Professional Documents
Culture Documents
AKUNTANSI PEMERINTAH
Vol. 2, No. 1, Mei 2006
Hal 79 - 91
Manajemen Risiko di Lingkungan Pemerintah:
Pengantar Aplikasi pada Unit-unit Departemen Keuangan
Irfa Ampri [1]
Abstract
Risk management is required not only in the private but also public organization. The reasons for its
application are abundance, and it relates dominantly to the change of the environment and limited
organization resources. The utilization of risk management is evidenced in the private organization.
Even thought, there are stimuli or regulations in applying risk management in public sector, the
evidence has not yet existed in Indonesian public organization.
The paper attempts to introduce the application of risk management in public organization with the
focus on the agencies under Ministry of Finance. Concept and process of risk management in the
public organization are shown including its relation with internal control. It is suggested to implement
risk management in the pilot project before applying it to all agencies.
Keywords: risk management, public sector, Indonesian public organization, Ministry of Finance
PENDAHULUAN
Aktivitas organisasi sektor publik dan bisnis senantiasa berubah dan berkembang seiring dengan
perubahan di lingkungan internal dan eksternal organisasi. Perubahan di lingkungan internal berupa
perbaikan metode operasi (misalnya perubahan dari manual ke otomatisasi) biasanya dapat
dikendalikan oleh manajemen. Sedangkan perubahan di lingkungan eksternal, seperti perubahan iklim
demokrasi dan peraturan, berada di luar kontrol organisasi.
Tuntutan perubahan dan peningkatan kapabilitas organisasi memunculkan risiko (risk) dan sekaligus
peluang (opportunities) bagi organisasi. Risiko berkenaan dengan kemungkinan terjadinya kegagalan
dan kerugian bagi organisasi. Risiko berskala rendah tidak mengkuatirkan bagi organisasi. Namun,
risiko berskala besar dapat berdampak pada tidak tercapainya tujuan dan misi dari organisasi.
Kegagalan tujuan dan misi bagi organisasi publik dapat mengakibatkan distrust (ketidakpercayaan)
dari publik atas pelayanan yang diberikan. Dalam kondisi terjelek dan sebagaimana yang pernah
terjadi, distrust dapat menyebabkan hilangnya organisasi yang bersangkutan.
Manajemen risiko (risk management) menjadi kebutuhan yang strategis dan menentukan perbaikan
kinerja dari organisasi. Pada suatu ras bangsa (Cina), karakter tulisan risiko berarti pula peluang.
Risiko yang dikelola dengan optimal bahkan memunculkan berbagai peluang bagi organisasi yang
bersangkutan. Manajemen risiko diperlukan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya terbatas
yang dimiliki organisasi. Pengalokasian sumber daya didasarkan pada prioritas risiko yang dimulai
dari risiko skala tertinggi. Demikian pula, manajemen risiko yang ada perlu dievaluasi secara periodik
melalui aktifitas pengendalian (internal control).
Manajemen risiko pada organisasi swasta berkembang lebih pesat dibandingkan organisasi publik
(instansi Pemerintah). Fenomena ini dinilai lumrah mengingat sektor swasta memiliki ukuran-ukuran
yang jelas bagi berhasil atau gagalnya organisasi. Sedangkan organisasi publik banyak berlindung
pada faktor-faktor yang tidak dapat dikuantifisir. Namun, dorongan bagi sektor publik untuk
melakukan manajemen risiko dalam aktivitasnya semakin meningkat, dan Departemen Keuangan
meresponnya dengan menugaskan Inspektorat Jenderal sebagai compliance office for risk
management.
Artikel ini dimaksudkan untuk memperkenalkan konsep risk managementdan sebagai pengantar bagi
applikasinya pada unit-unit di lingkungan Departemen Keuangan. Sistimatika paper disajikan sebagai
berikut: (1) Pendahuluan; (2) Kebijakan Pemerintah dan Institusi Negara atas Manajemen Risiko; (3)
Pengertian Manajemen Risiko; (4) Proses Manajemen Resiko; (5) Manajemen Risiko dan Fungsi
Pengawasan; dan (6) Simpulan.
KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN INSTITUSI NEGARA ATAS MANAJEMEN RISIKO
Risiko tidak tercapainya tujuan dan program organisasi tidak semata terjadi di lingkungan bisnis,
namun juga di lingkungan publik. Telah banyak kritik dan keluhan berkenaan tingginya risiko yang
dihadapi bila berkaitan dengan pelayanan instansi Pemerintah. Survei Masyarakat Transparansi
Indonesia (MTI) yang dilakukan pada tahun 2005 misalnya menyebutkan 2 unit eselon I di
lingkungan Departemen Keuangan sebagai lima besar instansi dan lembaga negara
terkorup.Tambahan pula, pelayanan investasi kepada investor asing terhitung terendah dari segi waktu
dan biaya dibandingkan negara-negara kawasan. Disamping itu, perkembangan demokrasi menuntut
asas transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan peningkatan pelayanan publik
dari waktu ke waktu.
Pihak eksekutif dan legislatif memberikan prioritas pelaksanaan ke dua asas di atas dan peningkatan
pelayanan publik yang bertujuan untuk meminimalkan risiko pada instansi Pemerintah. Minimalisasi
risiko tertera pada beberapa undang-undang (UU), keputusan menteri, dan Arsitektur Perbankan
Indonesia (API).
UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 58 menekankan perlunya sistem
pengendalian intern (SPI) di lingkungan Pemerintah dan adanya manajemen risiko. Pasal 58 ayat 1
menyebutkan ”Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan SPI di
lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Selanjutnya, ayat 2 pasal yang sama menyatakan bahwa
SPI ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP). PP tersebut saat ini sedang disusun oleh tim inter-
departemen dibawah koordinasi Menteri Keuangan, dan draft PP yang dibuat menekankan pada
penilaian risiko (6 pasal) dan kegiatan pengendalian (24 pasal), atau hampir 50% dari total 69 pasal
yang dirancang dalam PP tersebut. Secara umum, PP tersebut telah mengadopsi pendekatan terkini di
bidang internal audit yang berasal dari COSO dan IIA. [2]
Manajemen risiko juga menjadi salah program utama dari strategi dan kebijakan (Road-map)
Departemen Keuangan sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Keuangan (Kepmenkeu)
No. 464/KMK.01/2005 tanggal 29 September 2005 tentang Pedoman Strategi dan Kebijakan
Departemen Keuangan (Road-map Departemen Keuangan) tahun 2005-2009. Dalam Kepmenkeu
tersebut khususnya Bidang Pengawasan Fungsional, unit-unit di lingkungan Departemen Keuangan
(Depkeu) diharapkan telah menerapkan manajemen risiko di lingkungannya masing-masing terhitung
sejak tahun anggaran 2007. Disamping itu, ditunjuk pula Inspektorat Jenderal (Itjen) Depkeu
sebagaiCompliance Office atas manajemen risiko.
Peningkatan pelayanan publik, dengan mengurangi risiko seperti biaya ekstra atau pungutan liar
dalam pemberian pelayanan publik, menjadi perhatian Pemerintah yang diwujudkan dengan
penerbitan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan)
No.SE/15/M.PAN/9/2005 tentang Peningkatan Intensitas Pengawasan dalam Upaya Perbaikan
Pelayanan Publik. SE tersebut meminta perhatian khusus para pimpinan departemen dan lemabaga
negara dalam meningkatkan intensitas pengawasan guna perbaikan pelayanan publik melalui antara
lain: (1) menetapkan standar pelayanan secara transparan dan akuntabel; dan (2) memfungsikan
Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) untuk memberikan perhatian khusus pengawasan
terhadap pemberian pelayanan Publik.
Manajemen risiko termasuk program ke empat dari API berkenaan dengan Program Peningkatan
Kualitas Manajemen dan Operacional Perbankan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan Good
Corporate Governance (GCG), kualitas manajemen risiko, dan kemampuan operasional manajemen.
BI mewajibkan bankir dan pegawai bank pada semua level jabatan yang berhubungan langsung
dengan pengelolaan risiko untuk mengikuti sertifikasi manajemen resiko.
Gambar 1. Risiko dan Tujuan Organisasi
Sebagaimana dijelaskan pada Gambar 1, risiko terjadi pada unit-unit dari suatu organisasi berkenaan
dengan aktivitas dari masing-masing unit. Risiko terdapat pada tindakan manajemen dalam
memamfaatkan sumber daya yang dimiliki (asset) dan proses operasi berikut aktivitas pengendalian
yang ada. Risiko-risiko kritis dan signifikan yang tidak tertangani akan berdampak pada pencapaian
tujuan-tujuan dari setiap unit. Kegagalan pencapaian tujuan pada unit akan berpengaruh langsung
pada tidak terpenuhinya tujuan organisasi.
Gambar 2. Penentuan Prioritas Faktor Risiko
Setiap organisasi, baik pemerintah maupun swasta, tidak rentan terhadap risiko. Banyak faktor
penyebab terjadinya risiko baik yang berasal dari internal perusahaan maupun lingkungan eksternal.
IIA mengemukakan secara detail penentuan prioritas faktor risiko sebagaimana disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 3. Risk Management Model Coso
Gambar 4. Gambar 4 Pemetaan dan Kuantifikasi Risiko
Yang perlu dicermati adalah events relationships atau hubungan antar kejadian/keadaan. Events yang
terpisah mungkin memiliki risiko kecil. Namun, bila digabungkan bisa menjadi signifikan. Demikian
pula, risiko yang mempengaruhi banyakbusiness units perlu dikelompokkan dalam common event
categories, dan dinilai secara aggregate.
(5) Risk response (Sikap atas risiko)
Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian risiko. Risk response dari organisasi dapat
berupa: (1) avoidance, yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan risiko;
(2) reduction, yaitu mengambil langkah-langkah mengurangilikelihood atau impact dari risiko;
(3) sharing, yaitu mengalihkan atau menanggung bersama risiko atau sebagian dari risiko dengan
pihak lain; (4) acceptance, yaitu menerima risiko yang terjadi (biasanya risiko yang kecil), dan tidak
ada upaya khusus yang dilakukan. Strategi dalam memilih risiko dijelaskan pada Gambar 5.
Gambar 5 Strategi Mengelola Risiko
SIMPULAN
Manajemen risiko tidak semata berlaku di sektor bisnis, namun semakin mendesak untuk
diapplikasikan di sektor publik. Banyak argumen pendukung, dan tampaknya faktor utama adalah
perubahan lingkungan dan sumber daya yang terbatas bagi pencapaian tujaun organisasi.
Pemerintah (Departemen Keuangan) dan regulator seperti Bank Indonesia (BI) tampaknya
mendukung penerapan manajemen risiko di lingkungannya. BI bahkan mewajibkan bankir dan
pegawai bank yang berhubungan dengan risiko untuk memiliki sertifikasi di bidang manajemen
risiko.
Risiko memiliki berbagai definisi, dan berkaitan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang
dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Pada sisi lain, penanganan risiko bahkan
dapat memuncul-kan peluang bagi organisasi. Risiko tidak dapat dihindari oleh organisasi, dan
terdapat pada sumber daya yang dimiliki dan proses operasi termasuk pengendalian. manajemen
risiko diperlukan bagi pencapaian tujuan suatu unit dan tujuan organisasi secara keseluruhan.
Menurut COSO, proses manajemen risiko dapat dibagi ke dalam 8 komponen (tahap), dimulai dari
komponen lingkungan internal organisasi, penentuan tujuan, identifikasi risiko, penilaian risiko, sikap
atas risiko, aktifitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan terakhir monitoring. Dari proses ini
akan didapatkan peta risiko berikut dampaknya, dan sikap yang harus diambil.
Manajemen risiko dan pengendalian internal memiliki kesamaan materi dan komponen, dan saling
terkait satu dengan lainnya. Manajemen risiko yang ada perlu dievaluasi keandalannya. Sementara itu,
aktifitas pengendalian akan menjadi optimal dengan menggunakan pendekatan risiko.
Manajemen risiko dinilai feasible untuk diaplikasikan di instansi Pemerintah. Seluruh komponen
proses manajemen risiko dapat digunakan pada aktifitas instansi Pemerintah. Oleh karenanya,
penerapan dalam bentuk ujicoba (pilot) sudah saatnya untuk dimulai dan konsep manajemen risiko
perlu disosialisasikan ke unit-unit di lingkungan Pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Chapman, Christy. Bringing ERM into Focus. Internal Auditor, June 2003
Committee of Sponsoring Organization (COSO) of the Treadway Commission. What is
COSO: Background and Events Leading to Internal Control-Integrated Framework. 1992
Darmawi, Herman. Manajemen Risiko. Bumi Aksara, 2005.
Simmons, Mark. COSO Based Auditing. The Internal Auditor, December 1997
The Institute of Internal Auditors. Internal C
Vaughan, Emmet. Fundamentals of Risk and Insurance. 2nd, John Willey, 1978
[1] Irfa Ampri, Ph.D. adalah pegawai pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan. Penulis
dapat dihubungi pada irfaampri@yahoo.com, atau 021-3521860, 021-70307427.
[2] Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) adalah lembaga
nirlaba yang didedikasikan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan melalui etika bisnis,
pengendalian internal yang efektif, dan tata kelola usaha (corporate governance). COSO didukung
oleh lembaga-lembaga yang memiliki reputasi tinggi dibidang akuntansi, keuangan, dan audit yang
diantaranya adalah IIA (The Institute of Internal Auditors).
[3] Risk is the possibility that an event adversely affect the achievement of objectives (COSO).
[4] Manajemen risiko dapat diterjemahkan sebagai sebuah proses yang dipengaruhi oleh pihak-pihak
yang berkepentingan di dalam organisasi (stakeholders), diterapkan dalam penyusunan strategi dan
kegiatan organisasi hingga ke tingkat operasional, dirancang untuk mengidentifikasi kegiatan-
kegiatan yang secara potensial akan mempengaruhi organisasi, dan mengelola risiko hingga ke level
yang diinginkan, dan menyediakan jaminan yang masuk akal berkenaan dengan pencapaian tujuan-
tujuan organisasi.
[5] SMART adalah singkatan dari specific, measurable, attainable, realistic, and timeframe.
[6] Risk appetite berkaitan dengan level risiko yang ditentukan oleh organisasi. Implementasi risk
appetite dapat dicontohkan pada penerapan jalur hijau oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC)
atas barang impor yang menurut ketentuan tidak diperiksa oleh petugas verifikasi KPBC. Tidak
dilakukannya pemeriksaan berpeluang pada penyeludupan barang impor yang seharusnya dikenakan
pajak dan bea masuk yang lebih tinggi dari yang dilaporkan yang berpotensi merugikan negara
sebesar 5% dari total penerimaan. Kerugian 5% tersebut adalah kerugian yang telah diperkirakan dari
penerapan jalur hijau yang bertujuan mengoptimalkan pelayanan, dan dipandang wajar untuk
aktivitas pabean secara internasional. Atas berbagai aktivitas organisasi dapat disusun Value
Uncertainty Map sebagaimana dijelaskan pada Gambar 2.