You are on page 1of 14

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Neonatus adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan (Prawirohardjo Sarwono, 2000)
Asfiksia neonatus adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport 02 sehingga penderita kekurangan persediaan 02 dan
kesulitan mengeluarkan C02. ( A.H Markum, 2002 )
Asfiksia neonaturum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir ( Hutchinson, 1967 )
Asfiksia neonatorum dapat diartikan sebagai kegagalan bernafas pada bayi yang baru
lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat
asam arang dari tubuhnya. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan maturitas paru (Whally dan Wong, 1995).
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir.Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan
atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara
spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta sering berakhir dengan asidosis
(Santoso NI, 1992).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia.
Jadi asfiksia adalah kondisi dimana bayi gagal dalam usaha bernafas spontan sehingga
terjadi gangguan dalam pertukaran 02 dan C02

B. Etiologi
Pengembangan paru terjadi pada menit- menit pertama kelahiran kemudian disusul
dengan pernafasan teratur. Bila didapati gangguan pertukaran gas atau pengangkutan
oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat
timbul pada massa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar
asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin
selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi.
Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi
sebagai berikut :
1. Faktor ibu.
- Hipoksia ibu :
hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, dapat terjadi karena hipoventilasi
akibat pemberian obat analgetik atau anestasia.
- Gangguan aliran darah :
Mengurangnya aliran darah ke uterus menyebabkan berkurangnya aliran
oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering terjadi pada keadaan :
a. gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani
akibat penyakit atau obat.
b. Hipotensi mendadak akibat perdarahan.
c. Hipertensi pada penyakit eklamsia.

2. Faktor plasenta.
Pertukaran gas antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
solusio plasenta, perdarahan dll.

3. Faktor fetus
Kompresi tali pusat akan mengakibatkan tergantungnya aliran darah pembuluh darah
tali pusat dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Hal ini dapat
ditemukan pada keadaan tali pusat yang melilit leher.

4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena :
a. pemakaian obat anestesi/ analgetik yang berlebihan pada ibu.
b. Trauma persalinan, misalnya perdarahan intracranial.
c. Kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika,
atresia/ stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru.
C. Patofisiologi
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta
transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran
C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan
lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan
komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan
ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme
anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat
metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam basa berupa asidosis
metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi
penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan
frekwensi denyut jantung.
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara, proses
ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi
nafas pertama (primary gasping), yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan
teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi
dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan terjadinya gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan
meningkatnya karbondioksida diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses
berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana anaerob, sehingga
sumber glikogen terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organic yang
terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik.
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang akan disebabkan
karena beberapa keadaan :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunya sel jaringan termasuk otot
jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi yang lain
mengalami ganguan.
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob, tubuh bayi
akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat menyebabkan kerusakan membrane sel
terutama sel susunan saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan elektrolit berakibat
terjadinya hiperglikemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah
asfiksia berlangsung selama 8 – 15 menit.
Menurunnya atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan
iskemia, bahaya iskemia ini lebih hebat dari hipoksia karena mengakibatkan perfusi
jaringan kurang baik. Pada iskemia dapat mengakibatkan sumbatan pembuluh darah kecil
setelah mengalami asfiksia 5 menit atau lebih sehingga darah tidak dapat mengalir
meskipun tekanan perfusi darah sudah normal. Peristiwa ini mungkin mempunyai
peranan penting dalam menetukan kerusakan yang menetap pada proses asfiksasi.

Pathway :
Terlampir

D. Manifestasi klinik
Cara yang dianggap paling ideal hingga saat ini untuk menentukan derajat asfiksia
ialah penilaian klinik oleh Virginia Apgar (1953). Penilaian ini berhubungan erat dengan
perubahan keseimbangan asam- basa dan dapat memberikan gambaran beratnya
perubahan kardiovaskuler. Penilaian meliputi nilai 0-1-2 untuk penilaian fungsi alat vital
yaitu warna kulit, pernafasan, denyut jantung dan penilaian oksigenasi susunan saraf
pusat yaitu tonus otot, reflek rangsangan. Penilaian secara praktis dilakukan pada menit
pertama yang berhubungan erat dengan keadaan pH arteria umbilikalis sedang menit ke
lima berhubungan erat dengan akibat neurologis nantinya. Apabila meni kelima nilai
apgar balum mencapai nilai 7 maka ditentukan nila pada menit ke 10, 15 dan seterusnya.
Maksimal bayi dapat mencapai nilai 10 dan minimal 0.

SKOR/ NILAI APGAR


No Tanda 0 1 2
1. Denyut jantung Tak ada < 100 X / menit > 100 X / menit

2. Usaha bernafas Tak ada lambat, tidak menangis keras


teratur
3. Tonus otot Lumpuh ektrimitas aktif
fleksi, lemah

4. Reflek Tak ada gerakan sedikit, bersin


meringis

5. Warna Biru/ pucat tubuh tubuh,


kemerahan, ektrimitas
ektrimitas biru merah.

Pengecualian pada interprestasi nilai apgar yaitu pada bayi berat badan lahir sangat
rendah (berat kurang dari 1500 gr dan massa geatasi kurang dari 32 minggu). Bayi ini
mempeunyai nilai apgar lebih rendah tapi tidak menderita asfiksia karena bayi ini
pernafasannya belum teratur, warna kulit pucat, tonus otot lemah dan reflek masih lemah.
Atas dasar penilaian klinik, asfiksia dapat dibagi menjadi :
1. Asfiksia ringan : nilai apgar 7 – 10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
perlu tindakan khusus.
2. Asfiksia sedang : nilai apgar 4 – 6, pada pemeriksaan denyut jantung lebih dari
100 X/ menit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas
tak ada.
3. Asfiksia berat : nilai apgar 0 – 3, pada pemeriksaan denyut jantung kurang
dari 100 X/menit, tonus otot jelek, sianosis berat, kdang pucat,
reflek iritabilitas tak ada.
Hubungan antara nilai Apgar dengan pH darah bayi :
Nilai Apgar pH
7 – 10 7,2
4–6 7,1 – 7,2
0–3 7,1

Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit ini sangat dipengarhi oleh tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat pula
gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi
asfiksia yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis lebih
baik.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
2. Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
3. Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
4. Pengkajian spesifik
Pengkajian Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3
Tingkat kesadaran Sangat waspada Lesu ( letargi ) Stupor, koma
Tonus otot Normal Hipotonik flasid
Postur Normal Flexi deserebrasi
Reflek tendon Hiperaktif Hiperaktif tidak ada
Reflek moro Kuat Lemah tidak ada
Pupil Midriasis Miosis anisokor, reflek
cahaya tidak ada
Kejang Tidak ada Lazim kejang,deserebrasi
lamanya <24 jam 24-14 hari beberapa hari
sampai beberapa
minggu

B. Penatalaksanaan medis
Pengobatan pada kasus asfiksia meliputi tindakan pendukung yang sama dengan
pengobatan pada bayi premature dengan tujuan mengkoreksi ketidakseimbangan.
Pemberian minum peroral tidak diperbolehkan selama fase akut penyakit ini karena dapat
menyebabkan aspirasi, pemberian minum dapat diberikan secara perenteral.
Tindakan pendukung yang krusial :
1. Pengawasan suhu: mempertahankan suhu lingkungan netral, jangan biarkan bayi
kedinginan, penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel jaringan
sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Untuk mencegah hipotermi
2. Pembersihan jalan napas: saluran napas atas dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion. Tindakan dilakukan dengan hati – hati tidak perlu tergesa – gesa.
Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti spasme
laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan napas. Pada Asfiksia berat dilakukan
resusitasi kardio pulmonal
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan: Bayi yang tidak menunjukkan usaha
bernapas 20 detik setelah lahir menunjukkan depresi pernapasan. Maka setelah
dilakukan penghisapan diberi O2 yang cepat kedalam mukosa hidung. Bila tidak
berhasil dilakukan rangsang nyeri dengan memukul telapak kaki. Bila tidak berhasil
pasang ET.
F. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan (Efendi nasrul, 1995 : 18).
Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data,
pengelompokan data dan perumusan masalah.
2.3.1.1 Pengumpulan Data
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan
(Allen Carol V. 1993 : 28).
Data subyektif terdiri dari
Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan,
pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott Laura A, 1997 : 6).
Riwayat kesehatan
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada
kasus asfiksia berat yaitu :
Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok
ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus,
kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multiple,
inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur
dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan
postdate atau preterm).
Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat
dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio
plasenta maupun plasenta previa.
Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan
dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi).
Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.
Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat penenang
(narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.
Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia
berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
Berat badan lGahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).
Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm ≥ 2500 gram lingkar kepala kurang
atau lebih dari normal (34-36 cm).
Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.
Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi
gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu
diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk
mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi
dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk pemberian obat
intravena.
Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari
(Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)
Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia
Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis
psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan
diet ketat atau pantang makanan tertentu.
Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika
kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan
mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan
psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena memerlukan
perawatan yang intensif
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan
pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi
Nasrul, 1995)
Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih.
Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis
keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan.
Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada
pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia
benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila
suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 °C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120-
140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi
post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk menentukan
kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).
Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanogo dan verniks.

Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun
besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva,
warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis
papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah
masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda
infeksi pada tali pusat.
Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra
pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
faeses.
Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek
moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau
adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A,
1996 : 109-356).
3. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan
diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat
pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun
karena O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering
terjadi hipoglikemi.
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik
sering terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
2.3.1.2 Analisa data dan perumusan masalah
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan
data tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien
(Effendi Nasrul,1995 : 23).

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan surfaktan paru tidak adekuat.
Tujuan :
- Tidak ada kesulitan pernafasan.
- PaO2 dalam batas normal.
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal.
Intervensi keperawatan
 Tentukan dasar upaya pernafasan, pengerahan dinding dada, warna kulit dan
selaput membran.
Rasional
Alveoli bayi tetap stabil selama ekspirasi karena adanya surfaktan. Nilai yang
digunakan untuk menentukan kecukupan oksigenasi PaO2 normal 50-70 mmHg.
 Pertahankan pernafasan dan pantau curah jantung. Catat setiap 30 menit,
frekuensi lebih dari 60 X/ menit mengindikasikan bahwa dalam keadaan gawat
nafas.
Rasional :
Meningkatkan tekanan transpulmonari, mengatasi tekanan pemukaan tinggi,
mencegah ateltasis dan memungkinkan perbaikan oksigenasi dan peningkatan PaO2.
 Pantau warna kulit, aktivitas, pertahankan konsentrasi O2 konstan paling
sedikit 15 – 20 menit sebelumnya dengan konsentrasi 5 – 10 %
Rasional :
Konsentrasi oksigen yang stabil diperlukan untuk mempertahankan PaO2 dalam batas
normal (50 – 70 mmHg).

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan


metabolisme akibat stress.
Tujuan
Bayi tidak mengalami penurunan berat badan lebih dari 2 %, glukosa > 40 mg % dan
mengalami kemajuan dalam makanan oral.
Intervensi keperawatan
 Pertahankan kecepatan infus pada tingkat dianjurkan, biasanya 65- 80 ml/kg
berat badan/ hari.
Rasional
Kelebihan beban system sirkulasi karena terlalu banyak atau terlalu cepat pemberian
cairan menyebabkan edema paru dan jantung yang berakibat fatal.

 Berikan nutrisi parenteral total (NPT) bila diindikasikan.


Rasional
NPT adalah cara alternative masukan gizi jika bising usus tidak terdengar dan bayi
dalam kondisi stress akut.
 Pantau hipokalsemia.
Rasional
Hipokalsemia dan hipoglikemia adalah hasil dari keterlambatan atau masukan kalori
tidak adekuat dan stress.
3. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif.
Tujuan
Suhu tubuh dan tekanan darah stabil, bebas dari infeksi.
Intervensi keperawatan
 Petahankan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap prosedur,
pergunakan cairan steril (aquabides steril) untuk menambah cairan pelembab
dalam humidifiers.
Rasional
Kehangatan lingkungan yang lembab dalam ruangan dengan peralatan O2 akan
meningkatkan pertumbuhan bakteri.

4. Termoregulasi tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan upaya pernafasan


sekunder terhadap asfiksia.
Tujuan
Bayi dapat mempertahankan stabilitas suhu, bayi tidak hipoglikemia, sianosis atau
bradikardi dan apnea.
Intervensi keperawatan
 Observasi bayi terhadap tanda ketidakstabilan suhu dan peningkatan konsumsi
oksigen serta asidosis metabolic.
Rasional
Stress dingin meningkatkan konsumsi O2 dan vasokonstriksi paru. Hal ini
mnyebabkan hipoksia dan asidosis yang selanjutnya menekan produksi surfaktan.

You might also like