You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Bahasa indonesia merupakan bahasa terpenting dalam negara kita. Selain
karena Bahasa Indonesia di tetapkan sebagai bahasa Nasional, pentingnya bahasa
Indonesia juga tercantum dalam isi sumpah pemuda poin ke 3dan pasal 36 UUD 1945.
Pemakai bahasa Indonesia bukan hanya masayarakat atau warga negara
Indonesia asli saja, banyak juga turis atau warga negara lain yang menggunakan bahasa
indonesia. Hal ini disebabkan banyaknya masyarakat indonesia yang melakukan
pernikahan dengan warga negara lain dan memilih untuk menetap di Indonesia,
sehingga tidak jarang warga negara lain yang tidak merasa perlu menguasai bahasa
leluhurnya.
Bila dikaji dari segi peranannya, bahasa indonesia bukan saja sebagai bahasa
susastra, tetapi lebih dari itu. Bahasa Indonesia juga merupakan sarana komunikasi
utama. Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar, bahkan pernah kita
pakai. Kalau kita pernah memakai kedua istilah itu tentunya secara tersirat kita sudah
mengerti maknanya. Hal ini terbukti bahwa kita tidak pernah salah pakai menggunakan
kedua istilah itu. Kalau demikian halnya, apa sebenarnya pengertian kedudukan dan
fungsi bahasa? Samakah dengan pengertian yang pernah kita pakai?

Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara
lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan
status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di
dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu
mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun
anggota bangsa.

Pengguna bahasa akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi


bahasa yang telah disepakatinya, antara lain dengan menyeleksi unsur-unsur bahasa lain
yang ‘masuk’ ke dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya akan
diterima, sedangkan unsur-unsur yang dianggap merugikannya akan ditolak.

Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan untuk menentukan


kapan, misalnya, suatu unsur lain yang mempengaruhinya layak diterima, dan kapan
2

seharusnya ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah


yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu
kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan
yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.

1.2   Perumusan Masalah

1.      Bagaimana kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia?


2. Kata-kata apa saja yang di atur dalam bahasa indonesia?
3. Bagaimana bahasa asing menjadi bahasa indonesia?
4. Bagaimana penggunaan akronim?
1.3 Tujuan

1.   Mengetahui kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.


2. Mengetahui kata-kata apa saja yang diatur dalam bahasa Indonesia
3.   Memahami bagaimana bahasa asing bisa menjadi bahasa Indonesia.
4. Memahami cara penggunaan akronim.
3

BAB II

PEMBAHASAN TEORI
2.1 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Nasional

Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia


mempunyai bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di
tengah jalan. Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang.
(Untuk meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah
Perkembangan Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke
bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di
Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh, sampai dengan
tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928
yang konsepa aslinya berbunyi:

Kami poetera dan poeteri Indonesia

mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia

mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia.

Kami poetera dan poeteri Indonesia

mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.

Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca:
sosiolog) adalah butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa.
Dikatakan demikian, sebab negara-negara lain, khususnya negara tetangga kita,
mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi
dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan
sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita patut
bersyukur dan angkat topi kepada mereka.

Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa
Melayu dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi
4

sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu,


masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik
itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai
sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai
bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai lingua franca ini
pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam
situasi kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran masyarakat yang semacam itulah,
khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.

Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan
bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem,
maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah
semangat dan jiwa barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa
Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah
Pemuda semangat dan jiwa bahsa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia.
Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama
bahasa Indonesia.

“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di


Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai

(1)   lambang kebanggaan nasional,

Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia ‘memancarkan’


nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang
dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus
menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita
terhadap bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri, malu, dan
acuh tak acuh. Kita harus bngga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya.

(2)   lambang identitas nasional,

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’


bangsa Indonesia. Ini beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita,
yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang
5

demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak
tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran
bangsa Indonesia yang sebenarnya.

(3)   alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar


belakang sosial budaya dan bahasanya.

Memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial


budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan,
cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa
aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi
‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan
menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah
masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa
daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan
dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

(4) alat perhubungan antarbudaya antardaerah.

Bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-


hari. Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang yang berasal
dari suku lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat bertukar
pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita seandainya kita tersesat
jalan di daerah yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa Indonesia? Bahasa
Indonesialah yang dapat menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia kita
dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala
kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan, dan kemanan (disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah
diinformasikan kepada warganya. Akhirnya, apabila arus informasi antarkita meningkat
berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita
meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.

2.2 Penulisan kata dalam bahasa Indonesia

Dalam bahasa Indonesia, ada beberapa kata yang diatur, berikut adalah
ringkasan pedoman umum penulisan kata dalam bahasa Indonesia:
6

1. Kata dasar

Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Umumnya kata dasar dalam bahasa
Indonesia, dan juga semua bahasa yang serumpun dengan bahasa Indonesia, terdiri dari
dua suku kata; misalnya: rumah, lari, nasi, padi, pikul, jalan, tidur dan sebagainya.
Seorang ahli bahasa Jerman, Otto von Dempwolff, dalam penelitiannya tentang bahasa
Indonesia telah menetapkan dua macam pola susunan kata dasar dalam bahasa
Indonesia. Pola itu disebutnya Pola Kanonik atau Pola Wajib , yaitu:

Pola Kanonik I: K-V-K-V, maksudnya tata susun bunyi yang membentuk


suatu kata dasar terdiri dari: Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal, misalnya: padi, lari,
paku, tiga, dada, dan sebagainya.

Pola Kanonik II: K-V-K-V-K, maksudnya di samping Pola Kanonik I kata-


kata dasar Indonesia dapat juga tersusun dari Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal-
Konsonan, misalnya: rumah, tanah, batang, sayap, larang, dan lain-lain.

Kita tidak menyangkal akan apa yang telah dikemukakan oleh von
Dempwolff. Tetapi, andaikata kita menerima secara mutlak Pola Kanoniknya itu
sebagai dasar yang absolut, maka bagaimana kita harus menerapkan kata-kata seperti
tendang, banting, panggil, aku, api, anak, dan lain-lain? Berarti kita sekurang-
kurangnya menambahkan beberapa macam rumus lagi agar bisa menampung semua
kata dasar yang terdapat dalam bahasa Indonesia, misalnya: K-V-K-K-V-K, V-K-V-K,
V-K-V. Dan semua rumus ini sekurang-kurangnya baru mengenai kata-kata dasar. Jika
kita membahas kata-kata pada umumnya, tentu akan lebih banyak lagi.

Oleh karena itu kita mengambil suatu dasar lain yang lebih sempit yaitu
berdasarkan suku kata ( silaba ). Bila kita berusaha untuk memecah-mecahkan kata
dasar bahasa Indonesia menjadi sukukata-sukukata, maka kta akan sampai kepada satu
kesimpulan bahwa ada tiga macam struktur sukukata dalam bahasa Indonesia yaitu: V,
V-K, K-V , dan K-V-K . Dengan demikian kata-kata dasar dalam bahasa Indonesia
dibentuk dari kemungkinan-kemungkinan gabungan dari ketiga jenis silaba itu,
misalnya:

ru - mah (K-V + K-V-K)


7

ka - ta (K-V + K-V)

2. Kata turunan
a) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar.
Contoh: bergeletar, dikelola.
b) Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Tanda hubung
boleh digunakan untuk memperjelas.

Contoh: bertepuk tangan, garis bawahi

c) Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung boleh digunakan untuk
memperjelas.

Contoh: menggarisbawahi, dilipatgandakan.

d) Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi,


gabungan kata ditulis serangkai.

Contoh: adipati, mancanegara.

e) Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital, diselipkan tanda
hubung. Contoh: non-Indonesia.
3. Kata ulang

i. Bentuk Kata Ulang


Menurut bentuknya, kata ulang dapat dibagi sebagai berikut.

a) Kata ulang penuh atau kata ulang murni, yaitu semua kata ulang yang
dihasilkan oleh perulangan unsur-unsurnya secara penuh.
Misalnya: rumah-rumah, sakit-sakit.
b) Kata ulang berimbuhan atau kata ulang bersambungan, yaitu semua kata
ulang yang salah satu unsurnya berimbuan: awalan, sisipan, atau akhiran.
Misalnya: berjalan-jalan, turun-temurun, tanam-tanaman.
8

c) Kata ulang berubah bunyi, yaitu kata ulang yang mengalami perubahan
bunyi pada unsur pertama atau unsur kedua kata ulang.
Misalnya: bolak-balik, serba-serbi.
d) Kata ulang semu, yaitu kata yang hanya dijumpai dalam bentuk ulang
itu. Jika tidak diulang, komponennya tidak memunyai makna atau bisa
juga memunyai makna lain yang tidak ada hubungannya dengan kata
ulang tersebut.
Misalnya: hati-hati, tiba-tiba, kunang-kunang.
e) Kata ulang dwipurwa, yang berarti "dahulu dua" atau kata ulang yang
berasal dari komponen yang semula diulang kemudian berubah menjadi
sepatah kata dengan bentuk seperti itu. Kata ulang ini disebut juga
reduplikasi, yang berasal dari bahasa Inggris "reduplication" yang berarti
perulangan. Sebenarnya semua kata ulang juga dapat disebut reduplikasi.
Misalnya: lelaki, tetua.

ii. Makna dan Fungsi Kata Ulang


a) Perulangan kata benda
Makna yang terkandung dalam perulangan dengan bentuk dasar kata
benda.

1. Menyatakan benda itu bermacam-macam. Misalnya: buah-


buahan, sayur-sayuran.
2. Menyatakan benda yang menyerupai bentuk dasar itu.
Misalnya: anak-anakan, orang-orangan.

b) Perulangan kata kerja


Makna yang terkandung dalam perulangan dengan bentuk dasar kata
kerja.
a. Menyatakan bahwa pekerjaan itu dilakukan berulang-ulang
atau beberapa kali.
Misalnya: meloncat-loncat, menyebut-nyebut.
b. Menyatakan aspek duratif, yaitu proses pekerjaan,
pembuatan, atau keadaan yang berlangsung lama.
Misalnya: berenang-renang, duduk-duduk.
9

c. Menyatakan bermacam-macam pekerjaan.


Misalnya: cetak-mencetak, karang-mengarang.
d. menyatakan pekerjaan yang dilakukan oleh dua belah pikak
atau berbalasan.
Misalnya: tembak-menembak, tuduh-menuduh
c) Perulangan kata sifat
Makna yang terkandung dalam perulangan dengan bentuk dasar kata
sifat.
1) Menyatakan makna lebih (intensitas).
Misalnya: Berjalan cepat-cepat! Kerjakan baik-baik!
2) Menyatakan makna sampai atau pernah.
Misalnya: Tak sembuh-sembuh sakitnya walaupun ia sudah
berobat ke luar negeri (tak pernah sembuh). Habis-habisan ia
berbelanja (sampai habis).
3) Digabungkan dengan awalan se- dan akhiran -nya
mengandung makna superlatif (paling).
Misalnya: Kerjakan sebaik-baiknya agar hasilnya
memuaskan. Terbangkan layang-layangmu setinggi-
tingginya.
4) Berlawanan dengan makna nomor satu atau melemahkan arti
kata sifat itu.
Misalnya: Badanku sakit-sakit saja rasanya. (sakit di sana-
sini, tapi tidak terlalu sakit) Kalau kepalamu pening-pening,
bawalah tidur. (agak pening; pening sedikit)
5) Bentuk yang seolah-olah sudah mejadi ungkapan dalam
bahasa Indonesia, makna perulangannya kurang jelas.
Misalnya: Jangan menakut-nakuti anak-anak karena akan
memengaruhi jiwanya kelak.
d) Perulangan kata bilangan
1) Perulangan kata satu menjadi satu-satu memberi makna "satu
demi satu".
Misalnya: Peserta ujian masuk ruangan itu satu-satu.
10

2) Perulangan kata satu dengan tambahan akhiran -nya memberi


makna "hanya satu itu".
Misalnya: Ini anak saya satu-satunya.
3) Perulangan kata dua-dua, tiga-tiga, dst. memberi pengertian
"sekaligus dua, tiga, dst.".
Misalnya: Jangan masuk dua-dua karena pintu itu tidak lebar.
4) Bentuk perulangan berpuluh-puluh, beratus-ratus, beribu-
ribu, dst. menyatakan makna "kelipatan sepuluh, seratus,
seribu, dst..
Misalnya: Beribu-ribu orang yang mati dalam peperangan itu.
Bentuk perulangan kata bilangan dengan awalan ber-, saat ini
sering diganti dengan bentukan dengan akhiran -an.
Misalnya: berpuluh-puluh menjadi puluhan.  

4. Gabungan kata atau kata majemuk


a) Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta
besar, orang tua, ibu kota, sepak bola.
b) Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian.
Contoh: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
c) Beberapa gabungan kata yang sudah lazim dapat ditulis serangkai.

2.3 Bahasa asing menjadi bahasa Indonesia.

Belakangan ini ada cara pemakaian Bahasa yang sedang populer yang
berlangsung dimana-mana dan dilakukan oleh semua orang dari semua kalangan yaitu :
Penggunaan Bahasa Indonesia campur aduk. Sekarang ini orang sedang Hobi untuk
mengkombinasikan Bahasa Indonesia mereka dengan bahasa asing, terutama dengan
Bahasa Inggris, seperti kata-kata “Fuck banget gitu lho” “You punya barang berapa”
“so what gitu lho” “sampai ketemu later ya!” “saya sudah katakan sebelumnya kalau
emotion itu selalu terpisah dengan cognition, thats why its very hard to reach konklusi
dari kedua hal tersebut.” Dalam argument, dalam bincang-bincang santai, dalam
televisi, bahasa Indonesia tipe mutant ini selalu keluar. Mengapa bisa begitu?
11

Sebetulnya hal ini sudah terjadi sejak dulu, namun fenomena krisis tersebut
baru meledak hari ini. Sewaktu Soekarno berdebat dengan salah satu aktifis feminis, dia
menggunakan Bahasa Indonesia, Belanda dan Sunda secara campur aduk sehingga
membuat orang-orang yang ada disekitarnya jadi bingung. Dan ketika itu Sjahrir
menegur “tolong jangan gunakan 3 bahasa sekaligus ketika berpendapat, karena banyak
peserta yang bingung. Lagipula kan Indonesia sudah ada Bahasa pemersatu, kenapa
tidak gunakan itu saja?” Soekarnopun minta maaf lantas meneruskan musyawarah
dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kebiasaan seperti itupun
bisa kita temukan dalam catatan seorang Nasionalis seperti Soe Hok Gie (Dalam
bukunya Catatan seorang Demonstran), yang biasa mencampurkan Bahasa Indonesia
dengan Bahasa Inggris.

Sebetulnya mudah sekali untuk mencari penyebabnya, Soekarno menggunakan


Bahasa Belanda karena Bahasa Belanda ketika itu dijadikan sebagai Bahasa Akademis
oleh sekolah-sekolah tingkat tinggi yang memang dikelola oleh bangsa Belanda. Dan
banyaknya para Intelektual Indonesia yang belajar di Belanda pada saat itu telah
mengesankan adanya identitas “intelek” bagi mereka yang mahir Bahasa Belanda
(sebuah Halo Efek), juga ada kesan “Belanda sebagai pusat kegiatan akademik puncak”
yang akhirnya memberikan efek pada kesan-kesan pusat ilmu ataupun peradaban tinggi
pada identitas Negara Belanda dan seluruh kandungan yang ada didaDalam kehidupan
sehari-hari mulai dari interaksi intrapersonal, interpersonal, maupun yang meluas pada
kehidupan berbangsa dan bertanah air, bahasa memegang peran utama. Peran tersebut
meliputi bagaimana proses mulai dari tingkat individu hingga suatu masyarakat yang
luas memahami diri dan lingkungannya. Sehingga pada saat inilah fungsi bahasa secara
umum, yaitu sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan
integrasi dan adaptasi sosial, memberikan perannya.
Dalam mengembangkan diri, seorang individu akan berusaha untuk
beradaptasi dengan bahasa yang ada di lingkungannya. Penelitian Chomsky tentang gen
dan bahasa mengungkapkan bahwa seorang individu memiliki kemampuan alami untuk
memahami bahasa secara umum yang akan beradaptasi untuk lebih spesifik memahami
bahasa yang digunakan di lingkungannya. Proses adaptasi bahasa dalam seorang
individu memandunya untuk mengidentifikasikan dirinya pada kelompok yang
memiliki bahasa yang sama dengan dirinya. Maka dari itu proses alamiah tersebut
12

perlahan membentuk ikatan sosial antara individu dengan individu yang lain dalam
sebuah kelompok masyarakat.
Proses pengidentifikasian kelompok yang terus berjalan dalam individu
membentuk suatu bentuk warna kepribadian. Hal tersebut sesuai dengan kesimpulan
Prof. Anthony melalui kajian semantik dan etimologi kata mengenai bahasa yang
merupakan cerminan dari watak,sifat, perangai, dan budi pekerti penggunanya.
Berbeda dengan proses adaptasi bahasa pada individu, dalam tingkatan
masyarakat proses adaptasi berjalan lebih kompleks, dengan waktu yang lebih panjang
pula. Masyarakat yang merupakan sekumpulan dari individu-individu dalam suatu
wilayah tertentu pada awalnya akan membuat kesepakatan-kesepakatan dalam
mengungkapkan makna serta berkomunikasi. Selanjutnya proses ini secara terus
menerus mengalami perubahan sehingga membentuk suatu sistem, atau yang disebut
Hugo Warami sebagai sistem kesepakatan-kesepakatan. Sistem kesepakatan dalam
masyarakat ini bukanlah suatu hasil akhir melainkan terus mengalami perubahan sesuai
dengan kealamiahan dari berdinamikanya masyarakat beserta individu dalam merespon
ransang dari luar. Proses yang berlangsung dalam masyarakat tersebut akan membentuk
karakteristik masyarakat seperti warna kepribadian dalam individu.
Salah satu bahasa yang digunakan oleh sebagian masyarakat di dunia adalah
bahasa Melayu. Dalam perkembangannya bahasa Melayu berhasil menjadi bahasa yang
paling berpengaruh di Asia Tenggara dan satu dari lima bahasa dunia yang mempunyai
jumlah penutur terbesar. Melayu merupakan bahasa nasional satu-satunya dari empat
Negara: Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Di Indonesia, bahasa Melayu telah menjadi bahasa yang penting. Peran bahasa
Melayu meliputi bahasa persatuan, bahasa nasional, dan bahasa pengantar dalam
pendidikan. Menurut Koentjaraningrat, pemilihan bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia secara historis dikarenakan enam hal. Pertama, berkembangnya suasana
kesetiakawanan yang mencapai momentum puncak yang menjiwai pertemuan antara
pemuda cendekiawan Indonesia yang penuh idealisme pada tanggal 28 Oktober 1928.
Kedua, adanya anggapan bahwa bahasa Melayu sejak lama merupakan lingua franca,
bahasa perdagangan, bahasa komunikasi antarorang Indonesia yang melintas batas
sukubangsa, dan bahasa yang digunakan untuk penyiaran agama. Ketiga, adanya
pengaruh media massa dalam bahasa Melayu. Keempat, berkembangnya kebiasaan
penggunaan bahasa Melayu dalam rapat-rapat organisasi gerakan nasional. Kelima,
13

tidak adanya rasa khawatir dalam diri warga suku non-Jawa terhadap risiko terjadinya
dominasi kebudayaan dari sukubangsa mayoritas. Keenam, karena para cendekiawan
Jawa sendiri mengecam struktur bahasanya sendiri.
Disepakatinya bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia
menjadi landasan kokoh bagi terbentuknya integrasi dan identifikasi sosial/nasional.
Sebagai salah satu bentuk fisik dari identitas nasional, bahasa Indonesia memiliki
potensi untuk mempersatukan rakyat Indonesia. Potensi tersebut dikarenakan bahasa
Indonesia memiliki fungsi sebagai bahasa nasional, yaitu sebagai lambang identitas
nasional, alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda kebudayaan, adat
istiadat, dan bahasanya; serta sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Tantangan pembentukan identitas nasional melalui bahasa di Indonesia terdiri
dari tantangan internal dan eksternal. Secara internal bahasa persatuan ini harus
menghadapi realita bahwa Indonesia terdiri dari berbagai bahasa dan budaya. Sehingga
dalam proses sosialisasinya bahasa Indonesia harus menuntaskan kegamangan antara
menampilkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dapat digunakan seluruh
masyarakat tanpa melenyapkan bahasa daerah. Hal ini diperumit dengan suatu kondisi
dimana beberapa bahasa daerah terancam punah diakibatkan sosialisasi bahasa
Indonesia yang tidak mengindahkan perawatan bahasa daerah sebagai bahasa ibu yang
harus dilestarikan. Sehingga pada daerah yang masih tertinggal, bahasa ibu ditinggalkan
karena tidak lebih prestise dibandingkan bahasa Indonesia. Di satu sisi bahasa Indonesia
juga harus menghadapi realita bahwa penuturnya sendiri sangat sedikit yang mau
mempelajari kaidah bahasa yang baik dan benar.

Akronim
Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, suku kata,
ataupun huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital.
Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun huruf dan suku kata dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kecil.
14

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

Dalam bahasa Indonesia, ada beberapa kata yang diatur, berikut adalah
ringkasan pedoman umum penulisan kata dalam bahasa Indonesia:

1. Kata dasar
2. Kata turunan
3. Kata ulang
4. Kata majemuk

Akronim

Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, suku kata, ataupun
huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.

1. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
2. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital.
3. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
huruf dan suku kata dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kecil.

2. Saran

Semoga kita dapat mengguanakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dan
menggunakannya sebahagai bahasa sehari-hari.
15

Daftar Pustaka

http://www.feunpak.web.id/jima/orasi_dendysugono.htm

Eksistensi Bahasa Indonesia dan Sumpah Pemuda.

http://re-searchengines.com/0805hugo.html

Bahasa dan Sastra Indonesia Masih Banyak Peminat.

http://rumahkiri.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1193

http://www.suarapembaruan.com/News/2005/10/23/Utama/ut01.htm

http://www.globalkomputer.com/Bahasan/Teori-Bahasa-dan-Otomata

http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2000/10/28/0001.html

Mansur,Drs.1990.Tata bahasa Baku bahasa Indonesia.Malang: yayasan asih asah asuh


malang

Halim, Amran.1984.Politik bahasa indonesi.Jakarta:PN Balai Pustaka

You might also like