti apa rasanya menggigit kuping
beruang Teddy ini?” “Apa yang terjadi jika saya mendorong piring inikeluar dari
meja?”).
Hasil dari eksperimen miniatur itu menyebabkan anak menyusun “teori”
Piaget menyebutnya skemata (atau tunggal, skema) tentang bagaimana dunia fisik
dan sosial beroperasi. Saat menemukan benda atau peristiwa baru, anak berupaya
untuk memahaminya berdasarkan skema yang telah dimilikinya. (Piaget menyebut hal
ini proses asimilasi; upaya anak untuk mengasimilasikan peristiwa baru kedalam
skema yang telah ada sebelumnya). Jika skema lama tidak adekuat untuk
mengakomodasi peristiwa baru, maka anak seperti layaknya seorang ilmuwan yang
baik memosifikasi skema dan dengan demikian memperluas teorinya tentang dunia.
(Piaget menyebut proses revisi skema ini sebagai akomodasi). (Piaget & Inhelder,
1969).
Piaget juga berbeda dari ahli psikologi lain pada awal abad ini dalam
metodologi eksperimentalnya. Tugas pertama Piaget sebagai mahasiswa pascasarjana
dalam psikologi adalah sebagai penguji intelegensia untuk Alferd Binet, pengembanh
tes IQ pertama. Tetapi Piaget merasa lebih tertarik terhadap jawaban salah anak-anak
ketimbang pada skor tes kecerdasan mereka. Mengapa anak membuat kesalahan itu?
Apa yang membedakan penalaran mereka dari penalaran orang dewasa? Ia mulai
mengobservasi ketiga anak kandungnya sendiri saat mereka bermain, sambil
seringkali mengajukan kepada mereka masalah ilmu pengetahuan dan moral
sederhana dan meminta mereka menjelaskan bagaimana mereka mendapatkan
jawaban itu. Metoda observasi dan wawancara klinis informal ini terhadap sejumlah
kecil anak sangat aneh bagi ahli psikologi Amerika yang berorientasi kepada
eksperimen pada masa itu. Mereka mulai mengkritik pendekatan Piaget sebagai tidak
ilmiah, dan hanya secara perlahan lahan mereka mulai menghargai kepentingan
penenlitian Piaget.
Kita menekankan ciri utama kontribusi Piaget di sini bahkan ahli psikologi
yang percaya bahwa Piaget melakukan kesalahan dalam banyak ciri perkembangan
kognitifnya menerima gambaran umumnya tentang anak sebagai organisme yang aktif
dan terus mencari informasi dan sependapat dengan penekanan Piaget pada interaksi
antara maturasi biologis dan lingkungan. Demikian pula, banyak ahli psikologi
perkembangan kontemporer menggunakan metoda empiris yang sangat
mencerminkan pengaruh Piaget.
Berdasarkan observasinya, Piaget menjadi yakin bahwa kemampuan berpikir
dan bernalar anak berkembang melalui sejumlah stadium yang berbeda secara
kualitatif bersamaan dengan kematangan mereka. Ia membagi perkembangan kognitif
menjadi empat stadium utama dan sejumlah substadium didalam masing-masingnya.
Keempat stadium utama dan ciri utamanya dituliskandalam Tabel 3-1.

TABEL 3-1
Stadium perkembangan kognitif menurut Piaget
Usia yang diberikan adalah rata-rata. Usia cukup bervariasi tergantung pada intelegensia, latar
belakang kultur, dan faktor sosioekonomi, tetapi urutan perkembangan sama untuk semua anak.
Piaget telah menggambarkan fase-fase yang lebih terperinci di dalam tiap stadium; hanya
karakterisai yang sangat umum dari tiap stadium yang diberikan disini.

STADIUM KARAKTERISASI

1. Sensorimotorik Diferensiasi self (diri) dari objek


(lahir – 2 tahun) Mengenali self sebagai perilaku suatu tindakan
dan mulai bertindak dengan sengaja: misal-
nya, menarik tali mobil atau mengoyang-
goyangkan mainan untuk menghasilkan
bunyi.
Mencapai kepermanenan objek: menyadari
bahwa benda-benda terus ada walaupun
tidak lagi tertangkapoleh indra.

2. Praoperasional Belajar menggunakan bahasa untuk


(2 – 7 tahun) merepresentasikan objek dengan citra dan
kata-kata.
Pemikiran masih egosentrik: mengalami
kesulitan dalam memandang dari sudut
pandang orang lain
Mengklasifikasikan objek dengan ciri tunggal:
sebagai contohnya, mengelompokkan
semua balok merah tanpa memandang
bentuknya atau semua balok persegi tanpa
memandang warnanya.

3. Operasional konkret Dapat berpikir secara logis tentang objek dan


(7 – 11 tahun) peristiwa
Mencapai konservasi angka (usia 6), kelompok
(usia 7), dan bobot (usia 9)
Mengklasifikasikan objek menurut beberapa
ciri dan dapat mengurutkan secara serial
mengikuti dimensi tunggal, seperti ukuran.

4. Operasional formal Dapat berpikir secara logis tentang masalah


(11 tahun dan lebih) abstrak dan menguji hipotesis secara sistematik
Memperhatikan masalah hipotetik, masa depan
dan ideologis.
STADIUM SENSORIMOTORIK. Dengan memperhatikan saling keterkaitan erat
antara aktivitas motorik dan persepsi pada bayi, Piaget menamakan 2 tahun pertama
kehidupan sebagai stadium sensorimotorik. Selama periode 1
ini, bayi sibuk menemukan hubungan antara tindakan merekan dan konsekuensi dari
tindakan itu. Mereka menemukan hubungan antara tindakan itu. Mereka menemukan,
misalnya, berapa jauh mereka harus meraih untuk mengambil suatu benda, apa yang
terjadi jika mereka mendorong piring makanan keluar dari meja, dan apakah tangan
mereka adalah bagian dari tubuh dan pinggir bukan pinggir keranjang tidur. Melalui
“eksperimen” yang tak terhitung banyaknya, bayi mulai membentuk konsep diri
mereka sebagai terpisah dari dunia luar.
Penemuan penting dalam stadium ini adalah permanensi objek (kepermanenan
objek), suatu kesadaran bahwa objek terus menerus ada walaupun tidak tertangkap
oleh indra. Jika sebuah kain diletakkan di atas mainan yang akan diraih oleh bayi usia
8 bulan, bayi segera berhenti dan tampaknya kehilangan minat. Bayi nampaknya tidak
terkejut atau marah, mainan itu telah hilang.
Sebaliknya, seorang bayi berusia 10 bulan akan secara aktif mencari objek
yang disembunyikan di bawah kain atau di balik sebuah tabir. Bayi yang lebih tua
tampaknya menyadari bahwa benda itu tetap ada walaupun tidak terlihat dan dengan
demikian telah mendapatkan konsep kepermanenan objek. Ini menyatakan bahwa
bayi memiliki representasi mental tentang benda yang hilang. Tetapi pada usia ini
pun, pencarian masih terbatas. Jika bayi berulang kali menemukan mainan yang
tersembunyi di suatu tempat, ia akan terus mencarinya di tempat tersebut walaupun
melihat bendaa itu dipindahkan ke lokasi baru. Bayi mengulangi tindakan yang
memunculkan benda di tempat awal ketimbang mencarinya di tempat terakhir dilihat.
Tidak sampai usia 1 tahun anak akan secara konsisiten mencari suatu objek di tempat
di mana terakhir kali terlihat menghilang, tanpa memandang apa yang terjadi pada
upaya sebelumnya.

STADIUM PRAOPERASIONAL. Pada sekitar usia 1½ sampai 2 tahun,


anak menggunakan bahasa. Kata, sebagai simbol, dapat mewakili benda atau
kelompok benda, dan satu benda dapat menjadi simbol benda lain. Jadi dalam
permainan seorang anak berusia 3 tahun mungkin memperlakukan tongkat sebagai

1
Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi (Batam: Interaksara), hal 145-146
kuda dan menungganginya dan berlari-lari di sekeliling rumah; sebuah kotak kayu
bisa menjadi mobil; sebuah boneka menjadi ayah dan boneka lain menjadi anak.
Walaupun anak usia 3 dan 4 tahun dapat berpikir dalam pengertian simbolok,
kata-kata dan bayangannya masih belum terorganisasi secara logis. Piaget menyebut
stadium perkembangan kognitif antara usia 2 sampai 7 tahun sebagai praoperasional,
karena anak masih belum memahami aturan atau operasi tertentu. Suatu operasi
adalah kebiasaan mental untuk memisahkan, mengkombinasikan, dan
mentransformasikan informasi secara mental dan logis. Sebagai contohnya, jika air
dituang dari gelas yang tinggi dan sempit kegelas yang pendek dan lebar, orang
dewasa tahu bahwa jumlah air tidak berkurang karena mereka membalikkan
transformasi di pikiran mereka; mereka dapat membayangkan menuangkan air
kembali dari gelas pendek ke gelas tinggi, dengan demikian dapat kembali ke keadaan
awal. Dalam stadium praoperatif perkembangan kognitif, pemahaman anak tentang
reversibilitas dan operasi mental lain masih belum atau lemah. Sebgai akibatnya,
menurut Piaget, anak praoperasional masih belum mendapatkan konservasi. Mereka
gagal mengerti bahwa jumlah air tetap dipertahankan walaupun dituang dari gelas
tinggi ke gelas pendek.
Tidak adanya konservasi ini juga diilustrasikan dariprosedur dimana anak
mendapatkan tanah liat untuk membuat dua buah bola yang sama dari bahan yang
sama. Setelah melakukan hal ini, anak menyatakan kedua bola itu sebagai “sama”.
Kemudian, dengan meninggalkan satu bola sebagai referensi, peneliti mengubah
bentuk bola satunya menjadi bentuk lonjong sambil anak terus mengawasi. Anak
dapat dengan jelas melihat bahwa tidak ada tanah liat, yang diambil atau
ditambahkan. Dalam situasi ini, anak sekitar 4 tahun mengatakan bahwa kedua benda
itu tidak lagi mengandung jumlah tanah liat yang sama: “ Yang lebih panjang
mengandung tanah liat yang lebih banyak”. Tidak sampai usia 7 tahun sebagian besar
anak mengatakan bahwa banyaknya tanah liat dalam benda yang lebih panjang adlah
sama dengan jumlah tanah liat dalam bola referensi.
Piaget yakin bahwa ciri utama medium praoperasional bahwa anak tidak
mampu memusatkan perhatian pada lebih dari satu aspek situasi pada suatu waktu.
Jadi, dalam tugas konservasi tanah liat, anak praoperasional tidak memperhatikan
pada panjang dan ketebalan bola tanah liat secara serentak. Demikian pula, Piaget
yakin bahwa pemikiran operasioanal didominasi oleh kesan visual. Perubahan
penampilan visual tanah liat lebih mempengaruhi anak praoperasional dibandingkan
kualitas yang kurang jelas namun lebih penting, seperti massa atau berat.
Kecenderungan mengandalkan kesan visual pada anak kecil diperjelas oleh
eksperimen tentang konservasi jumlah. Jika dua deret biji dam dengan jumlah yang
sama yang dibariskan, anak kecil akan mengatakan secara tepat bahwa kedua baris itu
memiliki jumlah biji dan yang sama. Jika biji dan disalah satu baris diubah
susunannya menjadi bergerombol, anak 5 tahun mengatakan bahwa sekarang lebih
banyak biji dam di baris yang lurusbwalaupun tidak ada dam yang diambil. Kesan
visual barisan panjang biji dam mengalahkan kesamaan (ekualitas) numerik yang
tampak jelas jika biji dam disusun dalam barisan yang bersesuaian. Sebaliknya, anak
usia 7 tahun dapat menganggap bahwa jika jumlah benda sama seperti sebelumnya,
pasti sekarang akan tetap sama. Pada usia tersebut, ekualitas numerik menjadi lebih
penting dibandingkan kesan visual.2

STADIUM OPERASIONAL. Antara usia 7 dan 12 tahun, anak menguasai


berbagai konsep konservasi dari mulai melakukan manipulasi logika lain lagi. Mereka
dapat menyusun benda-benda berdasarkan dimensi, seperti tinggi atau berat. Mereka
juga dapat melakukan representasi mental sejumlah tindakan. Anak lima tahun dapat
menemukan jalan kerumah kawannya tetapi tidak dapat menceritakan kepada anda
bagaimana cara sampai kerumah kawannya itu atau tidak dapat menelusuri jalan
dengan pensil dan kertas. Mereka dapat menemukan jalan karena mereka tahu bahwa
mereka harus belok di tempat tertentu, tetapi mereka tidak dapat menemukan
gambaran keseluruhan tentang rute jalnnya. Piaget menyebut periode ini sebagai
stadium operasional konkret: walaupun anak menggunakan istilah yang abstrak,
mereka melakukannya berkaitan dengan objek yang konkret artinya, objek dengan
mereka memiliki akses sensorik langsung.
Pada usia sekitar 11 atau 12 tahun anak sampai pada model pemikiran dewasa,
menjadi mampu memberikan penalaran dalam pengertian yang benar-benar simbolik.
Piaget menyebut stadium ini sebagai stadium operasional formal. Di dalam salah
satu tes untuk pemikiran operasional formal, anak mencoba menemukan apa yang
menentukan jumlah waktu yang diperlukan oleh pendulum untuk bergerak maju dan
mundur (periode osilasinya). Anak diberikan benang yang diikat pada tiang

2
Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi (Batam: Interaksara), hal 147-150
penyangga dann beberapa bola pendulum dengan berat berbeda-beda yang dapat
diikatkan pada ujung bebas benang.
Anak dapat mengubah-ubah panjang benang, mengubah berat bola pendulum,
dan kemudian mengubah ketinggian dari mana bola pendulum dilepaskan.
Berbeda dengan anak yang masih dalam stadium operasional konkret, yang
bereksperimen dengan mengubah beberapa variabel, tetapi tidak dalam cara yang
sistematik. Orang dewasa dengan kemampuan rata-rata akan menentukan sejumlah
hipotesis dan melakukan tes secara sistematik. Alasan mereka adalah jika variabel
(berat bola) tertentu mempengaruhi periode osilasi, efek ini akan tampak hanya jika
mereka mengubah satu variabel dan mempertahankan variabel lain tetap. Jika variabel
ini tampaknya tidak memiliki pengaruh pada waktu ayun, mereka menyingkirkannya
dan mencoba variabel lain. Dengan mempertimbangkan semua kemungkinan mencari
konsekuensi tiap hipotesis dan menegakkan atau menyangkal konsekuensi tersebut
inilah yang dinamakan oleh Piaget sebagai pemikiran operasional formal.
Awal stadium operasional formal juga timbul bersamaan dengan stadium
keempat dan terakhir pada pemahaman anak tentang peraturan moral. Anak kecil
menunjukkan minatnya dalam membuat peraturan bahkan untuk menghadapi situasi
yang belum pernah mereka jumpai. Stadium ini ditandai oleh model ideologis
penalaran moral, yang menjawab masalah sosial yang lebih luas ketimbang hanya
situasi personal dan interpersonal.3

3
Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi (Batam: Interaksara), hal 153-154

You might also like