Professional Documents
Culture Documents
1
gangguan mood (Cantwell, 1977; Mohl dan McMahon, 1980) dan beberapa kasus
anoreksia nervosa dilaporkan berkembang menjadi skizofrenia atau sindrom
skizofrenia independen (Feighner, 1972).
Tujuan utama pada penelitian ini adalah untuk menyelidiki gangguan makan
dan pola makan pada populasi pasien skizofrenia kronis, menggunakan perbandingan
dua kelompok: gangguan afektif psikotik dan normal. Kriteria differensial diagnosis,
gangguan makan yg luas, hubungannya dengan berat badan, pola makan, persepsi dan
gangguan pikir dan yang berhubungan dengan obat-obatan telah dipelajari. Penelitian
dilakukan di Rumah Sakit jiwa Dromokaiton, Athens, Yunani.
Metode
Bahan.
A. Kriteria DSM-III untuk anoreksia, bulimia, pica dan ruminasi, ada atau tidak,
mengikuti pemeriksaan pada pasien, riwayat penyakitnya, dan informasi
perawat tentang pekerjaannya di Rumah sakit.
B. Tiga quisioner diberikan pada semua subjek penelitian:
a. Quisioner berhubungan dengan data demografik, contoh jenis kelamin,
umur, edukasi, profesi dan rumah.
b. Quisioner berisi 31 jenis pertanyaan, ada atau tidak, gangguan pikir
dan persepsi, lingkungan, gangguan makan yg berhubungan dengan
obat-obatan dan gejala neurotik. Quisioner ini telah direncanakan
menggunakan istilah pada gangguan makan dan telah dimasukkan
dalam klasifikasi pada penelitian gangguan skizofrenia sebelumnya
(Lyketsos, 1983)
c. garner’s dan Garfinkel’s (1979) Eating Attitude Test (EAT)
Untuk berat badan dan tinggi badan semua subjek telah direkam dan
dibuat berdasar 3 poin (berat badan kurang, normal, berat badan lebih),
berdasar aturan Broca: berat ideal (kgs)=[tinggi(cm)-100] – 10% (Bray,
1976). Pola minum kopi dibuat menjadi 2 kategori: sampai dengan 4 gelas
per hari (normal) dan lebih dari 4 gelas sehari (lebih); konsumsi alkohol
dibagi 2 kelompok, penggunaan normal atau berlebih (lebih dari 2 gelas
anggur atau 1 gelas minuman keras dalam makanan). Semua subjek
penelitian juga ditanyakan apakah
Informasi lebih lanjut, didapatkan dari pasien, termasuk diagnosis
(berdasar kriteria DSM-III), lama penyakit, periode dirawat di Rumah
sakit, kemoterapi dan riwayat medis dan psikiatri.
2
Subjek. Ada sebanyak 137 pasien skizofrenia kronis, dengan median umur
49,56 tahun (antara 21-65) dan semua subjek dapat berkomunikasi dengan
penanya; 22 pasien dengan psikosis afektif kronis, yang masih dalam
proses terapi yg sama dalam satu periode dan 60 orang normal (karyawan
Rumah sakit) yang dibagi secara acak tanpa penolakan pada perbandingan
kelompok. Tabel 1 menunjukkan klasifikasi sampel yang berisi jenis
kelamin, umur, kelas sosial ekonomi dan lama penyakit; secara signifikan
banyak pasien wanita pada kelompok gangguan afektif yang dibandingkan
dengan kelompok skizofrenia. Pasien dan kontrol dibagi menjadi 2
kelompok berdasar umur: muda (21-30 tahun) dan tua (31-65 tahun)
berdasar batasan umur gangguan makan dalam DSM-III. Tidak ada
perbedaan diantara 3 kelompok, dengan pengecualian bahwa kontrol
secara signifikan lebih muda dibanding pasien skizofrenia (x=7.70, df=2,
P<0.005). Klasifikasi untuk pembagian kelas sosial ekonomi: (I) untuk
kelas 1 dan 2 pada Registrar General’s klasifikasi (1974), (II) untuk sosial
ekonomi kelas 3 dan (III) untuk sosial ekonomi kelas 4,5 dan 6. Semua
pasien telah dirawat selama beberapa tahun dan kelompok normal berisi
orang yang tinggal berdekatan dengan rumah sakit selama bertahun-tahun.
Analisis Statistik.
3
HASIL
Perilaku Makan. Tidak ada kelompok dalam penelitian ini yang mempunyai
skor rata-rata lebih besar dari 20 dalam the Eating Attitude Test (EAT). Meskipun
rata-rata ini tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan penelitian the Garner
and Garfinkel, dalam the Eating Attitude Test (EAT) yang diberikan untuk pasien
yang menderita anoreksia nervosa, kontrol perempuan normal, kontrol laki-laki
normal, untuk subyek obesitas serta subyek anoreksia secara klinis sembuh, lebih
sedikit dari rata-rata kuota untuk kelompok anoreksia (58.9 ± 13,3). Tiga perempuan
skizofrenia (yang memenuhi satu kriteria DSM-III untuk anoreksia) diperoleh 51, 54
dan 31; tidak ada yang lain yang mencapai di atas 30 pada tes ini. Respon The Eating
Attitude Test (EAT) juga dianalisis untuk menyelidiki penderita skizofrenia yang
memiliki pola spesifik dari perilaku makan. Jawabannya “selalu”, “sangat sering”,
4
”sering”, dianggap sebagai jawaban positif dan “kadang”, ”jarang”. ”tidak pernah”
sebagai jawaban negatif. Ketika penderita skizofrenia dibandingkan dengan normal,
ditemukan bahwa secara signifikan lebih banyak pasien (P <0.001) yang menjawab
negatif point-point EAT berikut : 2 (menyiapkan makanan untuk sebagian lainnya
tetapi tidak makan apa yang saya masak), 7 (kehilangan rasa kontrol makan binge), 9
(menyadari kandungan kalori dari makanan yang saya makan ), 16 (Latihan keras
untuk membakar kalori), 22 (memikirkan membakar kalori ketika saya
olahraga). Secara signifikan lebih banyak penderita skizofrenia daripada pasien
dengan gangguan afektif (P <0.001) memberikan jawaban positif terhadap 8 (potong
makanan saya menjadi potongan-potongan kecil), dan jawaban negatif terhadap 27
(menikmati makan di restoran) dan 32 (menunjukkan pengendalian diri
sekitar makanan).
5
Gangguan Makan pasien Skizofrenia
Delusi. Lima puluh empat (39%) dari kelompok penderita skizofrenia (26 laki-laki
dan 28 perempuan) memiliki gangguan delusi; 21 (15%-12 laki-laki dan 9
perempuan) mempunyai delusi atau takut keracunan, 16 (12%-2 laki-laki dan 14
perempuan) mempunyai delusi atau ketakutan kritik terhadap pilihan dan aktivitas
makan, 15 (11%-2 laki-laki dan 13 perempuan) mempunyai delusi tentang makanan,
3 (2%-semua perempuan) mempunyai khayalan untuk menebus puasa pada laki-laki,
dan 10 (7,3%-semua laki-laki) mempunyai delusi lain tentang makanan. Hanya dua
pasien dengan gangguan afektif memiliki gangguan delusi, salah satunya puasa
untuk menebus dan salah satu atau tidak adanya makanan yang layak.
6
penyalahgunaan minuman (kopi atau alkohol), 3 (2%- 1 laki-laki dan 2 perempuan)
memilih makan menjijikkan (feses dan sampah), 16 (12% - 2 laki-laki dan 14
perempuan) telah makan stereotipe atau laku dan 19 (14%-9 laki-laki dan 10
perempuan) yang dilaporkan telah lain kelakuan aneh saat makan. Hanya empat
pasien dengan gangguan afektif memiliki gangguan perilaku.
Gejala neurotik. Tiga puluh tujuh penderita skizofrenia (27% -12 laki-laki dan 25
perempuan) memiliki gejala neurotik terkait dengan asupan makanan; 14 (10% - 2
orang laki-laki dan 12 perempuan) memiliki gejala obsesif-kompulsif, 20 (15% - 9
laki-laki dan 11 perempuan) memiliki keluhan fisik, 9 (7%- 2 laki-laki dan 7
perempuan) memiliki gejala hypochondriacal, dan 8 (6% - semua perempuan) yang
hiperaktif. Enam belas dari pasien dengan gangguan afektif (73%) memiliki gejala
neurotik yang berhubungan dengan asupan makanan: 2 (9%) memiliki
gejala obsesif-kompulsif dan satu perempuan (5%) hiperaktif; 7 (31,2%) memiliki
keluhan fisik dan 7 (31%) gejala hypochondriacal. Perbedaan untuk dua gejala
terakhir antara kelompok orang yg men penderita skizofrenia dan gangguan afektif
yang bermakna (P <0.05) dengan afektif menunjukkan gejala lebih. Duabelas kontrol
normal (20%) mengeluhkan gejala fisik terkait dengan asupan makanan. Tidak lain
gejala di atas yang disebutkan dilaporkan. Perbedaan ini antara kelompok penderita
skizofrenia dan kontrol normal tidak signifikan.
7
panjang rawat inap: (i) sampai dengan 10 tahun, dan (ii) 11 sampai 49 tahun. Kedua
kelompok tidak nyata berbeda pada salah satu sub-jenis gangguan makan.
DISKUSI
Kriteria gangguan makan. Penyelidikan gangguan makan pada populasi
kronis penderita skizofrenia menegaskan bahwa ada perbedaan antara gangguan
makan di psikotik dan gangguan makan pada pasien yang muda. Semua DSM-III
kriteria gangguan makan kecuali satu –sering fluktuasi berat badan (bulimia)-diamati
dalam populasi psikotik, walaupun hanya salah satu dari mereka memenuhi kriteria
yang diperlukan untuk gangguan makan. (Gangguan Makan pada pasien ini adalah
mencegah gangguan persepsi dan berpikir, yaitu dia sering mempunyai halusinasi
pasien lain dan dirinya sendiri yang memasak). Skor EAT dari semua
pasien sampel penderita skizofrenia ditemukan berada di bawah nilai terendah
anoreksia subjek (Gamer dan Garfinkel, 1979) kecuali untuk perempuan anoreksia
dan untuk dua perempuan lain yang tidak memenuhi diagnosis DSM-III dari
anoreksia. Kriteria yang paling umum gangguan makan yang ditemukan penderita
skizofrenia, secara signifikan jauh lebih umum daripada normal, ketakutan obesitas
dan gangguan bentuk tubuh (kriteria A dan B anoreksia nervosa) dan terulangnya
kebiasaan makan dengan mengkonsumsi makanan berkalori tinggi, makanan yang
tidak seimbang dan sequel bulimia (kriteria A dan Bi, 2, 3
bulimia), ini perbedaan dari normal, bagaimanapun juga, terjadi karena mayoritas
dari penderita skizofrenia perempuan yang ditemukan memenuhi kriteria tersebut.
Perawatan medis yang telah dikenal dalam waktu yang lama bahwa perempuan
skizofrenia menjadi cemas dan serakah pada saat makan; EAT membenarkan hal
ini. Skizofrenia perempuan yang ditemukan terlalu banyak waktu dan berpikir untuk
makanan, sibuk dengan makanan dan cemas sebelum makan. Hal ini tidak
mengherankan bahwa 60% perempuan penderita skizofrenia telah
ditemukan obesitas, sedangkan 67% laki-laki skizofrenia ditemukan dengan berat
badan normal. Para dokter berupaya untuk membantu para perempuan obesitas,
dengan kehilangan berat badan mungkin memberi kontribusi psikopatologi dari
temuan kuesioner yaitu perempuan takut obesitas, bahkan ketika mereka kehilangan
berat badan, dan mereka menghindari makanan dengan konten karbohidrat yang
tinggi.
8
Peran obat-obatan, terutama dengan hypothalamic efek samping seperti
klorpromazin, harus dipertimbangkan. Namun, pengobatan individual farmakoterapi
mengarah pada mobilisasi pasien kronis di Rumah Sakit Jiwa Dromokaition telah
mengurangi penggunaan obat tersebut menjadi minimum. Selain itu, tidak ada
perbedaan penggunaan obat diantara laki-laki dan perempuan untuk menjelaskan
perbedaan berat diantara dua jenis kelamin.