You are on page 1of 96

Semua agama mengenal musik sebagai ekspresi ibadahnya, baik musik instrumen maupun musik dalam

nyanyian yang menggunakan suara manusia.

Latar Belakang

Berdasarkan data yang kita jumpai dalam Alkitab, suatu bentuk ibadah yang sangat rinci dengan segala
aturannya baru kita jumpai pada zaman Musa, sebagaimana yang tertulis dalam Kitab Keluaran 25-40,
seluruh Kitab Imamat dan sebagian Kitab Bilangan. Memang dalam kitab-kitab ini hanya kita temukan
ritus-ritus upacara korban dan hal-hal yang terkait dengannya, dan belum kita temukan ketentuan-
ketentuan cara mengucapkan doa-doa apalagi kidungan-kidungan. Hanya ketika zaman Daud (I Tawarikh
25) sajalah pembagian tugas-tugas penyanyi di Bait Allah mulai diadakan. Mereka menyanyi dengan alat-
alat musik di Bait Allah itu, dan dari mereka ini kita jumpai banyak dari para pengarang kidungan ibadah
yaitu Mazmur-Mazmur sebagaimana yang kita dapati dalam Alkitab. Ketika zaman Ezra suatu bentuk
ibadah tanpa musik yang berpusat pada pembacaan Kitab Suci dan kotbah berkembang ( Nehemia 8: 1-
7), dengan gerakan-gerakan ibadah dengan mengangkat tangan, berlutut dan bersujud berkembang.
Inilah yang menjadi ciri ibadah di “rumah ibadah” ( synagoga ) dalam abad-abad sesudah Ezra sampai
dengan zaman Perjanjian Baru. Sehingga ketika zaman Perjanjian Baru kita jumpai adanya dua bentuk
ibadah Yahudi yang dikenal oleh Yesus Kristus, para muridNya, dan orang-orang Kristen perdana yaitu
Ibadah Bait Allah dengan Korban, Imam, Ritus, dan Kidungan-kidungan yang diiringi musik, serta ibadah
di rumah ibadah (synagoga) yang ditandai dengan doa-doa dan kidungan tanpa musik, pembacaan Kitab
Suci yang ditilawatkan, serta kotbah-kotbah. Ibadah Gereja Kristen Perdana diambil dari Ibadah
Synagoga ini, sehingga musik tidak digunakan, namun pembacaan Mazmur dan tilawat dilakukan. Yesus
dan para murid menggunakan kidungan tanpa musik ini pada saat hidup mereka (Markus 14: 26). Dan
sesudah Gereja berkembang merekapun membaca dan mentilawatkan “Mazmur”, “kidung puji-
pujian”, serta “nyanyian rohani” ( I Kor. 14:26), dan dalam Kitab Wahyu disebutkan tentang semaraknya
puji-pujian di Sorga, yang simbolismenya diambil dari ibadah di Bait Allah, dan bukan di Synagoga
( Wahyu 4,5,7, 15, dll.). Karena orang-orang Kristen perdana itu pada mulanya merupakan kelompok
kecil yang mengadakan ibadah rumahan, maka otomatis bentuk ibadah synagoga itulah yang menjadi
pola ibadah Kekristenan Perdana itu. Dan ciri ibadah synagoga yang tanpa musik ini pula yang akhirnya
berkembang dalam ibadah Gereja Purba lebih lanjut. Hanya sekarang mereka menyadari Synagoga
mereka itu memang sudah bersifat Mesianik, yaitu bahwa Perjanjian tentang datangnya Mesias dalam
Perjanjian Lama itu sudah digenapi di dalam Yesus Kristus. Sehingga ibadah mereka yang bertumpu dari
ibadah Synagoga Yahudi itu, akhirnya mempunyai pusat “Perjamuan Mesianik” ( “Perjamuan Tuhan”,
“Perjamuan Kudus”) sebagai cirinya yang membedakannya dengan Synagoga Yahudi non-Kristen yang
lain. Demikianlah Kristus menjadi ciri ibadah synagoga Kristen itu, sehingga kidung-kidung Gereja Purba
itu isinya adalah menceritakan dogma dan ajaran Kristen mengenai Mysteri Kristus ini. Beberapa
diantara Kidung-Kidung Kristen Purba yang disinyalir oleh para sarjana PB sebagai yang sempat tercatat
dalam Perjanjian Baru adalah:” Ia adalah Gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama
dari segala yang diciptakan…” ( Kolose 1:16) “…walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan….dst’” ( Filipi 2:6-11) “ Dia yang
telah menyatakan diriNya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh;…dst” ( I Tim. 3:16), dan lain-lain.
Dari permulaan Perjanjian Baru inilah terus berkembang dalam ibadah Gereja Purba.

Perkembangan Musik Ibadah dalam Gereja Orthodox

Perkembangan ibadah Gereja Perdana yang bertumpu pada ibadah Synagoga ini berlanjut terus sampai
abad kedua,ketiga dan keempat ketika Konsili Nikea diadakan pada tahun 325 Masehi. Liturgi yang
mula-mula adalah yang ditulis oleh Yakobus Episkop pertama di Yerusalem yang sampai sekarang masih
tetap digunakan oleh gereja Orthodox. Dari sini berkembang ke Antiokhia di Syria, dan dari Syria ini
berkembang ke beberapa bagian dunia Kristen Purba pada saat itu. Liturgia Antiokhia ini akhirnya
mengalami kompilasi dan revisi pada zaman Yohanes Krisostomos dan Basileus Agung, dan yang sampai
sekarang menjadi Liturgi utama dalam Gereja Orthodox. Demikian juga kidung-kidung Gereja itu
berkembang secara perlahan-lahan merentang berjalannya sejarah Gereja Orthodox sejak zaman purba
itu. Demikian pula dengan tradisi musiknyapun mengalami perkembangan melalui interaksinya dengan
tradisi musik Yahudi, Syria, Koptik, Arab dan Yunani membentuk suatu synthesis yang berkembang pada
zaman Kerajaan Byzantium, yang akhirnya membentuk suatu musik khas Kristen Orthodox Timur yang
merupakan synthesis dari beberapa Tradisi Musik di daerah Laut Tengah dan Timur Tengah disebut
sebagai Musik Byzantin .

Hubungan antara Dogma, Liturgi dan Musik dalam Gereja Orthodox

Musik dalam Gereja Orthodox adalah bagian integral yang tak terpisahkan dengan seluruh ethos dan
kehidupan imannya, jadi bukan hanya sebagai pemerindah suasana yang dapat menyentuh perasaan
dan emosi seseorang saja, namun memiliki makna theologis yang amat terkait dengan seluruh sistoim
kehidupannya sebagai Gereja. Gereja Orthodox meyakini bahwa Injil itu pertama-tama bukanlah suatu
kitab atau buku, namun “Pribadi Yesus Kristus” dan “Berita Keselamatan Melalui Karya Penyaliban,
Kematian dan KebangkitanNya”. Alasan keberadaan Gereja di dalam dunia itu adalah untuk
menghadirkan Kristus dalam dunia dengan mewartakan Injil itu.

Ciri khas dari musik Gereja Orthodox adalah bersifat “homofoni” berbeda dengan musik barat yang
bersifat “polyfoni”. Musik Gereja Orthodox ini memiliki “skala natural “ : 12 –10 – 8 – 12 – 12 –10 –8 ,
dengan simbol notasi bukan : do- re-mi- fa- sol –la- si –do , namun : ni –pa - bou – gha – di – ke –zoo – ni.
Simbol dasar dari nada musik Orthodox ini meskipun sangat kompleks, akan kita beri contoh secara
sangat kasar dan sederhana saja: (______ : “ison” fungsinya menandai nada yang tetap tidak naik dan
tidak

turun, ______ : “oligon” fungsinya adalah untuk menandai bahwa skala nada naik satu ketuk. Misalnya
: (_____ , (______ , (______ , = Ni,Ni,Ni atau (____ _____ _____

_____ _____ _____ ______ _____ = Ni,Pa,Bou,Gha,Di,Ke,Zoo. Untuk menandai turun berapa skala atau
naik berapa skalapun mempunyai simbol yang khas, misalnya: “ \\ “ = kendimata adalah simbol untuk
naik satu skala dari nada dasar sebelumnya “ \ “ = kendima adalah untuk naik dua skala dari nada dasar
sebelumnya., dan masih banyak lagi. Contoh perbandingan simbol musik Gereja Orthodox dengan
paralelnya dengan simbol musik barat diberikan dibawah ini untuk sekedar perbandingan kasar:

(_____ = (_____ = (____ = (____ =

(______ (_____ = (____ (____ (____ =

(_____ (____ (____ (____ =

(_____ _______ = (____ ____ = (_____ _____ =

\\ \\ \\

Demikianlah sekedar contoh untuk dapat dibandingkan. Untuk dapat melihat lebih rinci bagaimana
simbol-simbol musik Gereja Orthodox ini digunakan, dalam makalah ini juga dilampirkan fotokopi dari
suatu Kidung Orthodox lengkap dengan notasinya.

Daftar Pustaka
1. A Monk of St. Tikhon’s Monastery, “ These Truths We Hold” St. Tikhon’s Seminary Pess, South
Canaan, Pensylvania 18459, 1986.

2. Hopko, Thomas Father, “ The Orthodox Faith, Volume II, Worship “ The Department of Religious
Education, The Orthodox Church in America, 1976.

3. Marghaziootee, Iooannou D. “ Theooreetikon Byzantinees Ekklesiastikees Mousikees” Ekdosis


Mousikou Oikou, Kharil.Stasinou, Atheenai, 1958

4. Milgram, Abraham, “Jewish Worship” The Jewish Publication Society of America, Yale University
Press, 1971.

5. Slobodsky, Seraphim Archpriest, “The Law of God”, Holy Trinity Monastery, Jordanville, New York,
1993.

< Prev Next >

Seni menurut Alkitab

Barangsiapa mencari dukungan Alkitab untuk sikap antipatinya terhadap seni, akan kecewa. Sebaliknya

orang yang mencari dukungan Alkitab atas sikap pro seni tanpa pandang bulu, juga akan dikecewakan.

Kedua sikap pro dan kontra dapat kita temui dengan jelas diajarkan dalam Alkitab.
Alkitab bukan saja mendukung pengembangan kesenian, tetapi bahkan memerintahkan kita untuk

mengembangkannya. Seni sebagai bagian dari panggilan dan karunia budaya, jelas merupakan suatu

karunia yang harus dikembangkan oleh manusia. Bukankah kreativitas manusia merupakan salah satu

aspek dari keberadaan manusia sebagai gambar Allah, Sang Pencipta yang Maha kreatif itu? Maka

mengembangkan daya seni yang Tuhan telah tanamkan dalam diri kita adalah bentuk ketaatan kita

terhadap panggilan-Nya untuk mencerminkan Dia melalui hidup dan karya kita.

Sepanjang Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kita menjumpai perkenan Allah atas berbagai upaya dan

karya seni: Bezaleel dan Aholiab (Kel 31:1-11), desainer seni Kemah Sembahyang; mazmur-mazmur;

hymnologi yang diungkapkan Paulus dalam surat-suratnya (Fil 2:6-11; Kol 1:15- 23); sampai ke doxologi di

Kitab Wahyu, semuanya menyaksikan fakta ini dengan jelas.

Bila kita telusuri kisah Bezaleel dengan lebih teliti, kita dapat menarik beberapa kesimpulan tentang seni.

Pertama, seni ada dalam cakupan kehendak Allah, sebab Allah sendiri yang memerintahkan pembuatan

Kemah Sembahyang secara berseni. Allah menginginkan tempat ibadah umatNya itu memiliki penampilan

bercita-rasa seni tinggi (Kel 25-28). Kedua, kemampuan seni adalah karunia Allah. "Lalu Musa memanggil

Bezaleel dan Aholiab dan setiap orang yang ahli, yang dalam hatinya telah ditanam TUHAN keahlian..." (Kel

36:2). Dalam tafsirannya tentang bagian ini, Calvin menandaskan bahwa setiap kemampuan seni atau

ilmiah, bahkan juga yang dimiliki mereka yang tidak beriman, adalah karunia Roh Kudus. "The knowledge of

all that is most excellent in human life is said to be communicated to us through the Spirit of God"

(Institutes 2.2.16). Maksud Calvin bukanlan bahwa seniman yang tak beriman memiliki Roh Kudus, tetapi

bahwa semua kemampuan dalam diri manusia adalah akibat pekerjaan Roh Kudus dalam anugerah umum.

Lebih jauh, Keluaran 31 mengembalikan seluruh detil kemampuan seni yang dibutuhkan untuk merancang

interior maupun eksterior Kemah Sembahyang itu sebagai karunia Roh Kudus. (Perhatikan kata-kata

"Kutunjuk", "Kupenuhi", "Kuperintahkan" 31:2-6).

Seni selain merupakan karunia, juga merupakan panggilan hidup dari Allah. Banyak kaum injili masa kini

mengkategorikan hanya pelayanan gerejawi sebagai panggilan hidup dari Tuhan. Tetapi melalui gerakan

Reformasi kita disadarkan bahwa seluruh kehidupan kita adalah pelayanan dan ibadah untuk Tuhan, dan

karena itu, adalah panggilan Tuhan untuk kita. Bezaleel menerima panggilan itu. Panggilan di bidang seni,

seperti halnya panggilan di bidang pelayanan Firman, atau di bidang ilmu, tidak berlaku umum tetapi

berlaku khusus. Tuhan memanggil secara pribadi. Seseorang bisa dipanggil Tuhan menjadi pendeta atau

missionaris atau guru atau ilmuwan, bisa pula dipanggil-Nya menjadi seniman!

Walaupun terhadap seniman-seniman bukan Kristen tidak dapat kita katakan bahwa "ilham" yang mereka

terima adalah bukti mereka dipimpin oleh Roh Kudus, namun dalam kasus seniman Kristen (seperti halnya
Bezaleel dalam Kel 35:30) dapat disimpulkan adanya hubungan erat antara mutu kerohanian dengan mutu

seninya. Urutannya jelas: "memenuhinya dengan Roh Allah, dengan keahlian, pengertian dan pengetahuan

dalam segala macam pekerjaan..." (Kel. 35:31). Juga kepandaian untuk mengajar (ayat 34). Melalui kisah

Bezaleel ini kita menarik pelajaran indah bahwa seni adalah karunia yang Tuhan berikan kepada manusia

dan merupakan panggilan khusus untuk orang tertentu yang dipanggil-Nya menjadi seniman. Pelayanan

dalam bidang seni ini meliputi prinsip pimpinan Roh, pemberian kemampuan, penggunaan akal dan

pengetahuan serta pengembangannya melalui jalur ajar-mengajar.

Di pihak lain, Alkitab juga mengungkapkan penyalahgunaan seni oleh manusia. Firman Tuhan melarang

pembuatan patung dan berbagai simbol lainnya untuk disembah (Kel 20:4,5). Harun dengan lembu

emasnya, Nebukadnezar dengan patung raksasanya, dan kitab-kitab petenung zaman Kisah Para Rasul,

cukup menjadi bukti betapa mudahnya daya seni manusia itu dipakai untuk menghasilkan hal-hal yang

jahat, buruk dan melawan Tuhan. Teologi Reformed mengingatkan kita bahwa kejatuhan manusia dalam

dosa mencemarkan seluruh aspek kemanusiaan kita, termasuk kepekaan dan daya seni manusia.

Bila Alkitab bersikap seperti itu, kita pun seharusnya bersikap demikian. Kita patut bersikap positif,

menerima dengan syukur dan mengembangkan potensi seni yang Tuhan titipkan pada kita. Di lain pihak

kita wajib sadar akan pengaruh dosa yang mungkin membelokkan arah seni dari memuliakan Tuhan dan

membangun kemanusiaan menjadi sesuatu yang memberontak melawan Allah dan menghancurkan

kemanusiaan.

Peran Kristen terhadap kesenian

Terhadap kesenian, orang Kristen dan gereja wajib menjalankan perannya sebagai imam, nabi dan raja.

Sebagai imam, kita dipanggil untuk "menyelamatkan" kesenian dalam arti menyaksikan prinsip-prinsip

Kristen ke dalam pergumulan dan pengungkapan seni dunia di sekitar kita. Sebagai nabi kita dipanggil

untuk menyuarakan kebenaran dan menilai kesenian dalam terang kebenaran Firman Tuhan. Sebagai raja

kita dipanggil untuk memerintah, menguasai, mempengaruhi kesenian, terutama dengan jalan menciptakan

ungkapan-ungkapan kesenian yang dinafasi oleh kekristenan dalam keterlibatan penuh kita di dalam

kesenian.

Bila semua peran itu kita jalankan, maka timbullah beberapa konsekuensi praktis dalam sikap kita terhadap

kesenian. Ada kemungkinan kita harus membuangnya, sebab karya seni bersangkutan sudah sedemikian

dirusak oleh ketidakbenaran dan kejahatan (misalnya: berhala-berhala, kitab primbon, film porno, dsb). Ada

pula saat ketika kita boleh menerima karya seni bersangkutan karena prinsip isi dan bentuknya tidak

menyimpang dari kekristenan. Lebih dari itu, orang Kristen terpanggil untuk mengembangkan daya seninya
sedemikian rupa sampai mampu mencetuskan karya-karya seni yang berprinsip Kristen dan mempengaruhi

dunia.

Kesenian gerejawi

Dalam sejarah terbukti bahwa kesenian yang dikembangkan dalam konteks gereja sempat menjadi ratu

yang berpengaruh dan ditiru kesenian dunia ini. Arsitektur gereja dan musik gereja adalah dua contoh

paling jelas tentang hal ini. Tetapi apa yang dulu merupakan kebanggaan gereja rupanya kini sudah

berbalik. Dalam banyak hal, gereja paling ketinggalan dalam kesenian di zaman ini. Kenyataan ini

merupakan cambuk yang melecut kita untuk mawas diri dan bangun dari ketiduran kita dalam bidang seni

gerejawi. Di manakah dramawan, musikus, pelukis, arsitek, pemahat, novelis Kristen abad ini yang mau

menggeluti ulang panggilan Tuhan untuk bidang seni dan menghasilkan karya-karya berkaliber?

Seni Kristen/gerejawi bukan saja yang semata merupakan ungkapan kisah- kisah Alkitab. Karya-karya

Dostoevsky (The Brother's Karamazov) yang sarat dengan masalah filsafat, religius, dan sosiologis juga

dapat dipakai Tuhan untuk mentobatkan orang. Karya Tolkien mungkin lebih mampu berkomunikasi dengan

banyak orang tentang kebenaran Kristen. Karena itu kita perlu lebih banyak seniman Kristen yang

menempatkan ulang Kekristenan di panggung pergelaran seni dunia.

Namun demikian, sisi lainnya tidak boleh kita lupakan. Seperti yang Tuhan Yesus ingatkan, semua orang

yang ingin taat kepada-Nya pasti akan menerima salibnya sendiri. Dalam bentuk penghinaan, dipandang tak

berarti, dianggap tidak sesuai trend, dan sebagainya. Demikian pula tidak selamanya Tuhan mengijinkan

kesenian gerejawi diterima di panggung kesenian dunia ini. Selama penolakan dunia atas kesenian gerejawi

dan orang Kristen bukan disebabkan oleh kelalaian, kebodohan atau kemalasan kita sendiri dalam

mengembangkan seni, maka jelas bahwa itu adalah konsekuensi kemuridan kita mengiring Kristus.

Konklusi

Orang Kristen dan gereja tidak dapat mengelak dari keharusan terlibat dalam kesenian, paling tidak

menikmatinya. Kita disadarkan bahwa daya seni manusia adalah suatu karunia yang sangat mulia yang

menunjukkan aspek kemanusiaan kita sebagai gambar Allah. Dalam Alkitab sendiri, kesenian bisa dikatakan

sebagai puncak ibadah yang dimulai dari iman (doktrin), dilanjutkan oleh kasih (dalam etika) dan diakhiri

dengan doxology (estetika). Itu sebabnya, Kristen harus terlibat dalam kesenian dan mengupayakan

kesenian yang bermutu tinggi.


Di pihak lain, kita disadarkan bahwa dosa dan pengaruh iblis merembes masuk ke semua kapasitas

kemanusiaan kita, tidak terkecuali daya seni kita. Karena karya seni adalah karya manusia berdosa, seni

pun besar kemungkinan tercemar oleh dosa.

Karena itu, Kristen terpanggil menjalankan perannya sebagai imam, nabi dan raja. Kesenian harus

dikembalikan kepada tempatnya semula, yaitu sebagai alat untuk memuliakan Tuhan, mengungkapkan

keindahanNya dan ciptaanNya dalam ungkapan-ungkapan artistik dan menunjukkan kebenaran. Seni bukan

tujuan akhir yang diberhalakan dan memperbudak manusia. Seni dapat memuliakan Allah, mencerminkan

kebenaran dan keindahan serta membangun kemanusiaan, bisa pula sebaliknya. Karena itu, kita harus

berperan aktif: memperbaiki, menilai dan mencetuskan yang baru.

Sumber Artikel:

Sumber:

Nama Majalah : Momentum


Edisi : 02/Juli 1987
Judul Artikel : Seni dalam Perspektif Kekristenan
Penulis : Paul Hidayat STh.
Halaman : 4,11-13

Cukup banyak cara menyanyikan nyanyian jemaat hingga lagu-lagu tidak hanya dinyanyikan bersama-
sama. Akhir-akhir ini muncul trend yang membuat kantoria menyanyi setiap ayat pertama dari hampir
semua lagu yang dinyanyikan dalam ibadah.

Ingatlah, jemaat datang ke gereja di samping untuk beribadah, juga untuk menyanyi. Janganlah
kesempatan untuk menyanyi tersebut dikurangi karena kantoria harus menyanyi juga...! Hal-hal yang
harus diperhatikan:
1. Nyanyian pembukaan dan nyanyian penutup atau pengutusan harus dinyanyikan bersama-
sama baik ayat pertama maupun ayat terakhir.
2. Lebih baik jika nyanyian pembukaan dan penutup hanya dinyanyikan bersama. Jika ada banyak
ayat, tentu bisa bergilir-ganti tetapi tetap pada ayat pertama dan ayat yang terakhir dinyanyikan,
dilagukan bersama. Efek psikologisnya adalah kita sebagai satu umat, merasa benar-benar
sebagai satu persekutuan.
3. Refrein selalu dinyanyikan bersama-sama. Kecuali jika lagu tersebut lagu yang masih asing dan
ayat pertama dibawakan oleh kantoria. Jika lagu asing dan ayat pertama dibawakan oleh
kantoria, maka refrein dinyanyikan hanya oleh kantoria.
4. Nyanyian yang sudah dikenal sebaiknya di ayat yang pertama langsung dinyanyikan bersama-
sama, tidak perlu kantoria menyanyikan bait pertama. Karena fungsi kantoria adalah untuk
menuntun jemaat. Jika jemaat sudah tahu, artinya jemaat dapat langsung menyanyikan lagu
tersebut.
5. Nyanyian aklamasi yang diulang di antara doa atau hal lain, hanya memiliki intro di awal saja,
kali berikut, jemaat dapat langsung menyanyi dengan tuntunan kantoria.
6. Apa salahnya jika seluruh lagu dinyanyikan? Apalagi pada saat persembahan, seringkali lagu
yang memiliki ayat banyak, hanya dinyanyikan dua-tiga ayat saja.

Jemaat dapat menyanyikan nyanyian jemaat dengan berbagai cara:


1. Alternatim : bergilir-ganti. Antara jemaat, paduan suara, pria, wanita, anak-anak, solois dan juga
permainan instrumental. Janganlah dibuat terlalu rumit dan terlalu banyak pemeran. Misalnya
baris pertama wanita, baris kedua pria, baris ketiga bersama, baris keempat paduan suara dst.
Buatlah per bait atau mungkin jika satu bait itu panjang, sesekali bisa dipecah menjadi setengah
bait. Tetapi jangan sampai per baris. Ada juga yang memang lagu yang memiliki unsur dialog.
Jika demikian, unsur dialog tersebut sebaiknya diikuti.
2. Menyanyi secara antifonal (antara dua kelompok) atau responsorial (antara soloist dan
jemaat/orang banyak).
3. Menyanyikan discantus yang melengkapi nyanyian jemaat pada bait terakhir sebagai puncak.
4. Menyanyikan cantus firmus (melodi) di suara tenor (pria) dan suara-suara lain (dari paduan
suara) menyanyikan iringannya. Cocok untuk menyanyikan Mazmur.
5. Jika ada refrein, bait dapat dinyanyikan oleh solois atau paduan suara dan dijawab oleh jemaat
pada saat refrein.
6. Menyanyikan kanon. Saat ini cukup banyak lagu yang dapat dinyanyikan secara berkejar-kejaran
(canon).
7. Mengiringi nyanyian jemaat dengan iringan alternatif.
8. Mengiringi nyanyian jemaat etnis dengan iringan yang sesuai dengan karakter lagu.
9. Menyanyikan lagu prosesi atau persembahan dengan atau tanpa gerakan/tarian.
10. Menyanyi dengan menggunakan gerakan sederhana.
11. Menyanyikan lagu-lagu liturgis (misalnya Tuhan kasihani, Kemuliaan, Dasa Firman, Pengakuan
Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, Amin, Haleluya, dsb).

Itu adalah sebagian kecil kemungkinan untuk membawakan nyanyian jemaat supaya tidak selalu sama
dan membosankan. Liturgi atau ibadah adalah bakti umat kepada Tuhan. Di dalam liturgi, umatlah yang
berperan aktif, bukan hanya sekedar one man show saja. Nyanyian jemaat merupakan wujud
keikutsertaan jemaat yang paling nyata dalam ibadah. Oleh sebab itu, nyanyian jemaat harus mendapat
perhatian juga, bukan sekedar sebagai pelengkap saja.

Kantika dan Nyanyian Alkitab Lainnya Sep 2, '07 11:19 AM

for everyone

Kantika dan Nyanyian Alkitab Lainnya


Tradisi Awal dan Abad Pertengahan

Ada beberapa kantika dan nyanyian Alkitab lainnya yang kita temukan dalam koleksi nyanyian jemaat
kita. Yang paling sering kita temui adalah tentu saja Nyanyian Pujian Maria (Lukas 1:46-55), Nyanyian
Pujian Zakharia (Lukas 1:68-70) dan Nyanyian Pujian Simeon (Lukas 2:29-32). Namun kita juga mengenal
Nyanyian Tiga Orang Muda (ada di kumpulan lagu Taizé).

Tradisi Bizantin mengenal penggunaan 9 kantika ada ode untuk ibadah pagi (disebut juga Orthos) pada
hari Minggu dan hari raya:

Keluaran 15:1-18 (Nyanyian Syukur Musa)

Ulangan 32:1-43 (Nyanyian Musa menjelang ajal)

I Samuel 2:1-10 (Doa Hana)

Habakuk 3:2-19 (Doa Habakuk)

Yesaya 26:1-21 (Doa Yesaya)

Yunus 2:2-9 (Doa Yunus)


Apokrif Daniel 3:24-45 (Doa Azarya), 52-56 (Pujian Pertama Ketiga Pemuda)

Apokrif Daniel 3:57-88 (Pujian Ketiga Pemuda)

Lukas 1:46-55 (Nyanyian Pujian Maria), Lukas 1:68-79 (Nyanyian Pujian Zakharia)

Saat ini, susunan kantika Bizantin dikenal sebagai kanon (artinya peraturan). Pada abad ketujuh
bangkitlah praktek paraphrase dari kantika dan membuat bentuk puitis dari kanon. Beberapa di
antaranya dikenal sebagai hymne Paska

Di gereja barat, kita mengenal Peraturan dari Benedictus (540), yang menggunakan kantika dan mazmur
di dalam ibadah harian, tanpa menyebutkan nama individual dari tiap kantika. Kantika yang sering
dipakai untuk Lauda (di samping beberapa variasi kecil berdasarkan daerah):

Minggu: Apokrif Daniel 3:57-88 (Nyanyian Ketiga Pemuda)

Senin: Yesaya 12:1-6 (Nyanyian Yesaya)

Selasa: Yesaya 38:10-20 (Doa Hizkia)

Rabu: I Samuel 2:1-10 (Doa Hana)

Kamis: Keluaran 15:1-8 (Doa Musa)


Jumat: Habakuk 3:2-19 (Doa Habakuk)

Sabtu: Ulangan 32:1-43 (Doa Musa)

Kantika lain dipakai untuk Matins. Misalnya Matins Hari Natal menggunakan Yesaya 9:2-7, 26:1-12,
66:10-16.

Dalam tradisi Katolik Roma, kantika dari Lukas dipakai dalam puncak ofisi: Nyanyian Zakharia
(Benedictus) dipakai untuk Lauda, Nyanyian Maria (Magnificat) dipakai untuk Vespers, dan Nyanyian
Simeon (Nunc Dimittis) dipakai untuk Compline.

Dalam tradisi Roma Katolik modern, ofisi menggunakan kantika utama dalam Lukas dan sekitar 35
kantika minor dari Alkitab. Termasuk di dalamnya Yesaya 40:10-17; 61:10-62:5; Yeremia 31:10-14,
Yehezkiel 36:24-28, serta beberapa nyanyian dari kitab apokrif. Sedangkan dari Perjanjian Baru misalnya
dari Filipi 2:6-11, Efesus 1:3-10, Kolose 1:12-20 dan Wahyu 5:9-12; 19:1-7.

Tradisi Reformasi dan Protestan


Luther mengadaptasikan banyak syair Abad Pertengahan untuk nyanyian jemaat. Namun Luther juga
membuat nyanyian yang dipakai setiap Minggu yaitu: 10 Hukum Tuhan, Doa Bapa Kami, Pengakuan
Iman Nicea dan Nyanyian Maria. Ia juga membuat lagu “Jauh dari Sorga Datangku” yang berdasarkan
Lukas 2. Walaupun tradisi Lutheran dikenal dengan banyaknya koral, namun banyak penyair Lutheran
yang membuat paraphrase nats Alkitab sebagai nyanyian jemaat.

Semasa reformasi, mazmur amat sering diparafrasekan hingga menjadi nyanyian jemaat. Contohnya
antara lain Mazmur Jenewa. Mazmur Jenewa bukan hanya memuat Mazmur tapi juga termasuk
Nyanyian Zakharia, Maria, dan Simeon, serta Nyanyian Musa, 10 Hukum Tuhan dan Te Deum.

Tradisi Inggris dengan bukunya Book of Common Prayer, pada awalnya menggunakan istilah canticle
hanya untuk Nyanyian Pujian Ketiga Pemuda. Namun saat ini istilah itu dipakai untuk menyebutkan
mazmur, hymns, dan Nyanyian Alkitab yang dipakai dalam Doa Pagi dan Doa Malam. Biasanya diberikan
judul Latin. Susunannya sebagai berikut:

Doa Pagi

Venita (Mazmur 95)

Te Deum, atau Benedicite (Nyanyian Ketiga Pemuda)

Benedictus (Nyanyian Pujian Zakharia) atau Jubilate (Mazmur 100)


Doa Malam

Magnificat (Nyanyian Pujian Maria) atau Cantate Domino (Mazmur 98)

Nunc Dimittis (Nyanyian Pujian Simeon atau Deus misereatur (Mazmur 67)

Tradisi Anglikan juga menggunakan Beatitudes (Matius 5:3-10), dan I Kor 29:10-13, bagian dari Yesaya
60 dan kantika khusus untuk Natal, Jumat Agung, Paska dan Pentakosta. Canticles bisa diucapkan secara
responsorial atau didaraskan (chanted).

0 comments share
Kritis Memilih Nyanyian Jemaat Sep 2, '07 11:18 AM

for everyone

Analisis Nyanyian Jemaat

Baik dalam memilih nyanyian yang tepat untuk ibadah, terutama ibadah di gereja untuk hari Minggu,
maupun dalam menciptakan nyanyian jemaat, hendaknya kita memperhatikan hal-hal berikut yang
harus dianalisis:

Sastra

Isi

Karakter Musikal

Evaluasi

Struktur sastra

Metrum Imisalnya CM, 8.7.8.7)

Poetic feet (iambic, trochaic etc)

Skema rima (misalnya abab)

Unsur-unsur puisi

Pengelolaan kalimat

Isi syair

Berdasarkan Alkitab (jika perlu, berikan referensi)


Ajaran teologis (berhubung dengan ajaran tertentu dan jika perlu dengan menggunakan frase tertentu
dari doktrin yang menjadi bahan)

Arah isi lagu (kepada Allah, kepada manusia, untuk diri kita sendiri)

Pengelolaan (misalnya pola pokok pikiran, paradoks dll)

Karakter musikal

Struktur frase (pengulangan, terusan/through-composed)

Gerakan melodis (melangkah, melompat, naik, turun, interval)

Harmoni (akord dasar, akord pengganti, modulasi, ritme harmonis)

Metrum (tunggal, jamak)

Ritme (biasa, dengan titik, sinkop)

Kontrapunt (relasi antara bass dan melodi)

Bentuk (misalnya AAB)

Evaluasi

<!--[if !supportLists]-->4.1. <!--[endif]-->Syair

Apakah pokok pikiran yang ada bersifat teologis?

Apakah lagu tersebut berpusat pada pikiran mengenai Allah atau berpusat pada perasaan si penyanyi?

Apakah pokok pikiran yang tertera dalam lagu tersebut dapat dimengerti oleh rata-rata anggota jemaat?

Adakah kata-kata, istilah, nama, frase atau apapun juga, yang harus dijelaskan dari syair tersebut?

Apakah syair lagu memiliki kesederhanaan dan keindahan?

Apakah pokok pikiran mengekspresikan realitas spiritual? Apakah itu akan menjawab keperluan jemaat
secara umum?
Apakah pokok-pokok pikiran dalam lagu saling berhubungan? Apakah pokok-pokok pikiran tersebut
menghindari hal-hal klise dari nyanyian jemaat?

<!--[if !supportLists]-->4.2. <!--[endif]-->Musik

Apakah musiknya memperkaya dan memperjelas syair?

Apakah musiknya dapat dinyanyikan oleh orang banyak tanpa kesukaran? (misalnya ambitus, tessitura,
lompatan melodis, ritme yang kontras)

<!--[if !supportLists]-->4.3. <!--[endif]-->Penggunaan

Untuk peristiwa apakah lagu tersebut cocok dinyanyikan? (ibadah formal, ibadah di sekolah, pertemuan
evangelistis, dll)

Untuk golongan umur berapakah lagu tersebut cocok dinyanyikan?

Jika lagu tersebut belum dikenal, bagaimanakah cara memperkenalkannya pada jemaat?

Jika sudah dikenal, bagaimanakah caranya supaya kita dapat menyanyikan lagu tersebut dengan lebih
hidup dan berarti?

3 comments share

Orgel Pipa May 30, '07 10:07 AM

for everyone

Apa sih orgel pipa itu? Orgel pipa sebenarnya alat musik tiup yang menggunakan mekanik untuk
menggerakkan katup penutup udara. Prinsip cara kerja orgel pipa sama dengan prinsip cara kerja sebuah
suling. Udara dialirkan ke dalam tabung dengan diameter dan panjang tertentu, akibatnya terjadilah
bunyi.
Ada berbagai macam bunyi pada instrumen ini. Itu sebabnya orgel pipa juga mendapat julukan Raja Alat
Musik karena instrumen ini memiliki begitu banyak kemungkinan kombinasi bunyi. Pengaturan bunyi
dalam orgel pipa disebut registrasi, jenis suaranya disebut register.

Ada dua kelompok pipa, yaitu pipa biasa (seperti suling) dan pipa yang memiliki lidah (seperti hobo atau
fagot). Masing-masing memiliki bermacam variasi. Ada yang pipanya rata, ada yang mengecil ujungnya,
ada yang membesar, ada yang memiliki diameter kecil, sedang atau besar, ada juga yang ditutup. Nah,
semua itu yang membuat bunyi yang dihasilkan amat kaya.

Ada banyak cara menyusun registrasi karena kita mengenal banyak tradisi. Namun, musik apapun yang
kita mainkan, hendaklah disesuaikan dengan instrumen yang kita miliki. Jika kita memainkan musik
tertentu, maka perdengarkanlah keindahan musik tersebut dengan kombinasi registrasi yang indah.
Namun, jangan sampai terlalu banyak bunyi yang dihasilkan sehingga musiknya sendiri yang dihasilkan
oleh teknik permainaan, dilupakan.

Apapun juga musik yang dimainkan, pergunakanlah kombinasi suara yang paling cocok. Dengan
kemampuan instrumen yang seminim mungkin, kita harus menghasilkan musik yang mutunya
semaksimal mungkin. Have fun!

2 comments share

Aaaahhhh..... May 24, '07 2:14 PM

for everyone

Akhirnya kembali lagi ke Jakarta setelah seminggu lebih di daerah Minahasa. 6 hari di desa kecil Kilo
3,daerah Amurang, Minahasa Selatan, tanpa signal telepon (hanya Telkomsel yang sampai di sana
signalnya tapi itu juga megap-megap, kalau telpon harus keluar rumah atau cari posisi aman), tidak ada
koran Kompas (paling-paling hanya di kota Amurangnya, itu juga terlambat), nonton TV juga tidak bisa
karena rumah tempat menginap tidak ada antena, wah, seru deh... Tapi menyenangkan karena acara
pelatihan musik gereja tahap kedua ini telah berjalan dengan baik. Kelas dibagi dua, untuk para
pengiring nyanyian jemaat dan para penyanyi dan atau dirigen. Semoga di pelatihan tahap ketiga,
mereka bisa belajar lebih mendalam lagi.

Setelah itu istirahat sebentar dan ke Tomohon, kota kembang di Minahasa. Enak karena udaranya sejuk.
Berbeda dengan di Amurang yang berada di daerah pantai. Setelah beristirahat semalam, seusai makan
siang langsung berangkat ke bandara untuk kembali ke Jakarta. Seru juga naik pesawat Boeing 737-
900ER yang baru, bersih dan cukup nyaman. Namun tetap saja agak menyebalkan karena tidak
mendapat konsumsi seperti kalau kita naik GIA. Dalam perjalanan ke rumah, baru mendapat berita
bahwa harus langsung pergi ke Lawang. Aduh, belum 24 jam, besok siang sudah harus berangkat.
Kembali Sabtu siang. Ampun deh.... Aaaahhh ....belum hilang capeknya....

Tapi toch, aku menikmati itu semua. :) Menjadi saluran berkat melalui talenta yang kumiliki, supaya
nama Tuhan makin dimuliakan. Menjadi garam yang tercampur benar, bukan sekedar yang menggumpal
dalam makanan. Andaikata itu telah dijalankan, akhirnya akan kembali ke ibukota untuk kembali mengisi
bensin supaya ilmu ini tetap dapat berguna bagi orang banyak. Jakarta, o Jakarta, my happy home here
on earth.

0 comments share

Cara kerja orgel pipa May 24, '07 12:31 PM

for everyone

Banyak orang pikir main orgel pipa itu asal pencet saja, pasti keluar bunyi. Iya sih, tapi belum tentu beres
bunyinya kalau salah tekan. Lagipula karena mekaniknya yang cukup rumit, orgel pipa membuat organis
harus bermain dengan hati-hati. Mekaniknya cukup panjang. Dari tuts yang ditekan, hingga ke mekanik
yang menarik tuas hingga "pintu" atau katup udara dari ruang udara terbuka, tiba di tempat pipa,
terbuka juga pintunya dan menghasilkan bunyi. Anggap aja suling, karena prinsipnya sama dengan
suling. Nah, kalau mekaniknya ada yang nyangkut (seperti waktu konser Theresienmesse dari Haydn),
berabe berat. Dan itu tidak mudah mengoreksinya dengan cepat pada saat bermain. Ini sekedar gambar
supaya mereka yang hanya mendengar tanpa mengerti, bisa mengerti bahwa tidak mudah untuk
menjadi seorang organis karena ia juga harus menguasai paling tidak sedikit mengenai hal teknis dari
mekanik instrumennya.

Nah, di bawah ini ada sekedar contoh. Itu baru satu tuts, satu pipa, satu suara. Hitung saja, satu klavir
ada berapa tuts, dikali ada berapa register (bunyi). Yang berwarna biru sampai ke pipa, itu adalah udara.
Yang berwarna kuning adalah mekanik yang membuka dan menutup ruang udara tersebut. Jadi
mengertikah Anda mengapa jika sampai ada yang menyangkut, itu sangat mengganggu sang pemain
sekaliber apapun? :)

9 comments share

Practice, practice, practice May 6, '07 11:07 AM

for everyone

Just another Sunday evening. Time to practice with my partner, Raoul. We're going to accompany
Twilite Chorus for their upcoming concert. Typical Raoul, always late for no reason. I think I should be
glad if he showed up only 30 minutes late. Usually he is late for an hour or two.

Credo, why is the Credo always so long and difficult? But we played through, at least, the first part since
he has not finished writing his part yet. Boring.... After the Credo, we had fun playing the Sanctus,
Benedictus and Agnus Dei. Thank God it was over today. And now, time to rest....
0 comments share

What a day! May 5, '07 12:35 PM

for everyone

What a busy day... Early in the morning, we (Pa, Ma and my dear sister) went to Bandung since I had to
teach for the TOT in Griya Krida Sekesalam, in Bandung. It is an honour to serve Gods servants with my
knowledge. This morning I thank God that He grant me the courage to share my knowledge and skill to
fellow pastors of the GPIB synode.

After the workshop, we headed back to Jakarta to catch the concert of Sukacita Children's Choir at GKI
Wahid Hasyim where my students, Kelompok Musik Kreatif of the Jakarta Theological School, had to
sing. It is always nice to see the children sing.

Thank God, the day is almost over. I have to get up early in the morning because I must play the organ
for the service at 6am. Dear God, we praise Thee for what Thou have done for us. For all the time we
share with the family and friends, for all the joy Thou give us. Keep us and bless us tonite so that we can
rest and do our duties tomorrow. In Jesus' Name we pray. Amen.

0 comments share

TATOR May 4, '07 9:42 AM

for everyone
Finally, I had the opportunity to visit Tana Toraja. Thank the Theological Institute of the Torajan Church
that invited me to give a workshop for the upcoming pastors of the Torajan Church.

Just like any other worktrips, I did not have much spare time. Fortunately, we had a little spare time on
Sunday afternoon. Rev. Yasi and three pastors accompanied me during the trip to Ke' Te and Londa. We
went to see the Tongkonan (traditional Torajan Houses) and the lumbungs (the rice storage), the caves
where they put the corps and we went sight seeing the nice scenery.

On Sunday evening, after the last session, the participants went singing and dancing. It was fun and
actually it was hard to leave. I went quite often to some (small) cities or regions in Indonesia but every
place has its own charms. Toraja also has a special place in my memories.

0 comments share

Apa sih Liturgi itu? Sep 14, '06 11:45 AM

for everyone

Seringkali kita menganggap liturgi adalah sekedar tata ibadah saja. Padahal kata liturgi memiliki arti yang
jauh lebih luas daripada sekedar sehelai kertas yang memuat susunan mata acara ibadah kita.

Liturgi berasal dari bahasa Yunani, leitourgia. Kata leitourgia terdiri dari dua kata laos (umat) dan ergon
(karya). Liturgi merupakan bakti dan karya umat sebagai ungkapan syukur bagi Tuhan atas karya
keselamatan yang telah diberikan pada kita. Dengan demikian jelaslah bahwa liturgi adalah ibadah. Pada
perkembangannya, istilah ini dipersempit sehingga sekarang, tidak jarang kita berpendapat bahwa liturgi
adalah kertas tata ibadah saja.
Dalam ibadah ada dua hal penting yang terjadi. Yang pertama adalah pemberitaan mengenai karya
Tuhan melalui Putera-Nya, Yesus Kristus yang telah mati disalibkan untuk membebaskan kita umat
manusia dari belenggu dosa. Atas karya keselamatan tersebut, kita, umat yang dibebaskan,
mengungkapkan syukur kita bagi Tuhan. Dengan demikian, ibadah bersifat aktif dan dilakukan secara
sadar. Ibadah adalah kata kerja dan bukan kata benda.

Jemaat memegang peranan penting dalam penyelenggaraan ibadah tersebut karena itu adalah respons
kita sebagai umat percaya kepada Tuhan. Ibadah kita adalah persembahan yang sejati, kata Rasul Paulus
dalam Roma 12:1, “Karena itu saudara-saudaraku, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu,
supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang
berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”

Ibadah membawa kita datang ke hadirat Tuhan. Ibadah yang bersifat pribadi tersebut haruslah tetap
dengan penuh hormat dan keagungan karena Allah kita adalah Allah yang Maha Agung dan Maha Besar.
Layakkah kita datang ke hadirat-Nya begitu saja tanpa persiapan? Itu sebabnya penting sekali bagi kita
semua untuk mempersiapkan diri kita datang menghadap hadirat Tuhan.

Bukan para petugas ibadah (pendeta, majelis, pemusik, pemandu lagu, paduan suara) yang harus
mempersiapkan diri tapi juga umat. Persiapan ibadah biasanya dilakukan pada hari Jumat bagi para
majelis jemaat, pada saat latihan-latihan paduan suara dan latihan musik pribadi. Pada saat kita akan
beribadah, kita mempersiapkan diri melalui saat teduh dan doa pribadi sebelum ibadah dimulai. Apa
yang kita doakan? Mendoakan supaya kita ditenangkan dan dapat menjalankan ibadah dengan baik,
berpartisipasi aktif dan dengan sadar beribadah, bukan sekedar rutinitas saja. Tubuh kita adalah Bait
Allah dan sudah selayaknya kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan hidup bagi Allah.

Liturgi atau ibadah amatlah luas. Dalam liturgi ada tata waktu, tata gerak, tata ruang, tata laksana,
simbolik dan sebagainya. Hal-hal ini akan dibahas dalam rubrik Sekilas Liturgi yang akan datang. (CM)

Artikel pendek ini diambil dari Info Komisi IAI (Iman, Ajaran dan Ibadah) GPIB Paulus Jakarta, edisi
perdana September 2006.
0 comments share

Menyanyi dan Memuji Tuhan dengan Roh dan Akal Budi Aug 27, '06 2:08 PM

for everyone

Sekedar refleksi seorang pemusik gereja

Tema dari Pertemuan Raya Pemusik Gereja 2006 ini amat menggugah hati para pemusik gereja dan
mengingatkan kita bahwa musik gereja merupakan hal penting dalam ibadah kita. Rasul Paulus berkata
kepada jemaat di Kolose, dalam Kolose 3:16-17, “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala
kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang
akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap
syukur kepada Allah di dalam hatimu.” Di samping itu, Rasul Paulus juga berkata, “dan janganlah kamu
mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan
Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian
rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati,” (Efesus 5:18-19).

Seringkali sebagai pemusik yang bermain atau menyanyi dalam ibadah di gereja, kita lupa, apa
sebenarnya yang kita lakukan, apa maknanya dan mengapa kita lakukan itu? Seringkali kesombongan
kita lebih berbicara daripada kerendahhatian kita. Dalam surat kepada jemaat Roma, Rasul Paulus
berkata, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada
Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi
berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah yang kehendak
Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna,” (Roma 12:1-2).

Musik gereja adalah liturgi, liturgi berarti ibadah. Pada saat kita beribadah, pusat ibadah hanyalah Tuhan
Allah Tritunggal, bukan pendeta, bukan majelis jemaat, bukan paduan suara maupun para pemusik.
Perhatian jemaat hanyalah kepada Tuhan saja. Itu sebabnya mengapa ibadah kita harus dipersiapkan
sebaik mungkin supaya jemaat dapat merasakan kehadiran Tuhan di tengah mereka dan juga supaya
jemaat merasa nyaman untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan juga berinteraksi dengan sesama
manusia.
Itu sebabnya, nasihat Rasul Paulus bagi kita untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan
hidup yang kudus dan berkenan bagi Tuhan, merupakan salah satu pegangan untuk mengingatkan kita
betapa pentingnya penyerahan diri kita pada Tuhan. Bahwa pelayanan yang kita lakukan, benar-benar
merupakan persembahan kita, demi kebesaran dan kemuliaan nama Tuhan saja. Bukan untuk kebesaran
nama kita sendiri.

Musik memiliki kekuatan dan daya tarik psikologis yang amat tinggi. Seringkali kita melupakan syair dari
satu lagu tapi kita mengingat musiknya. Itu sebabnya, dalam penyelenggaraan musik ibadah, hendaknya
para pemusik tidak terlalu menarik perhatian jemaat melalui permainannya tapi justru mendukung
ibadah melalui permainannya. Bunyi yang dihasilkan hendaknya seimbang dengan keadaan jemaat.
Apapun yang dimainkan, kiranya dimainkan dengan penuh kesadaran dan dengan dukungan Roh Kudus.
Bahwa kita tidak membiarkan diri kita terbawa emosi melainkan tetap dengan akal budi.

Permainan seorang pemusik gereja, bukanlah sekedar permainan. Ada dimensi spiritual dalam
permainan tersebut. Dimensi spiritual itu hanya dapat dirasakan oleh seluruh jemaat jika sang pemusik
gereja memiliki pengalaman spiritual dan hubungan spiritual yang erat dengan Tuhan Sang Pencipta.
Dengan kesadaran bahwa sebagai manusia, kita adalah ciptaan-Nya yang bernoda dan tak layak untuk
datang ke hadirat-Nya. Namun karena kasih karunia-Nya, kita telah diselamatkan dan menjadi murid-
Nya. Kabar gembira mengenai karya keselamatan itulah yang kita bagikan kepada semua orang,
sehingga sukacita tersebut dapat dirasakan oleh mereka yang belum mendapatkannya.

Ibadah tidak selalu berisi puji-pujian. Ibadah juga dapat berisi ratapan, tangisan bahkan amarah. Hidup
kita tidak selalu nyaman dan menapaki jalan yang lurus. Seringkali kita harus melalui jalan setapak yang
berbatu dan berkelok-kelok, naik dan turun gunung. Namun melalui itu semua kita dilatih untuk menjadi
kuat sebagai murid Kristus. Dalam permainan kita, kita harus juga dapat merasakan dan membagi
kesedihan melalui musik kita.

Hendaknya kita juga berkepala dingin dan sabar, tidak mudah terpancing dengan emosi kita. Jika
perkataan Kristus diam di dalam diri kita, sebagai ciptaan baru, hendaknya kita mempergunakan hikmat
karunia Tuhan dengan sebaik-baiknya, juga dalam permainan kita.

Ingatlah karya keselamatan yang telah dikaruniakan bagi kita. Apa yang telah kita persembahkan sebagai
ungkapan bakti dan syukur kita atas karya keselamatan tersebut? Bernyanyi dan bermazmurlah dengan
Roh dan akal budi. Kita melayani Tuhan melalui musik dengan tuntunan Roh Kudus. Dan dengan akal
budi, kita mempersiapkan yang terbaik dalam pelayanan kita. Selamat melayani, Tuhan beserta kita.

0 comments share

Prokantor dan Kantoria Aug 27, '06 2:04 PM

for everyone

Akhir-akhir ini banyak gereja yang mulai mempraktekkan penggunaan kantoria untuk menuntun
nyanyian jemaat. Namun sayang sekali, masih banyak orang yang masih bingung mengenai penggunaan
istilah kantoria, prokantor dan pemnadu lagu.

Prokantor dan kantoria merupakan satu kesatuan. Tidak ada prokantor tanpa kantoria dan tidak ada
kantoria tanpa prokantor. Istilah ini diambil dari bahasa Latin. Cantare adalah bahasa Latin yang berarti
menyanyi. Cantor adalah sebutan dalam bahasa Latin untuk orang yang menyanyi. Beberapa orang
penyanyi yang bernyanyi bersama dalam satu kelompok dikenal dengan nama schola cantorum atau
kelompok biduan. Kelompok biduan ini dipimpin oleh procantor. Procantor adalah pemimpin biduan
yang berdiri di depan para biduan (pro = di depan, cantor = penyanyi).

Schola cantorum ini berfungsi dalam ibadah sejak masa Abad Pertengahan. Sebetulnya sejak masa
Perjanjian Lama, di masa Raja Daud telah dikenal kelompok biduan yang bertugas di dalam ibadah orang
Yahudi. Kira-kira di akhir tahun 80-an, H.A. Pandopo mulai mempopulerkan penggunaan istilah schola
cantorum, antara lain melalui bukunya, Menggubah Nyanyian Jemaat dan melalui pengajarannya di
Kursus Musik Gereja dan pembinaan-pembinaan yang diberikannya. Di akhir tahun 90-an, istilah ini
makin berkembang dan dibuat terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu kantoria dan prokantor (yang
kadang-kadang disebut juga sebagai dirigen umat).

Sejak itu makin banyak gereja yang menggunakan istilah ini. Namun seringkali istilah prokantor dipakai
untuk seseorang yang menyanyi di depan tanpa memimpin paduan suara. Jika seperti ini, maka
sebenarnya istilah yang lebih cocok dipakai adalah pemandu lagu atau song leader. Akhir-akhir ini juga
muncul “kantoria” yang terdiri dari dua atau tiga orang yang menyanyi dengan mikrofon hingga
suaranya menutupi suara jemaat. Sebenarnya hal itu bukan kantoria tapi lebih baik disebut sebagai
kelompok pemandu lagu. Mengapa? Kantoria sebaiknya terdiri dari sekelompok orang yang menyanyi
selaras dengan jemaat, bukannya menutupi suara jemaat.

Berapa banyak patokan jumlah anggota kantoria untuk suatu ibadah? Minimal 10% dari jumlah jemaat.
Misalnya jika ibadah tersebut biasanya dihadiri oleh 100 orang berarti jumlah penyanyi dalam kantoria
minimal 10 orang. Jika lebih banyak tentu lebih enak, karena volumenya juga lebih besar.

Sebaiknya kantoria tidak menyanyi dengan mikrofon. Jika memang diperlukan untuk menyanyi dengan
bantuan mikrofon,maka sebaiknya volume mikrofon diatur sedemikian rupa hingga kesannya tidak
artifisial namun sekedar menguatkan, bukan mendominasi.

Sebaiknya kantoria terdiri dari laki-laki dan perempuan yang menyanyikan lagu jemaat 4 suara, SATB.
Namun paduan suara sejenis juga dapat berfungsi sebagai kantoria, tentu saja dengan menyanyikan
aransemen khusus untuk suara sejenis. Namun tidak selamanya kantoria harus menyanyikan nyanyian
jemaat dalam beberapa suara. Bisa juga kantoria menyanyikan nyanyian jemaat secara unisono.

Pada bagian bergilir-ganti, jika ada refrein, maka bagian refrein selalu dinyanyikan bersama-sama. Jadi
bukan hanya solois, perempuan atau laki-laki saja, tapi oleh seluruh jemaat.

Sebenarnya kita tidak perlu membuat kantoria secara khusus. Kantoria merupakan sebuah fungsi.
Paduan suara yang ada, paduan suara yang bertugas pada ibadah, dapat berfungsi sebagai kantoria.
Hingga kita tidak perlu repot mengumpulkan orang dan membuat paduan suara baru. Hendaknya makin
banyak paduan suara yang menyadari bahwa fungsi utama paduan suara adalah untuk menuntun
nyanyian jemaat dan bukan sekedar menyanyi dua lagu paduan suara saja.

Tentu saja tanggung jawab paduan suara yang berfungsi sebagai kantoria amatlah besar. Di samping itu,
kemampuan teknisnya harus cukup karena tidak mudah untuk mempersiapkan lima-enam nyanyian
jemaat di samping mempersiapkan lagu paduan suara solo. Di situlah tantangan bagi paduan suara.
Jangan sekali-sekali menganggap kantoria itu paduan suara ranking kedua. Justru tidak mudah untuk
menjadi kantoria karena anggota paduan suara dituntut untuk dapat mempersiapkan diri dalam waktu
singkat, menyanyikan beberapa lagu dalam 4 suara. Jika tugasnya hanya sebulan sekali mungkin mudah,
tapi jika harus dilakukan dua minggu sekali, dengan frekwensi latihan seminggu sekali, cukup berat kalau
anggota tidak mandiri dalam menyanyi.
Artikel pendek ini bertujuan sekedar untuk meluruskan penggunaan istilah prokantor, kantoria dan
pemandu lagu saja. Mengenai petunjuk teknis penyelenggaraan kantoria dalam ibadah, akan dibahas
dalam artikel tersendiri.

0 comments share

Reuni dan memperluas jaringan Aug 26, '06 2:28 PM

for everyone

Pertemuan Raya Pemusik Gereja

Ajang reuni dan memperluas jaringan

Salah satu hal yang amat menyenangkan dari pertemuan raya ini adalah begitu banyaknya peserta.
Sebagian tentu saja teman-teman yang sudah lama tidak berjumpa dan sebagian lagi adalah kenalan-
kenalan baru dari berbagai daerah.

Pemusik biasanya unik dan di mana pun, kapan pun, pasti berusaha sedapat mungkin untuk bermusik.
Dan benar… Hingga larut malam banyak orang yang masih bermusik. Entah bermain instrumen atau
menyanyi.

Dari kumpul iseng-iseng di pinggir kolam renang, akhirnya jadi kantoria yang bertugas di ibadah pagi.
Hari kedua kami menyanyikan lagu baru, benar-benar fresh from the oven, ciptaan A. Apituley. Lagu
dengan idiom musik populer ini amat sederhana tapi indah. Syair adalah salah satu kekuatan Apituley.
Lagu ini dikemas dalam gaya easy listening hingga mudah dinyanyikan. Setelah ibadah pagi, banyak
orang yang meminta partitur lagu tersebut. Hehehe…, bisa jualan partitur tuh mustinya…
Di samping bertemu dengan teman-teman lama, jaringan baru mulai terbuka. Senang sekali bertemu
rekan-rekan dari berbagai daerah. Tiap orang memiliki pergumulan masing-masing. Dan itu semua
memperluas pengetahuan kita. Dari kenalan-kenalan baru, muncul kerja sama baru. Menyenangkan…

Walaupun tubuh lelah, hati amatlah gembira. Walaupun kadang kala hati kesal, pada saat kita
mengingat kembali, mengapa kita bermusik dalam ibadah, hati pun terhibur. Pelayanan kita bukanlah
untuk manusia tapi pelayan kita adalah ibadah sejati kita, persembahan sejati kita bagi Tuhan Allah Bapa
yang Perkasa dan Ibu yang Pengasih. Manusia tak lepas dari kesalahan. Apapun juga pergumulan dan
kendala kita dalam pelayanan musik, ingatlah bahwa kita melakukan pekerjaan Tuhan, bukan untuk diri
kita tapi hanya untuk kebesaran dan kemuliaan nama Tuhan saja.

Melalui teman dan jaringan, kita bersama-sama saling mendukung dalam pekerjaan kita untuk
mewujudkan gereja yang hidup. Tidak ada yang lebih pintar atau bodoh, kita semua sama-sama sebagai
rekan sekerja, sudah selayaknya saling mendukung, bukan saling menjelekkan. Kedengkian di hati
memang sulit untuk dibuang, namun apakah kita ingin terus hidup dalam kedengkian? Konfrontasi
mungkin menyakitkan hati namun janganlah kita menjadi batu penghalang bagi orang lain karena
kekerasan hati kita.

Pelayanan musik bukanlah sekedar pekerjaan untuk bermusik tapi pelayanan berarti memberikan
pembebasan bagi mereka yang mendengarkan dan menyanyikan musik, hingga mereka dapat lebih
tenang dan khusyuk dalam beribadah. Marilah kita bersama-sama membangun dan memperbaiki mutu
penyelenggaraan ibadah dalam jemaat. Kiranya Tuhan menguatkan kita semua. (Sekedar catatan kecil
Christina Mandang setelah mengikuti Pertemuan Raya Pemusik Gereja 2006).

0 comments share

Mari Mengiringi Jilid 1 Aug 26, '06 2:26 PM

for everyone

Mari Mengiringi jilid 1


15 Lagu Pelengkap Kidung Jemaat

Saat ini tidak terlalu banyak buku iringan nyanyian jemaat yang beredar di Indonesia. Oleh karena itu,
akhirnya Yamuger menerbitkanlah jilid 1 dari seri Mari Mengiringi, yang berisi 15 aransemen akord dari
lagu PKJ, disusun oleh Christina Mandang.

Buku iringan ini ditujukan terutama untuk instrumen electone namun iringan yang ada bisa juga
dimainkan dengan piano atau keyboard. Dalam buku ini tertera petunjuk tempo, registrasi dan ritme
iringan. Ada lagu yang juga dilengkapi dengan intro pendek dan ada juga lagu yang memiliki dua suara.
Lagu yang dipilih beragam, dari hymn konvensional hingga nyanyian jemaat bernuansa etnik baik dari
Indonesia maupun luar negeri.

Ada beberapa edisi yang sedang dipersiapkan, antara lain lagu-lagu pilihan untuk di awal ibadah, saat
teduh dan akhir ibadah. Aransemen yang dibuat diusahakan sedapat mungkin memiliki tingkat kesulitan
yang beragam dari mudah hingga agak sulit. Musik gereja menjadi lebih berarti jika para pengiring
nyanyian jemaat lebih serius mempersiapkan musik ibadah yang akan dimainkan.

Seorang pengiring nyanyian jemaat tugasnya bukan sekedar mengiringi jemaat menyanyi namun juga
membangun suasana ibadah yang sesuai dengan tema ibadah. Itu sebabnya, di awal ibadah, pemain
organ atau piano hendaknya memainkan lagu yang tenang, yang membawa jemaat dalam segala
ketenangan mempersiapkan diri untuk menghadap Tuhan. Dalam saat teduh, hendaknya pengiring
nyanyian jemaat memainkan lagu yang berhubungan dengan tema khotbah atau jika tidak, lagu yang
membuat jemaat mengingat apa yang telah didengar dalam khotbah. Seusai ibadah, jemaat dapat
melangkahkan kaki menuju dunia dengan iringan lagu-lagu pengutusan yang membakar semangat untuk
berkarya sebagai murid Kristus di dalam dunia.

Kiranya buku iringan ini dapat menambah khazanah repertoar iringan nyanyian jemaat. Selamat
melayani.

0 comments share
Pertemuan Raya Pemusik Gereja 2006 Aug 26, '06 2:20 PM

for everyone

Menyanyi dan Memuji Tuhan dengan Roh dan Akal Budi

Wisma Kinasih, Bogor, 16-19 Agustus 2006

Pada tanggal 16-19 Agustus lalu, Komisi Musik Gereja Kristen Indonesia menyelenggarakan Pertemuan
Raya Pemusik Gereja yang pertama di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor. Tema dari pertemuan raya ini
adalah “Menyanyi dan Memuji Tuhan dengan Roh dan Akal Budi.” Dalam kata sambutannya, Badan
Pekerja Majelis Sinode GKI menyatakan bahwa pertemuan raya ini merupakan tanda kepedulian GKI
terhadap perkembangan musik gereja di tanah air. Kesadaran akan pentingnya pemberdayaan tenaga-
tenaga yang berkecimpung di dalam penyelenggaraan ibadah. Dengan demikian ibadah yang dilakukan
dapat menjadi ibadah yang hidup dan penuh makna.

Ketua Komisi Musik GKI, Ibu Anny Gosana, menyatakan bahwa acara ini diselenggarakan untuk
meningkatkan mutu sumber daya manusia yang berkompeten dalam urusan musik gereja. Salah satu
masalah yang dihadapi oleh banyak gereja adalah kurangnya sumber daya manusia yang terdidik dalam
bidang musik gereja. Para pengelola ibadah (majelis jemaat dan komisi musik gereja) juga dihadapkan
juga dengan menjamurnya berbagai gaya ibadah dan gaya musik yang digunakan dalam ibadah. Itu
sebabnya Komisi Musik GKI mengambil langkah lanjut untuk memperbaiki keadaan tersebut.

Tentu saja pertemuan selama empat hari tersebut hanyalah salah satu cara untuk memperbaiki mutu
pemusik gereja di jemaat-jemaat. Biar bagaimanapun juga, pembelajaran merupakan suatu proses yang
berlangsung terus-menerus. Namun keberanian Komisi Musik GKI untuk mengambil langkah ini patut
diacungkan topi. Dengan demikian, para pemusik gereja dapat saling berbagi cerita, bersama-sama
belajar atau sekedar mengingat kembali hal-hal yang mungkin dulu sudah pernah dipelajari tapi telah
kita lupakan. Di samping itu, acara ini juga merupakan sarana penting untuk saling menguatkan sesama
pemusik gereja di dalam pergumulannya masing-masing.
Acara dibuka dengan Ibadah Pembukaan yang dipimpin oleh Pdt. Agustinus Kermite dan musik ibadah
dipandu oleh Kelompok Musik Kreatif Sekolah Tinggi Teologi Jakarta di bawah pimpinan Christina
Mandang. Di samping itu kelompok kolintang di bawah asuhan Ibu Leony Prawiro juga turut
memeriahkan acara pembukaan pertemuan raya ini. Di malam pertama, para peserta bersama-sama
mendiskusikan mengenai Perkembangan Pelayanan Musik yang dipandu oleh Pdt. Ferdy Suleeman dan
Pdt. Yuswantori. Sayang, karena waktu yang terbatas, diskusi panel ini dirasa kurang seru karena para
peserta tidak dapat terlalu banyak mengemukakan pendapatnya. Namun paling tidak, ini adalah langkah
awal untuk mengadakan diskusi yang lebih kritis mengenai masa depan musik gereja di Indonesia,
khususnya dalam jemaat Gereja Kristen Indonesia.

Dari tanggal 17 hingga 19 Agustus, para peserta dapat mengikuti berbagai lokakarya dan seminar. Ketua
Panitia, Bapak Lucas Hilman, menyebutkan bahwa ada sekitar 30 sesi dalam 4 hari pertemuan raya ini.
Di samping itu, tiap malam peserta dapat menikmati Konser Malam yang dibawakan oleh beberapa
paduan suara, yaitu Paduan Suara Angelicus, Sanctus, Adoramus dan Diani Choir.

Panitia mendapat bantuan dari Calvin Institute of Christian Worship yang telah mengirimkan tiga orang
stafnya, seorang staf pengajar dari Calvin College dan beberapa mahasiswa dari Calvin Theological
Seminary.

Dr. Emily Brink adalah Senior Research Fellow dari CICW dan editor dari Reformed Worship Publications.
Sedangkan Dr. Bert Polman adalah Profesor dan Ketua Jurusan Musik dari Calvin College serta Senior
Research Fellow dari CICW. Anne Zaki adalah spesialis pengembangan sumber daya global di CICW. Dr.
Joel Navarro, adalah Associate Professor Jurusan Musik di Calvin College.

Ada begitu banyak materi yang dibawakan. Dr. Brinck memberikan sekilas hymnologi, mengatasi konflik
dalam pelayanan musik serta membangun hubungan antara pendeta dan pemusik. Dr. Polman
membahas mengenai pengaruh musik gereja terhadap pembangunan spiritual dan tradisi ibadah
reformed. Anne Zaki membawakan topik yang menarik dan praktis mengenai ibadah, keramah-tamahan
dan pelayanan pastoral. Joel Navarro cukup sibuk dalam pertemuan raya ini karena beliau memberikan
beberapa sesi yaitu teknik direksi paduan suara, dasar-dasar perkembangan musik paduan suara dan
penggunaan instrumen di dalam ibadah.

Di samping pembicara dari luar negeri, ada juga pembicara dari dalam negeri seperti Pdt. Ferdinand
Suleeman yang membahas mengenai karakter pelayan musik dan Ev. Ester Nasrani dengan topik teknik
latihan. Delima Simamora dan Rubin Lukito mengajarkan peserta teknik menyanyi dalam voice building.
Sedangkan para organis dan pianis dapat bersama-sama membagi pengalaman dan menambah
pengetahuan dalam sesi iringan organ oleh Christina Mandang dan iringan piano oleh Priscilla Dianawati.
Di hari terakhir, kelas organis dan pianis bersama-sama mempraktekkan apa yang telah dipelajari dalam
dua hari pertama. Ibu Priscilla juga membahas membagi pengalamannya dalam mengembangkan
ensembel dalam ibadah gereja.

Di siang hari, pada saat para peserta mulai terserang kantuk, diadakan kelas paduan suara yang
merupakan latihan bagi para peserta untuk mempraktekkan apa yang telah mereka pelajari. Ada
beberapa kelas yang dipimpin oleh Ibu Delima, Indra Simanjuntak, Ibu Ester, Pak Rubin serta Gracia
Simanjuntak (yang juga memberikan materi sehubungan dengan kantorat).

Konser Malam yang diselenggarakan cukup menarik. Namun terlihat sekali bahwa titik tolak dari
paduan-paduan suara tersebut adalah musik paduan suara sebagai seni pertunjukan dan bukan sebagai
musik ibadah. Memang musik itu penting tapi musik gereja itu bukan pertunjukan melainkan musik
gereja adalah ibadah. Pendengar kehilangan dimensi spiritual dalam musik. Dimensi spiritual itulah yang
terasa dalam ibadah pembukaan dan ibadah pagi. Namun sayang dalam konser malam, panitia
kelihatannya kurang berkoordinasi dengan pihak paduan suara yang diundang sehingga programa yang
dibawakan ada yang rasanya kurang cocok dibawakan dalam acara pertemuan raya yang membicarakan
mengenai musik ibadah.

Pertemuan Raya Pemusik Gereja usai dengan diselenggarakannya Ibadah Penutup. Sayang sekali, ibadah
penutup ini memberikan kesan anti klimaks dari ibadah pembukaan yang disiapkan dengan matang dan
terselenggara dengan lancar. Hal itu disebabkan adanya pertunjukan musik di tengah ibadah. Mungkin
jika pertunjukan tersebut dilakukan di akhir acara, maka peserta tidak akan terganggu. Tak ada gading
yang tak retak. Kita semua saling belajar dan bersama-sama berusaha untuk memperbaiki keadaan kita
saat ini. Selamat kepada Panitia Penyelenggara Pertemuan Raya Pemusik Gereja 2006 dan Komisi Musik
GKI atas suksesnya acara ini. Biarlah puji-pujian kita menjadi dupa yang harum di hadapan Tuhan. Soli
Deo Gloria!

Musik Gereja Di Abad Pertengahan

Chant

Gereja di masa para rasul dan sesudahnya mengadaptasi nyanyian jemaat tanpa iringan dari tradisi
sinagoge. Di abad keempat, ketika bahasa Latin menggantikan bahasa Yunani sebagai bahasa yang
dipakai untuk ibadah di Roma, terdapat dua aliran, yaitu ritus Barat (Roma) dan ritus Timur.

Musiknya dikenal sebagai chant, plainchant atau plainsong. Di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan
nyanyian Gregorian.

Chant menurut Willi Apel (ahli musik):

Suatu bentuk dari musik religius, misalnya chant Hindu, chant Yahudi, chant Byzantine, chant Rusia dan
sebagainya.

Ciri khas chant:

1.                   Hanya melodi saja.

2.                   Tanpa harmoni, counterpoint atau iringan.

3.                   Hanya berupa musik vokal saja tapi tidak memiliki metrum yang tetap.

4.                   Merupakan musik monofonik (satu bunyi) karena dinyanyikan secara unisono.

Tidak mudah untuk mempelajari chant Kristiani. Kendala:

1.                   Sumber informasi biasanya fragmentaris atau bahkan tidak ada.


2.                   Disampaikan turun-temurun secara lisan. Akibatnya kita tidak mengetahui tradisi apa saja
yang diteruskan atau tidak, apa saja pengaruh yang diterimanya serta bagaimana
perubahannya.

3.                   Belum ada cara penulisan notasi (baru di abad kesembilan).

Namun perlu diingat, walaupun andaikata ada penulisan chant, biasanya chant yang hampir punah
yang ditulis duluan. Sedangkan chant populer yang sering dinyanyikan jemaat adalah chant yang
paling akhir atau jarang ditulis.

Namun, kita juga cukup banyak mendapat informasi mengenai musik gereja di menjelang Abad
Pertengahan ini.

Di empat abad pertama, chant berkembang baik di Barat maupun Timur.

Di dalam tradisi Timur kita mengenal beberapa ritus namun yang terpenting adalah Ritus Yunani
dari Konstantinopel. Di abad ketigabelas, tradisi ini memiliki kumpulan chant Byzantine yang ditulis
dengan notasi khusus, sama seperti nyanyian Gregorian dalam tradisi Barat di waktu yang sama.

Musik lain dalam tradisi Timur:

Syria, Koptik, Georgia, Armenia, Ethiopia, Slavonic dan Rusia.

Musik dalam tradisi Barat:

Roma, Galia, Mozarabis. Di samping itu juga ada tradisi Milan atau yang lebih kita kenal dengan
hymne Ambrosian.

Modus
Saat ini kita mengenal ada tangga nada mayor dan minor. Namun musik dari chant memiliki tangga
nada atau modus tersendiri. Itu lebih kita kenal dengan sebutan modus gerejawi atau tangga nada gereja.

Baik chant Byzantine maupun Gregorian menggunakan sistem yang terdiri dari 8 modus. Dalam tradisi
Byzantine disebut oktoechoes.

Tiap modus memiliki finalis (re, mi, fa atau sol). Ada dua macam modus:
-          Autentik

-          Plagal

Chant Byzantine memiliki nomor. Modus autentik adalah modus I, III, V, VII, sedangkan modus plagal
adalah II, IV, VI, VIII.

Nyanyian Gregorian memiliki 8 modus dengan nama. Modus autentik adalah Doris, Frigis,
Lydis,Mixolydis. Sedangkan modus plagal adalah Hypodoris, Hypofrigis, Hypolydis dan Hypomixolydis.

Autentik dan plagal menunjukkan ambitus atau jangkauan suara dari modus tersebut. Autentik berarti
dari nada finalis ke nada finalis berikut di oktaf atasnya. Sedangkan plagal dimulai empat nada lebih
rendah dari finalis dan berakhir lima nada lebih tinggi dari finalis.

Baik repertoar Barat maupun Timur menggunakan psalm tones atau pendarasan mazmur. Pusat dari
pendarasan adalah not resitatif.

Modus autentik memiliki not resitatif yang beda dengan modus plagal. Lebih dikenal dengan sebutan
dominan karena nadanya amat dominan. Dominan autentik biasanya lima nada di atas finalis, sedangkan
dominant plagal tiga nada di atas finalis.

Bunyi dari modus ini mungkin agak asing bagi telinga kita yang biasanya hanya mendengar tangga nada
mayor atau minor. Namun jika kita menyanyikan mazmur maka kita menyanyikan modus-modus
tersebut.

Ritme
Musik bukan hanya terdiri dari tinggi-rendahnya nada tapi juga terdiri dari panjang pendeknya nada. Itu
yang kita kenal sebagai ritme atau pulsa.

Ritme dari chant amat bebas. Berbeda dengan nyanyian jemaat yang kita kenal saat ini, di mana terdapat
birama dan ketukan menjadi teratur. Dalam chant, karena belum ada birama, ketukan tidak teratur.
Patokannya adalah kumpulan not (kumpulan ritme) yang terdiri dari dua atau tiga ketukan. Aksen
ditentukan oleh syair lagu.
Menurut Solesmes, musik adalah karunia Tuhan, bahwa kita dapat mengekspresikan perasaan kita
dalam hati, hingga tak dapat diterjemahkan. Hanya roh yang dapat mengerti struktur tersebut. Ritme
adalah “quite clearly an act of the mind,” sehingga hal yang berhubungan dengan ketukan atau ritme
berhubungan dengan ketenangan.

Metode Solesmes selalu membawa kita dalam ketenangan, bunyi yang menghasilkan ketenangan yang
sunyi senyap.

Terdapat perbedaan antara tradisi katolik yang mementingkan ketenangan dalam musik ibadah dan
tradisi lain seperti Luther misalnya, yang menganggap bahwa musik ibadah selalu penuh sorak-sorai.

Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan cara pendekatan mengenai bunyi. Waktu dan tempat yang
berbeda dapat menghasilkan musik yang berbeda, berdasarkan perspektif teologis yang beranekaragam.

Struktur
Ada tiga macam struktur dalam chant:

-          silabis

-          melismatis

-          neumatis.

Silabis: satu suku kata dinyanyikan dengan satu not.

Melismatis: satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa not.

Neumatis: campuran.

Ada tiga bentuk chant:

-          memiliki not resitatif,

-          memiliki ulangan (litany yang diulang-ulang atau bentuk strofis seperti hymne),

-          bentuk bebas.


Hymne Tradisi Timur
Jika di barat psalmody lebih berkembang dibandingkan hymnody, di tradisi Timur, hymne jauh lebih
banyak dan berkembang dibandingkan psalmody.

Ada sekitar 60 ribu incipit hymne (awal hymne, judul), ribuan yang tidak diterbitkan dan puluhan ribu
yang hilang di antara abad ke-8 dan 9. Bentuknya silabis untuk jemaat dan juga melismatis atau lebih
rumit untuk paduan suara dan solois. Nama-nama hymne itu bermacam-macam, misalnya troparion,
kontakion, kanon, sticheron, hypakoe.

Ambrosius dan Gregorius


Kedua bapa gereja ini dikenal sebagai tokoh musik gereja. Gregorius membuat standardisasi chant yang
akhirnya kita kenal dengan sebutan nyanyian Gregorian. Ia mengumpulkan lagu-lagu yang ada,
membuat sistematika tertentu mengenai musiknya serta menyusunnya berdasarkan tahun liturgis. Itu
sebabnya ia dikenal sebagai father of chant.

Ambrosius juga melakukan hal yang sama di Milan, namun bukan chant yang ia kumpulkan melainkan
hymne atau nyanyian jemaat. Itu sebabnya ia lebih dikenal sebagai father of church song.

Ibadah
Pengumpulan dan pembuatan sistematika oleh Gregorius dan Ambrosius menunjukkan pada kita
pentingnya musik dalam ibadah kita. Musik berkembang dalam dua ibadah, yaitu dalam misa dan ofisi.
Ofisi atau ibadah harian yang dapat diikuti oleh kaum awam adalah doa pagi dan doa malam, biasanya
dikenal sebagai cathedral offices. Siklus monastic sendiri terdiri dari delapan ofisi:

Matin

Lauda

Prima

Ters

Sext

Nona

Vespers

compline
Baik di dalam misa maupun ofisi, terdapat dua unsur yaitu ordinarium (bagian yang selalu ada di tiap
ibadah) dan proprium (bagian yang hanya ada di waktu tertentu). Itu yang tertera di dalam buku-buku
liturgis.

Hampir semua nyanyian Gregorian memiliki latar belakang psalmodis.

-          Pengaruh psalmodies amat nyata dalam ofisi, di mana seluruh mazmur dinyanyikan
tiap minggu.

-          Antifon, responsoirum, hymne dan nyanyian pujian (cantica) dari ofisi dapat berbentuk
seperti mazmur namun bukan benar-benar berbentuk psalmodis.

-          Ordinarium berasal dari sumber psalmodis. Kyrie berasal dari sebuah litany. Gloria
merupakan perkembangan dari Luk 2:14 yang mengambil bentuk dari mazmur dan
cantica. Credo sebenarnya adalah formula pembaptisan. Sanctus berasala dari Yes 6:3,
Agnus Dei dari Yoh 1:29.

-          Proprium (introitus, graduale, offertorium, communion) sebenarnya adalah mazmur


yang dipadatkan menjadi beberapa ayat dengan antifon.

Buku liturgis
Pada masa Abad Pertengahan belum, jemaat tidak memiliki Alkitab, buku nyanyian maupun buku
ibadah atau kertas tata ibadah seperti yang kita kenal saat ini.

Untuk kebutuhan ibadah dibuatlah sacramentarium yang berisi bagian untuk pemimpin ibadah, graduale
atau bagian musik untuk paduan suara, lectionarium atau daftar bacaan Alkitab untuk lektor.

Setelah abad ke-10, ketiga buku tersebut diganti dengan missale dan ibadah menjadi peristiwa tunggal
yang dilakukan oleh imam.

Untuk ibadah harian, kita mengenal breviarium, yang berisi mazmur, antiphon dan hymne.

Jemaat yang tidak menyanyi


Jika jemaat mula-mula adalah jemaat yang bernyanyi, lama-kelamaan fungsi tersebut diambil alih oleh
paduan suara karena nyanyian Gregorian semakin berkembang dan menjadi terlalu sulit untuk
dinyanyikan orang awam.
1.                   Nyanyian Gregorian terbentuk dari beberapa lapisan. Lapisan pertama adalah nyanyian
Gregorian hingga tahun 750-an, di mana banyak bentuk silabis dan lebih sederhana daripada
yang kita kenal saat ini. Di abad ke-9 terjadi perkembangan pesat secara tiba-tiba di mana
musiknya menjadi semakin rumit.

2.                   Trope dan sekwens adalah dua bentuk musik yang ada di dalam nyanyian Gregorian. Trope
adalah penambahan syair atas lagu yang sudah ada. Hal ini mulai berkembang di abad ke-9.
Sekwens adalah penambahan tekst/syair dari jubilus Alleluia yang akhirnya menjadi
komposisi mandiri.

3.                   Schola cantorum yang telah ada sebelum Gregorius menjadi paus, semakin memegang
peranan penting.

4.                   Bahasa yang dipakai adalah bahasa Latin, padahal tidak semua orang mengerti bahasa Latin,
hanya mereka yang terpelajar saja yang mengerti.

5.                   Musik polifonis mulai berkembang, yaitu dengan adanya organum.

Kelima hal di atas membuat nyanyian jemaat menurun martabatnya dan paduan suara mendapat
peranan penting. Pada awalnya, lapisan musik yang tua berbentuk nyanyian jemaat. Namun lapisan
musik yang lebih baru, menggunakan material musik yang rumit dan juga syair yang tidak mudah
dimengerti orang awam. Itu sebabnya di bagian jemaat dalam misa, diambil alih oleh paduan suara.

Namun hal itu bukan berarti bahwa sejak abad ke-9 nyanyian jemaat sama sekali menghilang dalam
ibadah. Masih ada bagian yang dinyanyikan oleh jemaat, misalnya Gloria Patri sesudah mazmur atau
Kyrie eleison dinyanyikan berbalasan antara pria dan wanita. Jemaat masih menyanyi dalam prosesi dan
perayaan-perayaan tertentu.

Walaupun demikian, nyanyian jemaat tidak pernah hilang begitu saja. Tidak ada dalam sejarah musik
gereja bahwa nyanyian jemaat sama sekali hilang dari peredaran. Dalam Abad Pertengahan, bukan
hanya perempuan yang dikucilkan dari nyanyian, melainkan seluruh jemaat. Namun sanctus tetap
merupakan nyanyian jemaat hingga abad ke-12.

Refleksi
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa ada dua hal di Abad Pertengahan:

1.                   Nyanyian jemaat yang berkembang di abad-abad awal.

2.                   Musik paduan suara yang makin berkembang sejak abad ke-5.

Graduale menjadi musik yang sangat artistik, di tengah Pelayanan Sabda. Sebagai bagian yang integral
dan berhubungan dengan pembacaan Firman, graduale merupakan karya yang tinggi.
Jemaat kehilangan tempat untuk berpartisipasi dalam ibadah. Ada pendapat yang berkata bahwa hal itu
sama dengan menolak kemanusiaan Kristus, di mana budaya tinggi melumpuhkan budaya rakyat serta
membuat keindahan menjadi berhala. Namun kita harus melihat lebih dalam lagi melalui musik gereja
yang ada.

CM

0 comments share

Nov 14, '05 9:38 PM


Musik Gereja Tradisi Taize dan Iona for everyone

MUSIK GEREJA TRADISI TAIZE DAN IONA

Pendahuluan

Setelah Reformasi oleh Martin Luther, perkembangan musik gereja sangatlah pesat. Dapat kita
lihat pada abad-abad setelah itu, muncul aliran-aliran seperti : Pietisme, Anglikan, Wesleyan, Revival dan
Karismatik. Sebagian besar perkembangan musik gereja dipengaruhi oleh orang-orang Barat.
Perkembangan itu ternyata membuat suatu perpecahan antara penganut Kristen. Oleh karena itu
muncullah beberapa komunitas yang ingin mempersatukan perpecahan yang telah terjadi. Maka dalam
karya tulis ini kami akan menjelaskan beberapa jenis perkembangan musik gereja tersebut.

Taizé

Apa itu Taizé ?

Taize bukanlah suatu istilah yang muncul akibat sekelompok orang yang ingin mendirikan suatu
komunitas tertentu. Akan tetapi, Taizé merupakan nama sebuah desa kecil yang terletak di Perancis
bagian Timur (dekat dengan kota Cluny). Pada tahun 1940, desa ini menjadi rumah bagi suatu komunitas
spiritual yang ekumenis (bersatu). Sekarang ini Taizé adalah sebuah tempat berziarah untuk berdoa,
berefleksi, dan tempat untuk mengapresiasikan berbagai macam gaya bernyanyi. 1[1]

Awal Mula Taizé

Seperti yang kita tahu bahwa Taizé dibentuk oleh Bruder Roger. Pada saat Perang Dunia II,
Bruder Roger meninggalkan Swiss (negara kelahirannya) dan menetap di Burgondia, Perancis (tempat
asal ibunya). Sejak saat itu ia bercita-cita membentuk sebuah komunitas biarawan yang mengabdikan
diri pada perdamaian.

Pada suatu hari, Bruder Roger sedang mencari rumah di kota Cluny, dan akhirnya dia
menemukan sebuah rumah yang dijual di desa Taizé. Ketika dia bertemu dengan pemilik rumah itu, yang
ternyata seorang perempuan tua, ia menceritakan cita-citanya. Lalu perempuan itu
mengatakan ,“Tinggalah di sini, kami sangat terpencil.” Bagi Bruder Roger, perkataan tersebut seperti
perkataan Allah yang berbicara melalui perempuan tua itu. 2[2]

Desa Taizé hanya terletak 2 kilometer dari garis demarkasi yang pada waktu itu membagi
Perancis menjadi 2. Di rumah yang dibelinya, ia menyembunyikan pelarian-pelarian politik yang
kebanyakan orang Yahudi yang melarikan diri dari penjajahan Nazi, sampai tahun 1942 karena Gestapo
menempati tempat itu.

Komunitas Taize

Awalnya, komunitas ini hanya terdiri dari 4 orang (termasuk Bruder Roger). Kemudian pada
tahun 1949 komunitas ini bertambah anggotanya menjadi 7 orang, dan mulai saat itu mereka
menyatakan untuk hidup membiara selama hidupnya : hidup selibat, penerimaan atas tugas pelayanan
dari Prior, hidup sederhana, pemilikan bersama atas barang-barang jasmani dan rohani. 3[3]

Ketika jumlah anggota mencapai 12 anggota keluarga, pada tahun 1950, beberapa dari mereka
pergi hidup di luar Taizé, untuk menjadi saksi perdamaian di tengah-tengah perpecahan dan hidup
bersama dengan para korban kemiskinan. Sekarang ini, keluarga-keluarga tersebut tinggal di daerah-
daerah miskin di Amerika Utara, Selatan, Asia, dan Afrika. Mereka hidup dalam keadaan yang sama
dengan orang-orang disekelilingnya; mereka mendengarkan orang-orang itu dan mendukung orang-
orang yang mencari pemecahan atas masalah-masalah mereka. 4[4]

Dari tahun ke tahun komunitas Taizé berambah besar. Pada tahun 1964, orang-orang dari Roma
Katolik masuk ke komunitas ini kira-kira 90 orang keluarga. Orang-orang Roma Katolik dan dari berbagai
latar belakang Protestan, berasal dari 20 negara. 5[5]

Tujuan Taizé

Semula Bruder Roger membangun komunitas Taizé untuk menyelamatkan orang-orang dari
pengejaran Nazi. Lama-kelamaan ia melihat perpecahan yang terjadi (antara Roma Katolik dan
Protestan), tidak mencerminkan kasih yang diajarkan oleh Injil. Banyak penganut Roma Katolik tidak
mau bersama-sama dengan penganut Protestan, dan begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu Bruder
Roger ingin mengatasi masalah tersebut. Sekarang komunitas Taize dibentuk sebagai karya membangun
perdamaian, pendamaian, dan kepercayaan di dunia, baik antar agama, budaya dan sosial. 6[6]
Musik Taizé

Pemimpin musik Taizé adalah Jacques Berthier (1923-1994), dia adalah seorang komponis dan
organis di gereja St. Ignatius (Paris). Pada tahun 1975, berthier dan kawan-kawannya membuat lagu
berdasarkan pola :

-         Berulang-ulang

-         Frasa musik yang pendek, secara khusus : nyanyian respon, kanon, rangkaian doa-doa, dan
chant (nyanyian yang mudah dan pendek), yang memiliki melodi yang mudah diingat. 7[7]

Liturgi Taizé

Liturgi Taizé adalah ucapan sekaligus musik pada waktu yang bersamaan “Tidak ada yang lebih
nyaman untuk berkomuni dengan orang yang tinggal dengan Allah dengan cara doa yang meditatif,
bernyanyi terus-menerus tanpa akhir, dan berlangsung dengan kesunyian yang menyatukan hati.”(Taizé,
1990)

Elemen-elemen yang digunakan dalam pelayanan ibadah Taizé : 8[8]


       Mazmur-mazmur : Introitus – pembacaan Mazmur.

       Pembacaan : Perjanjian Lama; Injil; Surat-surat; bacaan pendek.

       Lagu : Respon; himne.

       Doa : Syafaat; persembahan; doa bebas; berkat.

Kegiatan-kegiatan Taizé

Setiap hari mereka berkumpul untuk berdoa bersama sebanyak 3 kali sehari. Pada petang hari,
diadakan nyanyian dan doa, setelah itu para saudara tetap tinggal di Gereja untuk mendengarkan
mereka yang ingin berbicara tetang masalah pribadi atau bertanya sesuatu.

Setiap Sabtu malam diadakan doa kebaktian Tuhan, sebuah pesta cahaya.

Pada hari Jumat malam, Gereja terbuka untuk siapa saja yang ingin berdoa, di tengah gereja
terdapat patung salib yang besar. Orang yang datang untuk berdoa, duduk di sekelilingnya dalam
keheningan sebagai suatu cara berserah diri kepada Tuhan. 9[9]

Iona

Apa itu Iona?

Sama halnya dengan Taizé, dahulu Iona bukanlah sebutan bagi orang-orang tertentu, melainkan
sebuah nama pulau di pantai Barat Scotlandia sampai Barat Mull Rosa. Pulau ini kira-kira 3 mil
panjangnya dari Utara ke Selatan dan kira-kira 1 ½ mil lebarnya dari titik terluar. Sekarang Iona
merupakan suatu komunitas untuk beribadah, musik gereja Iona memiliki corak dan keunikannya
sendiri. Musik gereja Iona bisa menjadi suatu kesan tersendiri.
Sejarah Iona

Pulau ini sudah banyak didatangi oleh banyak orang sejak St. Colombia mendarat di pulau ini
sejak tahun 563 SM. Pulau ini menjadi tempat bagi para peziarah. Tahun-tahun berikutnya menjadi
tempat keluar masuk bagi orang-orang. Di pulau ini raja-raja datang untuk mendapat nasihat dan para
prajurit untuk beristirahat dan orang-orang muda datang untuk belajar. Sampai sekarang pulau ini masih
menyimpan sisa-sisa aktivitas yang terkenal dan terbesar dari St. Johan dan St. Martin, kuburan raja-raja
dan sumur-sumur tua.10[10]

Pada abad ke-8 Gereja Roma Katolik menguasai Kaltik, di sana berdiam para peziarah dan orang
kudus. Namun, pada masa era reformasi komunitas religius tadi hilang beserta aktivitas religius mereka,
maka yang tersisa ialah sisa bangunan biara.

Komunitas Iona dimulai tahun 1938 di Govan. Pada masa St. Colombia, selama berabad-abad
Govan adalah suatu kampung dan daerah kependetaan yang besar dengan expansi (pengembangan)
industrialisasi glasgow yang bergantung pada pembuatan kapal. Pada tahun-tahun itu pembuatan kapal
dan industri berat lainnya ditimpa oleh depresi. 80 % orang-orang di Govan adalah penganggur-
penganggur yang miskin dan ini terjadi selama bertahun-tahun. Tidak ada makanan yang cukup, masa
depan anak-anak dan ketrampilan yang dimiliki tidak diperlukan oleh negara. Gereja hanya
memperhatikan pada Marturia dan tidak memperhatikan para penganguran. Govan membutuhkan
seseorang yang peduli dengan mereka, orang tersebut adalah George Macleod, yang akhirnya
mendirikan Iona Community.11[11]

George Macleod memiliki perhatian kepada fakta bahwa gereja mengacuhkan para penganggur
miskin.12[12] Ia datang menjadi Pendeta wilayah di Govan tahun 1930, pada saat depresi terbesar
terjadi. Ia menghabiskan 8 tahun untuk memulihkan ibadah, harapan dan membawa manusia
menemukan dalam doa sebuah aktivitas yang nyata. Ia melayani para pengangguran. Ia menyediakan
pekerjaan bagi mereka. Ia membawa orang-orang dari pulau Iona untuk kembali membangun biara yang
berusia 1000 tahun. Pembangunan biara ini menjadi metafor bagi pembangunan kembali dari hidup
yang penuh depresi. Sebuah pengembalian kepada kepercayaan bahwa aktivitas sehari-hari adalah
bahan bagi pelayanan ke-Allah-an dan ibadah.

Komunitas Iona

George Macleod meninggalkan semua kesuksesan dan mengarahkan diri pada komunitas Iona di
Govan. Ia membawa 12 orang muda, setengah dari mereka adalah pengrajin dan seniman, dan sisanya
adalah pelayan-pelayan muda dari Gereja Scotlandia, yang baru saja lulus dari pelatihan Teologia.
Mereka bersatu membangun sisa-sisa biara dan memulihkan kembali ibadah di Iona pada musim panas.
Sekarang komunitas Iona dipimpin oleh 200 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Orang yang
beribadah Iona terdiri dari orang Kristen Protestan dan Roma Katolik.

Komunitas Iona terdiri dari para peziarah yang ada sekarang ini. 95 % komunitas ini adalah
orang-orang Inggris yang tinggal dan melayani di tempat-tempat termiskin di Glasgow. 5 % lainnya
adalah orang-orang peziarah dari berbagai negara yaitu Amerika Utara sampai ke Uganda. Setiap tahun
mereka datang dan tinggal untuk beberapa waktu. Kemudian pulang dan menjadi misionaris ke berbagai
tempat atau orang biasa dengan misi mewartakan Kristus. 13[13]

Keadaan Sosial
Pulau Iona pada tahun1930-an merupakan tempat bagi industri pembuatan kapal. Pada saat itu
juga adalah masa-masa peperangan. Masa perang juga membawa dampak bagi industri Iona dan masa
depresi di Iona.14[14] Tahun-tahun selanjutnya masyarakat Iona hidup miskin, memelihara domba-
domba, mereka juga membuat kerajinan dari jerami dan membuka toko-toko dan masih tetap seperti
itu hingga hari ini. Menjadi sebuah desa yang memiliki atmosfir religius tersendiri. 15[15]

Ibadah dan Teologi

Tiap hari komunitas Iona secara rutin melaksanakan ibadah, dan setiap kali beribadah tema dan
tujuan ibadah berbeda. Di dalam ibadah juga ditampilkan pokok-pokok dua misi, budaya salah satu etnik
atau memakai tata ibadah yang bercorak etnik. 16[16] Ibadah komunitas Iona bersifat ekumenikal. Tema-
tema ibadah mereka menyatakan pandangan teologis yang mereka pegang yaitu menekankan pada
berbagai tindakan pelayanan yang nyata, kepada orang-orang tertekan dan tertindas. Pandangan
mereka ini menyebabkan pola-pola pelayanan Yesus menjadi bagian dari ciri hidup komunitas Iona.
Tujuan dari ibadah komunitas Iona adalah juga untuk mengembangkan spiritualitas dan keluar untuk
menyatakan Kristus.

Musik Iona

Menurut komunitas Iona Angsa Liar atau Wild Goose Iona’s Community, Minggu Kudus, Paska
dan masa Paska ditandai oleh suatu seri perkembangan. Oleh karena itu komunitas Iona terus
mengembangkan lagu-lagunya. Sekarang komunitas Iona sudah menghasilkan 150 lagu dan nyanyian
gereja dan respon-respon yang menggambarkan spiritualitas Celtic. Semua judul-judul lagu diciptakan
oleh John Bell dan Graham Maule. Buku nyanyian komunitas Iona Angsa Liar (mereka mengambil angsa
liar sebagai simbol Roh Kudus) :

       Heaven Shall Not Wait, Wild Goose Songs Vol. 1’(1987-1989).

       Enemy of Apathy, Wild Goose Songs Vol. 2’(1988, 1989).

       Love from Below’ (1989).

Untuk membuka diri, komunitas Iona memakai ekspresi-ekspresi devisional berbudaya dari
seluruh dunia. Koleksi lagu-lagu dari Amerika Latin, Afrika, Oriental dan lain-lain, misalnya :

       Many and great : Songs of the World Chruch Vol.1’(Glasgow : Wild Goose Publications, 1990)

       Sent by the Lord : Songs of the Worl Church Vol. 2’(1991)

Ada seseorang yang bernama Tom Colvin, yang menciptakan beberapa lagu untuk komunitas
Iona. Ia seorang Pendeta dari salah satu gereja di Scotlandia dan gereja reformasi yang satu di Britania
Besar sebagai misionaris di Afrika. Colvin membesarkan hati untuk membuat lagu dari suku dimana ia
melayani. Sebagai anggota dari komunitas Iona, ia mengumpulkan dan mempublikasikan himne Afrika
ini ke dalam 2 buku :

       Free to Serve (1968)

       Leap, My Soul (1976)

Negro Spiritual / Afro-America

Negro Spiritual / Afro Afrika merupakan sebuah komunitas yang memuji Tuhan dengan cara
yang khas, yaitu dengan nyanyian dan tarian. Awalnya mereka adalah para budak dari Afrika yang
dibawa ke Amerika. Mereka yang adalah orang-orang kulit Hitam memiliki karakter musik yang unik dan
berbeda dari orang-orang kulit Putih. Bagi mereka musik merupakan bagian yang penting. Musik dapat
menceritakan sejarah hidup mereka yang disampaikan lewat syair dari nyanyiannya.
Sejarah dan Tujuan

Pada tahun 1563 orang-orang Afrika dibawa oleh Sir John Hawkins untuk dijadikan budak di
Amerika.17[17] Dalam perjalanan orang-orang ini membuat nyanyian yang berisi ratapan dan kesedihan
yang mendalam. Seperti yang telah kita ketahui, musik dan nyanyian bagi mereka (orang kulit Hitam /
Afrika) merupakan sarana dalam menceritakan perjalanan hidup mereka. Di Amerika mereka melakukan
ibadah dan bernyanyi bersama dengan orang-orang kulit Putih di kamp pertemuan. Lagu yang mereka
nyanyikan adalah himne Inggris. Akibatnya, banyak kata-katanya yang diinterpretasikan dalam dialek
Afrika dan dikombinasikan dengan elemen-elemen musik dari kebudayaan Afrika. Akibat perbedaan
gaya musik, maka orang-orang Afrika membuat lagu yang lebih energik dibandingkan dengan musik
orang-orang kulit Putih.

Tujuan dari Negro Spiritual ini adalah meningkatkan spiritual mereka yang diekspresikan lewat
nyanyian dan tarian sebagai penyembahan kepada Tuhan. Mereka memuji Tuhan sambil bersaksi
tentang kehidupan mereka yang sebagai budak. Lagu-lagu ratapan ini berdasarkan pada Mazmur 96 : 1-
4.18[18]

Pencetus dan Komunitas

Keberadaan komunitas ini didasarkan pada kesamaan hidup mereka sebagai budak. Budak-
budak ini membuat lagu berdasarkan kenyataan hidup dan akar persoalannya karena perbedaan antara
musik mereka dengan musik orang-orang kulit Putih. Sehingga dapat dikatakan, yang menyebabkan
adanya komunitas ini karena para budak di Amerika. Orang ini terdiri dari orang-orang Afrika yang ada di
Amerika.

Ibadah dan teologinya


Bentuk ibadahnya sangat berbeda dengan bentuk ibadah orang barat. Hal ini dikarenakan
orang-orang kulit putih memiliki karakteristik tersendiri. Menurut Henry Mitchell ada 2 karakteristik
religi orang-orang kulit Hitam :

       Budaya unik dari bangsa kulit Hitam, yaitu bebas berekspresi baik di mimbar (Pendeta) maupun
jemaat.

       Berhubungan dengan bentuk penyembahan, henry Mitchell menamainya “ritual yang bebas”.
Kebebasan ditemukan dalam musik penyembahan orang-orang kulit Hitam. Gereja orang-orang
kulit Hitam membuat improvisasi dalam melodi musiknya. 19[19]

Tidak seperti budaya Barat, budaya Afrika tidak memisahkan antara musik duniawi dan rohani.
Musik yang digunakan / dibuat adalah musik yang menceritakan sejarah kehidupan mereka.

Mereka menyanyi dengan gaya tersendiri, gaya menyanyi mereka khas yaitu faselto, teriakan-
teriakan / sorak-sorai dan guttural tones (suara dari tenggorokan). Instrumen musik yang mereka
gunakan adalah Drum, Rhytm Stick, Banjo, Bow, Panpipe dan Balafo. Contoh lagu-lagunya adalah Uya I
Mose, Rea Mole Boga, Siya Hamba, dll.

Teologi dan Negro Spiritual setuju dengan bagaimana mereka melihat Allah, dunia dan orang
lain dari segi positif. Teologi mereka yaitu teologi pembebasan berdasarkan keluaran. Kitab-kitab yang
sering mereka baca, yaitu kitab Musa, Daniel dan Wahyu.

Orang menikmati ibadah ini karena mereka mengekspresikan diri untuk memuji Tuhan, dan
lagu-lagu ini mengandung sejarah / pengalaman hidup mereka.

Situasi politik dan Budaya

Situasi sosial yang mempengaruhi, sehingga muncul aliran ini, yaitukeberadaan orang Negro
sebagai budak. Mereka menderita dan terus menatap kepada Allah. Satu-satunya bentuk ekspresi
mereka adalah membuat nyanyian, sehingga terbentuklah sebuah komunitas yang menghasilkan aliran
Negro Spiritual ini.
Orang-orang Afrika berada di bawah pemerintahan Amerika. Mereka adalah budak, namun
mereka memiliki warna kulit dan budaya yang sangat berbeda dengan orang Amerika. Sehingga, mereka
mengadopsi lagu-lagu dari himne Inggris ke dalam budaya mereka. Budaya yang menempatkan musik
pada posisi yang penting.20[20]

Kesimpulan

Dapat disimpulkan perkembangan musik-musik gereja yang baru saja dijelaskan, disebabkan
oleh beberapa orang yang merasakan perpecahan yang terjadi di kalangan Kristen. Perpecahan itu
makin lama membuat Injil tidak nyata dalam kehidupan sehari-hari. Timbulah perasaan ingin bersatu
dengan damai oleh beberapa komunitas tertentu. Dasar pembentukan komunitas tersebut adalah
teologi pembebasan, maksudnya dengan perpecahan yang ada komunitas itu tidak ingin ada yang
terbelenggu oleh batas-batas yang tidak masuk akal.

Musik gereja global ini merupakan ungkapan hati seseorang, semua orang bisa mengikuti ibadah
ini dengan semaunya. Ibadah ini bebas berekspresi, ada yang menginginkan ketenangan datang ke Taize
atau ke Iona, yang ingin melampiaskan kenergikannya bisa mengikuti Negro-Spiritual. Tiap orang bisa
bebas datang dan pergi kapan saja, sesuai kehendak hatinya.

Jenis musik yang dipakai sesuai dengan kebudayaan yang ada pada saat itu. Perkembangan
musik-musik mereka terus berkembang.

Paper Kelompok Musik Gereja Global,

disusun oleh Aleta Ruimasa, Juandi Ambarita, Karmelia Tamonob, Timothy Setiawan dan Troitje
Patricia Sapakoli

Mata Kuliah Musik Gereja 2004/2005, Sekolah Tinggi Teologi Jakarta


Daftar Pustaka

Balado, J.L.G.1981.The Story of Taize.Mowbray London & Oxford.

Bell, John dan Graham Maule.1990.Iona Community:Enemy of Apathy.U.S.A : GIA Publications, Inc.

Loh, I-to.1986.African Songs of Worship.Jenewa : Sub-unit of Renewal and Congregational Life World
Council of Churches.

Morton, T. Ralph.1959.The Iona Community Story.London : Lutterwotrh Press.

Roger, Bruder.1997.Sumber-sumber Taize : Tiada Kasih yang Lebih Agung.Jakarta : BPK Gunung Mulia
dan Yogyakarta : Kanisius

Webber, Robert E..Music and the arts of Christian Worship.Tennessee : Hendrickson Publishers.

Worship-Reformed, No. 62, edisi Desember 2001.Learning from Iona.

www.smithcreekmusic.com/Hymnology/Historical.Periodical.html

0 comments share

Nov 14, '05 7:51 AM


Jaman dulu musiknya bagaimana ya? for everyone

Musik Jaman Kuno

1. Mesir
2. Yahudi
3. Yunani
4. Roma

Budaya Barat berakar dari kebudayaan Yunani dan Romawi. Plato dan Aristoteles adalah dua tokoh utama yang
memberikan dasar filosofi barat. Seni sastra Eropa berasal dari tradisi Yunani Kuno dan tradisi Latin (Romawi).
Musik barat juga memiliki akar yang sama, walaupun mungkin tidak sejelas bidang-bidang lain seperti seni rupa,
seni sastra, sejarah, filosofi dan pemerintahan. Ada banyak contoh kebudayaan dari masa Yunani dan Romawi kuno
seperti misalnya karya sastra, arsitektur, seni rupa dan patung-patung kuno. Namun contoh musik dari masa tersebut
amatlah jarang, hanya beberapa fragmen dari musik Yunani kuno yang kita miliki saat ini. Kita sama sekali tidak
memiliki petunjuk jelas mengenai musik Romawi tetapi kita tetap dapat mengetahui melalui sumber-sumber tertulis
bahwa musik memegang peranan penting di dalam kehidupan bangsa Romawi.

Ada begitu banyak teori musik. Akar dari teori musik ini adalah teori musik kuno. Dari teori musik kuno ini, kita
mengenal teori dari masa abad pertengahan yang pada akhirnya merupakan bagian dari sistem filosofi yang berlaku.
Untuk dapat mengerti musik abad pertengahan kita harus mengerti dulu mengenai perkembangan musik di jaman
kuno ini.

1. Musik di masa Yunani Kuno


   

Dari masa prasejarah hingga kini, musik dipercayai memiliki kekuatan tertentu. Dalam traidisi Yunani kuno, musik
berasal dari para dewa. Merekalah yang menciptakan musik dan mereka juga yang memainkannya. Musik dianggap
dapat menyembuhkan penyakit, memurnikan jiwa dan raga serta memiliki kekuatan ajaib di alam ini. Di dalam
Alkitab kita juga mendapatkan informasi mengenai kekuatan musik yang dapat menenangkan hati (I Samuel 16:14-
23) atau merubuhkan tembok Yerikho (Yosua 6:12-20).

Musik memegang peranan penting dalam upacara keagamaan seperti misalnya dalam kultus Apolo (dengan
instrument lira) atau kultus Dyonisius (dengan instrument aulos). Lira dan kithara adalah instrument petik yang
memiliki 5-7 senar (versi besar kadang-kadang mencapai 11 senar). Instrumen ini bisa dimainkan secara solo
maupun dipakai untuk mengiringi nyanyian atau resitatif epos. Aulos adalah alat musik tiup yang terdiri dari satu
atau dua lidah (reed).

Mulai abad ke-6 B.C. atau bahkan lebih awal, kedua instrumen tersebut dimainkan sebagai instrumen solo. Sejak itu
mulai diadakan kontes musik dan semakin lama musik instrumental berkembang semakin pesat. Aristoteles akhirnya
memperingatkan bahaya akan terlalu banyaknya profesionalisme dalam pendidikan musik umum. Dengan kata lain,
biarlah para murid belajar hingga dapat merasakan keindahan dari melodi dan ritme yang bersahaja dan bukan
sekedar bermain begitu saja.

Akhirnya setelah masa klasik (sekitar 450-325 BC), terjadi reaksi atas musik yang semakin rumit. Menjelang awal
masa abad pertama, musik dan teori musik Yunani menjadi lebih sederhana.

Musik yang kita warisi dari masa ini amatlah sedikit. Bentuk musik di masa itu adalah musik monofonik. Namun
kadang-kadang instrumen memainkan bagian yang penuh hiasan untuk mengiringi melodi, hingga menjadi musik
heterophonik. Sebagian besar dari musik Yunani adalah musik improvisasi. Melodi dan ritme selalu berhubungan
dengan melodi dan ritme dari puisi. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa tradisi musik Yunani ini diteruskan
oleh gereja.

Di lain pihak, teori musik Yunani justru menjadi dasar dari teori musik barat di masa Abad Pertengahan. Ada dua
macam tulisan mengenai musik:

a. Doktrin mengenai fisik dari musik itu sendiri, tempatnya di dalam kosmos kita, efek yang dihasilkan dan
penggunaannya di dalam kehidupan manusia, dan
b. Deskripsi sistematis mengenai bahan dan pola dari komposisi musik.
Teori musik Yunani dimulai dari Phytagoras (+ 500 BC)hingga Aristides Quintilianus (abad ke-4 AD).

Musik berhubungan dengan alam semesta melalui angka. Bunyi musical dan ritme yang diatur dengan angka
menggambarkan harmoni dari alam semesta dan berhubungan dengan alam semesta. Baik Plato maupun Ptolomeus
sangat mempengaruhi perkembangan teori musik di masa Abad Pertengahan. Ptolomeus menghubungkan musik
dengan astronomi. Hukum matematika dipakai untuk menghitung hubungan antara musik dengan alam semesta ini.
Setiap nada dan modus memiliki hubungan dengan planet tertentu, dengan jarak dan gerakan masing-masing. Ini
dikenal dengan nama music of the spheres.

Musik juga berhubungan erat dengan puisi. Untuk orang Yunani, musik dan puisi adalah sama. Plato mengatakan
bahwa lagu (melos) terdiri dari pembicaraan, ritme dan harmoni. Sajak liris berarti sajak yang dinyanyikan dengan
lira.

Penulis Yunani percaya bahwa musik memiliki kwalitas moral dan dapat mempengaruhi karakter dan tingkah laku
manusia. Aristoteles menerangkan bahwa musik meniru keadaan jiwa. Musik dapat membangkitkan perasaan
tertentu dari manusia. Musik yang salah membuat orang yang tidak baik. Sedangkan musik yang benar mendidik
orang menjadi baik.

Baik Plato dan Aristoteles sependapat bahwa seseorang yang “baik” dapat dibentuk melalui sistem pendidikan
umum yang menitikberatkan gimnastik dan musik dalam porsi yang seimbang. Namun hanya musik tertentu saja
yang dapat membuat orang berkembang dengan baik.

Musik juga dapat memberikan pengaruh buruk. Plato dan Aristoteles tidak setuju dengan beberapa hal dalam
kehidupan musik Yunani, termasuk di dalamnya ritme ritual orgiastic, musik instrumental yang terlalu rumit dan
profesionalisme yang berlebihan. Keseimbangan amatlah penting di dalam kehidupan kita. Di abad-abad berikutnya
banyak peringatan dari bapak-bapak gereja mengenai bahaya musik yang berlebihan. Hingga kini, kadang-kadang
masih ada kontrol atas musik yang didengar oleh orang banyak. Baik dalam dunia politik maupun dalam dunia
pendidikan.
Sistem musikal Yunani cukup rumit. Studi harmoni terdiri dari 7 topik yaitu nada, interval, genera, sistem tangga
nada, tonoi, modulasi dan komposisi melodis (menurut Cleonides yang hidup antara abad ke-2 dan ke-4 AD).
Aristoxenus membahas mengenai elemen-elemen tersebut dengan mendalam. Suara manusia dibagi dalam dua
kelompok, continuos (naik turun seperti pada saat kita berbicara) dan diastematic (ditahan dan kadang-kadang ada
interval tersembunyi). Interval (tone, semitones dan ditones) dikombinasikan dan membentuk tangga nada. Bagian
penting dari oktaf adalah tetrachord yang terdiri dari empat nada yang membentuk diatessaron (interval
kwart/fouth).

2. Musik di masa Romawi


   

Musik Romawi berasal dari musik tradisi Yunani terutama sejak Yunani menjadi bagian dari kerajaan Roma di
tahun 146 BC. Instrumen yang dimainkan di masa Romawi antara lain adalah tibia (aulos versi Romawi). Tibia ini
dipakai di upacara keagamaan, musik militer dan dalam pertunjukan teater. Tuba juga dipakai dalam upacara
keagamaan, kenegaraan dan militer. Alat musik lainnya yang penting adalah cornu dan buccina (cornu yang kecil).

Di masa kejayaan Romawi, begitu banyak tradisi Yunani yang dibawa ke kerajaan Roma (kesenian, aristektur,
musik, foilosofi dan lainnya) hingga berkembang dengan yang kita kenal sebagai kebudayaan Helenisme.

Warisan dari dunia kuno:

1. Musik terdiri dari melodi yang sederhana.


2. Melodi selalu berhubungan dengan ritme dan metrum dari kata-kata.
3. Pertunjukan musik adalah improvisasi berdasarkan rumus yang ada.
4. Para filsuf berpendapat bahwa musik adalah sistem yang berhubungan dengan sistem alam dan
mempengaruhi pikiran manusia.
5. Teori akustik mulai ada.
6. Tangga nada dibentuk dari kumpulan tetrachords.
7. Terminologi musikal mulai berkembang.

Warisan ini diambil alih dan berkembang hingga seperti sekarang ini melalui gereja, tulisan para bapak gereja dan
traktat mengenai musik dari awal Abad Pertengahan.

Helenisme berkembang dengan beridirinya Roma sebagai kerajaan yang kuat. Pada tahun 312 AD Kaisar Konstantin
menjadi pengikut Kristus. Pada tahun 395 AD terjadi perpecahan politik menjadi Kerajaan Barat dengan ibukota
Roma dan Kerajaan Timur dengan ibukota Byzantium.
Musik Kristiani di sekitar tiga abad pertama dipengaruhi oleh tradisi Yunani, percampuran Oriental Helenisme dan
juga budaya timur Mediterania. Tapi gereja menolak musik sebagai pusat kesenangan. Para pemimpin ingin
menghindari segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan musik pada masa lalu untuk penyembahan
berhala dan kultus lainnya.

Ibadah Kristen mengambil contoh dari Yudaisme. Bait Allah (yang pertama dibangun oleh Raja Salomo, sedangkan
Bait Allah yang kedua didirikan di tempat yang sama) adalah tempat ibadah utama orang Yahudi. Ibadah Yahudi
biasanya terdiri dari pembakaran kurban. Ritual ini diiringi dengan musik ibadah. Pada perayaan hari raya,
dinyanyikan mazmur. Misalnya Mazmur 113-118 dinyanyikan pada saat Paskah.

Ibadah Kristen memiliki banyak parallel dengan ibadah orang Yahudi. Di dalam ibadah Kristen, umat merayakan
perjamuan kudus/komuni, yang parallel dengan Passover meal yang diiringi dengan mazmur pujian.

Sinagoge adalah tempat untuk pembacaan kitab suci dan pemberitaan Firman Tuhan/homili. Di situlah para umat
Yahudi berdiskusi mengenai Firma yang diberitakan.

Tradisi Kristen mengambil contoh nyanyian dalam ibadah. Biara dan gereja-gereja di Siria sangat penting dalam
perkembangan nyanyian mazmur dan nyanyian pujian.

Byzantium adalah pusat dari tradisi Gereja Timur. Byzantium (kemudian diberi nama Konstantinopel dan sekarang
adalah Istanbul) dibangun oleh Kaisar Konstantin dan didesain pada tahun 330 sebagai ibu kota Romawi yang
kembali bersatu. Namun setelah pecahnya kedua kerajaan tersebut di tahun 395, kota ini tetap menjadi ibu kota
kerajaan Timur hingga direbut oleh Turki pada tahun 1453. Pada saat ini Byzantium adalah pusat kebudayaan yang
merupakan gabungan dari budaya Helenisme dan Oriental. Musik gereja Byzantine memiliki ciri khas tersendiri. Ini
adalah cikal bakal dari recitative yang kita kenal di kemudian hari.

Kerajaan Romawi di Barat juga semakin berkembang. Ada sekitar enam tradisi nyanyian (chant) yang muncul di
Gereja Barat, yaitu: Gallican chant (di daerah Gaul, sekarang Perancis), Beneventan (Italia Selatan), Old Roman
chant(di Roma), Ambrosian (di sekitar Milan), nyanyian Gregorian dan di akhir Abad Pertengahan, Inggris memiliki
bentuk musik liturgis sendiri yaitu Sarum (Salisbury).

Para Bapa Gereja menulis sejumlah petunjuk mengenai banyak hal dalam bahasa Yunani maupun Latin. Mereka
juga menulis tentang musik. Musik adalah pelayan dari pengajaran Kristen dan diperdengarkan di gereja. Oleh sebab
itu musik instrumental tidak termasuk di dalam musik ibadah. Namun walaupun demikian, jemaat diijinkan untuk
menggunakan lira sebagai iringan dalam menyanyikan nyanyian pujian dan mazmur di rumah masing-masing.

Augustinus, Martianus Capella dan Boethius menulis menginai musik. Baik dari definisi, fungsi, psikologi dan
sebagainya. Boethius membagi musik dalam tiga bentuk, musica mundana (musik kosmik/alam semesta), musica
humana (musik yang menjaga kesatuan antara jiwa raga dan bagian-bagiannya) dan musica instrumentalis (musik
yang dihasilkan oleh instrumen termasuk suara manusia). Prinsip musica mundana muncul kembali di dalam seni
dan sastra dari akhir masa Abad Pertengahan, khususnya di dalam struktur dari Paradise dalam Divine Comedy dari
Dante. Musica humana bertahan di masa Renaissance dan berkembang hingga sekarang di dalam bentuk astrologi.
Boethius juga menulis mengneai pengaruh musik di dalam pendidikan. Musica instrumentalis adalah bentuk musik
yang kita kenal sekarang ini sebagai musical art, dan merupakan kategori terendah. Musikus sejati bukanlah mereka
yang menyanyi atau komponis yang membuat lagu dengan instink tanpa mengerti keadaan/ciri khas dari medium
tersebut tetapi para filsuf, kritikus, yang dapat menilai sesuai dengan perkiraan atau alasan yang berhubungan dan
cocok dengan musik.

0 comments share

Nov 14, '05 7:46 AM


Apa sih musik itu? for everyone

Musik

1. Beberapa pertanyaan mendasar


 

Apa itu musik?


Tidak mudah untuk menjelaskan apa sebenarnya musik itu.
Musik dapat dikatakan sebagai bunyi yang diatur sedemikian
rupa dalam satuan waktu hingga menghasilkan sesuatu yang
berarti. Dengan kata lain bunyi yang dihasilkan itu haruslah
dihasilkan dengan sadar dan bukan sekedar kebetulan saja. [1] 21

Tidak semua musik itu indah. Yang penting adalah musik


merupakan medium untuk menyampaikan pesan tertentu, baik
pesan itu disampaikan secara eksplisit maupun implisit.
21[1]
Apakah bunyi itu?
Bunyi itu sendiri tidak dapat berdiri sendiri. Ia hanya berfungsi
jika ada sesuatu yang menjadi alat pendengar. Ada tiga hal yang
diperlukan untuk menghasilkan bunyi:
 inisiator (suara manusia, suara binatang, bunyi alat musik
       

atau bunyi mesin),


 transmitor (udara yang mengantarkan getaran yang
       

dihasilkan inisiator),
 receiver (pesawat penerima, dalam hal ini telinga, baik
       

telinga manusia maupun makhluk lain). [2]22

Jika tidak ada telinga yang mendengar bunyi yang dihasilkan,


berarti tidak ada bunyi. Telinga kita merupakan sensor penerima
yang cukup akurat.

Pythagoras (hidup sebelum 500 tahun SM) telah meneliti


tentang fenomena bunyi. Ia meneliti bunyi berdasarkan petikan
di dawai. Petikan tersebut menghasilkan bunyi dengan tinggi
tertentu. Jika dawai panjang dawai diperpendek setengahnya
(misalnya dengan menekan di tengah-tengah), maka bunyi yang
dihasilkan adalah satu oktaf lebih tinggi. [3]
23

22

23
Dengan demikian dawai dengan panjang 2:1 menghasilkan
bunyi yang 1 oktaf lebih tinggi. Dawai dengan perbandingan
yang sederhana seperti 2:3, 3:4, 4:4, 8:9, semuanya
menghasilkan not-not lain dalam tangganada diatonis. Prinsip ini
masih digunakan dalam pemakaian registrasi dari instrumen
orgelpipa.

Baru di abad XVI kita mengetahui bagaimana bunyi tersebut


dihasilkan. Bunyi dihasilkan dari getaran yang amat sangat cepat
dari benda tertentu dan getaran itu ditransmisikan melalui udara.
Jangkauan bunyi yang dapat didengar manusia adalah 20-20.000
Hz.

Berdasarkan fisik dari bunyi, bunyi terdiri dari:


 frekwensi,
       

 warna suara,
       

 volume.
       
24
[4]

Frekwensi adalah banyaknya getaran yang dihasilkan oleh bunyi


tersebut di dalam satu detik. Tinggi rendah suatu bunyi
ditentukan oleh banyaknya getaran per detik. Semakin tinggi
24
bunyi, semakin banyak getaran. Semakin rendah bunyi, semakin
sedikit getaran yang dihasilkan dalam satu detik.

Warna suara atau kwalitas bunyi ditentukan oleh jumlah dan


proporsi overtones atau nada-nada alami. Bunyi terdiri dari
spectrum atau kumpulan banyak bunyi. Bunyi yang bergetar di
dalam ruangan yang terbatas memiliki nada alami yang lebih
sedikit. Sedangkan bunyi yang bergetar di dalam ruangan dan
segmen yang lebih luas, memiliki nada alami yang lebih banyak.

Volume atau keras-lembutnya bunyi tergantung dari amplitude


atau tinggi rendahnya getaran tersebut dan juga seberapa jauh
atau keras senar atau kolom udara bergetar.

Bunyi yang tidak teratur kita sebut bunyi yang ribut (noise).
Seringkali penilaian bunyi yang indah dan ribut itu ditentukan
oleh penilaian pribadi dari pendengar.

Musik sebagai bahasa


Musik adalah alat komunikasi antara pencipta dan pendengar,
yang dapat membangkitkan emosi dan pemikiran tertentu.
Namun musik tidak dapat menyampaikan sesuatu secara konkrit
seperti kata-kata. Bahasa yang disampaikan adalah bahasa yang
abstrak yang tergantung dari konteks sosial dan historis dari
musik tersebut. [5]
25

25
Tanpa mengerti konteks, akan sangat sulit untuk mengerti apa
yang ingin disampaikan oleh musik tersebut. Musik yang
sebetulnya indah dan berarti akhirnya hanya menjadi sekedar
bunyi yang ribut saja. Itu sebabnya penting bagi pendengar
untuk menyadari jenis (style), bentuk (form)dan konteks sosial
dari musik apapun juga, untuk dapat menghargai musik tersebut
tanpa perlu harus merasa bahwa musik tersebut bagus atau
indah.

Kapan kita mendengarkan musik?


Saat ini kita dapat mendengarkan musik di mana saja dan kapan
saja. Namun dulu, tidak demikian. Sebelum masa elektronik,
semua musik adalah musik yang hidup (live) dan pendengar
seringkali harus menempuh perjalanan ke tempat pertunjukan
untuk mendengarkan musik. Pendengar harus berkonsentrasi
sebaik-baiknya karena musik tersebut tidak dapat diulang. [6]
26

Sekarang ini dengan teknologi yang semakin canggih, kita dapat


senantiasa mendengarkan musik kesayangan kita. Tidak jarang
kita hanya membiarkan bunyi itu berlalu, tanpa benar-benar
mendengarkannya.

26
Mengapa kita mendengarkan musik?
Jawabannya beraneka ragam, dari yang sederhana (karena saya
suka musik) hingga yang rumit. Ada musik yang sederhana, ada
juga musik yang memerlukan konsentrasi tinggi jika kita
mendengarnya (misalnya musik simfoni). Itu semua membuat
tingkat mendengarkan pendengar berbeda-beda.

Ada tiga tingkat pendengaran:


1. Mendengarkan secara pasif untuk melayani keadaan jiwa
   

atau mood kita.


2. Mendengarkan dengan sedikit lebih aktif, di mana musik
   

tersebut membawa kita kepada memori dan ingatan


tertentu.
3. Mendengarkan secara analisis, di mana kita berkonsentrasi
   

pada musik itu sendiri. Dengan membedakan antara


elemen-elemen musik seperti ritme, bentuk, melodi atau
dinamika. [7]
27

Tidak ada cara yang baik atau buruk untuk mendengarkan


musik. Namun pengetahuan dan pendidikan memberikan bekal
pada kita untuk dapat mengerti sehingga dapat lebih menikmati
musik yang kita dengarkan. Dengan meneliti elemen musik
serta konteks histories dan stylistic dari musik itu, kita dapat
27
berkembang dalam mendengarkan musik serta mengerti apa
yang tersirat dalam musik tersebut.

2. Agen dari Musik


 

Bagaimana musik tiba ke telinga pendengar?


Sebelum tiba di telinga pendengar ada beberapa proses yang
dilalui oleh musik. Ada 4 agen utama dari musik yaitu:
 komponis sebagai pencipta,
       

 musikus sebagai orang yang menyampaikan musik


       

tersebut,
 medium sebagai alat untuk menyampaikan musik tersebut,
       

 pendengar sebagai konsumen.


       

Komponis menghasilkan musik. Musik tersebut biasanya


didokumentasikan dalam bentuk notasi. Di masa kini, notasi
dapat dicetak sebanyak-banyaknya. Jaman dulu sebelum ada
percetakan, pendokumentasian komposisi hanya dapat dilakukan
dengan membuat kopi dari manuskrip asli. Semuanya dikerjakan
dengan tangan.

Saat ini, di samping dokumentasi dalam bentuk notasi, hasil


karya komponis tersebut juga dapat didokumentasikan secara
audio-visual. Misalnya dalam bentuk CD, kaset, VCD, DVD,
siaran radio dan sebagainya.

Musikus adalah orang membahasakan notasi yang tertuang itu


dalam bentuk auditif sehingga pendengar dapat mendengarkan
bagaimana musik yang diciptakan tersebut. Ada 3 hal penting
yang harus dikuasai sepenuhnya oleh seorang musikus. Seorang
musikus harus memiliki motorik yang baik, kemampuan kognitif
yang tinggi untuk dapat mengerti dan melakukan apa yang
diinginkan komponis serta memiliki afeksi dengan musik yang
dimainkannya. Ketiga hal tersebut haruslah berimbang, jika
tidak, maka pasti ada kekurangan dalam permainan musikus
tersebut. Motorik yang baik tanpa diimbangi afeksi akan
membuat musik terdengar mekanikal, tidak ada jiwa di
dalamnya. Sebaliknya afeksi yang baik tanpa didukung motorik
yang baik membuat kemampuan teknis tidak ada, akibatnya
musik yang terdengar banyak salahnya. Kemampuan motorik
dan afeksi yang baik tanpa dukungan pengetahuan (kognitif)
mengenai musik yang dimainkan dan seni pertunjukan
(performance practice) yang berlaku, hasilnya akan terjadi
misinterpretasi. Itu sebabnya dalam masa pendidikan, seorang
pemusik harus sedapat mungkin menambah ilmu sebanyak-
banyaknya supaya dapat menjadi medium yang baik untuk
membahasakan musik tersebut kepada pendengar.
Untuk dapat membahasakan notasi tersebut, pemusik harus
memiliki medium yang berupa vokal atau instrumental. Di
samping itu ia juga harus merupakan tenaga terdidik dan
mengetahui mengenai hal-hal yang berhubungan dengan musik
tersebut.

Hasil yang diterima oleh pendengar dapat berupa notasi/partitur,


pertunjukan hidup atau berupa rekaman. Kegiatan ini
berlangsung secara terus-menerus. Semua pihak yang ada
merupakan kesatuan mata rantai yang tidak dapat berfungsi
dengan baik jika ada mata rantai yang putus.

3. Musikologi
 

Musikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang


musik. Sebetulnya penelitian mengenai fisik dari musik telah
dimulai sejak masa kebudayaan Yunani Kuno dan estetika
musik telah dipelajari di sekitar abad XIV. [8] Namun musik
28

sebagai ilmu pengetahuan yang dapat diteliti secara empiris,


baru berkembang di abad XIX. Pada mulanya musikologi yang
ada hanyalah musikologi secara historis. Dengan kata lain
penelitian yang dilakukan sebagian besar adalah penelitian
berdasarkan konteks sosial dan historis dari musik tersebut.
Namun lama-kelamaan, muncullah yang disebut dengan

28
musikologi sistematis atau akhir-akhir ini kadang-kadang
disebut juga sebagai musikologi kognitif.

Ilmu pengetahuan selalu dimulai dengan pertanyaan. Demikian


pula dengan musikologi. Ada begitu banyak pertanyaan yang
muncul sehubungan dengan musik namun tidak dapat dijelaskan
hanya dengan sekedar penelitian berdasarkan sejarah musik saja.
Penelitian antar disiplin mengenai musik baik dari segi fisik
musik sendiri maupun efek musik terhadap manusia, semakin
lama semakin berkembang.

Dalam sejarah perkembangan musikologi, terjadi pergeseran


dari penelitian musik sebagai karya seni di mana titik pusat
adalah partitur dan konteks historis serta cultural musik tersebut,
menjadi musik sebagai bunyi. Baik pemusik maupun pendengar
memegang peranan penting, sedangkan dalam musikologi
historis, biasanya komponis yang memegang peranan penting.

Perubahan ini sejalan dengan pergantian orientasi dalam bidang


lingusitik di tahun 60 dan 70-an. Dalam musikologi, revolusi
kognitif [9] juga memegang peranan dalam perubahan tersebut.
29

Perhatian akan aspek kognitif dan empiris dari musik


meningkat. Bagian ini dikenal dengan sebutan musikologi

29
sistematis atau juga musikologi kognitif, yang menyatukan
penelitian yang dulunya terpisah dalam bidang psikologi,
informatika dan (etno)musikologi, menjadi satu kegiatan lintas
ilmu. Bidang ini akhirnya berkembang menjadi bidang yang
penting dan berorientasi internasional. [10]
30

Musikologi sistematis mempelajari musik dalam segala budaya


di segala waktu dan dalam segala bentuk, baik berdasarkan basis
individual maupun kelompok. Pertanyaan utama dalam
penelitian yang dilakukan adalah pertanyaan-pertanyaan
sehubungan dengan fungsi dan arti musik secara penuh. Dengan
menghubungkan unsur-unsur komponen budaya dari musik
(konteks dan produksi <komposisi dan rekaman>, distribusi,
konsumsi dan perhatian) dan elemen alami dari musik, kita
dapat menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Oleh sebab itu penelitian musikologi sistematis bersifat lintas


ilmu dan mengandung banyak hal dari berbagai segi. Misalnya
teori musik dan analisa, psikologi musik, neuromusikologi,
sosiologi musik, etnomusikologi, teknologi musik, arsip musik,
organologi, musik dan multimedia etc. Dengan kerja sama lintas
ilmu tersebut, musik menjadi sesuatu yang sangat universal.
 

Christina Mandang, MM
30
Universitas Pelita Harapan

Pengetahuan Musik I

0 comments share

Nov 14, '05 7:45 AM


Beberapa Komponis Penting di Masa Barok for everyone

Musik Periode 1600-1800 II

Beberapa Komponis Penting

Antonio Vivaldi
-          Lahir di Venesia, 4 Maret 1678

-          Anak dari pemain seorang pemain biola di St. Markus di Venesia.

-          Seorang pastor, dijuluki il prete rosso (pastor berkepala merah).

-          Guru biola, komponis dan dirigen di panti asuhan anak perempuan di Venesia.

-          Sering bepergian, membuat komposisi dan memimpin opera dan konser di Italia dan Eropa.

-          Meninggal dunia pada tanggal 28 Juli 1741, kemungkinan karena bronchitis.

-          Dilupakan orang setelah kematiannya.

-          Terkenal dengan + 450 concerti dan concerti grosso.

Musik
-          Tidak banyak musik vokal, yang terkenal antara lain Gloria in D major (RV 588) dan polychoral psalm-
setting Dixit Dominus (RV 594).

-          Menulis banyak concerti.

-          Concerti yang awal banyak mendapat pengaruh dari Corelli, namun ia mengembangkan banyak idiom
terutama dari Torelli dan Albinoni.

-          2/3 dari concerti Vivaldi adalah concerto untuk satu instrumen solo; biasanya biola tapi ada juga untuk
cello, flute atau bassoon.

-          Concerto Vivaldi biasanya terdiri dari tiga bagian: Allegro; bagian lambat
biasanya dalam kunci yang sama atau yang berhubungan dekat (parallel minor,
dominant atau subdominant); Allegro final yang biasanya lebih pendek daripada
bagian pertama.

-          Strukturnya lebih homofonik dibandingkan generasi sebelumnya.

-          Dalam bagian cepat, seluruh ada ritornello untuk seluruh orkestra, bergantian
dengan episode untuk soloist (sama seperti Torelli).

-          Membangun tarikan dramatic antara solo dan tutti, hingga soloist sangat
dominant.

-          Pengaruh Vivaldi pada generasi berikut amat penting, terutama penggunaan
konsep dramatik dalam peranan soloist. Ia dikagumi oleh karena tema yang pendek namun ekspresif,
bentuk yang jelas, ritme yang hidup dan alunan yang logis dari ide musical.

-          Musik yang paling dikenal adalah The Four Seasons.

Four Seasons Op. 8 No. 1-4


-          Musik ini hanyalah sebagian dari 12 karya lainnya, Op. 8 yang berjudul The Trial between Harmony and
Invention (Il Cimento dell’ Armonica e dell’ Inventione).

-          Terbit tahun 1725.

-          Untuk solo biola, tiap concerto terdiri dari 3 bagian.

-          Vivaldi menggunakan empat soneta yang kemungkinan ditulisnya sendiri, sebagai dasar dari musik ini.

-          Di dalam partitur tertulis bagian musik apa yang sejalan dengan isi dari soneta tersebut.

Spring – Concerto in E Major

Allegro
Springtime is upon us.
The birds celebrate her return with festive song,
and murmuring streams are softly caressed by the breezes.
Thunderstorms, those heralds of Spring, roar, casting their dark mantle over heaven,
Then they die away to silence, and the birds take up their charming songs once more.

Largo
On the flower-strewn meadow, with leafy branches rustling overhead, the goat-herd sleeps, his faithful dog beside
him.

Allegro
Led by the festive sound of rustic bagpipes, nymphs and shepherds lightly dance beneath the brilliant canopy of
spring.

Summer – Concerto in g-minor

Allegro non molto


Beneath the blazing sun's relentless heat
men and flocks are sweltering,
pines are scorched.
We hear the cuckoo's voice; then sweet songs of the turtle dove and finch are heard.
Soft breezes stir the air….but threatening north wind sweeps them suddenly aside. The shepherd trembles, fearful of
violent storm and what may lie ahead.

Adagio e piano - Presto e forte


His limbs are now awakened from their repose by fear of lightning's flash and thunder's roar, as gnats and flies buzz
furiously around.

Presto
Alas, his worst fears were justified, as the heavens roar and great hailstones beat down upon the proudly standing
corn.

Autumn – Concerto in F Major

Allegro
The peasant celebrates with song and dance the harvest safely gathered in.
The cup of Bacchus flows freely, and many find their relief in deep slumber.

Adagio molto
The singing and the dancing die away
as cooling breezes fan the pleasant air,
inviting all to sleep
without a care.

Allegro
The hunters emerge at dawn,
ready for the chase,
with horns and dogs and cries.
Their quarry flees while they give chase.
Terrified and wounded, the prey struggles on,
but, harried, dies.

Winter – Concerto in f-minor

Allegro non molto


Shivering, frozen mid the frosty snow in biting, stinging winds;
running to and fro to stamp one's icy feet, teeth chattering in the bitter chill.

Largo
To rest contentedly beside the hearth, while those outside are drenched by pouring rain.

Allegro
We tread the icy path slowly and cautiously, for fear of tripping and falling.
Then turn abruptly, slip, crash on the ground and, rising, hasten on across the ice lest it cracks up.
We feel the chill north winds coarse through the home despite the locked and bolted doors…
this is winter, which nonetheless brings its own delights.

ššššš
Jean-Philippe Rameau
-          Lahir di Dijon pada tahun 1683 namun selama 40 tahun pertama dari hidupnya, ia tidak dikenal orang.

-          Pada mulanya ia dikenal sebagai teoretikus dan baru di kemudian hari ia dikenal sebagai komponis.

-          Belajar musik dari ayahnya yang adalah seorang organis.

-          Bekerja sebagai organis di Avignon dan Dijon (1715-1722) sebelum pindah ke Paris pada tahun 1722.

-          Menerbitkan Traité del’harmonie (Treatise on Harmony) pada tahun 1722.

-          Bekerja sebagai organis dan guru musik sebelum akhirnya bekerja untuk La Pouplinière, seorang Perancis
yang kaya raya.

-          Bekerja sebagai maitre de musique sekitar tahun 1735-1753 untuk La Pouplinière, di mana Rameau banyak
menghasilkan musik kamar dan juga opera serta musik untuk balet.

-          Sekitar 1740-an Rameau mulai menjajakkan kakinya di Royal Court. Mulai tahun 1745 ia menjadi
compositeur de la musique de la chamber du roy dan mencapai puncak karirnya.
-          Meninggal dunia pada tahun 1764, di mana ibadah pemakamannya dihadiri sekitar 1500 orang, dengan 180
pemusik. Setelah itu masih banyak diselenggarakan memorial services baik di Paris maupun di provinsi
lainnya.

Musik
-          Atas bantuan La Pouplinière, Rameau membangun namanya menjadi komposer opera yang terkenal.

-          Karya yang penting di awal karir dalam menulis opera adalah Hippolyte et Aricie, dengan syair dari libretti
terkenal, Abbé Simon –Joseph Pellegrin, dipertunjukkan secara pribadi tahun 1733 sebelum akhirnya
diproduksi di Paris pada tahun yang sama.

-          Opera Rameau mengundang pro dan kontra.

-          Para pendukung Lully menganggap musik Rameau terlalu sulit, Dipaksakan, terlalu besar, tebal, mekanik
dan tidak alami – dengan kata lain terlalu baroque.

-          Rameau mengatakan bahwa ia tidak mengopi Lully tetapi ia mengimitasi Lully dalam mengambil contoh
alam sebagai model, dengan indah dan sederhana.

-          Di periode akhir, Rameau menulis comedy-ballet Platée (1745) untuk pernikahan putra mahkota Perancis
dan opera yang lebih serius Zoroastre (1749).

Karya teoretis
-          Pengaruh Rameau dalam bidang teori musik amat penting dalam perkembangan musik.

-          Rameau menganggap bahwa akord adalah elemen utama dalam musik dan
trinada dengan sendirinya terjadi jika satu senar dibagi dalam dua, tiga, empat
dan lima bagian yang sama.

-          Ide penting Rameau yang lain adalah progresi akar dalam harmoni.

-          Rameau menetapkan sistem yang kita kenal sekarang, yaitu pentingnya fungsi
tonika, dominant dan sub-dominan dalam harmoni. Itu sebabnya ia
beranggapan bahwa modulasi adalah akibat terjadi perubahan fungsi dari satu
akord (dalam istilah modern: pivot chord).

Musical Style
-          Setelah Lully, opera di Perancis semakin dramatis, dekor yang semakin rumit, musik yang semakin
deskriptif, tarian, paduan suara dan lagu.

-          Musik Rameau lebih melodis dan dipenuhi dengan harmoni berdasarkan fungsi.

-          Musiknya penuh dengan kombinasi antara akord konsonan dan disonan, progresi yang langsung maupun
tak langsung/dengan tarikan, modulasi untuk tujuan ekspresif dan sesekali penggunaan kromatik dan
modulasi enharmonic di samping harmoni yang diatonis.
ššššš
Johann Sebastian Bach
-          Lahir di Eisenach pada tanggal 221 Maret 1685, dari keturunan pemusik, empat puteranya menjadi
pemusik juga.

-          Ohrdruf (1695-1700): tinggal dengan kakaknya, Johann Christoph dan belajar di gymnasium.

-          Lüneburg (1700-1702): Belajar orgel pipa di bawah bimbingan Jan Adams Reinken di Hamburg dan dalam
periode ini Bach bertemu dengan Georg Böhm serta mulai berkenalan dengan tradisi orgel pipa Hamburg
yang amat terkenal.

-          Weimar periode pertama (1703, amat pendek): Sambil menunggu posisi sebagai organis di Arnstadt, Bach
menjadi pemain biola di orkes kamar dari DukeJohann Ernst, adik dari Duke of Weimar. Mulai belajar
mengenai musik instrumental Italia.

-          Arnstadt (1703-1707): Organis. Pada tahun 1705 mendapat kesempatan untuk pergi ke Lübeck selama tiga
bulan untuk mengunjungi Buxtehude dan menghadiri konser malam dari Marienkirche di Lübeck di mana
cantatas diperdengarkan.

-          Mulhausen (1707-1708): Organis. Pada tanggal 17 Oktober 1707 menikahi Maria Barbara. Mulai menulis
cantata (Gott ist mein König, BWV 71).

-          Weimar (1708-1717): Court organist/conductor. Menulis banyak karya untuk orgel pipa dan semakin
dikenal sebagai organis yang andal. Begitu banyak murid yang datang belajar padanya.

-          Cöthen (1717-1723): Court organist/conductor. DI sini ia banyak menulis karya untuk musik kamar seperti
concerto biola, sonata dan keyboard music. Maria Barabra meninggal dunia pada saat Bach pergi ke
Carlsbad di tahun 1720, meninggalkan empat orang anak. Bulan Desember 1721Bach menikah dengan
Anna Magdalena. Mereka menikah 28 tahun dan dikaruniai 13 anak, tetapi sebagian meninggal pada saat
masih kecil.

Kewajiban Bach di Leipzig (1723-1750)


-         Cantor di Thomaskirche: membuat musik untuk empat gereja kota, melatih, memimpin dan
membuat komposisi untuk setiap ibadah Minggu.

-         Memberikan pendidikan musik untuk 55 siswa di Thomasschule.

-         Mengawasi stadtpfeiffers atau gilda musisi.

-         Pemimpin dari Collegium Musicum Leipzig yang adalah organisasi mahasiswa yang
menyelenggarakan konser mingguan di sebuah rumah kopi.
-         Seorang organis dan teknisi orgel pipa yang andal dan
menciptakan banyak karya untuk orgel pipa serta piawai
dalam berimprovisasi (musik yang diciptakan pada saat
bermain).

Kehidupan pribadi
-         Seorang protestan yang religius.

-         Dikaruniai 20 anak dari 2 istrinya.

-         Menjadi buta karena katarak.

-         Saat ini dikuburkan di Thomaskirche, Leipzig.

-         Dilupakan setelah kematiannya dan baru mulai dikenal kembali ketika Mendelssohn
membawakan Matteus Passion pada tahun 1829.

Musik
Cantata

-          Sebagian besar dari musik vokalnya adalah musik sakral.

-          Tidak ada perbedaan antara bentuk sakral dan sekuler.

-          Bach menggunakan bentuk operatis seperti aria dan recitative di dalam kantata sakralnya.

-          Bach menulis semua genre kecuali opera.

Suita Barok

Musik untuk orgel pipa: Preludium dan Fuga, Trio Sonata, Chorale Preludes, bentuk bebas lainnya (Fantasia,
Toccata dsb.).

Musik untuk klavir (cembalo dan clavichord): Toccata, Das wohltemperirte Clavier, 1722 dan ca. 1740, Clavier
Suites (English Suites, French Suites,),Partitas,Goldberg Variations.

Musik untuk solo biola dan cello: 6 sonata dan partita untuk biola, 6 suite untuk solo cello dan partita untuk solo
flute.

Sonata untuk ensemble : 6 sonata untuk biola dan cembalo, 3 sonata untuk viola da gamba dan cembalo, 6 sonata
untuk flute dan cembalo. Biasanya terdiri dari 4 bagian, - lambat-cepat-lambat-cepat.

Concerto: Brandenburg Concerto (ada 6).

Suita orkestral: 4 Ouvertures.


Musik lainnya: Musikalische Opfer, BWV 1079 yang terdiri dari ricercare 3 dan 6 suara untuk klavir dan 10 kanon,
yang berdasarkan tema dari Frederick Agung dari Prusia. Di samping itu ada Die Kunst der Fuge yang belum
rampung pada saat Bach meninggal dunia, yang memberikan segala kombinasi cara menulis fuga.

Suite No. 3 in D Major


-          2 ob, 3 tpt, timp, strings, basso continuo

-          Prelude, Air, Gavotte, Bourée, Gigue

-          Binary Form : A A B B

ššššš
Georg Frederich Händel
-          Lahir di Halle, Jerman pada tanggal 23 Februari 1785.

-          Belajar musik di bawah bimbimngan Friedrich Willem Zachow (orgel pipa, cembalo, viola, oboe, belajar
kontrapunkt dan mengenal musik karya koponis Jerman dan Italia dengan membuat kopi dari musik
tersebut.

-          1703-1706 : Pergi ke Hamburg, pusat opera di Jerman, bertemu dengan Reinhard Keiser dan Johann
Mattheson. Pada tahun 1705 operanya yang pertama, Altamira, dipertunjukkan di Hamburg.

-          1706-1710 : Italia, berkenalan dengan Corelli, Caldara, kedua Scarlatti (Alessandro, bapak, sedangkan
Domenico anaknya, sebaya Händel). Bekerja pada Marquis Francesco Ruspoli. Karya penting di masa ini
adalah motet Latin, sebuah oratorio dan sekumpulan Cantata Italia serta opera Agrippina.

-          1710: Hanover tapi akhirnya pergi ke London selama hampir satu tahun (opera Rinaldo dipertunjukkan di
London).

-          1711: Ke Hanover namun langsung pergi kembali ke London.

-          1712: menetap di Inggris dan bekerja untuk kerajaan Inggris.

Dari kerajaan ke opera


-          Händel menulis musik untuk kerajaan seperti misalnya anthem dan masque.

-          Opera Italia sangat popular dan Händel banyak menulis opera Italia sehingga banyak menimbulkan
kontroversi karena publik Inggris lebih memilih opera Inggris.

-          1720-1728: Masa kejayaan Royal Acaademy of Music, Händel menulis sebagian dari opera terbaiknya.

Dari opera ke oratorio


-          Händel mulai membuat “opera” dengan cerita Alkitab, Esther¸ sekitar
tahun 1720, ini semacam setengah jalan antara opera dengan
oratorium. Kemudian menulis Debora dan Athalia, yang disebut sebagai oratorium Inggris agung yang
pertama.

-          1737: mendapat stroke atau musibah yang menyebabkan tangan kanannya terganggu dan Händel menjadi
stress hingga kawan-kawan dan pelindungnya mengirim Händel ke Ais-la-Chapelle untuk berobat.

-          Dari sana, ia menjadi sangat aktif dan memproduksi banyak oratorio.

-          Akhir 1730-an Händel juga banyak membuat musik untuk orkes termasuk Organ Concerts yang amat
populer.

-          Musim gugur 1739: Concerti Grossi Op.6.

-          1741: Diundang ke Dublin untuk mempertunjukkan karya-karyanya.

-          1742: Première Messiah di Dublin, sukses. Hingga akhirnya dipertunjukkan di Covent Garden mulai 1743,
satu seri bersama dengan Samson.

-          1749: Music for the Fireworks dan karya-karya besar lainnya.

-          Matanya menjadi semakin lemah, dimulai dengan mata kiri dan akhirnya mata kanannya juga menjadi
lemah , hingga buta di tahun 1752. Namun ia tetap memainkan musik concerfo orgel dan voluntaries di
antara bagian oratorionya. Ia juga seorang improvisator andal.

-          14 April 1759 menutup matanya dan dikubur di Westminster Abbey.

-          Berbeda dengan komponis lainnya, Händel adalah seorang yang tetap diingat setelah meninggal. Ini
terbukti dari banyaknya tulisan mengenai beliau dan pada peringatan 25 tahun meninggalnya, diadakan
banyak seri konser peringatan dan mencapai puncak pada tanggal 29 Mei 1784 dengan pertunjukan massal
dari Messiai di Abbey, yang merupakan karyanya yang amat sangat terkenal.

ššššš

Christina Mandang, MM

Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

Apreasiasi Musik dan Analisis

0 comments share
Nov 14, '05 7:41 AM
Sekilas Perkembangan Nyanyian Jemaat for everyone

Pengantar Hymnologi
Selayang Pandang

Perkembangan Nyanyian Jemaat

Christina Mandang

Pendahuluan
Liturgi atau ibadah kita sarat dengan nyanyian jemaat. Nyanyian jemaat adalah bagian dari musik gereja yang
dinyanyikan bersama-sama oleh seluruh umat di dalam ibadah. Ada berbagai macam bentuk nyanyian jemaat yang
masing-masing memiliki cirinya sendiri-sendiri. Itu sebabnya pengetahuan mengenai hymnologi amatlah penting
bagi para pemusik gereja, baik dirigen, pemusik, penyanyi, anggota komisi liturgi dan musik gereja serta para
majelis dan pendeta.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan hymnologi? Secara luas, hymnologi dapat dijabarkan sebagai ilmu yang
mempelajari nyanyian jemaat. Nyanyian jemaat sendiri dapat dipelajari melalui beberapa cara, antara lain nyanyian
jemaat sebagai puisi, sebagai sebagai musik, sebagai teologi, sebagai alat untuk beribadah, sebagai alat untuk
memberitakan Injil, sebagai pendidikan religius, pelayanan dan persekutuan. 31[1]

Nyanyian jemaat sebagai puisi


Nyanyian jemaat atas syair dan melodi (tune). Syair yang dipakai disebut puisi liris. Di dalam sejarah, puisi liris
adalah puisi yang dipakai dengan iringan alat musik tradisional Yunani, yaitu lira. Dengan demikian puisi liris
adalah puisi yang memang diciptakan untuk dinyanyikan. 32[2] Plato mengatakan bahwa lagu (melos) terdiri dari
pembicaraan, ritme dan harmoni.

31

32
Nyanyian jemaat biasanya terdiri dari beberapa baris yang dikelompokkan menjadi satu bait. Tiap bait dinyanyikan
dengan melodi yang sama. Ada lagu yang memiliki refrein, ada juga yang tanpa refrein. Refrein adalah syair yang
diulang di akhir tiap bait, biasanya berisi kesimpulan dari lagu tersebut. Ada refrein khusus yang disebut burden
dalam bahasa Inggris, yaitu: refrein yang muncul di awal lagu dan di akhir lagu, ditutup dengan refrein tersebut (KJ
1).33[3]

Tiap syair memiliki sajak tersendiri, biasanya ada berbagai macam bentuk saja. Misalnya AABB, ABBA, ABAB,
ABCB. Tapi ada juga yang sajaknya tidak beraturan. AABB sangat sering dipakai (KJ 3:1, KJ 280). ABBA agak
jarang dipakai (KJ 304:1,3,4; KJ 305). ABAB dan ABCB biasanya dipakai untuk syair yang tidak terlalu panjang
(KJ 214, 206). Di samping itu kita juga mengenal sajak palsu, misalnya murid – bangkit, sedih – pergi (KJ 208:3,4).
Jika ada hubungan di dalam satu baris, maka itu disebut sajak internal (KJ 6:1,3,4).

Di dalam dunia literatur, kita mengenal metrum puitis. Tiap kata terdiri dari beberapa suku kata. Tiap suku kata bisa
memiliki aksen atau tidak, tergantung kata tersebut. Ada beberapa macam aksen kata, beberapa di antaranya adalah:
1. iambic (u -, tak beraksen-aksen, KJ 234, 235), 2. trochaic (- u, aksen-tak beraksen, KJ 50, 288), 3. dactylus (-uu,
aksen-ringan-ringan, NKB 3 Terpujilah Allah).34[4]

Di dalam buku-buku hymne berbahasa Inggris seringkali kita melihat sederetan angka-angka seperti misalnya
8.6.8.6 disebut juga C.M. (common meter, KJ 40, 285). 8.8.8.8 (NKB tallis’canon, KJ 248) atau dikenal dengan
L.M. (long meter), 6.6.8.6. atau S.M. (short meter). Bilangan tersebut menunjukkan banyaknya suku kata di dalam
satu baris, ini disebut metrum hymnis.

Nyanyian jemaat sebagai musik


Puisi liris belumlah lengkap jika tidak dinyanyikan. Sama seperti Agustinus, bapa gereja dari abad ke-6 yang berkata
bahwa hymne adalah nyanyian yang berisi pujian kepada Tuhan. Jika ada pujian tetapi bukan untuk Tuhan, maka itu
bukanlah sebuah hymne. Jika ada pujian dan pujian itu ditujukan pada Tuhan tetapi tidak dinyanyikan, maka itu
bukanlah sebuah hymne. Oleh sebab itu supaya dapat disebut sebagai hymne, maka haruslah ada ketiga unsur
tersebut yaitu pujian, pujian pada Tuhan dan itu dinyanyikan.35[5]

33

34

35
Musik memiliki bahasa tersendiri, sama seperti literatur atau puisi. Kita juga mengenal aksen dalam musik, kalimat
dalam musik, karakter lagu dan sebagainya. Lagu yang baik adalah melodi yang kuat dan dapat dengan mudah
dinyanyikan oleh seluruh umat. Nyanyian jemaat adalah nyanyian komunitas, yaitu nyanyian yang mudah
dinyanyikan jemaat (tapi tidak gampangan dan murahan!), dengan jangkauan nada dan ritme yang tidak terlalu
rumit.

Melodi nyanyian jemaat biasanya dikenali dengan nama lagu. Di belakang Kidung Jemaat edisi Harmoni dalam not
balok, terdapat indeks nama lagu. Nama lagu tersebut bisa berasal dari nama sang pencipta, penulis dari syair lagu
tersebut, nama tempat dan sebagainya.

Beberapa lagu dapat dinyanyikan dengan berbagai melodi. Misalnya KJ 126 dan 449, ALLE JAHRE WIEDER.
Lagu itu disebut Lagu Umum (common tune). Sedangkan lagu yang biasanya hanya dihubungkan dengan satu syair
disebut Lagu Khusus (proper tune), misalnya ANTIOCH, hanya dinyanyikan dengan syair lagu “Hai Dunia,
Gembiralah.” Jika kita menukar melodi satu syair dengan lagu lain, hati-hatilah karena baik metrum puitis dan ritmis
haruslah diperhitungkan dan juga kecocokan lagu/melodi dengan isi atau pesan dari syair tersebut.

Nyanyian jemaat sebagai Teologi


Nyanyian jemaat adalah medium untuk membentuk kepercayaan Kristiani di samping pewartaan firman. Dalam
sejarah gereja, nyanyian jemaat memegang peranan penting dalam perkembangan ajaran gereja. Nyanyian jemaat
banyak dipakai untuk merefleksikan doktrin dan konsep teologis yang ingin disebarluaskan kepada umat. Misalnya
sejak abad ke-4 nyanyian jemaat digunakan untuk menyebarkan dokrin mengenai kristologi, di abad ke-18
mengenai keselematan dan di abad ke-19 sehubungan dengan keberadaan gereja.36[6]

Gereja memiliki lima fungsi yaitu sebagai tempat beribadah, tempat mengabarkan kabar baik atau evangelisasi,
tempat untuk pendidikan, pelayanan dan persekutuan. Musik gereja harus dapat memainkan peranan ini. Melalui
musik gereja, Tuhan berbicara pada umat-Nya dan kita dapat berbicara kepada Tuhan dan kita dapat berbicara pada
sesama kita. Musik gereja juga dapat dipakai untuk mengabarkan kabar baik bagi mereka yang belum percaya.
Luther menggunakan musik gereja untuk mendidik anak-anak dan hingga kini, nyanyian jemaat sebagai salah satu
bentuk musik gereja, adalah salah satu cara efektif untuk memperjelas hal-hal yang berhubungan dengan iman
Kristiani dan pengajaran. Nyanyian jemaat juga mengingatkan kita sebagai umat untuk melayani di dunia yang
menderita, kelaparan dan penuh kekacauan. Selain itu juga memberikan kekuatan pada kita dalam kehidupan kita
sehari-hari. Sebagai satu persekutuan kita diingatkan melalui nyanyian jemaat, misalnya melalui KJ 264 sebagai
persekutuan orang percaya.

Pembahasan kita saat ini terbatas pada perkembangan nyanyian jemaat khususnya nyanyian jemaat protestan, dari
masa gereja purba hingga kini, dilihat dari sisi puisi, musik dan teologis. Tidak semua contoh lagu akan membahas
ketiga hal ini tetapi paling tidak, sebagian besar akan membahas ketiga hal ini di dalam tiap contoh lagu.

36
Klasifikasi nyanyian jemaat
Ada banyak cara membuat klasifikasi nyanyian jemaat. Misalnya klasifikasi berdasarkan waktu penciptaan, tempat
atau asal nyanyian tersebut serta berdasarkan subyek dari nyanyian. Mengingat luas dan banyaknya jenis nyanyian
jemaat yang ada saat ini, penulis hanya sekedar menerangkan pembagian berdasarkan periode perkembangan secara
ringkas. Di pembelajaran mendatang, periode-periode tersebut dapat dibahas lebih lanjut.

Nyanyian jemaat yang ada di Kidung Jemaat, Pelengkap Kidung Jemaat dan Nyanyikanlah Nyanyian Baru terdiri
dari berbagai macam periode. Tiap periode memiliki ciri khas masing-masing baik dilihat dari segi musikal, syair,
makna teologisnya serta juga cara membawakan dan mengiringi nyanyian tersebut. Tidak semua nyanyian perlu
diiringi atau dapat diiringi dengan alat musik organ, piano atau gitar. Tidak semua nyanyian dapat diiringi dengan
band. Ada cukup banyak nyanyian jemaat yang jauh lebih indah jika dinyanyikan oleh paduan suara saja atau hanya
dengan iringan perkusi yang sederhana. Itu sebabnya pengetahuan mengenai latar belakang satu nyanyian jemaat
amat penting supaya sebagai pemimpin, kita dapat mengajarkan kepada anggota paduan suara dan jemaat bagaimana
cara menyanyikan nyanyian tersebut dengan baik dan benar hingga maksud dan pesan yang ingin disampaikan oleh
lagu tersebut dapat tercapai.

Abad Pertengahan
Paling tidak ada tiga tokoh penting di dalam perkembangan musik gereja dari masa ini, yaitu Hilarius dari Poitiers,
Ambrosius dari Milan dan Greogrius I. Di samping itu ada dua bentuk nyanyian yang sangat penting yaitu hymne
Ambrosianus dan nyanyian Gregorian.

Hilarius adalah seorang bishop di Poitiers di abad ke-4 yang menyelenggarakan ibadah musik, menulis chant dan
menggunakan paduan suara dalam ibadah. Ambrosius mengikuti jejak dari Hilarius dan akhirnya mengumpulkan
dan mengatur banyak hymne. Ambrosiuslah yang membuat hymne yang metrikal serta bersajak. Kumpulan hymne
tersebut kita kenal dengan nama hymne ambrosianus. Ciri khasnya adalah bentuk lagu yang sederhana dan silabis,
memiliki metrum puitis iambic atau trochaic, dinyanyikan secara responsoris (berbalasan antara soloist dan umat),
syair mengenai karya ciptaan Tuhan.

Gregorius Agung pada abad ke-6 mengadakan standardisasi dari nyanyian yang beredar saat itu dan nyanyian
tersebut kita kenal dengan nyanyian Gregorian. Hingga saat ini, nyanyian tersebut masih dipakai di gereja Katolik.
Jika hymne ambrosianus memiliki bentuk sederhana dan mudah dinyanyikan orang banyak, nyanyian Gregorian
lebih mengalir dan agak lebih rumit melodinya.
¯ KJ 171 Pataka Raja Majulah

Venantius Fortunatus (535-609) adalah seorang


penyair yang amat terkenal dengan syairnya
mengenai salib Kristus. Hymne-hymne tersebut
dibuat dalam rangka prosesi relikwi dari salib
Yesus di Poitiers. Dalam lagu ini salib Kristus
tersebut dianalogikan dengan pohon yang elok dan

megah. Dan salib tersebut adalah tanda dari berkat


Tuhan. 37[7] Lagu ini amatlah populer di Abad
Pertengahan dan banyak dinyanyikan juga dalam
Jalan Salib dan dinyanyikan oleh para milisi
Kristen.

Di masa Abad Pertengahan nyanyian Gregorian semakin berkembang dan akhirnya menjadi semakin susah sehingga
hanya orang yang terlatih saja yang dapat menyanyikkan nyanyian tersebut. Paduan suara akhirnya mengambil alih
nyanyian jemaat dan jemaat hanya menyanyi di hari-hari perayaan tertentu daj hanya terbatas pada refrein saja atau
sekedar jawaban seperti misalnya “Kyrie eleison” atau “Amin.”

Di masa inilah muncul berbagai macam hymne seperti misalnya KJ 229.

¯ KJ 229a O Roh Pencipta, Datanglah

Syair hymne Latin ini berasal dari abad ke-9 tapi


hingga kini tidak jelas siapakah yang menulis
syairnya. Dari Kaisar Charles si Gemuk, (cucu dari

37
chalemagne), Greogorius agung, Ambrosius dan
Rhabanus Maurus (archbischop Mainz).
Digunakan sebagai hymne doa harian untuk jam
ketiga (Tierce) atau Vespers (di sore hari) pada
minggu Pentakosta dan juga pada ibadah
pentahbisan Pastor dan peresmian para raja.

Luther membuat penyederhanaan dari melodi


Gregorian yang asli menjadi lebih metris.

¯ KJ 161 Segala Kemuliaan

Syair lagu ini ditulis oleh J.M. Neale pada tahun


1854 berdasarkan syair Theodulph dari Orleans +
820, Gloria, laus et honor. Syair lagu ini ditulis
berdasarkan Mzm 24:7-10, Mzm 118:26, Mat 21:1-
16 dan Luk 19:37-38. Lagu ini digunakan dalam
prosesi pada Minggu Palma.38[8]

Melodi lagu ini ditulis oleh Melchior Teschner,


lahir di Fraustadt tahun 1584. Teshcner adalah

38
murid Gesius (salah seorang komponis masa
reformasi yang amat terkenal). Ia seorang cantor di
Schmiegel dan Frauenstadt dan menjadi pastor di
Oberprischen hingga akhir hayatnya pada tahun
1635.39[9]

Gregorian di Abad Pertengahan menjadi semakin “berbunga-bunga” melodinya dan semakin melismatis, terutama
akhiran-a dari kata Alleluia. Akhirnya muncullah kebiasaan di mana “a” tersebut dengan banyak not, melodinya
diisi dengan syair baru yang silabis, metode ini dikenal dengan nama sequens (jangan bingung dengan istilah
sequens dalam musik). Penulis sequens yang terkenal adalah Notker Balbulus (+ 900) dan Adam dari St. Victor (+
1150).40[10]

¯KJ 228 Datanglah, Ya Roh Kudus

Ini adalah contoh sequens tetapi tidak lengkap karena lagu aslinya terdiri dari 6 baris lagi. .

Di akhir Abad Pertengahan (mulai sekitar tahun 1200-an), berkembanglah nyanyian rakyat rohani (sacred folksong).
Salah satunya adalah nyanyian leis. Nyanyian leis berkembang dari lagu dengan tekst kyrieleison (Tuhan
kasihanilah). Biasanya kata kyrieleison dinyanyikan secara melismatis (satu suku kata terdiri dari banyak nada) dan
ada di awal atau akhir lagu. Nada-nada tersebut mendapat syair baru. Contoh misalnya KJ 123, S’lamat, s’lamat
datang.

Beberapa contoh lain dari masa ini adalah KJ 81 O, Datanglah Imanuel dan KJ 60 Hai Makhluk Alam Semesta.

Masa Reformasi
Jika di masa Abad Pertengahan, peranan jemaat dalam ibadah amat sangat minim, juga di dalam musik, peranan
tersebut semakin diambil alih oleh para rohaniwan yang memang terlatih dalam bidang itu, maka di masa
Reformasi, nyanyian jemaat berkembang kembali. Jemaat berhak memiliki suara di dalam ibadah, termasuk

39

40
menaikkan pujian mereka langsung kepada Tuhan. Dalam nyanyian jemaat menjawab dalam pujian dan ungkapan
syukur, dalam pengakuan dan permohonan. Dengan demikian jemaat menyanyikan pengasihan Tuhan.

Ciri khas lagu pada masa Reformasi adalah lagu ini hanya tertuju kepada Tuhan saja dan perbuatan tangan-Nya
dalam putera-Nya, Yesus Kristus. Melodi tunduk melayani syair, ada hubungan erat antara melodi dan syair.41[11]
Ini adalah salah satu kesulitan dalam menerjemahkan suatu lagu, apakah hubungan syair dan melodi dapat tetap
dipertahankan?

Melodi dari nyanyian jemaat pada masa ini sebenarnya terdiri atas beberapa material melodis yang dipadukan, sama
halnya seperti mozaik. Motif-motif dalam melodi itu bisa bersumber dari nyanyian gereja masa Abad Pertengahan
(baik Gregorian maupun hymne) dan juga lagu rakyat Abad Pertengahan baik sakral maupun sekuler. Seringkali
melodi dari sebuah syair sekuler mendapatkan syair rohani, teknik ini dikenal sebagai kontrafak. 42[12]

Biasanya nyanyian jemaat pada masa ini adalah bar form (AAB). Ritme yang ada adalah isometrik (ritme yang
teratur, yaitu not pendek dan not panjang) dan koral ritmis (ritme yang tidak teratur dan kadang-kadang penuh
dengan sinkop). Contoh adalah KJ 250a dan b, KJ 287b dan a.

Nyanyian jemaat dalam bahasa Jerman pada periode ini terdiri dari tiga jenis lagu yaitu terjemahan dari hymne
berbahasa Latin, nyanyian leis (berasal dari “Kyrieleis” yang mendapatkan tekst dalam bahasa setempat (contoh KJ
123) dan nyanyian cantion (lagu non-liturgis yang berhubungan dengan drama liturgi untuk Natal dan Paskah,
aslinya berbahasa Latin tetapi diterjemahkan dalam bahasa Jerman. Dalam bahasa Jerman dinyanyikan secara
antifonal (bergantian antara dua kelompok) dalam bahasa setempat dan bahasa Latin.43[13]

Dalam masa ini, kita melihat dua perkembangan penting yaitu nyanyian jemaat Lutheran dan Mazmur Jenewa.
Luther menulis Misa Jerman atau Deutsche Messe (1526) yang berisi misa berbahasa Jerman dengan nyanyian

41

42

43
jemaat dalam bahasa setempat. Baik Luther dan Calvin menggunakan paduan suara untuk mengajarkan lagu baru
kepada jemaat dan sekaligus untuk mengiringi nyanyian jemaat, di bawah pimpinan seorang prokantor. 44[14]

Luther menulis cukup banyak lagu dan dia juga bekerja sama baik dengan para komponis, sastrawan dan rohaniwan.

¯KJ 250 Allahku Benteng Yang Teguh

Kemungkinan lagu ini diciptakan oleh Luther


antara 1526-1528, pada masa penuh pergumulan
dan kesedihan dalam hidupnya, di mana banyak
sahabatnya meninggal dunia karena terkena wabah
pest. Berdasarkan penelitian, ada banyak kata dan
ungkapan yang sama dengan beberapa surat Luther
yang dari periode tersebut. Ia merasa bahwa
hidupnya terancam oleh iblis. Nyanyian ini
bukanlah Mzm 46. Lagu ini menerangkan tentang
Kristus dan penjelasan tersebut ditulis berdasarkan
Mzm 46.45[15]

Melodi dari lagu ini ditulis sendiri oleh Luther.


Awal lagu benar-benar memproklamirkan sesuatu
dan di akhir kalimat pertama, kalimat menurun satu
oktaf. Lagu ini lebih cocok dinyanyikan di Minggu
Invocabit (enam minggu sebelum Paska) karena
sesuai dengan pembacaan Alkitabnya daripada
dinyanyikan pada hari Reformasi tanggal 31
Oktober.46[16]

44

45

46
KJ 45 Muliakan Allah yang Esa

Nyanyian ini merupakan gubahan dari Gloria Besar


dalam bahasa Jerman yang ditulis oleh Nicolaus
Decius, seorang komponis di masa Reformasi.
Gloria Besar adalah pujian kepada Allah Bapa,
Putera dan Roh Kudus. Dengan demikian jelaslah
bahwa lagu ini tidak dapat dipenggal-penggal
sebetulnya karena isinya tidak sesuai dengan isi
dari Gloria yang sesungguhnya.

Mula-mula Gloria in exelcis Deo hanya


dinyanyikan di malam Natal saja. Lama-kelamaan
juga dipakai di misa Paskah sebelum akhirnya
menjadi bagian tetap (ordinarium) di dalam ibadah
Minggu. Hanya ayat satu saja yang berhubungan
dengan Lukas 2. Ketiga ayat lainnya membentuk
pujian trinitatis yang sama seperti struktur Gloria di
dalam misa.

KJ 168 Hai Dunia, Lihat Tuhan

Heinrich Isaac (1450) lahir di Belanda bagian


selatan dan belajar di Florence (Italia). Akhirnya ia
bekerja di Italia untuk keluarga Ferrara dan Medici
serta menikah dengan orang Florence. Setelah itu ia
bekerja di Innsbrücks, Austria. Ia menulis Choralis
Constantinus, yaitu karya paduan suara yang
memuat seluruh proprium missae dari seluruh
tahun liturgis. Namun Isaac meninggal dan
pekerjaan tersebut diteruskan oleh Seinfl. Tahun
1514 ia kembali ke Florence dan hidup di sana
hingga akhir hayatnya di tahun 1517. Ia sangat
terkenal dengan aransemen lagu Innsbruck, ich
musz dich lassen.

Mazmur Jenewa adalah mazmur yang diparafrasekan hingga menjadi bentuk strofis. Calvin hanya mengijinkan
mazmur dinyanyikan dalam ibadah di gereja, ditambah dengan Nyanyian Pujian Simeon, 10 Hukum Tuhan, Doa
Bapa Kami dan Pengakuan Iman Rasuli.

Syair Mazmur Jenewa ditulis oleh Calvin sendiri, Clémens Marot dan Théodore Bèze. Melodi dari Mazmur ditulis
oleh Louis Bourgeouis (ca. 1510-?), Guillaume Franc (?-?) dan Maitre Pierre (kemungkinan adan Pierre Davantes).

Contoh jenis mazmur ini antara lain KJ 128 Sekarang, Tuhanku, Mazmur 80, 122, 42.

Di masa akhir abad ke-16, perkembangan nyanyian jemaat tidak sebesar di awal reformasi. Tidak terlalu banyak
lagu baru yang dibuat. Pusat dari syair bukan hanya Allah dan pekerjaan-Nya dalam Yesus Kristus melainkan juga
mengenai manusia dan kepercayaannya. Ada dua lagu yang cukup penting yang amat indah hubungan syair dan
melodinya, yaitu KJ 139, 276.

¯KJ 139 T’rang Bintang Fajar Berseri

Lagu ini diciptakan oleh Philipp Nicolai seorang


pendeta yamg amat bersemangat. Namun setelah
wabah pest, kehidupannya berubah, ia begitu
banyak menolong dan menguburkan korban. Hanya
ada doa yang tak putus-putusnya pada Tuhan pada
saat di tengah-tengah bebauan yang busuk, karena
kasih setia Tuhan, ia tidak merasa takut. Karena
seringnya ia menguburkan mayat, hingga akhirnya
ia tidak dapat berpikir selain: aku hidup di dalam
Kristus, mati di dalam Kristus, apakah aku mati
atau hidup, aku adalah milik Kristus, yang telah
mengasihani aku. Setelah wabah pest berlalu, ia
menulis surat, “Pest telah usai. Atas kasihani Tuhan
aku tetap sehat.”

Ini adalah lagu pernikahan rohani antara orang


yang percaya dan Kristus, berdasarkan Mzm 45.
Tentu saja kita juga harus mengingat kitab Wahyu
di mana Yesus disebut sebagai Bintang Fajar yang
bersinar. Ayat pertama dari ketujuh bait
membentuk huruf awal dari nama Wilhelm Ernst
Graf und Herr zu waldieck. Syair lagu ini
berbentuk cawan dan itu mengingatkan kita akan
janji keselamatan yang diberikan pada kita. Bahwa
kita telah dipilih untuk menjadi pengantin-Nya
hingga dapat masuk ke rumah yang kekal.

¯KJ 276 Bangunlah! Dengar Suara

Koral ini menjadi terkenal karena cantata Bach


dengan judul yang sama. Ada begitu banyak
komponis yang menulis komposisi berdasarkan
lagu ini. Di sini kita diingatkan dengan kedua
penjaga di dalam Yes 21:11-12, kesepuluh gadis
yang pintar dan bodoh di Matius 25, cerita
mengenai akhir jaman di Mat 24:27-31 dan
penglihatan dari Wahyu 21 mengenai langit dan
bumi baru. Kita diajak untuk berjaga-jaga supaya
tidak ketinggalan ketika tiba saatnya untuk datang
ke rumah Tuhan.
Masa abad ke-17 dan ke-18
Ada banyak nyanyian jemaat yang diciptakan tapi bukan untuk dipakai dalam gereja namun untuk dipakai dalam
ibadah rumah tangga. Beberapa nama yang harus kita kenal adalah Paul Gerhardt (1607-1676) dan Gerhardt
Tersteegen (1697-1769). Mereka amat menekankan kehidupan rohani pribadi.

Jika pada masa Reformasi pusat dari lagu adalah Allah beserta ciptaan-Nya serta manusia dan kepercayaannya,
maka di masa sesudah Reformasi, pusat lagu menjadi semakin menuju ke devosi pribadi, pujian kepada Tuhan dari
diri manusia sebagai individu (bukan manusia sebagai umat seperti di masa Reformasi). 47[17]

Sesudah Reformasi, muncullah aliran Pietisme di Jerman yang muncul di paruh kedua dari abad ke-17. Penekanan
dari ajaran ini adalah pertobatan dan penyucian diri manusia agar manusia dapat hidup dalam jalan yang benar untuk
hidup dalam Tuhan. Pada masa ini banyak didirikan organisasi rohani di mana orang percaya datang bersama untuk
saling berbagi cerita serta saling menguatkan dan belajar mengenai Firman Tuhan, saling bersaksi serta melakukan
berbagai aksi sosial dalam rangka menyalurkan berkat Allah.48[18]

Lagu pietis selalu dalam bentuk “aku.” Walaupun demikian, di dalam “aku” tersebut, dapat mengacu pada jemaat
dan lagu tersebut memiliki ciri penyembahan pada Allah. Seringkali lagu tersebut lebih menekankan kepada
manusia (dan kepercayaannya) daripada perbuatan Allah. Dengan demikian, agak rancu di manakah batas antara
lagu gereja dan lagu rohani.

Di samping pietisme, di abad ke-18 kita mengenal Aufklärung atau Masa Pencerahan. Di masa itu “perkataan” atau
pidato menjadi penting, dengan kata lain rasio menjadi penting, segala sesuatu harus dapat dijelaskan dengan akal
pikiran. Kata “Tuhan” seringkali akhirnya diganti dengan “Sang Maha Kuasa.”

Melodi yang muncul biasanya disusun 4 suara dengan melodi atau cantus firmus di sopran (bukan di tenor seperti
pada masa Reformasi). Semakin lama hubungan antara melodi dan syair semakin renggang, tidak seperti
sebelumnya. Karena seringkali syair-syair lagu dinyanyikan dengan berbagai macam melodi.

47

48
¯KJ 290 Takkah Patut ‘ku Bernyanyi

¯KJ 295 Andai ‘ku Punya Banyak Lidah

¯KJ 309 Biar ‘ku Tumbuh Di Batang-Mu

Musik abad ke-19 dan ke-20.


Di masa ini, ada generasi baru yang naik statusnya. Pada masa ini amat banyak lagu yang diciptakan dan lagu-lagu
tersebut dapat saling ditukar melodinya. Di Indonesia sendiri terbitlah Mazmur dan Nyanyian Rohani di tahun 50-
an.

Musik Gereja Anglikan


Dorongan Reformasi juga sampai ke Inggris. Raja Henry VIII akhirnya memisahkan diri dari Roma. Dengan adanya
pengungsi Calvinis dari Eropa daratan, Inggris mulai mengenai reformasi. Gereja di Inggris terbagi dalam gereja
tinggi (Gereja Anglican) dan gereja rendah (gereja Puritan, Presbyterian dan Congregationalist).

Kehidupan rohani di abad ke-18 sebagian besar diatur oleh kaum Methodist, di mana John Wesley adalah salah satu
tokohnya. Charles mendukung kakaknya dalam kampanye dini. Di abad ke-19, Newman dan Keble setuju dengan
peningkatan mutu liturgi Gereja Anglikan. Mazmur juga dibuat secara strofis di Inggris. 49[19]

Ada banyak nyanyian jemaat yang berasal dari Inggris yang populer di negara kita. Ada banyak lagu untuk ofisi
(ibadah harian untuk pagi, siang atau malam hari).

Melodi lagu Inggris sebagian berasal dari kumpulan mazmur di abad ke-16 dan ke-17, dari lagu rakyat atau
komposisi baru. Lagu Inggris memiliki karakter tersendiri. Lagunya enak didengar. Biasanya memiliki lompatan
yang cukup luas (biasanya interval sext) dan berkesan lebar.

¯KJ 252 Batu Penjuru G’reja

¯KJ 288 Mari Puji Raja Sorga

49
¯KJ 328 Ya Tuhan, Hari T’lah Berakhir

Sayang sekali doa malam ini jarang dinyanyikan dalam ibadah kita. Padahal syair dan lagunya amatlah indah. John
Ellerton adalah seorang rohaniwan Anglikan yang menulis Notes and Illustration, yaitu kumpulan anotasi mengenai
lagu-lagu yang ada dalam Church Hymns. Ellerton beranggapan bahwa hymnologi juga penting bagi anggota jemaat
yang menyanyikan lagu-lagu tersebut, bukan hanya untuk para ahli sastra atau teolog saja. Ia menulis cukup banyak
lagu anak-anak dan juga berjasa untuk mempopulerkan pengetahuan mengenai hymnologi bagi kaum awam.

Dalam terjemahan bahasa Indonesia, doa malam ini berisi pujian. Di ayat kedua terdapat permintaan tolong supaya
kita tetap berjaga dan beribadah. Dalam teks asli, tertera permintaan kita pada Tuhan supaya Tuhan menjaga kita di
dalam malam

yang kelam, supaya kita tetap terjaga dan tidak lengah dengan gangguan musuh. Keindahan dan kekuatan dari
terjemahan bahasa Indonesia adalah pujian dan penyembahan umat Tuhan yang dilakukan terus-menerus karena
dunia ini sebenarnya tidak pernah tertidur.

St. Clement diciptakan oleh Clement Cotterill Scholefield yang lahir tahun 1839 di Edgbaston dekat Birmingham
dan meninggal dunia di London tahun 1904. Melodi lagu ini sangat manis dan memiliki beberapa ciri khas lagu
Inggris pada

masa itu. Misalnya lompatan sext di

awal lagu (g — ), 3 ketuk yang mengalir serta harmoni yang banyak menggunakan parallel terts dan sext.
Nyanyian Jemaat di Amerika
Di abad ke-19, terdapat beragam jemaat di Amerika: Baptis, Congregationalist, Episkopal, Methodist, Presbyterian,
Unitarian dan sebagainya. Hampir semuanya menyumbangkan sejumlah lagu dalam khazanah nyanyian jemaat.

Sekolah Minggu dan Young Man’s Christian Association makin berkembang. Makin lama makin sering diadakan
kebaktian kebangunan rohani dengan tokoh-tokoh seperti Dwight L. Moody dan Ira D. Sankey. Periode ini sering
juga disebut sebagai masa Revival.Di sinilah muncul lagu-lagu gospels¸ yaitu lagu yang dipakai untuk memberitakan
kabar baik. Philip P. Bliss juga menerbitkan buku kecil berisi nyanyian jemaat. Robert Lowry dan Fanny Crosby
adalah dua tokoh yang andal yang juga suka bekerjasama satu dengan lainnya. Dari masa banyak sekali lagu yang
kita kenal.

¯KJ 454 Indahnya Saat Yang Teduh

¯KJ 407 Tuhan Kau Gembala Kami

¯KJ 498 Di Jalanku ‘Ku Diiring

¯NKB 195 Kendati Hidupku Tent’ram

¯NKB 3 Terpujilah Allah

Di abad ke-20 lagu-lagu gospel semakin berkembang. Di samping itu juga khazanah nyanyian jemaat bertambah
dengan adanya masukan dari tradisi Afro-Amerika. Misalnya lagu Let us break bread together, Were you there
when they crucified my Lord, There is a balm in Gilead. Contoh yang lebih baru misalnya lagu How can I say
thanks (My Tribute).
Nyanyian Jemaat di Indonesia
Ada berbagai macam nyanyian jemaat yang beredar saat ini, baik nyanyian jemaat konvensional (hymns),
kontemporer konvensional dan populer serta nyanyian jemaat kontekstual.

Sebelum ada Kidung Jemaat, kita mengenal Mazmur dan Nyanyian Rohani. Pada tahun 1984 diterbitkan Kidung
Jemaat. Hingga saat ini, Kidung Jemaat adalah buku nyanyian jemaat yang universal di Indonesia. Di samping itu,
tiap sinode memiliki buku nyanyiannya masing-masing juga berupa tambahan, misalnya Nyanyikanlah Nyanyian
Baru dari GKI, Gita Bhakti dari GPIB atau Kidung Kabungahan dari GKP, Buku Ende dari HKPB dan sebagainya.
Di tahun 1999 terbit Pelengkap Kidung Jemaat sebagai tambahan dari Kidung Jemaat.

Di dalam Kidung Jemaat ada berbagai macam lagu dari beberapa periode dan beberapa lagu bernuansa etnik baik
Indonesia maupun etnik lain (nyanyian jemaat multicultural yang lebih sering kita kenal dengan sebutan musik
gereja kontekstual atau nyanyian jemaat kontekstual).

Seringkali kita meremehkan musik gereja kontekstual, apalagi jika musiknya berasal dari Indonesia. Apakah kita
menganggap budaya kita itu kuno dan ketinggalan jaman? Jelek atau kampungan? Apakah musik gereja itu harus
selalu musik klasik dari Eropa atau Amerika?

Bangsa yang tidak menghargai kebudayaannya sendiri, tidak akan pernah dapat maju. Mungkin kita asing dengan
musik tradisional kita sendiri. Hal tersebut tidaklah membingungkan mengingat kita hidup di dunia yang sarat
dengan kultur populer (pop culture).Ke mana pun dan di mana pun kitar berada, segala sesuatu adalah kultur
populer. Jika kita tidak mengambil bagian maka kita dianggap aneh atau ketinggalan jaman.

Mungkin kita harus merenungkan kembali, apa benar musik gereja kontekstual itu tidak sederajat dengan musik
gereja dari barat? Apakah kita tidak dapat mengekspresikan iman percaya kita dengan kebudayaan kita sendiri?

Musik gereja kontekstual merupakan bagian dari keesaan gereja. Ada begitu banyak bangsa dan bahasa di dunia ini.
Semua lidah mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan dan beribu lidah patut memuji nama-Nya, dengan keunikan
masing-masing. Jika semua musik gereja yang dipergunakan hanyalah musik barat, hambarlah dunia ini. Tidak ada
ciri khas masing-masing bangsa. Padahal kita tahu bahwa Tuhan menciptakan berbagai bangsa dengan kelebihan
dan kekurangannya. Mengapa kita tidak menggunakan apa yang ada di sekeliling kita untuk memuji nama-Nya?

Dengan demikian, dalam keanekaragaman kita dapat datang menghadap hadirat Allah Bapa di sorga.
Di samping hymne tradisional, saat ini kita mengenal nyanyian jemaat kontekstual dan juga nyanyian dari tradisi
Taizé dan Iona.

Taizé adalah sebuah komunitas eukomenis di Perancis sedangkan Komunitas Iona berada di Skotlandia. Keduanya
menekankan rekonsiliasi dan perdamaian dunia serta memberikan perhatian kepada mereka yang tidak punya dan
mereka yang tertindas.

Komunitas Taizé menyelenggarakan ibadah yang selalu dihadiri oleh ratusan umat dari seluruh dunia, termasuk
generasi muda. Lagu-lagu yang dinyanyikan biasanya berupa lagu-lagu ostinato (yang selalu diulang-ulang) dan ada
solois yang menyanyikan ayat. Lagu-lagu tersebut amat mudah dipelajari dan banyak dari lagu-lagu tersebut
dinyanyikan dengan empat suara. Di dalam PKJ terdapat sekumpulan lagu Taizé. Lagu-lagu ini dapat diiringi
dengan berbagai macam alat musik atau cukup dengan paduan suara saja.

Lagu-lagu dari komunitas Iona biasanya berasal dari negara-negara Afrika dan Amerika Latin. Beberapa lagu telah
cukup dikenal di beberapa jemaat, misalnya Siyahamba, Freedom is Coming dan Halle, Halle, Halle. Di PKJ
misalnya lagu nomor 20, Mari Semua, Mari Sembah Tuhan, PKJ 86, Yesus telah Bangkit dan NKB 220, Utus Daku,
Tuhan Yesus.

Dari tanah air kita sendiri terdapat banyak lagu baik di KJ, PKJ, NKB dan Gita Bhakti. Tidak semua lagu tersebut
cocok dibawakan dengan iringan organ dan piano. Seringkali mereka lebih cocok dibawakan secara a cappella
(tanpa iringan), cukup dengan perkusi misalnya.

Lagu-lagu kontekstual harus dibawakan sesuai dengan konteks masing-masing. Lagu yang berasal dari Afrika
biasanya dibawakan dengan lebih hidup dan enerjik dibandingkan lagu-lagu Melayu yang biasanya lebih tenang.

Dengan banyak mendengar contoh lagu tradisional, lama-kelamaan kita akan terlatih untuk lebih menghargai musik
tersebut dan kita bisa lebih baik dalam membawakan musik tersebut.

Tiap ciptaan Tuhan adalah unik dan itu semua harus dipergunakan untuk memuji dan memuliakan nama-Nya.

Ingatlah kata pemazmur dalam Mazmur 117: “Pujilah Tuhan, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku
bangsa!”

Laudate omnes gentes, Laudate Dominum.


Biarlah kita semua dapat bersama-sama bekerja hanya untuk kemuliaan nama-Nya.

Staf pengajar di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta dan Universitas Pelita Harapan ini menyelesaikan pendidikan musiknya dari Rotterdams
Conservatorium (Docerend Musicus dan Diploma Musik Gereja, 1999) dan Royal Conservatoire The Hague (Master of Music, 2002). Di
samping itu ia juga sempat mengenyam pendidikan musikologi di Universitas Utrecht setelah lulus dari Rotterdams Conservatorium. Aktif
mengikuti master classes antara lain dari Ton Koopman, Wolgang Dalmann, Jan Pasveer, Olivier Latry, Albert Clement, Matteo Imbruno, Ben
van Oosten, dan turut serta dalam beberapa symposia. Saat ini aktif sebagai organis GPIB Paulus dan GPIB Immanuel, music director dari
Kelompok Musik Kreatif STT Jakart dan Cantabile Choir GPIB Paulus serta aktif memberikan pembinaan dan lokakarya musik gereja dalam
bidang motivasi pelayanan musik dalam ibadah, mengiringi nyanyian jemaat, cantorship dan hymnologi. Christina adalah Koordinator Bengkel
Liturgi STT Jakarta. Ia adalah salah seorang anggota Pokja Muger GPIB serta staf pengajar di Kursus Musik Yamuger.

Paper ini dipresentasikan pada Workshop Musik Gereja 2005 di GKI Surya Utama Jakarta

Bibliografi:

1.        Catholic Encyclopedia vol.xvi, 1914, edisi digital www. newadvent.org

2.        Compendium van achtergrondinformatie bij de 491 gezangen uit het Liedboek voor de Kerken, Amsterdam, 1978

3.        Reynolds, W.J., Price, M., A Survey of Christian Hymnody, Carol Stream, IL, 19994

4.        Wilson-Dickson, A., The Story of Christian Music, Minneapolis, MN, 2003

5.        Zevenbergen, G.E., Luth, J.R., Kleine Geschiedenis van het Kerklied, Amsterdam, 1982

You might also like