Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat. Mutu hidup,
produktivitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-
anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat
langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu masalah gizi yang paling utama pada saat ini
di Indonesia adalah kurang kalori dan protein, hal ini banyak ditemukan pada bayi dan anak
yang masih kecil. Keadaan juga diperparah karena anak dan bayi merupakan golongan
rentan.3
Terjadinya kerawanan gizi pada bayi selain disebabkan makanan yang kurang juga
karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu formula dengan cara dan jumlah yang
tidak memenuhi kebutuhan. Hal ini pertanda adanya perubahan sosial dan budaya yang
negatif dipandang dari segi gizi.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI
yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut.
ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar
enam bulan.5 Setelah itu, ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein, vitamin, dan mineral
utama untuk bayi yang telah mendapat makanan tambahan yang berupa beras.
Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia harus dimulai sedini
mungkin, yaitu sejak masih bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam
peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Pemberian ASI
semaksimal mungkin merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan
generasi penerus di masa depan. Akhir-akhir ini sering dibicarakan tentang peningkatan
penggunaan ASI. Dukungan politis dari pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI
termasik ASI EKSLUSIF telah memadai, hal ini terbukti dengan telah dicanangkannya
Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (GNPP-ASI) oleh Bapak Presiden
pada hari Ibu tanggal 22 Desember 1990 yang bertemakan "Dengan Asi, kaum ibu
mempelopori peningkatan kualitas manusia Indonesia". Dalam pidatonya presiden
menyatakan juga bahwa ASI sebagai makanan tunggal harus diberikan sampai bayi berusia
1
enam bulan. Pemberian ASI tanpa pemberiaan makanan lain ini disebut dengan menyusui
secara ekslusif. Selanjutnya bayi perlu mendapatkan makanan pendamping ASI kemudian
pemberian ASI di teruskan sampai anak berusia dua tahun.5
ASI merupakan makanan yang bergizi sehingga tidak memerlukan tambahan
komposisi. Disamping itu ASI mudah dicerna oleh bayi dan langsung terserap. Diperkirakan
80% dari jumlah ibu yang melahirkan ternyata mampu menghasilkan air susu dalam jumlah
yang cukup untuk keperluan bayinya secara penuh tanpa makanan tambahan selama enam
bulan pertama. Bahkan ibu yang gizinya kurang baik pun sering dapat menghasilkan ASI
cukup tanpa makanan tambahan selama tiga bulan pertama.12
ASI sebagai makanan yang terbaik bagi bayi tidak perlu diragukan lagi, namun akhir-
akhir ini sangat disayangkan banyak diantara ibu-ibu meyusui melupakan keuntungan
menyusui. Selama ini dengan membiarkan bayi terbiasa menyusu dari alat pengganti, padahal
hanya sedikit bayi yang sebenarnya menggunakan susu formula. Kalau hal yang demikian
terus berlangsung, tentunya hal ini merupakan ancaman yang serius terhadap upaya
pelestarian dari peningkatan penggunaan ASI.
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003,
didapati data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan hanya
mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan
bertambahnya usia bayi. Yakni, 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-5%.
Yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di bawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu
dari tiga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan.14
Penelitian Dr. Parma dkk di Rumah Sakit Umum Dr. M. Jamil Padang tahun 1978
-1979 di dapatkan bahwa lama pemberian ASI saja sampai 4-6 bulan pada ibu yang karyawan
adalah 12,63% dan pada ibu rumah tangga sebanyak 21,27%. Apabila dilihat dari
pendidikannya ternyata 75% dari ibu-ibu yang berpendidikan tamat SD telah memberikan
makanan pendamping ASI yang terlalu dini pada bayi.
Berbagai alasan dikemukakan oleh ibu-ibu mengapa keliru dalam pemanfaatan ASI
secara Eksklusif kepada bayinya, antara lain adalah produksi ASI kurang, kesulitan bayi
dalam menghisap, keadaan puting susu ibu yang tidak menunjang, ibu bekerja, keinginan
untuk disebut modern dan pengaruh iklan/promosi pengganti ASI dan tidak kalah pentingnya
adalah anggapan bahwa semua orang sudah memiliki pengetahuan tentang manfaat ASI. 2
2
Dari data laporan tahunan Puskesmas di wilayah kerja Lubuk Kilangan tahun 2009,
didapatkan angka pencapaian pemberian ASI eksklusif sebanyak 6,10 % (110 orang) dari
target yang seharusnya dicapai sebanyak 100 % (1808).13
3
BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS
Puskesmas Lubuk Kilangan ini didirikan diatas tanah wakaf yang diberikan
KAN yang pada tahun 1981 dengan Luas tanah 270 M 2 dan Gedung Puskesmas sendiri
didirikan pada tahun 1983 dengan luas bangunan 140 M 2 dimana saat itu Pimpinan
Pusksmas yang pertama adalah dr. Meiti Frida dan pada tahun itu juga Puskesmas
mempunyai 1 buah Pustu Baringin.
Pembangunan Puskesmas ini dibiayai dari APBN. Pelayanan yang diberikan saat
itu meliputi BP, KIA dan Apotik. Dengan Jumlah pegawai yang ada pada saat itu sekitar
10 orang dan sampai saat ini telah mengalami pergantian Pimpinan Puskesmas sebanyak
11 kali.
Pada Tahun 1997 telah dilakukan rehabilatasi Puskesmas secara maksimal, karena
adanya keterbatasan lahan, rumah dinas paramedis yang ada pada saat itu dijadikan
kantor dan juga ada penambahan beberapa ruangan pelayanan lainnya.
Pelayanan Puskesmas Lubuk Kilangan yang diberikan saat ini adalah 6 Pelayanan
Dasar yaitu: Yankes, P2P, Kesga, Promkes, Kesling dan Program inovatif (untuk
Puskesmas Lubuk Kilangan saat sekarang Program inovatif Belum berjalan).
4
a. Kelurahan Batu Gadang : 19.29 Km2
b. Kelurahan Indarung : 52.1 Km2
c. Kelurahan Padang Besi : 4.91 Km2
d. Kelurahan Bandar Buat : 2.87 Km2
e. Kelurahan Koto Lalang : 3.32 Km2
f. Kelurahan Baringin : 1.65 Km2
g. Kelurahan Tarantang : 1.85 Km2
Adapun batas-batas Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan adalah sebagai
berikut:
5
2.3 Kondisi Demografi
Sasaran Puskesmas
6
Ibu Hamil (Bumil) : 995
Ibu Nifas (Bufas) : 949
Ibu Bersalin : 949
Ibu meneteki (Buteki) : 1808
Lansia : 3138
WUS : 9287
a. Sarana Pendidikan
SMU/SMK : 3 Unit
SLTP : 4 Unit
SD : 23 Unit
TK : 15 Unit
b. Sarana Kesehatan
Puskesmas Lubuk Kilangan memiliki sarana:
c. Prasarana Kesehatan
Posyandu Balita : 41 Buah
Posyandu Lansia : 11 Buah
7
Kader Kesehatan : 164 Orang
Praktek Dokter Swasta : 5 orang
Praktek Bidan Swasta : 21 orang
Pos UKK : 3 Pos
Pengobatan Tradisional : 38 Buah
Toga : 27 Buah
2.5 Ketenagaan
Suku terbesar yang ada di Kecamatan Lubuk Kilangan adalah Suku Minang,
juga ada suku lainnya, yaitu Jawa dan Batak. Mayoritas agama yang dianut
masyarakatnya adalah Islam( 43.451 Jiwa) dan Kristen dan Katolik (80 Jiwa).
b. Kondisi Ekonomi
8
Mata pencaharian penduduk umumnya adalah pegawai negeri, swasta, buruh,
dan tani
TATA USAHA
BAB III
PUSTU INDARUNG PUSTU BATU GADANG PUSTU BARINGIN
Mortianis Fitriani
9 HB
Hj. Erliza
TINJAUAN PUSTAKA
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa
dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna
sebagai makanan bagi bayinya. 10
Sedangkan ASI Ekslusif adalah perilaku dimana hanya memberikan Air Susu
Ibu (ASI) saja kepada bayi sampai umur 6 (enam) bulan tanpa makanan dan
ataupun minuman lain kecuali sirup obat.6
ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat
memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. ASI merupakan makanan
alamiah yang pertama dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh
kembang yang optimal.
10
ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi
selama 5-6 bulan pertama, seperti: Immunoglobin, Lysozyme,
Complemen C3 dan C4, Antistapiloccocus, lactobacillus, Bifidus,
Lactoferrin.
ASI tidak mengandung beta-lactoglobulin yang dapat menyebabkan
alergi pada bayi.
Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu
dan bayi.
Selain memberikan kebaikan bagi bayi, menyusui dengan bayi juga dapat
Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh isapan
mulut bayi pada puting susu ibu. Gerakan tersebut merangsang kelenjar Pituitary
Anterior untuk memproduksi sejumlah prolaktin, hormon utama yang
mengandalkan pengeluaran ASI. Proses pengeluaran air susu juga tergantung pada
Let Down Reflex, dimana hisapan puting dapat merangsang kelenjar Pituitary
11
Posterior untuk menghasilkan hormon oksitosin, yang dapat merangsang serabut
otot halus di dalam dinding saluran susu agar membiarkan susu dapat mengalir
secara lancar.12
Kegagalan dalam perkembangan payudara secara fisiologis untuk
menampung air susu sangat jarang terjadi. Payudara secara fisiologis merupakan
tenunan aktif yang tersusun seperti pohon tumbuh di dalam puting dengan cabang
yang menjadi ranting semakin mengecil.
Susu diproduksi pada akhir ranting dan mengalir kedalam cabang-cabang
besar menuju saluran ke dalam puting. Secara visual payudara dapat digambarkan
sebagai setangkai buah anggur, mewakili tenunan kelenjar yang mengsekresi
dimana setiap selnya mampu memproduksi susu, bila sel-sel Myoepithelial di
dalam dinding alveoli berkontraksi, anggur tersebut terpencet dan mengeluarkan
susu ke dalam ranting yang mengalir ke cabang-cabang lebih besar, yang secara
perlahan-lahan bertemu di dalam areola dan membentuk sinus lactiferous. Pusat
dari areola (bagan yang berpigmen) adalah putingnya, yang tidak kaku letaknya
dan dengan mudah dihisap (masuk kedalam) mulut bayi.
Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
A. Colostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
mamae yang mengandung tissue debris dan redual material yang terdapat
dalam alveoli dan ductus dari kelenjar mamae sebelum dan segera sesudah
melahirkan anak.
Disekresi oleh kelenjar mamae dari hari pertama sampai hari ketiga
atau keempat, dari masa laktasi.
Komposisi colostrum dari hari ke hari berubah.
Merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna kekuning-
kuningan, lebih kuning dibandingkan ASI Mature.
Merupakan suatu laksatif yang ideal untuk membersihkan
mekonium usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran
pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya.
Lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI Mature,
tetapi berlainan dengan ASI Mature dimana protein yang utama
adalah casein sedangkan pada colostrum protein yang utama adalah
12
globulin, sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh
terhadap infeksi.
Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI Mature
yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan
pertama.
Lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya dibandingkan
dengan ASI Mature.
Total energi lebih rendah dibandingkan ASI Mature yaitu 58
kalori/100 ml colostrum.
Vitamin larut lemak lebih tinggi. Sedangkan vitamin larut dalam
air dapat lebih tinggi atau lebih rendah.
Bila dipanaskan menggumpal, ASI Mature tidak.
PH lebih alkalis dibandingkan ASI Mature.
Lemaknya lebih banyak mengandung Cholestrol dan lecitin di
bandingkan ASI Mature.
Terdapat trypsin inhibitor, sehingga hidrolisa protein di dalam usus
bayi menjadi kurang sempurna, yangakan menambah kadar
antobodi pada bayi.
Volumenya berkisar 150-300 ml/24 jam.
B. Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)
Merupakan ASI peralihan dari colostrum menjadi ASI Mature.
Disekresi dari hari ke 4 – hari ke 10 dari masa laktasi, tetapi ada
pula yang berpendapat bahwa ASI Mature baru akan terjadi pada
minggu ke 3 – ke 5.
Kadar protein semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan
karbohidrat semakin tinggi.
Volume semakin meningkat.
C. Air Susu Mature
ASI yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya, yang dikatakan
komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa
minggu ke 3 sampai ke 5 ASI komposisinya baru konstan.
13
Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan ada yang
mengatakan pada ibu yangs sehat ASI merupakan makanan satu-
satunya yang diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi.
ASI merupakan makanan yang mudah didapat, selalu tersedia, siap
diberikan pada bayi tanpa persiapan yang khusus dengan temperatur
yang sesuai untu bayi.
Merupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung
casienat, riboflavum dan karoten.
Tidak menggumpal bila dipanaskan.
Volume: 300 – 850 ml/24 jam
Terdapat anti microbaterial factor, yaitu:
Antibodi terhadap bakteri dan virus.
Cell (phagocyle, granulocyle, macrophag, lymhocycle
type T)
Enzim (lysozime, lactoperoxidese)
Protein (lactoferrin, B12 Ginding Protein)
minggu kedua.9 Jumlah tersebut dapat dicapai dengan menyusui bayinya selama
4–6 bulan pertama. Karena itu selama kurun waktu tersebut ASI mampu
memenuhi kebutuhan gizinya. Setelah 6 bulan volume pengeluaran air susu
menjadi menurun dan sejak saat itu kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi oleh
14
Dalam keadaan produksi ASI telah normal, volume susu terbanyak yang
dapat diperoleh adalah 5 menit pertama. Penyedotan/penghisapan oleh bayi
sekitar 700-800 ml ASI setiap hari.8 Akan tetapi penelitian yang dilakukan pada
beberpa kelompok ibu dan bayi menunjukkan terdapatnya variasi dimana
seseorang bayi dapat mengkonsumsi sampai 1 liter selama 24 jam, meskipun
kedua anak tersebut tumbuh dengan kecepatan yang sama.
Konsumsi ASI selama satu kali menysui atau jumlahnya selama sehari
penuh sangat bervariasi. Ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan volume
air susu yang diproduksi, meskipun umumnya payudara yang berukuran sangat
kecil, terutama yang ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan hanya
memproduksi sejumlah kecil ASI.8
Pada ibu-ibu yang mengalami kekurangan gizi, jumlah air susunya dalam
sehari sekitar 500-700 ml selama 6 bulan pertama, 400-600 ml dalam 6 bulan
kedua, dan 300-500 ml dalamtahun kedua kehidupan bayi. Penyebabnya mungkin
dapat ditelusuri pada masa kehamilan dimana jumlah pangan yang dikonsumsi ibu
tidak memungkinkan untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya, yang
kelak akan digunakan sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai sumber
energi selama menyusui. Akan tetapi kadang-kadang terjadi bahwa peningkatan
jumlah produksi konsumsi pangan ibu tidak selalu dapat meningkatkan produksi
air susunya. Produksi ASI dari ibu yang kekurangan gizi seringkali menurun
jumlahnya dan akhirnya berhenti, dengan akibat yang fatal bagi bayi yang masih
sangat muda. Di daerah-daerah dimana ibu-ibu sangat kekurangan gizi seringkali
ditemukan “marasmus” pada bayi-bayi berumur sampai enam bulan yang hanya
diberi ASI.
15
penyakit (Infeksi), lebih sedikit mengandung lemak dan laktosa, lebih banyak,
mengandung vitamin dan lebih banyak mengandung mineral-mineral natrium
(Na) dan seng (Zn).
Berdasarkan sumber dari food and Nutrition Boart, National Research
Council Washington tahun 1980 diperoleh perkiraan komposisi Kolostrum ASI
dan susu sapi untuk setiap 100 ml seperti tertera pada tabel berikut:4
Tabel 1
Komposisi Kolostrum, ASI dan susu sapi untuk setiap 100 ml
16
- Vit D (mg) 40 40 108
- Vit Z 70 40 14
- Vit K (mg) 4 100 70
14 4 12
Mineral 74 15 120
- Kalsium (mg) 48 57 145
- Klorin (mg) 22 15 58
- Tembaga (mg) 14 30
- Zat besi (ferrum)
(mg)
- Magnesium (mg)
- Fosfor (mg)
- Potassium (mg)
- Sodium (mg)
- Sulfur (mg)
Perbandingan komposisi kolostrum, ASI dan susu sapi dapat dilihat pada
tabel 1. Dimana susu sapi mengandung sekitar tiga kali lebih banyak protein
daripada ASI. Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan sisanya
berupa protein whey yang larut. Kandungan kasein yang tinggi akan membentuk
gumpalan yang relatif keras dalam lambung bayi. Bila bayi diberi susu sapi,
sedangkan ASI walaupun mengandung lebih sedikit total protein, namun bagian
protein “whey”nya lebih banyak, sehingga akan membetuk gumpalan yang lunak
dan lebih mudah dicerna serta diserapoleh usus bayi.
Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berasal dari
lemak, yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi dibandingkan dengan
lemak susu sapi, sebab ASI mengandung lebih banyak enzim pemecah lemak
(lipase). Kandungan total lemak sangat bervariasi dari satu ibu ke ibu lainnya, dari
satu fase laktasi air susu yang pertama kali keluar hanya mengandung sekitar 1 –
2% lemak dan terlihat encer. Air susu yang encer ini akan membantu memuaskan
rasa haus bayi waktu mulai menyusui. Air susu berikutnya disebut “Hand milk”,
mengandung sedikitnya tiga sampai empat kali lebih banyak lemak. Ini akan
17
memberikan sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh bayi, sehingga penting
diperlukan bayi selama empat sampai enam bulan pertama kehidupannya dapat
diperoleh dari ASI. Hanya sedikit terdapat vitamin D dalam lemak susu, tetapi
penyakit polio jarang terjadi pada anak yang diberi ASI, bila kulitnya sering
terkena sinar matahari. Vitamin D yang terlarut dalam air telah ditemukan
terdapat dalam susu, meskipun fungsi vitamin ini merupakan tambahan terhadap
Kehamilan (antenatal) 4:
18
Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang manfaat dan
keunggulan ASI, manfaat menyusui baik bagi ibu maupun bayinya,
di samping bahaya pemberian susu botol.
Pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara/keadaan puting
susu, apakah ada kelainan atau tidak. Di samping itu, perlu
dipantau kenaikan berat badan ibu hamil.
Perawatan payudara mulai kehamilan umur enam bulan agar ibu
mampu memproduksi dan memberikan ASI yang cukup.
Memperhatikan gizi/makanan ditambah mulai dari kehamilan
trimester kedua sebanyak 1 1/3 kali dari makanan pada saat belum
hamil.
19
o Berikan ASI setiap kali meminta/menangis tanpa jadwal.
o Berikan ASI 8-12 kali setiap hari, termasuk pada malam hari.
20
Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang
selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai
bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya.
Pada ibu ada 2 macam, reflek yang menentukan keberhasilan dalam
menyusui bayinya, reflek tersebut adalah:
Reflek Prolaktin
Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi
menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan neurohormonal pada puting
susu dan aerola ibu. Rangsangan ini diteruskan ke hypophyse melalui
nervus vagus, terus ke lobus anterior. Dari lobus ini akan mengeluarkan
hormon prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar–
kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan terangsang untuk menghasilkan
ASI.
Let-down Refleks (Refleks Milk Ejection)
Refleks ini membuantu melancarkan keluarnya ASI. Bila bayi didekatkan
pada payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya kearah payudara
ibu. Refleks memutarnya kepala bayi ke payudara ibu disebut: ”rooting
reflex” (reflex menoleh). Bayi secara otomatis menghisap puting susu ibu
dengan bantuan lidahnya. Let-down reflex mudah sekali terganggu,
misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa, dan
gangguan pikiran. Gangguan terhadap let down reflex mengakibatkan ASI
tidak keluar. Bayi tidak cukup mendapat ASI dan akan menangis.
Tangisan bayi ini justru membuat ibu lebih gelisah dan semakin
mengganggu let down reflex.
21
diberikan justru susu buatan atau susu sapi. Hal ini memberikan kesan yang
tidak mendidik pada ibu, dan ibu selalu beranggapan bahwa susu sapi lebih
dari ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekitar kamar bersalin
dipasang gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu buatan.
e. Perawatan Payudara
Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu
dengan mengurut payudara selama 6 minggu terakhir masa kehamilan.
Pengurutan tersebut diharapkan apablia terdapat penyumbatan pada duktus
laktiferus dapat dihindarkan sehingga pada waktunya ASI akan keluar dengan
lancar.
22
4. Membantu ibu-ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu 30 menit setelah
melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat narkose
umum, bayi disusui setelah ibu sadar.
5. Memperlihatkan kepada ibu-ibu bagaimana cara menyusui dan cara
mempertahankannya, melalui penyuluhan yang dilakukan di ruang
perawatan.
6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi
baru lahir.
7. Melaksanakan rawat gabung yang merupakan tangung jawab bersama antara
dokter, bidan, perawat dan ibu.
8. Memberikan ASI kepada bayi tanpa dijadwal.
9. Tidak memberikan dot atau kempeng.
10. Membentuk dan membantu pengembangan kelompok pendukung ibu
menyusui, seperti adanya pojok laktasi yang memantau kesehatan ibu nifas
dan bayi, melanjutkan penyuluhan agar ibu tetap menyusui sampai anak
berusia 2 tahun, dan demonstrasi perawatan bayi, payudara, dll.
23
BAB IV
PEMBAHASAN
4. 1 Analisis Situasi
1. Promosi Kesehatan13
Program promosi kesehatan meliputi:
Posyandu balita sebanyak 41 buah.
Posyandu lansia sebanyak 11 buah.
Pengobatan Tradisional (BATRA) sebanyak 38 buah.
Tanaman Obat Keluarga (TOGA) sebanyak 27 buah.
Pos Upaya Kesehatan Kerja (UKK) sebanyak 3 buah.
Poskeskel sebanyak 4 buah dari 7 Kelurahan yang ada, Namun hanya 1
Poskeskel yang memilki sarana dan prasarana walaupun belum berjalan
optimal, 3 Poskeskel lainnya masih dalam proses.
2. Kesehatan lingkungan13
Program kesehatan lingkungan diwujudkan dalam 1 (satu) buah klinik
sanitasi. Namun program ini belum dapat dilaksanakan secara efektif
sehingga belum ada data yang akurat mengenai keadaan kesehatan
lingkungan di Puskesmas Lubuk Kilangan. Adapun Program Kesehatan
Lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan diantaranya adalah :
Survey Perumahan dan Lingkungan
Inspeksi dan Sanitasi Air Bersih
Pemeriksaan dan Pengawasan Tempat-Tempat Umum (TTU) / Tempat
Pengolahan Makanan (TPM)
Pengawasan Pestisida dan Insektisida
Pengawasan Tempat Pembuangan Sampah (TPS)
24
Klinik Sanitasi
Kunjungan Sekolah
Pengambilan Sampel
Pencatatan dan Pelaporan
3. Gizi13
Adapun kegiatan yang dilaksanakan oleh Program Gizi di wilayah kerja
Puskesmas Lubuk Kilangan baik didalam dan diluar gedung diantaranya
adalah :
Kegiatan penimbangan dilakukan di Posyandu dan Puskesmas setiap
bulannya.
Penyuluhan gizi dilakukan didalam dan diluar gedung Puskesmas
dilaksanakan minimal satu kali dalam seminggu.
Distribusi vitamin pada bayi dan anak balita yang dilaksanakan pada bulan
Februari dan Agustus.
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil (bumil) dan ibu nifas (bufas) dimana
hasil pencapaian program ini sudah mencapai target.
Kegiatan Pojok Gizi (Pozi) yang dilakukan dua kali dalam seminggu.
PMT-Pemulihan diberikan kepada balita dengan status gizi kurus dan
sangat kurus dari keluarga miskin.
MP-ASI diberikan kepada bayi 6-11 bulan berupa bubur susu dan balita
12-24 bulan berupa biskuit.
Pemantauan gizi buruk dilakukan setiap bulan dengan memantau
perubahan status gizi balita buruk.
Pemetaan Kadarzi dilakukan di tujuh Kelurahan dan hasilnya belum
mencapai target keluarga Kadarzi.
Penimbangan missal dilakukan pada bulan Februari dan belum semua
balita ditimbang.
Pemeriksaan Yodium dilaksanakan dua kali di Kelurahan Bandar Buat,
Indarung dan Tarantang yang hasilnya baik.
25
Kegiatan survey cepat GAKY berupa kegiatan untuk mengetahui
pemetaan GAKY tahun 2008
6. Pengobatan13
Puskesmas Lubuk Kilangan adalah Puskesmas rawat jalan yang melayani
pasien dari dalam dan luar wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas memiliki
Puskesmas pembantu berjumlah 3 unit di kelurahan Indarung, Batu Gadang
dan Baringin. Angka kunjungan Puskesmas Lubuk Kilangan meningkat dari
tahun ke tahun. Kasus terbanyak adalah infeksi saluran pernafasan atas setiap
tahunnya.
a. Lintas Program
26
Balai Pengobatan, KIA serta Posyandu sangat diperlukan dalam kerjasama
untuk membantu meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
b. Lintas Sektor
Puskesmas ini terdiri dari satu bagian utama dan satu bagian kantor.
Bagian utama terdiri atas beberapa ruangan yang digunakan untuk BP,
KIA, Gigi, Labor, KB, Apotik, Imunisasi dengan jumlah pegawai yang
ada sebanyak 52 orang termasuk Pustu. Di bagian depan terdapat
bangunan kantor yang terdiri dari ruang tata usaha, ruang pertemuan,
ruangan staf administrasi, serta ruang Kepala Puskesmas. Walaupun
demikian bangunan Puskesmas Lubuk Kilangan saat ini masih belum
mempunyai gudang obat dan gudang gizi (PMT) dan ruangan khusus
pelayanan lansia.
27
b. Kelurahan Padang Besi : 6.211 jiwa dan 1.610 KK
28
Padang yaitu sebesar 70%. Di tahun 2009 angka penemuan kasus
meningkat menjadi 22%, namun angka ini masih jauh di bawah target.
4. Kurangnya pencapaian PHBS rumah tangga di Kelurahan Tarantang di
wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan.
Dari laporan PHBS di Kelurahan Tarantang didapatkan hanya 4
indikator yang mencapai indonesia sehat 2010, yaitu 65 %. Indikator
yang belum mencapai target tersebut adalah diantaranya pemberian
ASI eksklusif, penimbangan bayi dan balita, mencuci tangan dengan
air dan sabun, penggunaan jamban sehat, melakukan 3M, serta makan
buah dan sayur.
5. Tingginya angka kejadian ISPA
Angka kejadian ISPA tertinggi selama dua tahun terakhir berdasarkan
data tahunan 2008 dan 2009. Penderita terbanyak adalah bayi, balita,
dan anak-anak.
29
Intervensi
Nilai 1 : tidak mudah
Nilai 2 : kurang mudah
Nilai 3 : cukup mudah
Nilai 4 : mudah
Nilai 5 : sangat mudah
Biaya
Nilai 1 : tidak mahal
Nilai 2 : kurang mahal
Nilai 3 : cukup murah
Nilai 4 : murah
Nilai 5 : sangat murah
30
Tabel 4.1 Prioritas Masalah
Kurangnya pencapaian
PHBS rumah tangga di
Kelurahan Tarantang di 4 3 4 4 15 II
wilayah kerja Puskesmas
Lubuk Kilangan
Rendahnya cakupan
penemuan TB Paru (CDR= 4 3 3 3 13 IV
Case Detection Rate).
Rendahnya D/S Posyandu
di wilayah kerja Puskesmas 5 4 3 4 14 III
Lubuk Kilangan.
31
4.4 Analisis Sebab Akibat Masalah
1. Lingkungan.
Lokasi Posyandu masih sulit dicapai dan tidak strategis untuk dijangkau
oleh masyarakat.
2. Manusia.
Kurangnya motivasi dari petugas untuk mengingatkan pemberian ASI
eksklusif.
Pengetahuan dan peran serta masyarakat dalam pemberian ASI eksklusif
masih kurang.
Pengetahuan kader posyandu yang masih terbatas mengenai manfaat
pemberian ASI eksklusif.
Masyarakat kurang termotivasi dalam pemberian ASI eksklusif.
Belum semua kader posyandu mendapatkan pelatihan.
3. Material
Media dan alat peraga, seperti leaflet, poster mengenai pemberian ASI
eksklusif jumlahnya masih terbatas.
4. Metode
Promosi pemberian ASI eksklusif ke masyarakat berupa sosialisasi melalui
penyuluhan masih kurang.
32
Untuk menunjukkan hubungan sebab akibat, maka dibuat diagram sebab
akibat (diagram tulang ikan) sebagai berikut :
Lingkungan Material
Lokasi Posyandu masih sulit dicapai dan Media dan alat peraga, seperti leaflet,
tidak strategis untuk dijangkau oleh poster mengenai pemberian ASI eksklusif
masyarakat jumlahnya masih terbatas.
Rendahnya Tingkat
Pemberian ASI
Ekslusif di
Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk
Kilangan
Manusia Metode
Kurangnya motivasi dari petugas untuk Promosi pemberian ASI
mengingatkan pemberian ASI eksklusif. eksklusif ke masyarakat
Belum semua kader posyandu berupa sosialisasi melalui
mendapatkan pelatihan. penyuluhan masih kurang.
Pengetahuan dan peran serta masyarakat
dalam pemberian ASI eksklusif masih
kurang.
Pengetahuan kader posyandu yang masih
terbatas mengenai manfaat pemberian
ASI eksklusif.
33
4. 5. Alternatif Pemecahan Masalah.
1. Material
a. Penyediaan media dan alat peraga, seperti leaflet dan poster
penyuluhan ASI Eksklusif untuk ibu hamil dan ibu menyusui
i. Rencana : Pertemuan kepala Puskesmas dan Dinas
kesehatan Kota tentang penyediaan media
dan alat peraga
ii. Pelaksana : Pimpinan Puskesmas & Dinas Kesehatan
Kota
iii. Pelaksanaan : Mei 2010
iv. Sasaran : Dinas Kesehatan Kota
v. Target : Dinas Kesehatan Kota menyediakan media
dan alat peraga, seperti leaflet dan poster
penyuluhan ASI eksklusif
vi. Indikator : Tersedianya media peraga, seperti poster,
leaflet tentang penyuluhan ASI eksklusif
di puskesmas dan posyandu.
34
2. Manusia.
Pelatihan kader Posyandu tentang pemberian ASI eksklusif
i. Rencana : Pelatihan kader Posyandu
ii. Pelaksana : Petugas puskesmas
iii. Pelaksanaan : Mei 2010.
iv. Sasaran : Kader Posyandu
v. Target : Kader posyandu mengerti tentang
pemberian ASI eksklusif
vi. Indikator : Kader Posyandu mendapatkan pelatihan
tentang pemberian ASI eksklusif dan dapat
menerapkan hasil pelatihan pada saat
penyuluhan.
3. Lingkungan
Lokasi Posyandu sebaiknya di tempat yang mudah di jangkau oleh
masyarakat.
i. Rencana : Mencari lokasi Posyandu di tempat yang
mudah dijangkau oleh masyarakat.
ii. Pelaksana : Lurah dan Tokoh Masyarakat
iii. Pelaksana : Juni 2010
iv. Sasaran : Lurah dan Tokoh Masyarakat
v. Target : Adanya lokasi posyandu yang strategis
sehingga mudah di akses oleh ibu hamil
dan ibu menyusui.
vi. Indikator : Posyandu didirikan di tempat yang mudah
dijangkau oleh masyarakat dan mudah
diakses oleh transporatsi.
4. Metode
Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya
pemberian ASI eksklusif di lingkungan Puskesmas Lubuk Kilangan sesuai
waktu yang telah ditentukan.
35
i. Rencana : Melakukan penyuluhan, pemutaran video,
dan penyebaran leaflet tentang pentingnya
pemberian ASI eksklusif kepada
masyarakat.
ii. Pelaksana : Petugas puskesmas
iii. Pelaksanaan : Setiap Bulan.
iv. Sasaran : Kader posyandu, Ibu hamil, dan Ibu
menyusui
v. Target : Kader posyandu, Ibu hamil, dan Ibu
Menyusui mengetahui akan pentingnya
pemberian ASI eksklusif.
vi. Indikator : Penyuluhan ASI eksklusif terlaksana 1
kali sebulan secara rutin dan lancar.
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan
Sesuai dengan kondisi dan situasi yang ditemui dalam pemberian ASI
eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan Kota Padang, maka dapat
disimpulkan rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Lubuk Kilangan Kota Padang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
faktor manusia, material, metode, dan lingkungan.
Dari faktor manusia yang menyebabkan rendahnya tingkat pemberian ASI
eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan adalah kurangnya motivasi
dari petugas untuk mengingatkan pemberian ASI eksklusif, pengetahuan dan
peran serta masyarakat dalam pemberian ASI eksklusif masih kurang,
pengetahuan kader posyandu yang masih terbatas mengenai manfaat pemberian
ASI eksklusif, belum semua kader posyandu mendapatkan pelatihan serta
masyarakat kurang termotivasi dalam pemberian ASI eksklusif.
Sedangkan dari faktor material, yang menyebabkan rendahnya tingkat
pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan adalah
media dan alat peraga, seperti leaflet, poster mengenai pemberian ASI eksklusif
jumlahnya masih terbatas.
Dan dari faktor metode, yang menyebabkan Belum semua kader posyandu
mendapatkan pelatihan adalah promosi pemberian ASI eksklusif ke masyarakat
berupa sosialisasi melalui penyuluhan masih kurang.
Dari faktor lingkungan, rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan disebabkan secara tidak lansung oleh
lokasi Posyandu masih sulit dicapai dan tidak strategis untuk dijangkau oleh
masyarakat.
Berdasarkan analisis sebab akibat masalah di atas, maka diperlukan
alternatif pemecahan masalah dari berbagai faktor yang menyebabkan rendahnya
tingkat pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan.
Dari faktor manusianya, diperlukan pelatihan kader Posyandu tentang pemberian
37
ASI eksklusif. Dari faktor materialnya, perlunya penyediaan media dan alat
peraga, seperti leaflet dan poster penyuluhan ASI Eksklusif untuk ibu hamil dan
ibu menyusui. Serta pembuatan video tentang ASI eksklusif dan manajemen
laktasi untuk membantu proses penyuluhan. Sedangkan dari metode diperlukan
Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya pemberian
ASI eksklusif di lingkungan Puskesmas Lubuk Kilangan sesuai waktu yang telah
ditentukan. Sedangkan dari faktor lingkungan diperlukannya lokasi Posyandu
sebaiknya di tempat yang mudah di jangkau oleh masyarakat.
5. 2. Saran
1. Perlu adanya pelatihan kader tentang pemberian ASI eksklusif.
2. Puskesmas harus memprioritaskan pengembangan pemberian ASI
eksklusif baik SDM maupun sarana dan prasarana penunjang untuk
kegiatan tersebut.
3. Puskesmas diharapkan membuat perencanaan kegiatan dan anggaran untuk
sosialisasi tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif.
4. Setiap bulan Puskesmas sebaiknya membahas kemajuan dan
perkembangan program pemberian ASI melalui lokakarya mini
puskesmas (Lokmin).
38
BAB VI
PENUTUP
39
DAFTAR PUSTAKA
3. Djaeni Ahmad Sedjaoetama, Ilmu Gizi II, Dian Rakyat, Jakarta 1995
5. Depkes RI, Panduan 13 Pesan dasar Gizi Bayi, dan Balita, Bhratara, Jakarta
1992
10. Puspita Theresia, Bahan Kuliah Gizi Dalam Daur Kehidupan. Akzi. Banda
Aceh. 1995
11. Suharyono dan Ebrahim G.Z. Air Susu Ibu. Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta. 1977
12. Winarno F.G. Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan. Sinar Harapan,
Jakarta. 1990
40