You are on page 1of 30

DEMENSIA

Dokter Pembimbing :
Dr. Rusdi Effendi, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
RSI JIWA KLENDER
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH JAKARTA
2010
Definisi

Demensia → sindroma yang ditandai oleh


berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa
gangguan kesadaran dan menyebabkan
gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun
hubungan dengan orang sekitarnya.
Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia :

Inteligensia umum
Belajar & ingatan
Bahasa
Memecahkan masalah
Orientasi
Persepsi
Perhatian & Konsentrasi
Pertimbangan dan kemampuan sosial
EPIDEMIOLOGI

•Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60


tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta).
•Sampai saat ini diperkirakan ± 30 juta penduduk dunia mengalami
Demensia dengan berbagai sebab. 
•Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat
dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun.
• Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah
demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.
•Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler.
•Demensia Alzheimer : kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika
dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-
20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya.
•Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia
akibat penyakit Alzheimer.
ETIOLOGI
(DSM-IV)

•Penyakit Pick
•Penyakit Creutzfeld-Jakob
•Penyakit Huntington
•Parkinson
•HIV
•Trauma kepala
•Peny. Alzheimer 50 – 60 %
•Demensia vaskular 10 – 30 %
•Depresi 5 – 15 %
KLASIFIKASI

Menurut Umur:
Demensia senilis (>65th) Menurut kerusakan struktur otak
Demensia prasenilis (<65th) •Tipe Alzheimer
•Tipe non-Alzheimer
Menurut perjalanan penyakit: Demensia vaskular
Reversibel Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
Demensia Lobus frontal-temporal
Ireversibel (Normal pressure
Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
hydrocephalus, subdural hematoma, vit Morbus Parkinson
B Defisiensi, Hipotiroidisma, Morbus Huntington
intoxikasi Pb. Morbus Pick
Morbus Jakob-Creutzfeldt
Tipe campuran Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
Menurut sifat klinis: Prion disease
Palsi Supranuklear progresif
Demensia proprius
Multiple sklerosis
Pseudo-demensia Neurosifilis

 
 
 
PATOFISIOLOGI

Faktor – faktor gangguan regulasi DNA, neural reserve capacity untuk


CNS performance yang exhausted, dan gangguan supply energi untuk
metabolisme CNS → penurunan glycolitik → penurunan sintesa
Acetyl CO enzim A yang penting untuk sintesa Acetil Choline,
penurunan aktifitas Cholin Asetiltransferase di kortek hipokampus →
penurunan kadar aktifitas kholinergik → demensia.
• Pada penelitian terbukti bahwa, penurunan kadar Cholin
Asetiltransferase mempunyai korelasi langsung dengan hasil
test mental score / aktifitas intelektual yang menurun dan juga
peninggian jumlah plague senille. Aktifitas kholinergik
bersumber terutama pada basal fortebrain nucleus of mainert,
locus ceruleus, dan dorsal raphe nuclei.
Proses demensia terjadi perubahan neuro kimiawi, seperti di bawah ini :
1. pengurangan neurotransmitter klasik :
a. asetil kolin
b. nor adrenalin dan metabolitnya
c. dopamine
d. 5 HT
2. pengurangan amino acid neurotransmitter : Glu, Gly, GABA
3. pengurangan enzim –enzim : AchE, DOPA decarboksilase, GAD., CAT
4. pengurangan neuro peptide : somatostatin, dll
Pada Alzheimer adanya efek genetic ( serineprotease inhibitor )
sehubungan dengan deposit A4Beta amyloid peptide pada
kromosom 21 sehingga menyebabkan pembentukan neurofibrillary
tangles dan senile plaque dan granulofacuolar degenerasi lebih
dini.

Usia 65 tahun keatas sel – sel otak berangsur ada yang mati dan
jumlahnya berkurang, otak menjadi lebih atrofi, sulcus menjadi
lebih lebar, dan ventrikiel melebar.
GEJALA KLINIS

I. Gejala umum
Gangguan daya ingat, orientasi, bahasa, perubahan kepribadian dan
psikosis.
Gangguan neurologi : afasia, apraksia ataupun spatial agnosia.
Penderita kesulitan mengenakan pakaiannya sendiri, salah memegang
cangkir, dll. (DSM-IV)
Gangguan afektif : apatis, regresi dan kadang bisa euphoria.
II. Gejala khusus
Alzheimer disease : gejala adanya primitive refleks, penting
untuk membedakan gangguan dini dengan yang disebabkan
gangguan psikosis ataupun gangguan organik. Gejala gangguan
refleks primitive misalnya sucking & pouting refleks, glabela tap
refleks, tonik grasp, palmomental refleks.
Gejala stadium lanjut diikuti adanya hipokinesia, mask – like
expression, dispasia, diskalkulia, disgravia.
Gangguan Psikologis   Gangguan Perilaku  
Jenis Bentuk Jenis Bentuk
•Mondar-mandir
• Isi pikiran yang salah diyakini •Mencari-cari/ membututi
kebenarannya pengasuh/keluarga/ orang lain
1. Wahana (Delusi) 1. Wandering
•Tidak dpt dikoreksi melalui bukti- kemana pun pergi.
bukti yang ada •Berjalan mengelilingi rumah
•Keluar rumah /kabur /keluyuran
•Halusinasi dengar
•Sangat gelisah sehingga tidak bisa
2. Halusinasi •Halusinasi penglihatan 2. Restlessness
diam barang sejenak
•Halusinasi Haptic
•Merasa bukan dirinya •Aktivitas verbal (bicara) maupun
• Merasa bahwa istri/suami bukan motorik (fisik) yang berlebihan dan
3. Misidentifikasi / Mispersepsi lagi pasangan hidupnya 3. Agitasi tidak selaras. Misalnya marah-
•Tidak dapat mengidentifikasi marah, ngamuk-ngamuk, ngomel
kejadian terus, dsb.

•Agresivitas fisik seperti : memukul,


menendang, mendorong, mencakar,
•Murung, sedih, menangis
menggigit orang atau
•Ingin mengakhiri hidupnya
4. Depresi 4. Agresivitas menggerayangi barang orang lain
• Uring-uringan dan mudah
•Agresivitas Verbal seperti :
tersinggung
menjerit, berteriak, membuat suara
gaduh, marah meledak-ledak.

•Kelakuan yang tidak sesuai budaya


•Tak ada minat terhadap hal-hal
dan norma-norma sosial yang
yang biasanya disukai, termasuk
berlaku karena
kegiatan sehari-hari.
5. Apatis 5. Disinhibisi terganggunya/hilangnya fungsi
•Perawatan diri terganggu.
pengendalian diri. Perilakunya
•ÂInteraksi sosial menjadi sangat
menjadi kurang sopan, kurang
berkurang.
terpuji, memalukan dan sebagainya.
•Menanyakan hal yang sama
berulang-ulang
6. Cemas  
•Meremas-remas tangan
•Tidak dapat duduk diam
Penyebab kedua gangguan tersebut :

•Perubahan zat-zat kimia di otak (neurotransmitter)


•Pengkerutan volume otak akibat kerusakan/kematian sel otak.
•Kepribadian pasien Pra Morbid
•Ketahanan (Resiliance) pasien terhadap perubahan hidup yang
terjadi.
•Faktor lingkungan termasuk pengasuh.
Demensia Tipe Alzheimer
• Allois Alzheimer pertama kali menggambarkan penyakit ini sekitar tahun 1907.

Demensia tipe ini di tandai dengan gejala :


 Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif
 Daya ingat terganggu, ditemukan adanya: afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi
eksekutif.
 Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru.
 Perubahan kepribadian (depresi, obsesitif, kecurigaan).
 Kehilangan inisiatif.
 Factor resiko penyakit Alzheimer :
 Riwayat demensia dalam keluarga
 Sindrom down
 Umur lanjut
 Apolipoprotein, E4
• Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti
penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post
mortem ditemukan lost selective neuron kolinergik yang strukturnya dan
bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
- Pada makroskopik : penurunan volume girus pada lobus frontalis dan
temporal
- Pada mikroskopik : plaque senilis dan serabut neurofibrilaris
• Kerusakan dari neuron menyebabkan penurunan jumlah neurotransmitter.
Hal ini sangat mempengaruhi aktifitas fisiologis otak.
• Tiga neurotransmitter yang biasanya terganggu pada
Alzheimer adalah Asetil kolin, Serotonin, dan Norephinefrine.
• Pada penyakit ini diperkirakan adanya interaksi antara genetic
dan lingkungan yang merupakan faktor pencetus. Selain ini
dapat berupa trauma kepala dan rendahnya tingkat pendidikan.
Demensia Tipe Alzheimer
dibagi atas 3 stadium :

Stadium I (amnesia) Stadium II (bingung) Stadium III (akhir)

- berlangsung 2-4 tahun


  - Berlangsung 2-10 tahun
  - Setelah 6-12 tahun
 

- amnesia menonjol
  - Kemunduran aspek fungsi
  - Memori dan intelektual
 

- gangguan :
  luhur (apraksia, afasia, lebih terganggu
- diskalkulis agnosia, disorientasi) - Akinetik
 

- memori jangka - Agresif


  - Membisu
 

penuh. - Salah mengenali keluarga


  - Inkontinensia urin dan alvi
 

- perubahan emosi - Gangguan berjalan


 

ringan.
- Memori jangka panjang
 

baik.
- Keluarga biasanya tidak
 

terganggu.
Demensia Vaskular
• 15 – 30 % dari semua kasus demensia
• Predisposisi → hipertensi dan gangguan kardiovaskular.

• Gejala klinis demensia tipe Vaskular, disebabkan oleh


gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau
faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan
sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia
vaskuler.

Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada


Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri
sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
DIAGNOSIS
Pedoman diagnostik demensia Pedoman diagnostic menurut
Alzheimer menurut PPDGJ III : WHO ( ICD X ):
• terdapat gejala demensia secara • lupa kejadian yang baru saja dialami
umum • kesulitan dalam melakukan kegiatan
• onset bertahap dengan perkembangan sehari – hari
lambat • kesulitan dalam berbahasa
• tidak ada bukti klinis dan • disorientasi waktu dan tempat
pemeriksaan yang mendukung adanya • tidak mampu membuat pertimbangan
penyakit otak / sistemik yang dapat
dan keputusan yang tepat
menyebabkan demensia
• kesulitan berfikir abstrak
• tidak ada serangan / gejala neurologik
• salah menaruh barang
kerusakan otak fokal
• perubahan suasana hati
• peubahan perilku / kepribadian
• kehilangan inisiatif
Tindakan Menghadapi Pasien Dimensia

1. Terapi Obat dengan pengawasan dokter


2. Terapi non obat, berupa:
– Intervensi Lingkungan
– Intervensi Perilaku
– Intervensi Psikologis
3. Terapi Lainnya:
- Aktivitas keagamaan
- Mengembangkan hobbi yang ada seperti melukis, memasak, main musik,
berkebun, fotografi, dll.
Intervensi Lingkungan:
Penyesuaian fisik (bentuk ruangan, warna, alat yang tersedia)
Penyesuaian waktu (membuat jadwal rutin)
Penyesuaian lingkungan malam hari (mandi air hangat, tidur teratur)
Penyesuaian indera (mata, telinga)
penyesuaian nutrisi (makan makanan dgn gizi seimbang)
Intervensi Perilaku:
1. Wandering:
Yakinkan dimana keberadaan pasien
Berikan keleluasaan bergerak di dalam dan di luar ruangan
2. Agitasi dan Agresivitas:
Hindari situasi yang memprovokasi
Hindari argumentasi
Sikap kita tenang dan mantap
Alihkan perhatian ke hal lain.
3. Sikap dan pertanyaan yang berulang:
Tenang, dengarkan dengan baik, jawab dengan penuh pengertian. Bila masih
berulang, acuhkan dan usahakan alihkan perhatian ke hal yang menarik
pasien.
4. Perilaku seksual yang tidak sesuai/wajar:
Tenang dan bimbing pasien keruang pribadinya.
Alihkan ke hal yang menarik perhatiannya.
Bila didapatkan dalam keadaan telanjang, berilah baju / selimut untuk
menutupi badannya. Bantu mengenakan baju kembali.
Intervensi Psikologis :
1. Intervensi psikologis dapat berupa psikoterapi untuk mengurangi kecemasan,
memberi rasa aman dan ketenangan, dalam bentuk :
Psikoterapi individual
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
2. Untuk caregiver (pengasuh) diperlukan :
Dukungan mental
Pengembangan kemampuan adaptasi dan peningkatan kemandirian.
Kemampuan menerima kenyataan (realistik).
3. Mengatasi mudah "Lupa", lakukan:
Latihan terus-menerus, berulang-ulang
Tingkatkan perhatian
Asosiasikan hal yang diingat dengan hal yang sudah ada
dalam otak
PENATALAKSANAAN

• Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit ini.
• Pengobatan / pencegahan hanya dalam bentuk paliatif, yaitu : nutrisi tepat, latihan,
pengawasan aktifitas, selain itu bisa diberikan obat Memantine ( N – metil ) 25
mg/hari, Propanolol ( Inderal ), Haloperidol, dan penghambat Dopamin potensi
tinggi untuk kendali gangguan perilaku akut. Selain itu diberikan “ Trasine
Hidrokloride “ ( inhibitor Asetil kolin esterase ) unuk gangguan kognitif dan
fungsionalnya.
Tujuan penanganan Alzheimer :
a. mempertahankan kualitas hidup yang normal
b. memperlambatan perburukan
c. membantu keluarga yang merawat dengan memberi
informasi yang tepat
d. menghadapi kenyataan penyakit secara realita
Pencegahan & Perawatan Demensia

• Hal yang dapat di lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia


diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak,seperti :
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental sehat dan aktif
d. Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
e. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki
persamaan minat atau hobi
f. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap rileks dalam
kehidupan sehari-hari.

You might also like