You are on page 1of 9

Gangguan Makan pada Skizofrenia

Ringkasan: Penelitian tentang penyakit Gangguan makan pada populasi pasien


dengan skizofrenia kronis telah dikonfirmasi bahwa ada perbedaan hubungan antara
gangguan makan pada psikotik dan gangguan makan pada umur muda. Semua
kriteria gangguan makan DSM III kecuali yang disebut diatas, telah diamati diantara
pasien psikotik walaupun tidak memenuhi semua kriteria untuk diagnosis gangguan
makan kecuali pada anoreksia wanita. Semua jenis gangguan makan pada pasien
dengan skizofrenia telah dilaporkan: dua per lima pada pasien dengan gangguan
makan berhubungan dengan delusi dan seperenam dengan halusinasi; lebih dari
separuh pasien dengan pola makan yang menyimpang tidak berhubungan dengan
ganggguan persepsi. Gangguan makan pada pasien dengan skizofrenia secara lazim
belum mengganggu kehidupan sosial di Rumah sakit jiwa atau komunitas di
sekitarnya.

Gambaran awal gangguan makan pada skizofrenia telah dijelaskan pada


literatur (Bleuer, 1011). Anoreksia nervosa dan bulimia telah digambarkan saat
munculnya gejala pada skizofrenia akut dan kronis, pica telah didefinisikan oleh
Bleuler (1916) sebagai sesuatu yang aneh “untuk menerima semuanya, walaupun
diumpamakan kotorannya sendiri, kadang dianggap sebagai enaknya indra
pengecap”. Gangguan makan pada skizofrenia telah dijelaskan bahwa bergantung
pada delusi pada keracunan, autism, katatonik negativism dan agitasi (Bleuer, 1911).
Ini tidak ditemukan pada kasus manik depresif psikosis dimana gangguan makan
bergantung pada perubahan mood (Kraepelin, 1921). Lebih baru lagi, aberasi pada
axis kelenjar pituitary-hipotalamus telah dipertimbangkan sebagai penyebab
(Alexander, 1950; Russel, 1969), predisposisi genetik (Dickens, 1970) atau terjadi
defek pada mekanisme kontrol feed-back negatif pada reseptor dopamin central
(Barry dan Klawans, 1976). Untuk sekian lama, kasus anoreksia nervosa dan
skizofrenia sempat dihubung-hubungkan (Federn, 1934; Nicolle, 1938; Brill, 1939).
Lebih baru lagi, gangguan makan pada umur muda telah dijelaskan berbeda dari
skizofrenia (Crisp, 1967; Dally, 1969; Russell, 1970), proses psikodinamik nya juga
telah dipelajari (Alexander, 1950; Meng dan Stern, 1955; Kestemberg, 1972) dan
kriteria diferensial diagnosanya telah dirumuskan (American Psychiatrics
Association, 1980); anoreksia nervosa telah ditemukan hubungannya dengan

1
gangguan mood (Cantwell, 1977; Mohl dan McMahon, 1980) dan beberapa kasus
anoreksia nervosa dilaporkan berkembang menjadi skizofrenia atau sindrom
skizofrenia independen (Feighner, 1972).

Tujuan utama pada penelitian ini adalah untuk menyelidiki gangguan makan
dan pola makan pada populasi pasien skizofrenia kronis, menggunakan perbandingan
dua kelompok: gangguan afektif psikotik dan normal. Kriteria differensial diagnosis,
gangguan makan yg luas, hubungannya dengan berat badan, pola makan, persepsi dan
gangguan pikir dan yang berhubungan dengan obat-obatan telah dipelajari. Penelitian
dilakukan di Rumah Sakit jiwa Dromokaiton, Athens, Yunani.

Metode

Bahan.

A. Kriteria DSM-III untuk anoreksia, bulimia, pica dan ruminasi, ada atau tidak,
mengikuti pemeriksaan pada pasien, riwayat penyakitnya, dan informasi
perawat tentang pekerjaannya di Rumah sakit.
B. Tiga quisioner diberikan pada semua subjek penelitian:
a. Quisioner berhubungan dengan data demografik, contoh jenis kelamin,
umur, edukasi, profesi dan rumah.
b. Quisioner berisi 31 jenis pertanyaan, ada atau tidak, gangguan pikir
dan persepsi, lingkungan, gangguan makan yg berhubungan dengan
obat-obatan dan gejala neurotik. Quisioner ini telah direncanakan
menggunakan istilah pada gangguan makan dan telah dimasukkan
dalam klasifikasi pada penelitian gangguan skizofrenia sebelumnya
(Lyketsos, 1983)
c. garner’s dan Garfinkel’s (1979) Eating Attitude Test (EAT)
Untuk berat badan dan tinggi badan semua subjek telah direkam dan
dibuat berdasar 3 poin (berat badan kurang, normal, berat badan lebih),
berdasar aturan Broca: berat ideal (kgs)=[tinggi(cm)-100] – 10% (Bray,
1976). Pola minum kopi dibuat menjadi 2 kategori: sampai dengan 4 gelas
per hari (normal) dan lebih dari 4 gelas sehari (lebih); konsumsi alkohol
dibagi 2 kelompok, penggunaan normal atau berlebih (lebih dari 2 gelas
anggur atau 1 gelas minuman keras dalam makanan). Semua subjek
penelitian juga ditanyakan apakah
Informasi lebih lanjut, didapatkan dari pasien, termasuk diagnosis
(berdasar kriteria DSM-III), lama penyakit, periode dirawat di Rumah
sakit, kemoterapi dan riwayat medis dan psikiatri.

2
Subjek. Ada sebanyak 137 pasien skizofrenia kronis, dengan median umur
49,56 tahun (antara 21-65) dan semua subjek dapat berkomunikasi dengan
penanya; 22 pasien dengan psikosis afektif kronis, yang masih dalam
proses terapi yg sama dalam satu periode dan 60 orang normal (karyawan
Rumah sakit) yang dibagi secara acak tanpa penolakan pada perbandingan
kelompok. Tabel 1 menunjukkan klasifikasi sampel yang berisi jenis
kelamin, umur, kelas sosial ekonomi dan lama penyakit; secara signifikan
banyak pasien wanita pada kelompok gangguan afektif yang dibandingkan
dengan kelompok skizofrenia. Pasien dan kontrol dibagi menjadi 2
kelompok berdasar umur: muda (21-30 tahun) dan tua (31-65 tahun)
berdasar batasan umur gangguan makan dalam DSM-III. Tidak ada
perbedaan diantara 3 kelompok, dengan pengecualian bahwa kontrol
secara signifikan lebih muda dibanding pasien skizofrenia (x=7.70, df=2,
P<0.005). Klasifikasi untuk pembagian kelas sosial ekonomi: (I) untuk
kelas 1 dan 2 pada Registrar General’s klasifikasi (1974), (II) untuk sosial
ekonomi kelas 3 dan (III) untuk sosial ekonomi kelas 4,5 dan 6. Semua
pasien telah dirawat selama beberapa tahun dan kelompok normal berisi
orang yang tinggal berdekatan dengan rumah sakit selama bertahun-tahun.

Analisis Statistik.

Data penelitian di analisa menggunakan metode x2 untuk membandingkan


jawaban dengan beberapa pertanyaan, untuk semua pertanyaan dan informasi yang
didapatkan.

3
HASIL

Kriteria Diagnostik.84 pasien skizofrenia (45 pria dan 39 wanita), 19 pasien


dalam kelompok gangguan afektif dan 59 kontrol normal tidak masuk kriteria
klasifikasi gangguan makan di dalam DSM-III. Hanya didapatkan satu penderita,
wanita berumur 22 tahun dengan skizofrenia yang ditemukan dalam keadaan
anoreksia, masuk dalam kriteria diagnosis gangguan makan. Skizofrenic pada laki-
laki dan perempuan, total skizofrenic dan pasien dengan gangguan afektif, total
skizofrenic dan normal, normal dan gangguan afektif yang dibandingkan dengan
tetap memperhatikan jumlah total pasien dengan gangguan makan yang memenuhi
kriteria dengan anorexia nervosa, bulimia, pica dan ruminasi. Subjek wanita dengan
skizofrenia untuk memenuhi kriteria anorexia dan bulimia (x2=5.88, P < .02, dan x2
= 11.26, P < .005 dan berurutan) yang lebih sering terjadi dibanding pasien pria
dengan skizofrenia. Pasien skizofrenia lebih banyak yang masuk kriteria anorexia dan
bulimia dibanding orang normal (x2 = 14.2, P <.005) atau pasien dengan gangguan
afektif (x2 = 14.2, P<.005 dan x2 = 4.35, P <.05). Tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kelompok pica dan ruminasi, atau kelompok orang normal dengan
kelompok gangguan afektif. Secara umum, lebih banyak pasien dengan skizofrenia
yang kebanyakan terdiri dari wanita dibanding orang normal yang merasa takut untuk
menjadi gemuk, dan mereka tetap merasa gemuk walaupun sudah berusaha
menguruskan badan. Pasien skizofrenia juga mengalami periode makan “binge”,
makan dalam jumlah banyak dalam periode yang singkat selama periode tersebut.
Selanjutnya, pasien dengan skizofrenia yang mengalami gejala bulimia, tanpa
memperhatikan jenis kelamin mereka, menghentikan periode makan “binge” saat
mengalami sakit perut, tidur atau muntah. Pasien skizofrenia lebih banyak mengalami
periode makan “binge” dibandingkan pasien dengan gangguan afektif.

Perilaku Makan. Tidak ada kelompok dalam penelitian ini yang mempunyai
skor rata-rata lebih besar dari 20 dalam the Eating Attitude Test (EAT). Meskipun
rata-rata ini tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan penelitian the Garner
and Garfinkel, dalam the Eating Attitude Test (EAT) yang diberikan untuk pasien
yang menderita anoreksia nervosa, kontrol perempuan normal, kontrol laki-laki
normal, untuk subyek obesitas serta subyek anoreksia secara klinis sembuh, lebih
sedikit dari rata-rata kuota untuk kelompok anoreksia (58.9 ± 13,3). Tiga perempuan
skizofrenia (yang memenuhi satu kriteria DSM-III untuk anoreksia) diperoleh 51, 54
dan 31; tidak ada yang lain yang mencapai di atas 30 pada tes ini. Respon The Eating
Attitude Test (EAT)  juga dianalisis untuk menyelidiki penderita skizofrenia yang
memiliki pola spesifik dari perilaku makan. Jawabannya “selalu”, “sangat sering”,

4
”sering”, dianggap sebagai jawaban positif dan “kadang”, ”jarang”. ”tidak pernah”
sebagai jawaban negatif. Ketika penderita skizofrenia dibandingkan dengan normal,
ditemukan bahwa secara signifikan lebih banyak pasien (P <0.001) yang menjawab
negatif point-point EAT berikut : 2 (menyiapkan makanan untuk sebagian lainnya
tetapi tidak makan apa yang saya masak), 7 (kehilangan rasa kontrol makan binge), 9
(menyadari kandungan kalori dari makanan yang saya makan ), 16 (Latihan keras
untuk membakar kalori), 22 (memikirkan membakar kalori ketika saya
olahraga). Secara signifikan lebih banyak penderita skizofrenia daripada pasien
dengan gangguan afektif (P <0.001) memberikan jawaban positif terhadap 8 (potong
makanan saya menjadi potongan-potongan kecil), dan jawaban negatif terhadap 27
(menikmati makan di restoran) dan 32 (menunjukkan pengendalian diri
sekitar makanan). 

Suatu perbandingan intra-kelompok antara penderita skizofrenia laki-laki dan


perempuan menunjukkan bahwa secara signifikan lebih banyak perempuan
(P <0.001) yang memberikan jawaban positif terhadap hal-hal berikut: 3 (menjadi
cemas sebelum makan P <0.001), 10 (secara khusus menghindari makanan dengan
kandungan karbohidrat yang tinggi P <0.001), 27 (menikmati makan di restoran P
<0.001) dan 34 (memberikan terlalu banyak waktu dan fikiran untuk makanan P
<0.001); dan memberikan jawaban negatif sebagai berikut: 19 (menikmati makan
daging P <0.001). Ketika kelompok pasien gangguan afektif  dibandingkan dengan
normal, ditemukan bahwa secara signifikan lebih banyak pasien gangguan afektif
memberikan jawaban negatif ke point-point berikut : 7 (meninggalkan makan
berlebihan ketika saya merasa bahwa saya tidak mungkin dapat menghentikan
P <0.001). 

Perbedaan berat badan. Tabel II menunjukkan distribusi berat badan dalam


tiga kelompok. Membandingkan distribusi berat badan antara perempuan di
tiga kelompok, ditemukan bahwa pasien skizofrenia perempuan  dan
perempuan normal secara signifikan lebih banyak yang obesitas (P <0.001). Hal ini
juga ditemukan bahwa 23 dari 25 penderita skizofrenia perempuan yang telah
memiliki gejala bulimia yang obesitas. Perbandingan pasien skizofrenia laki-laki
dengan laki-laki afektif dan normal, tidak terdapat perbedaan signifikan yang
ditemukan. Juga ditemukan bahwa kelompok skizofrenia perempuan memiliki
persentase lebih tinggi secara signifikan dari pasien obesitas dalam perbandingan
dengan kelompok skizofrenia laki-laki (P <0.001

5
Gangguan Makan  pasien Skizofrenia

Delusi. Lima puluh empat (39%) dari kelompok penderita skizofrenia (26 laki-laki
dan 28 perempuan) memiliki gangguan delusi; 21 (15%-12 laki-laki dan 9
perempuan) mempunyai delusi atau takut keracunan, 16 (12%-2 laki-laki dan 14
perempuan) mempunyai delusi atau ketakutan kritik terhadap pilihan dan aktivitas
makan, 15 (11%-2 laki-laki dan 13 perempuan) mempunyai delusi tentang makanan,
3 (2%-semua perempuan) mempunyai khayalan  untuk menebus puasa pada laki-laki,
dan 10 (7,3%-semua laki-laki) mempunyai delusi lain tentang makanan. Hanya dua
pasien dengan gangguan afektif  memiliki gangguan delusi, salah satunya puasa
untuk menebus dan salah satu atau tidak adanya makanan yang layak. 

Halusinasi. Dua puluh tiga penderita skizofrenia (17%-14 laki-laki dan 9 perempuan


mempunyai halusinasi makanan: 18 (13%-10 laki-laki dan 8 perempuan) dilaporkan
halusinasi pendengaran yang berhubungan dengan makanan, 8 (6%-4 laki-laki dan
4 perempuan) mempunyai halusinasi visual yang berhubungan dengan makanan, 4
(3%-2 laki-laki dan 2 perempuan) mempunyai halusinasi penglihatan yang
berhubungan dengan makanan, 4 (3%-2 men dan 2 perempuan) mempunyai
halusinasi penciuman yang berhubungan dengan makanan dan 4 (semua perempuan)
dilaporkan halusinasi coenesthetic yang berhubungan
dengan makanan. Tidak ada pasien dengan gangguan afektif yang memiliki 
halusinasi yang berhubungan dengan makanan.

Gangguan Perilaku. Tujuh puluh tiga penderita skizofrenia (53%-33laki – laki dan 8


perempuan) mengalami penyimpangan kebiasaan 5(4% - 4 laki-laki dan 1 perempuan)
dilaporkan kesukaannya perihal makan atau tindakan keluar, 15 (11%-10 laki-laki dan
5 perempuan) diprovokasi muntah, 25 (18% - 10 laki-laki dan 15 perempuan)
mempunyai efek negatif terhadap makan, 13 (10% - 2 laki-laki dan 11 perempuan)
sering menggunakan pencahar, 28 (20% - 15 laki-laki dan 13 perempuan)

6
penyalahgunaan minuman (kopi atau alkohol), 3 (2%- 1 laki-laki dan 2 perempuan)
memilih makan menjijikkan (feses dan sampah), 16 (12% - 2 laki-laki dan 14
perempuan) telah makan stereotipe atau laku dan 19 (14%-9 laki-laki dan 10
perempuan) yang dilaporkan telah lain kelakuan aneh saat makan. Hanya empat
pasien dengan gangguan afektif memiliki gangguan perilaku. 

Disfungsi yang dimungkinkan berhubungan dengan obat-obatan psikotropika. Lima


puluh tiga penderita skizofrenia (39%-28 laki-laki dan 25 perempuan) mengalami
disfungsi terhadap makanan; 10 (7% - seluruh laki-laki) mengalami disfagia, 39 (29%-
23men dan 16 perempuan) mengalami mulut kering 24 (45% - 9 laki-laki dan 15
perempuan) sering bersendawa, dan 20 (15% - 10 laki-laki dan 10
perempuan) mengeluh dispepsia. Sembilan pasien dengan gangguan afektif (14% - 4
laki-laki dan 5 perempuan) mengalami disfungsi terhadap makanan: 2 laki-laki
mengalami disfagia, 8 memiliki mulut kering, 2 sering bersendawa, dan 6 laki-laki
mengeluhkan dispepsia. Perbedaan disebabkan oleh kedua kelompok tidak
signifikan. 

Gejala neurotik. Tiga puluh tujuh penderita skizofrenia (27% -12 laki-laki dan 25
perempuan) memiliki gejala neurotik terkait dengan asupan makanan; 14 (10% - 2
orang laki-laki dan 12 perempuan) memiliki gejala obsesif-kompulsif, 20 (15% - 9
laki-laki dan 11 perempuan) memiliki keluhan fisik, 9 (7%- 2 laki-laki dan 7
perempuan) memiliki gejala hypochondriacal, dan 8 (6% - semua perempuan) yang
hiperaktif. Enam belas dari pasien dengan gangguan afektif (73%) memiliki gejala
neurotik yang berhubungan dengan asupan makanan: 2 (9%) memiliki 
gejala obsesif-kompulsif dan satu perempuan (5%) hiperaktif; 7 (31,2%) memiliki
keluhan fisik dan 7 (31%) gejala hypochondriacal. Perbedaan untuk dua gejala
terakhir antara kelompok orang yg men penderita skizofrenia dan gangguan afektif
yang bermakna (P <0.05) dengan afektif menunjukkan gejala lebih. Duabelas kontrol
normal (20%) mengeluhkan gejala fisik terkait dengan asupan makanan. Tidak lain
gejala di atas yang disebutkan dilaporkan. Perbedaan ini antara kelompok penderita
skizofrenia dan kontrol normal tidak signifikan. 

Pengaruh psikopatologi. Kelompok skizofrenia dibagi menjadi dua sub kelompok: (i)


80 pasien dengan form kronis aktif (criteria DSM-III) (ii) 57 pasien dengan form sisa
kronis . Tabel III menunjukkan bahwa kedua kelompok ditemukan perbedaan yang
sangat signifikan (P <0.01) hanya dalam gangguan persepsi, yang lebih aktif
menunjukkan seperti gangguan. Pembagian lebih lanjut dibuat sesuai dengan

7
panjang rawat inap: (i) sampai dengan 10 tahun, dan (ii) 11 sampai 49 tahun. Kedua
kelompok tidak nyata berbeda pada salah satu sub-jenis gangguan makan. 

DISKUSI
Kriteria gangguan makan. Penyelidikan gangguan makan pada populasi
kronis penderita skizofrenia menegaskan bahwa ada perbedaan antara gangguan
makan di psikotik dan gangguan makan pada pasien yang muda. Semua DSM-III
kriteria gangguan makan kecuali satu –sering fluktuasi berat badan (bulimia)-diamati
dalam populasi psikotik, walaupun hanya salah satu dari mereka memenuhi kriteria
yang diperlukan untuk gangguan makan. (Gangguan Makan pada pasien ini adalah
mencegah gangguan persepsi dan berpikir, yaitu dia sering mempunyai halusinasi
pasien lain dan dirinya sendiri yang memasak). Skor EAT dari semua 
pasien sampel penderita skizofrenia ditemukan berada di bawah nilai terendah
anoreksia subjek (Gamer dan Garfinkel, 1979) kecuali untuk perempuan anoreksia
dan untuk dua perempuan lain yang tidak memenuhi diagnosis DSM-III dari
anoreksia. Kriteria yang paling umum gangguan makan yang ditemukan penderita
skizofrenia, secara signifikan jauh lebih umum daripada normal, ketakutan obesitas
dan gangguan bentuk tubuh (kriteria A dan B anoreksia nervosa) dan terulangnya
kebiasaan makan dengan mengkonsumsi makanan berkalori tinggi, makanan yang
tidak seimbang dan sequel bulimia (kriteria A dan Bi, 2, 3 
bulimia), ini perbedaan dari normal, bagaimanapun juga, terjadi karena mayoritas
dari penderita skizofrenia perempuan yang ditemukan memenuhi kriteria tersebut.
Perawatan medis yang telah dikenal dalam waktu yang lama bahwa perempuan
skizofrenia menjadi cemas dan serakah pada saat makan; EAT membenarkan hal
ini. Skizofrenia perempuan yang ditemukan terlalu banyak waktu dan berpikir untuk
makanan, sibuk dengan makanan dan cemas sebelum makan. Hal ini tidak
mengherankan bahwa 60% perempuan penderita skizofrenia telah
ditemukan obesitas, sedangkan 67% laki-laki skizofrenia ditemukan dengan berat
badan normal. Para dokter berupaya untuk membantu para perempuan obesitas,
dengan kehilangan berat badan mungkin memberi kontribusi psikopatologi dari
temuan kuesioner yaitu perempuan takut obesitas, bahkan ketika mereka kehilangan
berat badan, dan mereka menghindari makanan dengan  konten karbohidrat yang
tinggi.

8
Peran obat-obatan, terutama dengan hypothalamic efek samping seperti
klorpromazin, harus dipertimbangkan. Namun, pengobatan individual farmakoterapi
mengarah pada mobilisasi pasien kronis di Rumah Sakit Jiwa Dromokaition telah
mengurangi penggunaan obat tersebut menjadi minimum. Selain itu, tidak ada
perbedaan penggunaan obat diantara laki-laki dan perempuan untuk menjelaskan
perbedaan berat diantara dua jenis kelamin.

You might also like