Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus et al, 1994).
2. KLASIFIKASI LUKA
Luka tetutup
Luka tanpa robekan Bagian tubuh yang terpukul Luka dapat menjadi
pada kulit oleh benda tumpul, predisposisi seseorang
terpelintir, keseleo, daya untuk mengalami
deselerasi kea rah tubuh perdarahan internal.
(fraktur tulang, robekan Fungsi tubuh yang terkena
pada organ dalam) akan mengalami
penurunan
Luka akut Trauma akibat benda tajam Luka biasanya mudah
Luka yang dibersihakan dan
mengalami proses diperbaiki, tepi luka bersih
penyembuhan, yang dan utuh.
terjadi akibat proses
perbaikan integritas
fungsi dan anatomi
secara terus –
menerus, sesuai
dengan tahap dan
waktu yang normal.
PENYEBAB
Disengaja
Luka akibat terapi Akibat insisi bedah, Insisi biasanya dilakukan
tususkan jarum ke bagian dengan tehknik aseptic
tubuh. untuk meminimalkan
peluang terjadinya infeksi.
Tepi luka biasanya licin
dan bersih.
Kecelakaan tidak
disengaja
Luka yang terjadi Cidera traumatik (luka Luka terjadi pada kondisi
tanpa diharapkan akiibat pisau, luka bakar) yang tidak steril, tepi luka
sering kali tidak beraturan
TINGKAT KEPARAHAN
Permukaan
Luka hanya mengenal Akibat gesekan pada Robekan menimbulakn
lapisan epidermis permukaan kulit (abrasi, resiko infeksi. Luka tidak
luka bakar tingkat 1, luka mengenal jaringan dan
cukur) organ dibawahnya, suplai
darah lancar
Penetrasi
Luka yang Benda asing atau alat yang Beresiko tinggi
Perforasi
Luka penetrasi akibat Benda asing atau alat yang Resiko tinggi infeksi. Sifat
dan kelar dari organ sengaja (luka tembak, luka (paru, gangguan
KEBERSIHAN
Luka bersih Luka bedah tertutup yang Resiko terkena infeksi
Luka tidak tidak mengenai saluran GI, rendah
mengandung pernapasan, genital, saluran
organism patogen kemih yang tidak terinfeksi
atau rongga orofaring
mengandung
mikroorganisme.
KUALITAS DESKRIPTIF
Laserasi Cedera traumatik yang berat Luka biasanya akibat
Jaringan tubuh robek (luka akibat pisau, benda yang
dengan sisi yang kecelakaan kerja akibat terkontaminasi. Kedalam
tidak beraturan. mesin, jaringan tubuh yang luka menentukan
terpotong oleh pecahan komplikasi lain.
gelas)
Abrasi Luka akibat jatuh (pada lutut Luka terasa nyeri karena
NUTRISI
Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi
penyembuhan luka bargantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitaminA dan
C) dan mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam
amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk
mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada
penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis
kolagen (zink), dan menyatukan serat – serat kolagen (tembaga).
Terapi nutrisi sangat penting untuk klien yang lemah akibat penyakit. Klien yang
menjalani operasi dan diberikan nutrisi yang baik masih tetap membutuhkan sedikitnya
1500 Kkal/hari. Pemeberian makan alternatif seperti melalui enteral dan perenteral
dilakukan pada klien yang tidak mampu mempertahankan asupan makanan secara
normal.
PENUAAN
Walaupun tahap penyembuhan pada klien lansia terjadi secara lambat, aspek fisiologi
penyembuhan luka tidak berbeda dengan klien yang berusia muda. Masalah yang terjadi
selama proses penyembuhan luka sulit ditentukan penyebabnya, karena proses penuaan
atau karena karena penyebab lainnya, seperti nutrisi, lingkungan atau respons individu
terhadap stress. Sebelum pembedahan, perawat perlu mengkaji adanya faktor yang
mungkin mempengaruhi atau mengganggu proses penyembuhan luka pada klien lansia.
Contoh proses penyembuhan luka normal adalah perbaikan luka bedah yang
bersih. Penyembuhan terjadi dalam beberapa tahap, yang digambarkan oleh
Doughty ( 1992 ) terdiri dari fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi, atau oleh
krasner ( 1995) terdiri dari “Tiga R yaitu reaksi, regenerasi, remodelling.”
Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah
beberapa menit dan berlangsung selama sekitar 3 hari setelah cedera. Proses
perbaikan terdiri dari mengontrol pendarahan ( hemostasis ) , mengirim darah
dan sel ke area yang mengalami cedera ( inflamasi ), dan membentuk sel – sel
epitel pada tempat cedera ( epitelialisasi ). Selama proses hemostasis, pembuluh
darah yang cedera akan mengalami kunstruksi dan trombosit berkumpul untuk
menghentikan pendarahan . bekuan –bekuan darah membentuk matriks fibrin
yang nantinya akan menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang rusak
dan sel mast menyekresi histamin, yang menyebabkan vasodilatasi kapiler di
sekitarnya dan mengeluarkan serum dan sel darah putih ke dlam jaringan yang
rusak. Hal ini menimbulkan kemerahan, edema, hangat, dan nyeri lokal.
Leukosit (sel darah putih) akan mencapai luka dalam beberapa jam.
Leukosit utama yang bekerja pada luka adalah neutrofil, yang mulai memakan
bakteri dan debris yang kecil. Neutrofil mati dalam beberapa hari dan
meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri atau membantu
perbaikan jaringan. Pada inflamasi kronik, neutrofil yang mati akan membentuk
pus. Leukosit penting yang kedua adalah monosit, yang akan berubah menjadi
makrofak.makrofak adalah “sel kantong sampah” yang akan membersihkan luka
dari bakteri, sel-sel mati, dan debris dengan cara fagositosis. Makrofak juga
mencerna dan mendaur ulang zat-zat tertentu, seperti asam amino dan gula, yang
dapat membantu dalam membantu dalam perbaikan luka. Makrofag akan
melanjutkan proses pembersihan debris luka, menarik lebih banyak makrofag dan
menstimulasi pembentukan fibroblas, yaitu sel yang mensintesis kolagen yang
menjadi komponen utama jaringan parut.
b) Penyembuhan Sekunder
Bila sel epitel dan jaringan penyambung tidak mampu menutup menutup
defek luka maka akan terjadi kontraksi. Kontraksi luka meliputi pergerakan dermi
dan epidermis pada setiap sisi luka. Mekanisme kontraktur belum tidak berperan
penting dan setiap kejadian yang mengganggu kemampuan hidup sel yang berada
ditepi luka akan menghambat kontraksi. Kontraksi luka dimulai pada hari
keempat dan terjadi secara simultan dengan epitelisasi. Sel yang mendorong
terjadinya kontraksi adalah miofibroblast. Kontraksi luka mengakibatkan jaringan
disekitar luka menipis, dan ukuran serta bentuk jaringan parut pada akhirnya akan
sama dengan garis ketegangan didaerah yang rusak.
b) INFEKSI
Infeksi luka merupakan infeksi nonsokomial nomor dua yang paling
sering terjadi. Menurut Centers for Disease Control (CDC) (Garner, 1985), luka
mengalami infeksi jika terdapat drainase purulen pada luka, walaupun tidak
dilakukan kultur atau hasil kultur negatif. Sampel drainase yang berasal dari luka
yang terinfeksi mungkin tidak mengandung bakteri akibat teknik kultur yang
buruk atau karena pemberian antibiotik. Hasil kultur yang positif tidak selalu
mengindikasikan adanya infeksi, karena banyak jenis luka yang mengandung
koloni bakteri tetapi tidak menyebabkan infeksi. Bahkan semua luka dermal
dianggap terkontaminasi oleh bakteri. Yang membedakan antara luka
terkontaminasi dengan luka terinfeksi adalah jumlah bakteri yang ada di
dalamnya. Menurut kesepakatan, luka yang mengandung bakteri lebih dari
100.000 (105)/ml termasuk luka yang terinfeksi. Satu – satunya pengecualian
adalah jika organisme yang ditemikan adalah streptokokus hemolitik-B; maka
luka yang mengandung bakteri jenis ini dalam jumlah yang kurang dari
100.000/ml sudah dianggap terinfeksi (Doughty, 1992). Resiko infeksi lebih besar
terjadi jika luka mengandung jaringan mati atau nekrotik, terdapat benda asing
pada atau di dekat luka, dan suplai darah serta pertahanan jaringan di sekitar luka
menurun. Infeksi luka oleh bakteri akan menghambat penyembuhan luka.
Luka terkontaminasi atau luka traumatic akan menunjukan tanda – tanda
infeksi lebih awal yaitu 2 – 3 hari. Infeksi luka operasi biasanya tidak terjadi
sampai hari ke – 4 atau ke – 5 setelah operasi. Klien mengalami demam, nyeri
tekan dan nyeri pada daerah luka serta sel darah putih klien meningkat. Tepi luka
terlihat mengalami inflamasi. Jika terjadi drainase, maka akan berbau dan
purulen, sehingga menimbulkan warna kuning, hijau atau coklat tergantung pada
jenis organisme penyebab.
C. DEHISENS
Jika luka tidak sembuh dengan baik, maka lapisan kulit dan jaringan akan
terpisah. Terpisahnya lapisan kulit dan jaringan paling sering terjadi sebelum
pembentukan kolagen (3 – 11 hari setelah cedera). Dehisens adalah terpisahnya
lapisan luka secara parsial atau total. Klien dengan penyembuhan luka yang buruk
beresiko mengalami dehisens. Klien dengan obesitas juga berisiko tinggi
mengalami dehisens karena adanya regangan yang konstan pada luka dan
buruknya kualitas penyembuhan luka pada jaringan lemak. dehisens sering terjadi
pada luka pembedahan abdomen dan terjadi setelah regangan mendadak, misalnya
batuk, muntah atau duduk tegak di tempat tidur. Klien sering melaporkan rasa
seakan – akan ada sesuatu yang terlepas. Bila drainase serosasanguinosa dari luka
meningkat, perawat harus waspada terhadap timbulnya dehisens.
D. EVISERASI
Terpisahnya lapisan luka secara total dapat meningkatkan eviserasi (keluarnya
organ visceral melalui luka yang terbuka). Kondisi ini merupakan darurat medis
yang perlu diperbaiki melalui pembedahan. Bila terjadi eviserasi, perawat
meletakan handuk steril yang dibasahi dengan saline normal steril di atas jaringan
yang keluar untuk mencegah masuknya bakteri dan kekeringan pada jaringan
tersebut. Keluarnya organ melalui luka dapat membahayakan suplai darah ke
jaringan tersebut. Klien harus tetap puasa, dan terus diobservasi adanya tanda dan
gejala syok serta segera siapkan pembedahan darurat.
E. FISTULA
Fistula adalah saluran abnormal yang berada di antara dua buah organ atau di
antara organ dan bagian luar tubuh. Dokter bedah membuat fistula untuk
kepentingan terapi, misalnya pembuatan saluran antara lambung dengan dinding
abdomen luar untuk memasukan selang gastrostomi yang berguna untuk
memasukan makanan. Namun, sebagian besar fistula terbentuk karena
penyembuhan luka yang buruk atau karena komplikasi suatu penyakit, seperti
penyakit chron atau enteritis regional, trauma, infeksi, terpapar radiasi serta
penyakit seperti kanker akan menyebabkan lapisan jaringan tidak menutup
dengan baik dan membentuk saluran fistula.
Fistula meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit akibat kehilangan cairan. Drainase cairan yang kronik melalui fistula
juga dapat menyebabkan kerusakan kulit.
1. Hemostasis
Setelah mengkaji jenis dan luas luka, perawat harus mengontrol pendarahan
akibat laserasi dengan cara menekan luka secara langsung dengan menggunakan
balutan steril atau bersih, misalnya dengan menggunakan kain lap. Setelah
pendarahan reda, tempelkan sepotong perban perekat atau kasa diatas luka laserasi
sehingga memungkinkan tepi luka menutup dan bekuan darah terbentuk. Apabila
balutan penuh dengan darah, perawat perlu menambah lapisan balutan dan
melanjutkan menekan luka serta meninggikan bagian tubuh yang terluka. Hindari
kerusakan lapisan kulit yang lebih lanjut. Luka laserasi yang lebih serius harus dijahit
oleh dokter. Balut tekan yang digunakan pada 24 sampai 48 jam pertama setelah
trauma dapat membantu mempertahankan hemostasis.
Biarkan luka tusuk tetap mengeluarkan darah agar kotoran dan kontaminan
lainnya, seperti air liur yang berasal dari gigitan anjing, keluar dari dalam luka.
Apabila terdapat benda yang menancap pada tubuh, misalnya pisau, benda tersebut
jangan dicabut karena dapat menimbulkan pendarahan masif yang tidak terkontrol
selain cedera pada kulit kepala, perawat boleh menekan daerah disekitar benda yang
menancap tetapi jangan menekan diatas benda tersebut, dan klien harus segera dibawa
ke ruang gawat darurat
2. Pembersihan luka
Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk
membersihkan luka dan menggunakan cara – cara mekanik yang tepat untuk
memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka.
Membersihkan luka dengan lembut tetapi mantap akan membuaang kontaminan yang
mungkin menjadi sumber infeksi. Namun, jika dilakukan menggunakan kekuatan
yang berlebihan, dapat menimbulkkan pendarahan atau cedera lebih lanjut. Untuk
luka abrasi, laserasi minor dan tusuk kecil, perawat mula-mul mencuci luka dengan
air yang mengalir, membersihkannya dengan sabun yang lembt dan air, serta dapat
memberikan antiseptik yang dibeli di lar apotik. Antibiotik topikal yang diberikan
pada tepi luka dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganime.
3. Perlindungan
Walaupun perdarahan telah berhenti, perawat harus melindungi luka dari cedera
yang lebih lanjut dengan cara memberikan balutan steril atau bersih dan
mengimobilisasi bagian tubuh. Balutan tipis yang dibalutkan di atas luka minor akan
mencegah masuknya mikroorganisme. Pada luka abrasi ringan, luka boleh dibiarkan
terbuka dan terpapar udara sehingga dapat terbentuk keropeng.
Semakin luas luka, maka balutan yang dibutuhkan semakin besar. Balutan
yang padat dan disertai dengan tekanan akan meminimalkan gerakan jaringna di
bawahnya dan membantu imobilisasi seluruh bagian tubuh. Perban atau kain yang
dililitkan di sekitar benda yang masuk ke tubuh harus dapat mencegah pergerakan
benda tersebut secara adekuat.
4. Balutan
Tujuan pembalutan
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian dilakukan dengan melihat penampilan luka (tanda penyembuhan luka)
seperti adanya perdarahan, proses inflamasi (kemerahan dan pembengkakan),
proses granulasi jaringan (yaitu menurunnya reaksi inflamasi pada saat
pembekuan berkurang), adanya parut atau bekas luka (scar) akibat fibroblas
dalam jaringan granulasi mengeluarkan kolagen yang membentuknya, serta
berkurangnya ukuran parut yang merupakan indikasi terbentuknya keloid. Selain
itu, juga perlu dikaji adanya drainase, pembengkakan, bau yang kurang sedap dan
nyeri pada daerah luka.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan insisi bedah, efek
tekanan, cedera akibat zat kimia, sekresi dan ekskresi.
2) Resiko kerurangan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi
fisik dan paparan sekresi.
3) Resiko infeksi yang berhubungan dengan malnutrisi dan kehilangan
jaringan dan peningkatan paparan lingkungan.
4) Nyeri yang berhubungan dengan insisi abdomen.
5) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri luka operasi
6) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidak mampuan menelan makanan.
7) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan nyeri insisi
abdomen.
8) Gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan gangguan aliran
arteri dan gangguan aliran vena.
9) Gangguan harga diri yang berhubungan dengan persepsi terhadap jaringan
parut,persepsi terhadap drain operasi dan reaksi terhadap pengangkatan
bagian tubuh melalai pembedahan.
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
D. IMPLEMENTASI
Pada keadaan darurat, perawat memberikan tindakan pertolongan pertama untuk
perawatan luka. Pada kondisi yang lebih stabil perawat melakukan berbagai
intervensi untuk memastikan penyembuhan luka.
Perlotongan pertama pada luka
Homeostasis
Pembersihan luka
Perlindungan
Balutan
Pengisian (packing) luka
Tindakan pemberian rasa nyaman
Membersihkan kulit dan daerah drain
Irigasi
Perawatan jahitan
Pembuangan drainase
Perban dan korsetterapi panas dan dingin
E. EVALUASI
Evaluasi dilakukan selama mengganti selama balutan, saat terapi diberikan, dan
saat klien berusaha melakukan sendiri perawatan lukanya. Perawat
menginstruksikan klien dan anggota keluarga tentang cara mengevaluasi
penyembuhan luka setelah klien pulang dari unit perawatan. Misalnya, klien
harus diingatkan untuk memberitahu dokter jika muncul tanda – tanda infeksi.
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Menjelaskan pengertian luka
Menjelaskan klasifikasi luka
Menjelaskan faktor yang mendukung penyembuhan luka
Menjelaskan faktor yang menghambat penyembuhan luka
Menjelaskan tahapan / fase penyembuhan luka
Menjelaskan komplikasi penyembuhan luka
Menjelaskan jenis perawatan luka
Membuat askep dari luka
Dosen Pembimbing : Yustina S,Kep.,Ns
OLEH
Anak Agung Yuniari Dewi (200902028)
Harna Lumban Tobing (200902038)
Indra Hary Nugroho (200902042)
Melisa Christina Tani (200902063)
Veronika Samosir (200902074)
SURABAYA
2010
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Perawatan luka dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya Homeostasis, Pembersihan luka, Balutan,
Pengisian (packing) luka, Membersihkan kulit dan daerah drain, Irigasi, Perawatan jahitan,
Pembuangan drainase, Perban dan korsetterapi panas dan dingin.
DAFTAR PUSTAKA