You are on page 1of 37

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Lazarus et al, 1994).

2. KLASIFIKASI LUKA

Deskripsi Penyebab Implikasi Penyembuhan


STATUS INTEGRITAS
KULIT
 Luka terbuka
Luka melibatkan Trauma oleh benda tajam Robekan kulit
robekan pada kulit atau benda tumpul (insisi memudahkan masuknya
atau membran bedah, pungsi vena, luka mikroorganisme. Terjadi
mukosa tembak) kehilangan darah dan
cairan tubuh melalui luka,
fungsi bagian tubuh
menurun.

 Luka tetutup
Luka tanpa robekan Bagian tubuh yang terpukul Luka dapat menjadi
pada kulit oleh benda tumpul, predisposisi seseorang
terpelintir, keseleo, daya untuk mengalami
deselerasi kea rah tubuh perdarahan internal.
(fraktur tulang, robekan Fungsi tubuh yang terkena
pada organ dalam) akan mengalami
penurunan
 Luka akut Trauma akibat benda tajam Luka biasanya mudah
Luka yang dibersihakan dan
mengalami proses diperbaiki, tepi luka bersih
penyembuhan, yang dan utuh.
terjadi akibat proses
perbaikan integritas
fungsi dan anatomi
secara terus –
menerus, sesuai
dengan tahap dan
waktu yang normal.

 Luka kronik Ulkus, luka akibat Terpaparnya tubuh


Luka yang gagal gesekan,sekresi,tekanan terhadap tekanan,dan
melewati proses sekresi yang terus –
perbaikan untuk menerus akan menggangu
mengembalikan penyembuhan luka. Tepi
integritas fungsi dan luka dapat mengalami
anatomi sesuai nnekrotik dan
dengan tahap dan mengeluarkan drainase.
waktu yang normal.

PENYEBAB
 Disengaja
Luka akibat terapi Akibat insisi bedah, Insisi biasanya dilakukan
tususkan jarum ke bagian dengan tehknik aseptic
tubuh. untuk meminimalkan
peluang terjadinya infeksi.
Tepi luka biasanya licin
dan bersih.
 Kecelakaan tidak
disengaja
Luka yang terjadi Cidera traumatik (luka Luka terjadi pada kondisi
tanpa diharapkan akiibat pisau, luka bakar) yang tidak steril, tepi luka
sering kali tidak beraturan
TINGKAT KEPARAHAN
 Permukaan
Luka hanya mengenal Akibat gesekan pada Robekan menimbulakn
lapisan epidermis permukaan kulit (abrasi, resiko infeksi. Luka tidak
luka bakar tingkat 1, luka mengenal jaringan dan
cukur) organ dibawahnya, suplai
darah lancar
 Penetrasi
Luka yang Benda asing atau alat yang Beresiko tinggi

menyebabkan masuk dalam jaringan mengalami infeksi karena

rusaknya lapisan tubuh, biasanya tidak di benda asing

epidermis, dermis dan sengaja (luka tembak, luka terkontaminasi. Luka

jaringan atau organ tusuk) dapat menyebabkan

yang lebih dalam. perdarahan dalam dan


luar, kerusakan organ
menyebabkan hilangnya
fungsi secara sementara
atau permanen

 Perforasi
Luka penetrasi akibat Benda asing atau alat yang Resiko tinggi infeksi. Sifat

adanya benda asing masuk dalam jaringan cedera bbergantung pada

yang masuk ke dalam tubuh, biasanya tidak di organ yang berforasi

dan kelar dari organ sengaja (luka tembak, luka (paru, gangguan

dalam tusuk) oksigenasi, pembuluh


darah besar, perdarahan,
kontaminasi usus, rongga
abdomen oleh feses)

KEBERSIHAN
 Luka bersih Luka bedah tertutup yang Resiko terkena infeksi
Luka tidak tidak mengenai saluran GI, rendah
mengandung pernapasan, genital, saluran
organism patogen kemih yang tidak terinfeksi
atau rongga orofaring

 Terkontaminasi – Luka bedah pada saluran GI, Lebih berisiko mengalami


bersih pernapasan, genital, saluran infeksi dibanding luka
Luka dalam kondisi kemih atau rongga orofaring bersih.
aseptik tetapi pada kondisi yang terkontrol
melibatkan rongga
tubuh yang secara
normal mengandung
mikroorganisme.

 Terkontaminasi Luka terbuka, traumatik, Jaringan sering tidak sehat

Luka berada pada kecelakaan, luka bedah dan menunjukan tanda –

kondisi yang tanpa tehnik aseptik yang tanda inflamasi. Berisiko

mungkin baik tinggi mengalami infeksi.

mengandung
mikroorganisme.

 Terinfeksi Setiap luka yang tidak Luka tampak tanda infeksi

Terdapat bakteri pada sembuh dan didalamnya (inflamasi, drainase

luka, biasanya terdapat pertumbuhan purulun, kulit lepas)

berjumlah > 105 organisme, luka traumatik

organisme / gram yang lama, dan insisis bedah


jaringan. ke area yang terinfeksi
(contoh ruptur usus)

 Terkolonisasi Luka kronik (ulkus statis Penyembuhan luka


Luka mengandung vaskuler, ulkus / luka tekan) lambat, dan berisiko tinggi
mikroorganisme mengalami infeksi
(biasanya multiple)

KUALITAS DESKRIPTIF
 Laserasi Cedera traumatik yang berat Luka biasanya akibat
Jaringan tubuh robek (luka akibat pisau, benda yang
dengan sisi yang kecelakaan kerja akibat terkontaminasi. Kedalam
tidak beraturan. mesin, jaringan tubuh yang luka menentukan
terpotong oleh pecahan komplikasi lain.
gelas)

 Abrasi Luka akibat jatuh (pada lutut Luka terasa nyeri karena

Luka permukaan atau siku), luka juga terjadi mengenai syaraf di

meliputi luka potong akibat prosedur tindakan permukaan, tidak

atau lecet dermatologi untuk mengenal jaringan yang


membuang jaringan parut. lebih dalam. Resiko
infeksi timbul akibat
terpapar dengan
permukaan yang
terkontaminasi.

 Kontusio Perdarahan jaringan Luka menjadi lebih parah

Luka tertutup karena dibawahnya akibat pukulan jika organ dalam

pukulan benda benda tumpul tubuh mengalami kontusio. Luka


tumpul, kontusio atau dapat menyebabkan
memar yang ditandai hilangnya fungsi bagian
dengan tubuh secara temporal.
pembengkakan, Perdarahan lokal dalam
perubahan warna jaringan dapat
kulit dan nyeri menimbulkan hematoma
(pengumpulan darah)

3. FAKTOR YANG MENDUKUNG PENYEMBUHAN LUKA

NUTRISI
Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi
penyembuhan luka bargantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitaminA dan
C) dan mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam
amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk
mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada
penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis
kolagen (zink), dan menyatukan serat – serat kolagen (tembaga).
Terapi nutrisi sangat penting untuk klien yang lemah akibat penyakit. Klien yang
menjalani operasi dan diberikan nutrisi yang baik masih tetap membutuhkan sedikitnya
1500 Kkal/hari. Pemeberian makan alternatif seperti melalui enteral dan perenteral
dilakukan pada klien yang tidak mampu mempertahankan asupan makanan secara
normal.

PENUAAN
Walaupun tahap penyembuhan pada klien lansia terjadi secara lambat, aspek fisiologi
penyembuhan luka tidak berbeda dengan klien yang berusia muda. Masalah yang terjadi
selama proses penyembuhan luka sulit ditentukan penyebabnya, karena proses penuaan
atau karena karena penyebab lainnya, seperti nutrisi, lingkungan atau respons individu
terhadap stress. Sebelum pembedahan, perawat perlu mengkaji adanya faktor yang
mungkin mempengaruhi atau mengganggu proses penyembuhan luka pada klien lansia.

4. FAKTOR YANG MENGHAMBAT PENYEMBUHAN LUKA

Efek Fisiologis Implikasi Keperawatan


Usia
Penuaan dapat mengganggu semua tahap Instruksi klien untuk berhati – hati agar
penyembuhan luka. tidak terjadi cedera.
Perubahan vaskuler mengganggu sirkulasi Bersiap untuk melakukan perawatan luka
ke daerah luka. untuk waktu yang lebih lama.
Penurunan fungsi hati mengganggu sintesis Ajarkan tehnik – tehnik perawatan luka
faktor pembekuan. pada orang yang merawat klien di rumah.
Respons inflamasi lambat.
Pembentukan antibodi dan limfosit
menurun.
Jaringan kolagen kurang lunak.
Jaringan parut kurang elastis.
Malnutrisi
Semua fase penyembuhan luka terganggu. Beri diet seimbang yang kaya protein,
Stress akibat luka atau trauma yang parah karbohidrat, lemak, vitamin A dan C serta
akan meningkatkan kebutuhan nutrisi. mineral (contoh zink, tembaga).
Beri kalori dan cairan yang adekuat.
Obesitas
Jaringan lemak kekurangan suplai darah Observasi adanya tanda – tanda infeksi
untuk melawan infeksi bakteri dan untuk luka dan eviserasi pada klien dengan
mengirimkan nutrisi serta elemen selular obesitas
yang berguna dalam penyembuhan luka.
Gangguan Oksigenasi
Tekanan oksigen arteri yang rendah akan Berikan diet zat besi yang adekuat. Vitamin
mengganggu sintesis kolagen dan B12 dan asam folat. Monitor jumlah
pembentukan sel epitel. hematokrit dan hemoglobin pada klien
Jika sirkulasi lokal aliran darah buruk, yang memiliki luka.
jaringan gagal memperoleh oksigen yang
dibutuhkan.
Penurunan Hb dalam darah (anemia) akan
mengurangi tingkat oksigen arteri dalam
kapiler dan mengganggu perbaikan
jaringan.
Merokok
Merokok mengurangi jumlah Hb Dorong klien untuk tidak merokok dengan
fungsional dalam darah sehingga cara menjelaskan akibatnya pada
menurunkan oksigen jaringan. penyembuhan luka.
Merokok dapat meningkatkan agregasi
trombosit dan menyebabkan
hiperkoagulasi.
Merokok mengganggu mekanisme sel
normal yang dapat meningkatkan pelepasan
oksigen ke dalam jaringan.
Obat – Obatan
Steroid menurunkan respons inflamasi dan Observasi klien yang menerima obat –
memperlambat sintesis kolagen. obatan ini dengan hati – hati karena tanda –
Obat – obatan antiinflamasi menekan tanda inflamasi mungkin tidak akan terlihat
sintesis protein, kontraksi luka, epitelisasi, jelas.
dan inflamasi. Vitamin A dapat bekerja melawan efek
Penggunaan antibiotik dalam waktu lama steroid.
dapat meningkatkan resiko terjadinya
superinfeksi.
Obat – obatan kemoterapi dapat menekan
fungsi sumsum tulang, menurunkan jumlah
leukosit, dan mengganggu respon
inflamasi.
Diabetes
Penyakit kronik menyebabkan timbulnya Instruksi klien diabetes untuk mencegah
penyakit pembuluh darah kecil yang dapat kulit terpotong atau luka.
mengganggu perfusi jaringan. Beri tindakan pencegahan berupa
Diabetes menyebabkan hemoglobin perawatan kaki.
memiliki afinitas yang lebih besar untuk Kontrol gula darah untuk mengurangi
oksigen, sehingga hemoglobin gagal perubahan fisiologis yang berhungan
melepaskan oksigen ke jaringan. dengan diabetes.
Hiperglikemia mengganggu kemampuan
leukosit untuk melawan fagositosis dan
juga mendorong pertumbuhan infeksi
jamur dan ragi yang berlebihan.
Radiasi
Proses pembentukan jaringan parut Observasi secara ketat adanya komplikasi
vascular dan fibrosa akan terjadi pada luka pada klien yang menjalani
jaringan kulit yang tidak terradiasi. pembedahan setelah dilakukan radiasi.
Jaringan mudah rusak dan kekurangan
oksigen.
Stress Luka
Muntah, distensi abdomen dan usaha Kontrol muntah dengan pemberian
pernapasan dapat menimbulkan stress pada entiemetik.
jahitan operasi dan merusak lapisan luka. Jaga kepatenan selang nasogaster dan
Tekanan mendadak yang tidak terduga aliran cairan yang keluar untuk mencegah
pada luka insisi akan menghambat akumulasi sekresi.
pembentukan sel endotel dan jaringan Instruksikan dan bantu klien menekan luka
kolagen. abdomen saat klien batuk.

5. TAHAPAN ATAU FASE PENYEMBUHAN LUKA


Penyembuhan luka mengakibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan
pada semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan, dan
luasnya cedera. Ada 2 jenis luka, yaitu luka dengan jaringan yang hilang dan luka tanpa
jaringan yang hilang. Insisi bedah yang bersih merupakan contoh luka dengan sedikit
jaringan yang hilang. Luka bedah akan mengalami penyembuhan primer. Tepi – tepi kulit
merapat atau saling berdekatan sehingga mempunyai resiko infeksi yang rendah.
Penyembuhan terjadi dengan cepat sebaliknya luka dengan jaringan yang hilang,
seperti : luka bakar, luka tekan atau luka laserasi yang parah akan mengalami
penyembuhan sekunder. Tepiluka tidak saling berdekatan. Luka akan tetap terbuka
hingga terisi jaringan parut. Penyembuhan sekunder memerlukan waktu yang lebih lama
sehingga kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar. Jaringan parut yang sangat luas
akibat penyembuhan luka sekunder dapat menyebabkan kehilangan fungsi jaringan
secara permanen.
a) Penyembuhan Primer

Contoh proses penyembuhan luka normal adalah perbaikan luka bedah yang
bersih. Penyembuhan terjadi dalam beberapa tahap, yang digambarkan oleh
Doughty ( 1992 ) terdiri dari fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi, atau oleh
krasner ( 1995) terdiri dari “Tiga R yaitu reaksi, regenerasi, remodelling.”

o Fase Inflamasi (reaksi)

Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah
beberapa menit dan berlangsung selama sekitar 3 hari setelah cedera. Proses
perbaikan terdiri dari mengontrol pendarahan ( hemostasis ) , mengirim darah
dan sel ke area yang mengalami cedera ( inflamasi ), dan membentuk sel – sel
epitel pada tempat cedera ( epitelialisasi ). Selama proses hemostasis, pembuluh
darah yang cedera akan mengalami kunstruksi dan trombosit berkumpul untuk
menghentikan pendarahan . bekuan –bekuan darah membentuk matriks fibrin
yang nantinya akan menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang rusak
dan sel mast menyekresi histamin, yang menyebabkan vasodilatasi kapiler di
sekitarnya dan mengeluarkan serum dan sel darah putih ke dlam jaringan yang
rusak. Hal ini menimbulkan kemerahan, edema, hangat, dan nyeri lokal.
Leukosit (sel darah putih) akan mencapai luka dalam beberapa jam.
Leukosit utama yang bekerja pada luka adalah neutrofil, yang mulai memakan
bakteri dan debris yang kecil. Neutrofil mati dalam beberapa hari dan
meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri atau membantu
perbaikan jaringan. Pada inflamasi kronik, neutrofil yang mati akan membentuk
pus. Leukosit penting yang kedua adalah monosit, yang akan berubah menjadi
makrofak.makrofak adalah “sel kantong sampah” yang akan membersihkan luka
dari bakteri, sel-sel mati, dan debris dengan cara fagositosis. Makrofak juga
mencerna dan mendaur ulang zat-zat tertentu, seperti asam amino dan gula, yang
dapat membantu dalam membantu dalam perbaikan luka. Makrofag akan
melanjutkan proses pembersihan debris luka, menarik lebih banyak makrofag dan
menstimulasi pembentukan fibroblas, yaitu sel yang mensintesis kolagen yang
menjadi komponen utama jaringan parut.

Setelah makrofag membersikan luka dan menyiapkannya untuk perbaikan


jaringan, sel epitel bergerak dari bagian tepi luka di bawah dasar bekuan darah.
Sel epitel terus berkumpul di bawah rongga luka selama sekitar 48 jam. Akhirnya
di atas luka akan terbentuk lapisan tipis dari jaringan epitel dan menjadi barier
terhadap organisme penyebab infeksi dan dari zat-zat peracun.

o Fase Proliferasi (regenerasi)

Dengan munculnya pembuluh darah baru sebagai hasil rekonstruksi, fase


ini terjadi dalam waktu 3-24 hari. Aktifitas utama selama fase regenerasi ini
adalah mengisi luka dengan jaringan penyambung atau jaringan granulasi yang
baru dan menutup bagian atas luka dengan epitelisasi. Fibroblas membutuhkan
vitamin B dan C, oksigen, dan asam amino agar dapat berfungsi dengan baik.
Kolagen memberikan kekuatan dan integritas struktur pada luka. Selama periode
ini luka mulai tertutup oleh jaringan yang baru. Bersamaan dengan proses
rekonstruksi yang terus berlangsung, daya elastisitas meningkat dan resiko
terpisah atau ruptur luka akan menurun. Gangguan proses penyembuhan selama
fase ini biasanya di sebabkan oleh faktor sistemik, seperti usia, anemia,
hipoproteinemia, dan defisiensi zat besi.
o Maturasi (remodeling)

Maturasi yang merupakan tahap akhir penyembuahan luka, dapat


memerlukan waktu lebih dari 1 tahun, bergantung pada kedalaman dan keluasan
luka. Jaringan parut kolagen terus melakukan reorganisasi dan akan menguat
setelah beberapa bulan. Serat kolagen mengalami remodeling atau reorganisasi
sebelum mencapai bentuk normal. Biasanya jaringan parut mengandung lebih
sedikit sel-sel pigmentasi (melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang
daripada warna kulit normal.

b) Penyembuhan Sekunder

Bila luka mengalami banyak kehilangan jaringan, maka penyembuhan


luka akan memerlukan waktu yang lebih lama. Luka terbuka yang besar biasanya
lebih banyak mengeluarkan cairan daripada luka tertutup. Inflamasi yang terjadi
seringkali bersifat kronik dan jaringan yang rusak lebih banyak dipenuhi oleh
jaringan granulasi yang rapuh daripada di penuhi oleh kolagen. Jaringna granulasi
merupakan slaah satu bentuk jaringan konektif (penyambung) memiliki lebih
banyak suplay darah daripada kolagen. Karena lukanya lebih luas, maka jumlah
jaringan parut penyambung menjadi lebih luas.

Bila sel epitel dan jaringan penyambung tidak mampu menutup menutup
defek luka maka akan terjadi kontraksi. Kontraksi luka meliputi pergerakan dermi
dan epidermis pada setiap sisi luka. Mekanisme kontraktur belum tidak berperan
penting dan setiap kejadian yang mengganggu kemampuan hidup sel yang berada
ditepi luka akan menghambat kontraksi. Kontraksi luka dimulai pada hari
keempat dan terjadi secara simultan dengan epitelisasi. Sel yang mendorong
terjadinya kontraksi adalah miofibroblast. Kontraksi luka mengakibatkan jaringan
disekitar luka menipis, dan ukuran serta bentuk jaringan parut pada akhirnya akan
sama dengan garis ketegangan didaerah yang rusak.

6. KOMPLIKASI PENYEMBUHAN LUKA


a) HEMORAGI
Hemoragi atau perdarahan dari daerah luka merupakan hal yang normal
terjadi selama dan sesaat setelah trauma. Homeostasis terjadi dalam beberapa
menit kecuali jika luka mengenai pembuluh darah besar atau fungsi pembekuan
darah klien buruk. Perdarahan terjadi setelah homeostasis menunjukan lepasnya
jahitan operasi, keluarnya bekuan darah, infeksi atau erosi pembuluh darah oleh
benda asing (selang drainase). Perdarahan dapat terjadi secara eksternal atau
internal. Contohnya jika jahitan operasi merobek pembuluh darah, maka
perdarahan terjadi di dalam jaringan dan tidak terlihat tanda – tanda perdarahan
kecuali jika klien terpasang drain setelah pembedahan, yang berguna untuk
membuang cairan yang terkumpul di dalam jaringan di bawah luka. Perawat dapat
mendeteksi perdarahan internal dengan melihat adanya distensi atau
pembengkakan pada bagian tubuh yang mengalami luka, perubahan jenis dan
jumlah drainase dari drain yang dipasang setelah pembedahan, atau adanya tanda
– tanda syok hipovolemik. Hematoma adalah pengumpulan darah lokal di bawah
jaringan. Hematoma terlihat seperti bengkak atau massa yang sering berwarna
kebiruan. Hematoma yang terjadi di dekat arteri atau vena yang besar berbahaya
karena tekanan akibat hematoma dapat menghambat aliran darah.
Perdarahan eksternal lebih jelas terlihat. Perawat mwngobservasi adanya
drainase darah pada balutan yang menutupi luka. Jika perdarahan terjadi secara
luas, maka balutan cepat basah, dan darah keluar dari tepi balutan secara terus
menerus dan terkumpul di bawah tubuh klien. Perawat mengobservasi semua luka
secara ketat, terutama luka operasi yang berisiko tinggi mengalami perdarahan
selama 24 jam sampai 48 jam pertama setelah operasi .

b) INFEKSI
Infeksi luka merupakan infeksi nonsokomial nomor dua yang paling
sering terjadi. Menurut Centers for Disease Control (CDC) (Garner, 1985), luka
mengalami infeksi jika terdapat drainase purulen pada luka, walaupun tidak
dilakukan kultur atau hasil kultur negatif. Sampel drainase yang berasal dari luka
yang terinfeksi mungkin tidak mengandung bakteri akibat teknik kultur yang
buruk atau karena pemberian antibiotik. Hasil kultur yang positif tidak selalu
mengindikasikan adanya infeksi, karena banyak jenis luka yang mengandung
koloni bakteri tetapi tidak menyebabkan infeksi. Bahkan semua luka dermal
dianggap terkontaminasi oleh bakteri. Yang membedakan antara luka
terkontaminasi dengan luka terinfeksi adalah jumlah bakteri yang ada di
dalamnya. Menurut kesepakatan, luka yang mengandung bakteri lebih dari
100.000 (105)/ml termasuk luka yang terinfeksi. Satu – satunya pengecualian
adalah jika organisme yang ditemikan adalah streptokokus hemolitik-B; maka
luka yang mengandung bakteri jenis ini dalam jumlah yang kurang dari
100.000/ml sudah dianggap terinfeksi (Doughty, 1992). Resiko infeksi lebih besar
terjadi jika luka mengandung jaringan mati atau nekrotik, terdapat benda asing
pada atau di dekat luka, dan suplai darah serta pertahanan jaringan di sekitar luka
menurun. Infeksi luka oleh bakteri akan menghambat penyembuhan luka.
Luka terkontaminasi atau luka traumatic akan menunjukan tanda – tanda
infeksi lebih awal yaitu 2 – 3 hari. Infeksi luka operasi biasanya tidak terjadi
sampai hari ke – 4 atau ke – 5 setelah operasi. Klien mengalami demam, nyeri
tekan dan nyeri pada daerah luka serta sel darah putih klien meningkat. Tepi luka
terlihat mengalami inflamasi. Jika terjadi drainase, maka akan berbau dan
purulen, sehingga menimbulkan warna kuning, hijau atau coklat tergantung pada
jenis organisme penyebab.

C. DEHISENS
Jika luka tidak sembuh dengan baik, maka lapisan kulit dan jaringan akan
terpisah. Terpisahnya lapisan kulit dan jaringan paling sering terjadi sebelum
pembentukan kolagen (3 – 11 hari setelah cedera). Dehisens adalah terpisahnya
lapisan luka secara parsial atau total. Klien dengan penyembuhan luka yang buruk
beresiko mengalami dehisens. Klien dengan obesitas juga berisiko tinggi
mengalami dehisens karena adanya regangan yang konstan pada luka dan
buruknya kualitas penyembuhan luka pada jaringan lemak. dehisens sering terjadi
pada luka pembedahan abdomen dan terjadi setelah regangan mendadak, misalnya
batuk, muntah atau duduk tegak di tempat tidur. Klien sering melaporkan rasa
seakan – akan ada sesuatu yang terlepas. Bila drainase serosasanguinosa dari luka
meningkat, perawat harus waspada terhadap timbulnya dehisens.

D. EVISERASI
Terpisahnya lapisan luka secara total dapat meningkatkan eviserasi (keluarnya
organ visceral melalui luka yang terbuka). Kondisi ini merupakan darurat medis
yang perlu diperbaiki melalui pembedahan. Bila terjadi eviserasi, perawat
meletakan handuk steril yang dibasahi dengan saline normal steril di atas jaringan
yang keluar untuk mencegah masuknya bakteri dan kekeringan pada jaringan
tersebut. Keluarnya organ melalui luka dapat membahayakan suplai darah ke
jaringan tersebut. Klien harus tetap puasa, dan terus diobservasi adanya tanda dan
gejala syok serta segera siapkan pembedahan darurat.

E. FISTULA
Fistula adalah saluran abnormal yang berada di antara dua buah organ atau di
antara organ dan bagian luar tubuh. Dokter bedah membuat fistula untuk
kepentingan terapi, misalnya pembuatan saluran antara lambung dengan dinding
abdomen luar untuk memasukan selang gastrostomi yang berguna untuk
memasukan makanan. Namun, sebagian besar fistula terbentuk karena
penyembuhan luka yang buruk atau karena komplikasi suatu penyakit, seperti
penyakit chron atau enteritis regional, trauma, infeksi, terpapar radiasi serta
penyakit seperti kanker akan menyebabkan lapisan jaringan tidak menutup
dengan baik dan membentuk saluran fistula.
Fistula meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit akibat kehilangan cairan. Drainase cairan yang kronik melalui fistula
juga dapat menyebabkan kerusakan kulit.

F. PENUNDAAN PENUTUPAN LUKA


Kadang kala juga disebut penyembuhan luka tersier, penundaan penutupan luka
adalah tindakan yang sengaja dilakukan oleh dokter bedah agar terjadi drainase
yang efektif dari luka yang terkontaminasi-bersih atau luka yang terkontaminasi.
Luka tidak ditutup hingga semua tanda edema dan debris luka hiilang. Balutan
oklusif digunakan untuk mencegah kontaminasi bakteri pada luka. Kemudian luka
ditutup seperti pada penutupan primer atau penyembuhan primer. Melalui
percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa pada tehnik ini pembentukan
parut atau penundaan penyembuhan luka tidak meningkat secara signifikan.

7. JENIS PERAWATAN LUKA

1. Hemostasis

Setelah mengkaji jenis dan luas luka, perawat harus mengontrol pendarahan
akibat laserasi dengan cara menekan luka secara langsung dengan menggunakan
balutan steril atau bersih, misalnya dengan menggunakan kain lap. Setelah
pendarahan reda, tempelkan sepotong perban perekat atau kasa diatas luka laserasi
sehingga memungkinkan tepi luka menutup dan bekuan darah terbentuk. Apabila
balutan penuh dengan darah, perawat perlu menambah lapisan balutan dan
melanjutkan menekan luka serta meninggikan bagian tubuh yang terluka. Hindari
kerusakan lapisan kulit yang lebih lanjut. Luka laserasi yang lebih serius harus dijahit
oleh dokter. Balut tekan yang digunakan pada 24 sampai 48 jam pertama setelah
trauma dapat membantu mempertahankan hemostasis.

Biarkan luka tusuk tetap mengeluarkan darah agar kotoran dan kontaminan
lainnya, seperti air liur yang berasal dari gigitan anjing, keluar dari dalam luka.
Apabila terdapat benda yang menancap pada tubuh, misalnya pisau, benda tersebut
jangan dicabut karena dapat menimbulkan pendarahan masif yang tidak terkontrol
selain cedera pada kulit kepala, perawat boleh menekan daerah disekitar benda yang
menancap tetapi jangan menekan diatas benda tersebut, dan klien harus segera dibawa
ke ruang gawat darurat

2. Pembersihan luka
Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk
membersihkan luka dan menggunakan cara – cara mekanik yang tepat untuk
memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka.
Membersihkan luka dengan lembut tetapi mantap akan membuaang kontaminan yang
mungkin menjadi sumber infeksi. Namun, jika dilakukan menggunakan kekuatan
yang berlebihan, dapat menimbulkkan pendarahan atau cedera lebih lanjut. Untuk
luka abrasi, laserasi minor dan tusuk kecil, perawat mula-mul mencuci luka dengan
air yang mengalir, membersihkannya dengan sabun yang lembt dan air, serta dapat
memberikan antiseptik yang dibeli di lar apotik. Antibiotik topikal yang diberikan
pada tepi luka dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganime.

Obat-obatan topikal untuk membersihkan luka. Menurut pedoman klinis


AHCPR 1994, cairan pembersih yang dianjurkan adalah cairan salin normal. Banyak
obat-obatan topikal yang dulu digunakan untuk membersihkan luka, seperti larutan
yodium-povidon, larutan Dakin (larutan natrium hipoklorit), larutan asam asetat, dan
hidrogen peroksida merupakan larutan yang bersifat toksik bagi fibroblast, dan oleh
sebab itu tidak boeh digunakan untuk membersihkan luka.

Membersihkan luka secara hati-hati dengan salin normal dan memasang


balutan yang dibasahi larutan salin(basah-basah, basah-lembab) merupakan cara yang
sering digunakan untuk menyembuhkan luka dan melakukan debridmen luka(basah-
kering). Perawat menggunakan cairan salin untuk mempertahankan permukaan luka
agar tetap lembab sehingga dapat meningkatkan perkembangan dan migrasi jaringan
epitel. Balutan salin yang lembab (basah-kering) hanya boleh digunakan untuk
melaukan debridemen luka dan tidak boleh digunakan pada luka dengan granulasi
yang bersih.

3. Perlindungan
Walaupun perdarahan telah berhenti, perawat harus melindungi luka dari cedera
yang lebih lanjut dengan cara memberikan balutan steril atau bersih dan
mengimobilisasi bagian tubuh. Balutan tipis yang dibalutkan di atas luka minor akan
mencegah masuknya mikroorganisme. Pada luka abrasi ringan, luka boleh dibiarkan
terbuka dan terpapar udara sehingga dapat terbentuk keropeng.

Semakin luas luka, maka balutan yang dibutuhkan semakin besar. Balutan
yang padat dan disertai dengan tekanan akan meminimalkan gerakan jaringna di
bawahnya dan membantu imobilisasi seluruh bagian tubuh. Perban atau kain yang
dililitkan di sekitar benda yang masuk ke tubuh harus dapat mencegah pergerakan
benda tersebut secara adekuat.

Terdapat balutan alternatif yang dapat digunakan untuk menutup dan


melindungi jenis luka tertentu. Misalnya luka yang besar, luka dengan selang drainase
atau kateter pengisap pada luka, luka yang balutannya perlu sering diganti, dan
fistula. Untuk menutup luka-luka tersebut, saat ini digunakan kantong atau sistem
penampung luka khusus. Beberapa alat baru ini bahkan mempunyai pintu plastik di
bagian depan kantungnya sehingga perawat dapat mengganti balutan luka tanpa
mengangkat kantung luka tersebut dari kulit.

4. Balutan

Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang


penyembuhan luka. Apabila balutan tidak sesuai dengan karakteristik luka, maka
balutan tersebut dapat mengganggu penyembuhan luka. Pilihan jenis balutan dan
metode pembalutan luka akan mempengaruhi kemajuan penyembuhan luka. Balutan
yang tepat tidak akan menyebabkan luka dengan drainase menjadi terlalu kering di
sertai dengan terbentuknya keropeng yang lua. Hal ini akan meningkatkan rasa tidak
nyaman klien. Idealnya, balutan harus membuat luka menjadi agak lembab agar
perpindahan sel epitel meningkat. Balutan juga harus dapat menyerap dreinase untuk
mencegah berkumpulnya eksudat yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan
maserasi di sekeliling kulit akibat eksudat luka.
Pada luka operasi dengan penyembuhan primer, umumnya balutan dibuka
setelah drainase berhenti. Sebaliknya, jika perawat membalut luka terbuka dengan
penyembuhan sekunder, maka balutan tersebut dapat menjadi sarana untuk
memindahkan eksudat dan jaringan nekrotik secara mekanik.

Tujuan pembalutan

 Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.


 Membantu hemostasis.
 Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan untuk melakukan
debridemen luka.
 Menyangga atau mengencangkan tepi luka.
 Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka
 Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.
 Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan balutan.
Balut tekan meningkatkan hemostasis. Dengan menggunakan perban elastis, balut tekan
akan menekan tempat perdarahan atau yang berpotensi mengalami perdarahan. Perawat
harus memeriksa balut tekan untuk memastikan balutan tersebut tidak menghambat
sirkulasi darah ke bagian tubuh. Fungsi primer balutan pada penyembuhan luka adalah
untuk mengabsorbsi drainase.
Tehnik pembalutan bervariasi bergantung pada tujuan rencana penatalaksanaan untuk
luka. Balutan yang di gunakan pada luka yang mengeluarkan drainase harus sering
diganti untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan kerusakan kulit.
Lapisan balutan penyerap berfungsi sebagai reservoar untuk sekresi tambahan. Ujung
serat balutan kasa akan menyerap drainase yang berlebihan dari luka. Lapisan balutan
terluar membantu mencegah masuknya bakteri dan kontaminan eksterna lainnya
kepermukaan luka. Biasanya balutan terluar terbuat dari bahan balutan yang lebih tebal.
Plester atau balutan yang ketat akan menyangga luka atau mencegah mobilisasi bagian
tubuh, meminimalkan pergerakan insisi di bawah balutan dan jaringan yang cedera.
Akhirnya, balutan akan mengisolasi dan menjaga hidrasi yang baik pada permukaan luka.
Kelembapan di antara balutan permukaan kulit akan mempercepat pertumbuhan sel epitel
normal.
Jenis-jenis balutan
Balutan terdiri dari berbagai jenis bahan dan cara pemakaiannya (basah atau kering).
Pedoman klinik dari AHCPR (1994) dapat membantu memilih jenis balutan yang sesuia
dengan tujuan perawatan luka.
Spon kasa tenun merupakan balutan yang paling umum digunakan dan paling kuno.
Balutan tersebut bersifat absorben dan khususnya berguna untuk menyerap eksudat luka.
Kasa tersedia dalam beberapa tekstur dan berbentuk segiempat dengan ukuran 10x10 cm
atau 5x5 cm, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10x20 cm, dan berbentuk
gulungan dengan panjang yang berbeda. balutan tanpa tenun adalah campuran serat
sintetik seperti rayon dan poliester. Karena balutan tersebut tidak menempel pada kulit,
maka balutan tanpa tenun digunakan untuk membersikan luka.
Balutan basah-kering berguna untuk luka yang membutuhkan debridemen. Balutan
basah-kering efektif untuk membersikan luka yang terinfeksi dan nekrotik. Balutan kasa
yang tidak menempel seperti Telfa digunakan untuk luka yag bersih. Kasa telfa
mempunyai permukaan yang mengkilat dan tidak lengket sehingga tidak akan menempel
pada insisi atau luka yang terbuka tetapi tetap memungkinkan drainase keluar melewati
kasa yang telah dilembutkan di atasnya.
Jenis balutan lainnya adalah balutan film transparan yang lengket dan berguna sebagai
kulit kedua yang bersifat sementara. Beberapa contoh balutan ini adalah Acu-derm,
Blisterfilm, Op-Site, Pro-Crude, Poluskin, Tegaderm, dan Uniflex. Balutan film
transparan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :
1. Dapat menempel pada kulit yang tidak rusak
2. Berfungsi sebagai barier terhadap cairan dari luar dan bakteri tetapi tetap
memungkinkan permukaan luka untuk “bernafas”.
3. Meningkatkan kelembaban luka sehingga mempercepat pertumbuhan sel epitel
4. Dapat diangkat tanpa merusak jaringan di bawahnya
5. Memudahkan melihat kondisi luka
6. Tidak memerlukan balutan sekunder
Balutan hidrokoloid (HCD) adalah balutan dengan formulasi koloid, elastomerik, dan
komponen perekat yang kompleks. Beberapa contoh balutan HCD ini antara lain Biofilm,
Comfeel, DuoDERM, Dermiflex, Intact, Intrasite, dan Restore. Balutan ini bersifat
oklusif hidrokoloid dapat digunakan untuk membersihkan luka bergranulasi yang bersih
dan untuk debridemen luka nekrotik secara otolitik. Jenis balutan ini mempunyai
beberapa fungsi sebagai berikut:
 Dapat mengabsorbsi drainase dengan menggunakan penyerap eksudat yang ada di
bawah balutan.
 Mempertahankan kelembaban luka.
 Perlahan-lahan mencairkan debris nekrotik.
 Melindungi luka dengan bantalan yang ada pada balutan.
 Tidak permeabel terhadap bakteri dan kontaminan lainnya.
 Dapat menempel sendiri dan menyesuaikan bentuk dengan baik.
 Dapat ditempelkan pada luka selama 3 sampai 5 hari, meminimalkan trauma kulit
dan gangguan penyembuhan luka.
Jenis balutan ini sangat berguna untuk ulkus dermis dangkal sampai sedang.
Balutan hidrogel adalah balutan kasa atau lembaran yang berisi gel yang tidak berbentuk
dan berbahan dasar air atau gliserin.balutan hidrogel digunakan pada luka tebal yang
penuh dan parsial, luka yang dalam dan mengandung eksudat, luka nekrotik, luka bakar,
dan kulit yang rusak akibat radiasi. Contoh balutan ini antaralain Aquasorb, balutan luka
Carrasyn Hydrogel, ClearSite, Elaso-Gel, IntraSite, Nu-Gel, Transorb, dan Vigilon.
Keuntungan balutan hidrogel adalah:
 Dapat sangat meringankan dan mengurangi nyeri pada luka.
 Memberi kelembaban pada luka
 Dapat mendebridemen luka
 Tidak menempel pada luka dan dapat dilepaskan dengan mudah
 Dapat digunakan pada luka yang terinfeksi
Balutan lainnya, yaitu balutan busa, balutan alginate (semacam balutan gelatin), dan
penyerap eksudat digunakan pada luka yang mengeluarkan eksudat dan luka yang perlu
ditutup. Balutn drainase juga digunakan di sekeliling selang drainase untuk menyerap
drainase.
5. Mengganti Balutan
Dalam mempersiapkan penggantian balutan, adanya drain atau selang di
bawahnya, dan jenis perlengkapan yang dibutuhkan untuk perawatan luka. Persiapan
yang buruk akan menyebabkan rusaknya teknik aseptikatau lepasnya drain secara
tidak disengaja.
Setelah penggantian balutan yang pertama, perawat menggambarkan lokasi
drain dan jenis bahan balutan serta cairan yang digunakan dalam rencana asuhan
keperawatan klien. CDC merekomendasi hal-hal berikut selama melakukan procedur
penggantian balutan :
1. Perawat harus mencuci tangan sebelum dan sesudah perawatan luka
2. Petugas tidak boleh menyentuh luka terbuka atau luka baru secara langsung tanpa
menggunakan sarung tangan steril
3. Apabila luka ditutup, balutan dapat diganti tanpa menggunakan sarung tangan
4. Balutan pada luka tertutup harus diangkat atau diganti jika sudah terlihat basah
atau jika klien menunjukkan tanda dan gejala infeksi.

Untuk mempersiapkan klien yang akan diganti balutan, perawat harus:

1. Memberi analgesik yang dibutuhkan sehingga efek puncaknya terjadi selama


penggantian balutan
2. Menggambarkan tahapan prosedur untuk menurunkan kecemasan klien
3. Menggambarkan tanda-tanda normal penyembuhan luka
4. Menjawab pertanyaan tentang prosedur atau luka

6.Memasang Balutan Kering dan Basah-Kering


Langkah-langkah:
- Kaji ukuran, lokasi, dan jenis luka yang akan dibalut
- Kaji tingkat kenyamanan klien
- Kaji ulang program dokter tentang prosedur penggantian balutan
- Siapkan perlengkapan dan bahan yang dibutuhkan:
 Sarung tangan: steril, bersih.
 Set balutan (steril), gunting, forsep.
 Kain steril (opsional)
 Balutan dan bantalannya.
 Baskom steril.
 Salep antiseptik
 Larutan pembilas
 Larutan (hanya untuk balutan basah-kering)
 Plester, pengikat, aatu perban sesuai kebutuhan
 Kantong sampah kedap air
 Balutan kasa ekstra, surgi-pads, atau bantalan ABD
 Selimut mandi
 Penghilang perekat (opsional)
 Masker sekali pakai (opsional) atau pelindung mata
- Jelaskan prosedur pada klien dan intruksikan klienuntuk tidak menyentuh area
luka atau peralatan steril
- Tutup pintu kamar atau pasang sampiran ; tutup jendela yang terbuka.
- Atur posisi yang nyaman bagi klien dan tutup bagian tubuh selain bagian luka
dengan selimut mandi
- Letakkan kantong sampah pada area yang mudah dijangkau. Lipat bagian atasnya
membentuk mangkok
- Kenakkan masker muka atau pelindung mata ( biasanya diperlukan jika luka
mengeluarkan drainage yang mungkin muncrat ke mata perawat ) dan cuci tangan
secara menyeluruh
- Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepas plester, perban atau ikatan
- Lepaskan plester, tarik secara paralel dari kulit ke arah balutan. Hilangkan perekat
yang tersisa dari kulit.
- Dengan tangan yang memakai sarung tangan, angkat balutan kasa secara hati –
hati, jaga jangan sampai menarik / melepas drain atau selang. Jaga kotoran-
kotoran pada luka agar tidak terlihat oleh klien. ( jika balutan menempel pada
balutan basah – kering, jangan membasahinya; akan dirasakannya dan angkat
balutan dengan perlahan )
- Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan dan penampakan luka
- Buang balutan yang kotor kedalam kantong sampah. Buang sesuai dengan
peraturan yang berlaku
- Lepaskan sarung tangan dengan bagian dalamnya berada diluar. Buang ke tempat
sampah
- Buka set balutan steril atau perlengkapan steril yang dibungkus satu per satu.
Letakkan pada meja disamping tempat tidur ( lihat ilustrasi di bawah ).

Memasang balutan kering :

1) Buka botol larutan dan tuangkan kedalam baskom steril


2) Kenakan sarung tangan steril
3) Inspeksi penampakan, drainase, dan integritas luka. Hindarkan kontak dengan
bahan yang terkontaminasi
4) Bersihkan luka dengan larutan :
i. Gunakkan swap yang terpisah untuk setiap usapan
ii. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang paling
terkontaminasi
5) Gunakan kasa kering untuk menyapu luka, sama dengan cara yang digunakan
pada tahap awal pembersihan untuk luka kering.
6) Oleskan salep antiseptik jika diprogramkan, menggunakan tehnik yang sama
seperti pada pembersihan luka.
7) Pasang balutan kering yang steril pada daerah insisi atau luka :
i. Pasang kas tenun sebagai lapisan kontak dengan longgar.
ii. Jika terdapat drain, potong sedikit kasa berukuran 4 x 4 untuk menutup
sekeliling drain. Juga tersedia kasa yang telah dipotong
iii. Pasang kasa lapisan kedua
iv. Pasang bantalan kasa tenun yang lebih tebal ( surgi – pad )
Memasang balutan basah-kering :

1. Tuang larutan yang telah diprogramkan kedalam baskom steril dan


tambahkan kasa yang berserat halus
2. Kenakan sarung tangan steril
3. Inspeksi warna luka, karakter drainase, jenis jahitan, dan drain
4. Bersihkan lukadengan salin normal sesuai program. Bersih kan area yang
sedikit terkontaminasi ke area yang paling terkontaminasi.
5. Pasang kas berserat halus yang lembab langsung ke permukaan luka. Apabila
jika luka dalam, masukkan kasa dengan hati – hati kedalam luka dengan
menggunakkan forcep sampai semua permukaan luka dapat kontak dengan
kasa lembab
6. Pasang kasa kering steril berukuran 4 x 4 diatas kas yang basah
7. Tutupi balutan dengan bantalan ABD, surgi – pad, atau kasa
- Pasang plester diatas balutan, gulungan kling (untuk balutan sirkumferensial),
atau tali montgomery. Untuk penggunaan tali montgomery :
a) Buka permukaan perekat plester ada pada ujung setiap tali
b) Letakan tali pada sisi balutan yang berlawanan yang berlawanan
c) Letakan bagian yang lengket langsung 0ada kulit klien atau menggunakan
barrier kulit
d) Fiksasi balutan dengan mentikatkan tali melewati bagian atasnya atau
menggunakan peniti yang aman dan bandana karet
- Lepas sarung tangan dan buang ke kantong sampah
- Bantu klien untuk berada dalam posisi yang nyaman
- Buang seluruh perlengkapan dan cuci tangan
- Kaji klien kembali untuk menentukan respons terhadap penggantian balutan
- Catat penampakan luka dan drainase, toleransi klien, dan jenis balutan yang
digunakan ke dalam catatan keperawatan
- Catat frekuensi penggantian balutan dan perlengkapan yang dibutuhkan ke dalam
kardeks
7.Memasang Perban Elastik
Langkah-langkah:
- Inspeksi adanya gangguan integritas kulit yang ditandai dengan abrasi, perubahan
warna, luka, atau edema
- Observasi sirkulasi dengan mengukur suhu permukaan, warna kulit, dan sensasi
bagian tubuh yang akan dibalut
- Kaji ulang adanya program khusus dalam catatan medis yang berhubungan
dengan pemasangan perban elatik. Perhatikan area yang akan dipasang perban,
jenis perban yang dibutuhkan, frekuensi penggantiannya, dan respons sebelumnya
terhadap terapi.
- Siapkan peralatan dan perlengkepan yang diperlukan (tentukan apakah perban
yang ada akan digunakan kembali digunakan atau diganti)
a) Lebar dan nomor perban (perban elastik tersedia dalam ukuran 20 cm serta
135 dan 270 cm; ukuran 7,5 dan 10 cm yang paling sering digunakan)
b) Peniti pengaman, plester
- Jelaskan prosedur. Dukung pengajaran pada klien bahwa tekanan lembut dan
ringan yang diberikan bertujuan meningkatkan sirkulasi vena, mencegah bekuan
darah, menurunkan/mencegah timbulnya bengkak, mencegah gerakan lengan,
memfiksasi balutan operasi, dan memberi tekanan
- Cuci tangan
- Tutup pintu kamar atau gorden. Bantu klien untuk mendapatkan posisi yang
nyaman dan benar secara anatomik
- Pegang gulungan perban elastik dengan tangan yang dominan dan gunakan tangan
yang lainnya untuk memegang permulaan perban pada bagian distal tubuh.
Teruslah memindahkan gulungan ke tangan yang dominan sampai perabn
terpasang
- Pasang perban dari bagian distal ke arah proksimal dengan menggunakan berbagai
variasi pemasangan untuk menutup sesuai dengan bentuk tubuh
- Buka gulungan perban dan regangkan sedikit. Lilitkan perban di atas lilitan
sebelumnya
- Fiksasi perban pertama sebelum memasang gulungan perban tambahan
- Cuci tangan
- Evaluasi sirkulasi bagian distal bila pemasangan perban telah selesai dan lakukan
minimal 2 kali selama periode 8 jam (catat warna, kehangatan, nadi, dan mati
rasa)
- Catat pemasangan perban dan espons klien dalam catatan keperawatan.

8. Melakukan Irigasi Luka


 Kaji tingkat nyeri klien
 Identifikasi catatan terkhir tentang tanda dan gejala yang berhubungan
dengan luka terbuka klien.
Luas kerusakan integritas kulit
Peningkatan suhu tubuh
Drainase luka (jumlah dan warna)
Bau
Konsistensi drainase
Ukuran luka termasuk kedalaman, panjang dan lebar luka
 Berikan analgesik yang diprogramkan 30 – 45 menit sebelum mulai
melakukan prosedur irigasi luka
 Siapkan alat di samping tempat tidur klien
Baskom steril
Larutan irigasi steril sesuai program sebanyak 150 – 1500 ml
Spuit irigasi steril, kateter lunak steril (jika diperlukan)
Baskom bersih
Sarung tangan bersih
Sarung tangan steril
Alas tahan air
Set balutan dan perlengkapan steril untuk penggantian balutan
termasuk pengisian luka
Kantong sampah anti bocor
Gaun
Jelaskan prosedur
Atur posisi yang nyaman bagi klien untuk memudahkan cairan
irigasi mengalir sesuai gravitasi melewati luka kea rah baskom
penampung. Atur posisi klien sehingga luka tegak lurus dengan
baskom penampung
Hangatkan cairan irigasi agar mendekati suhu tubuh
Bentuk kantong sampah anti bocor seperti manset dan letakan di
dekat tempat tidur
Tutup pintu kamar dan jendela
Letakan alas kedap air di atas pemukaan tempat tidur di depan
luka
Letakkan baskom bersih di bawah luka
Cuci tangan
Gunakan gaun pelindung
Tuangkan larutan irigasi steril ke dalam baskom steril dan
masukan larutan irigasi kedalam spuitirigasi didalam baskom
Siapkan beberapa potong plester
Lepaskan balutan yang kotor dan buang ke dalam kantong
sampah
Buka sarung tangan bersih dan buang ke dalam kantong sampah
Kenakan sarung tangan steril
Lakukan irigasi luka
Keringkan tepi luka dengan kasa steril
Pasang balutan steril
Lepas dan buang sarung tangan
Fiksasi balutan dengan plester
Bantu klien mendapatkan posisi yang nyaman
Rapikan peralatan
Cuci tangan
Dokumnetasikan tindakan
9. Memasang Korset Abdomen atau Korset T
 Siapkan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan
 Korset abdomen
Ukuran korset kain atau korset elastik
Pentil yang aman
 Korset T dan Korset T-ganda
Ukuran korset tepat
Pentil pengaman 2 buah untuk korset T, pentil untuk
korset 3 buah untuk korset T-ganda
 Jelaskan prosedur pada klien dan tutup gorden atau pintu
 Cuci tangan
 Pasang korset abdomen
 Cuci tangan
 Dokumentasikan tindakan yang dilakukan

8. ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH LUKA

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian dilakukan dengan melihat penampilan luka (tanda penyembuhan luka)
seperti adanya perdarahan, proses inflamasi (kemerahan dan pembengkakan),
proses granulasi jaringan (yaitu menurunnya reaksi inflamasi pada saat
pembekuan berkurang), adanya parut atau bekas luka (scar) akibat fibroblas
dalam jaringan granulasi mengeluarkan kolagen yang membentuknya, serta
berkurangnya ukuran parut yang merupakan indikasi terbentuknya keloid. Selain
itu, juga perlu dikaji adanya drainase, pembengkakan, bau yang kurang sedap dan
nyeri pada daerah luka.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan insisi bedah, efek
tekanan, cedera akibat zat kimia, sekresi dan ekskresi.
2) Resiko kerurangan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi
fisik dan paparan sekresi.
3) Resiko infeksi yang berhubungan dengan malnutrisi dan kehilangan
jaringan dan peningkatan paparan lingkungan.
4) Nyeri yang berhubungan dengan insisi abdomen.
5) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri luka operasi
6) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidak mampuan menelan makanan.
7) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan nyeri insisi
abdomen.
8) Gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan gangguan aliran
arteri dan gangguan aliran vena.
9) Gangguan harga diri yang berhubungan dengan persepsi terhadap jaringan
parut,persepsi terhadap drain operasi dan reaksi terhadap pengangkatan
bagian tubuh melalai pembedahan.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Tujuan Intervensi Rasional


Setelah dilakukan Jaga agar luka tetap bersih Pemyembuhan luka
tindakan keperawatan dan kering.Ganti balutan bergantung pada keadaan
selama 3 x 24 jam sesuai program termasuk yang bersih dan lembab
diharapkan masalah debridement dan pemberian untuk proses epitelialisasi
Integritas kulit pada obat-obatan.Intruksikan klien dan deposisi jaringan
area luka operasi dapat atau orang yang penting bagi granulasi(Alwater,1998:Coo
diatasi dengan criteria klien untuk mengkaji dan per 1992).Pengkajian luka
hasil : merawat luka.minta klien dan kulit di sekitarnya
Luka bersih dan utuh mendemonstrasikan kembali secara teratur dan akurat
tanpa inflamasi, merupakan hal yang penting
drainase dan maserasi dalam rencana keperawatan
dan tepi luka saling untuk manajemen
berdekatan. luka(Cooper,1992.)

D. IMPLEMENTASI
Pada keadaan darurat, perawat memberikan tindakan pertolongan pertama untuk
perawatan luka. Pada kondisi yang lebih stabil perawat melakukan berbagai
intervensi untuk memastikan penyembuhan luka.
Perlotongan pertama pada luka
 Homeostasis
 Pembersihan luka
Perlindungan
 Balutan
 Pengisian (packing) luka
Tindakan pemberian rasa nyaman
 Membersihkan kulit dan daerah drain
 Irigasi
 Perawatan jahitan
 Pembuangan drainase
 Perban dan korsetterapi panas dan dingin
E. EVALUASI

Perawat mengevaluasi penyembuhan luka secara terus menerus. Evaluasi


dilakukan.

Contoh evaluasi untuk intervensi gangguan integritas kulit

Tujuan Tindakan Evaluatif Hasil yang diharapkan


Integritas kulit pada area Inspeksi permukaan kulit Luka bersih dan utuh
luka operasi semakin di dekat luka dan tanpa inflamasi, drainase
baik. disekitar drain. Observasi atau maserasi. Tepi luka
kondisi luka dan karakter berdekatan.
drainase.

Evaluasi dilakukan selama mengganti selama balutan, saat terapi diberikan, dan
saat klien berusaha melakukan sendiri perawatan lukanya. Perawat
menginstruksikan klien dan anggota keluarga tentang cara mengevaluasi
penyembuhan luka setelah klien pulang dari unit perawatan. Misalnya, klien
harus diingatkan untuk memberitahu dokter jika muncul tanda – tanda infeksi.

Perawat mengevaluasi setiap intervensi yang dilakukan untuk mempercepat


penyembuhan luka dan membandingkan kondisi luka dengan data pengkajian.
Perawat bersama dengan klien mngulangi setiap rencana penyuluhan yang telah
dirancang agar klien dan keluarga mampu merawat luka. Asuhan keperawatan
dan rencana penyuluhan dimodifikasi berdasarkan data evaluasi. Terakhir,
perawat mencari tahu kebutuhan klien dan keluarga tentang peralatan bantuan
tambahan (misalnya asuhan keperawatan di rumah, terapi fisik dan konseling)
serta membuat rencana rujukan.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna untuk melindungi diri dari
trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat
menyebabkan luka, yaitu suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari – hari.

1.2 Tujuan
 Menjelaskan pengertian luka
 Menjelaskan klasifikasi luka
 Menjelaskan faktor yang mendukung penyembuhan luka
 Menjelaskan faktor yang menghambat penyembuhan luka
 Menjelaskan tahapan / fase penyembuhan luka
 Menjelaskan komplikasi penyembuhan luka
 Menjelaskan jenis perawatan luka
 Membuat askep dari luka
Dosen Pembimbing : Yustina S,Kep.,Ns

OLEH
Anak Agung Yuniari Dewi (200902028)
Harna Lumban Tobing (200902038)
Indra Hary Nugroho (200902042)
Melisa Christina Tani (200902063)
Veronika Samosir (200902074)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KATOLIK

ST. VINCENTIUS A PAULO

SURABAYA

2010
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang
berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Perawatan luka dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya Homeostasis, Pembersihan luka, Balutan,
Pengisian (packing) luka, Membersihkan kulit dan daerah drain, Irigasi, Perawatan jahitan,
Pembuangan drainase, Perban dan korsetterapi panas dan dingin.
DAFTAR PUSTAKA

Perry and Potter.2006.Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC.


Halimul, Azis.2006.Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:Salemba Medika.

You might also like