You are on page 1of 45

1

ASPAL

Latar belakang aspal

Sejarah Aspal Dunia

Sejarah penggunaan aspal telah dimulai sejak ribuan tahun sebelum masehi oleh
bangsa Sumeria dan Mesopotamia. Mereka menggunakan aspal (sering disebut bitumen)
sebagai lapis pengedap untuk bak mandi maupun kolam-kolam air di istana dan kuil. Tentu
saja aspal yang digunakan adalah aspal yang didapat secara alami. Aspal terdapat di alam
dalam bentuk lake asphalt (seperti dodol) dan rock asphalt (biasanya keras, campuran dari
aspal, tanah, kapur, dan lempung). Aspal tercatat pertama kali digunakan sebagai bahan
konstruksi jalan, terjadi di Babilonia sekitar tahun 625 SM pada masa kekuasaan Raja
Naboppolassar seperti yang tercatat dalam prasasti peninggalannya.

Istilah aspal berasal dari bahasa Yunani kuno asphaltos, kemudian bangsa Romawi
mengubahnya menjadi asphaltus, lalu diadaptasi ke dalam bahasa Inggris menjadi asphalt,
dan kita menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi aspal.

Berabad kemudian setelah jaman Babilonia, Sir Walter Raleigh menuliskan dalam
catatannya (tahun 1595) tentang penemuan deposit lake asphalt di Trinidad, dekat pantai
Venezuela. Dia menggunakan aspal tersebut sebagai pelapis dinding kapalnya.

Sejarah penggunaan aspal untuk pembuatan jalan di abad modern dapat ditelusur
kembali pada masa abad ke 18. Seorang insinyur Inggris yang bernama John Metcalf (lahir
1717) harus membangun jaringan jalan di Yorkshire dengan total panjang hampir 300 km.
Jalan dibuat dengan batuan berukuran besar diletakkan di bawah sebagai pondasi yang kuat,
kemudian di atasnya diberi batu galian, lalu kerikil sebagai lapis penutup. Thomas Telford
2

membangun jaringan jalan di Skotlandia pada tahun 1803-1821 sepanjang hamper 1.500 km.
Telford menyempurnakan metode pembuatan jalan Metcalf, dengan mengganti batu galian
dengan batu pecah. Ketebalan lapisan batu pecah juga sudah dihitung berdasar karakter lalu
lintas yang akan melintasi.

John Metcalf

Pada saat yang hampir bersamaan, John Loudon McAdam secara terpisah membangun
jalan-jalan masuk menuju Skotlandia mirip dengan cara Telford. McAdam juga menemukan
tanah yang terikut dalam keadaan kering tidak akan turun ke dasar jalan. McAdam mengatur
batuan sedemikian rupa sehingga bertemu antar sudutnya dan membentuk permukaan yang
kuat / keras. Pada masa-masa berikutnya, metode konstruksi ini diperbaiki untuk mengurangi
debu jalanan di musim kemarau dengan cara disiram ter panas. Metode ini disebut dengan
lapis tarmacadam.

John Loudon McAdam

Baru pada tahun 1870 campuran aspal digunakan untuk pembangunan jalan, yang
dilakukan oleh seorang ahli kimia Belgia, yang bernama Edmund J. DeSmedt, ketika
membangun jalan di depan balai kota Newark, New Jersey, USA. Campuran yang digunakan
adalah pasir dan aspal alam dari Trinidad. Hasil yang memuaskan membuat para kontraktor
pembangun jalan segera memanfaatkan aspal sebagai bahan konstruksi pada proyek-proyek
pembangunan jalan yang dikerjakan.
3

Penggelaran hotmix aspal pada abad 18

Pada masa ini, aspal yang digunakan maupun campuran hotmix yang diproduksi
belumlah memakai spesifikasi seperti yang kita kenal sekarang. Oleh karena proyek
pembangunan jalan yang menggunakan aspal mulai meningkat banyak, untuk
mempertahankan kualitas hasil yang baik, Pemerintah Kota New York hanya mensyaratkan
penggunaan batu bata atau batu granit, namun dengan jaminan selama 15 tahun baik untuk
material maupun pelaksanaan. Karena pengetahuan kontraktor masih terbatas, banyak jalan
yang tidak dapat bertahan selama 15 tahun, dan sebagai akibatnya banyak kontraktor yang
bangkrut. Akibat lanjutannya adalah proyek-proyek jalan berikutnya menjadi meningkat
harganya untuk mengkompensasi garansi selama 15 tahun tersebut.

Sampai tahun 1900an, hampir seluruh aspal yang digunakan berasal dari aspal alam
Trinidad. Di sisi lain, mulai banyaknya penemuan sumur-sumur minyak bumi membuat
perkembangan kilang (refinery) semakin banyak dan meluas. Dari pengoperasian kilang
ternyata juga dihasilkan aspal. Akhirnya, pada tahun 1907 aspal yang dihasilkan dari kilang
telah menggeser penggunaan aspal alam Trinidad, karena aspal kilang lebih murah harganya.
Produksi HMA (Hot-Mix Asphalt, selanjutnya disebut hotmix saja) pertama kali
dilakukan secara manual, dengan cara memanaskan batuan atau pasir di atas plat besi dengan
menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Lalu aspal dituang, dan pekerja kemudian
mengaduk-aduk (membolak-balik) secara manual. Penggunaan alat pengaduk, mixer, secara
mekanis pertama kali dilakukan di Paris pada tahun 1854, namun masih sangat sederhana dan
terbatas, sehingga untuk memproduksi satu batch saja perlu waktu empat jam.
Fasilitas produksi hotmix pertama yang memiliki komponen-komponen dasar seperti
yang kita pahami sekarang dibangun oleh perusahaan Warren Brothers di East Cambridge
tahun 1901. Rotary drum dan rotary drier pertama kali digunakan untuk produksi hotmix
pada tahun 1910. Mekanisasi sistem pengumpan dingin mulai diterapkan tahun 1920,
sementara vibrating screen dan sistem injeksi tekanan (untuk pembakaran) mulai
ditambahkan sejak tahun 1930.
4

Rombongan peralatan kontraktor akan menggelar hotmix, awal abad 19


(saat ini dikenal sebagai mob-demob peralatan)

Metode pelaksanaan (konstruksi) juga mengalami perkembangan yang cukup pesat.


Pada masa awal, setelah hotmix dituang di lokasi proyek, lalu disebar dan diratakan dengan
tangan lalu dipadatkan dengan roller yang masih ditarik dengan kuda. Tahun 1920 tercatat
penggunaan pertama spreader secara mekanis untuk menghampar hotmix (mengadop dari
pelaksanaan pekerjaan beton). Tahun 1930, Sheldon G. Hayes adalah orang yang pertama
menggunakan finisher (tipe Barber-Greene) untuk menyebar atau menghampar hotmix.
Finisher ini terdiri atas unit traktor dan screed yang dilengkapi dengan vertical tamping bar.

Dumptruck (awal abad 19) sedang menuang hotmix.

Tandem Roller (stoom) awal abad 19


J.S. Helm, President of the Asphalt Institute, pada tahun 1939 menyatakan bahwa
aspal sudah menjadi material yang sangat penting untuk pembangunan maupun pemeliharaan
jalan. Dalam waktu empat tahun, 1934-1937, jalan yang dibangun dengan HMA (hotmix
asphalt) sudah lebih dari 80%.
Selama perang dunia kedua teknologi peningkatan kualitas aspal maupun metode
konstruksi jalan berkembang pesat seiring dengan kebutuhan dunia militer untuk
mengakomodasi pergerakan dan mobilisasi alat-alat perang yang relatif berat. Ketika perang
selesai dan orang banyak berpindah ke perkotaan, proyek-jproyek jalan di Amerika
5

mengalami masa booming. Pada tahun 1956, Konggres Amerika menyetujui undang-undang
pembangunan jalan yang menelan dana hingga USD 51 milyar untuk pembangunan jalan
nasional saja (bandingkan dengan anggaran Binamarga untuk pembangunan dan pemeliharaan
jalan nasional tahun 2008 ini yang hanya berkisar USD 2 milyar; inipun setelah ada kesadaran
dari Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki infrastruktur jalan, masa-masa sebelumnya
hanya maksimal separuhnya). Lonjakan proyek-proyek jalan ini membuat kontraktor
membutuhkan peralatan yang lebih besar kapasitasnya dan juga lebih bagus kinerjanya. Paver
dengan sistem kontrol elektronik untuk mengatur level penghamparan hotmix mulai
diperkenalkan tahun 1950, sedang screed yang dilengkapi dengan kontrol mulai digunakan
tahun 1960an. Finisher yang dapat digunakan untuk menghampar dua lajur sekaligus mulai
digunakan tahun 1968. Salah satu inovasi peralatan yang cukup penting untuk dunia
konstruksi jalan adalah dengan diperkenalkannya alat angkut hotmix yang dapat membuang
dari bawah (saat ini kita mengenalnya dengan sebutan dumptruck), sehingga hotmix dapat
dimasukkan ke bagian depan paver (finisher), dan paver dapat beroperasi secara terus-
menerus.
Sampai tahun 1950an, pemadatan hotmix di lapangan hanya menggunakan tandem
roller yang ringan ditambah dengan three-wheel roller yang berat. Saat ini, pemadatan sudah
dilakukan dengan 5-wheel roller dan tandem roller yang dilengkapi dengan sistem penggetar
(vibratory).

Asphalt Sprayer (awal abad 19)

Sejarah Aspal di Indonesia

Jalan Raya Pos

Perkembangan jalan di Indonesia sebelum masa kolonialisasi Belanda tidak banyak


ditemukan catatannya. Barangkali, Jalan Daendels, merupakan proyek jalan pertama di
6

Indonesia yang cukup banyak informasinya. Namun demikian, juga banyak informasi dan hal
yang perlu ditelaah lebih lanjut karena hanya berdasar dari dokumen-dokumen yang
tersimpan di Belanda.
Herman Willem Daendels lahir di Hattem, Belanda pada tanggal 21 Oktober 1762.
Pada tahun 1780 dan 1787 ia ikut kumpulan para pemberontak di Belanda dan kemudian
melarikan diri ke Perancis, lalu bergabung dengan pasukan Batavia yang republikan. Pada
tahun 1795 ia mencapai pangkat Jenderal. Seiring dengan ditaklukannya Belanda oleh
Perancis pada akhir 1795, ia kembali ke Belanda. Sebagai kepala kaum unitaris ia bertugas
untuk mengurusi disusunnya Undang-Undang Dasar Belanda yang pertama. Invasi
Persekutuan Eropa yang dipimpin Inggris dan Rusia di provinsi Noord-Holland berakibat
buruk baginya. Ia dianggap kurang tanggap dan diserang oleh berbagai pihak. Akhirnya ia
kecewa dan mengundurkan diri dari tentara pada tahun 1800. Ia memutuskan untuk menjadi
petani dan peternak.
Pada tahun 1806 ia dipanggil oleh Raja Belanda, Raja Louis (Koning Lodewijk; Louis
Bonaparte; sepupu Napoleon Bonaparte) untuk berbakti kembali di tentara Belanda. Ia
ditugasi untuk mempertahankan provinsi Friesland dan Groningen dari serangan Prusia.
Setelah sukses, pada tanggal 28 Januari 1807 atas saran Kaisar Napoleon Bonaparte, ia
dikirim ke Hindia-Belanda sebagai Gubernur-Jendral, menggantikan Gubernur-Jendral
Albertus Wiese.

Daendels ditugasi untuk melindungi pulau Jawa dari serangan tentara Inggris. Jawa
adalah satu-satunya daerah koloni Belanda-Perancis yang belum jatuh ke tangan Inggris
setelah Isle de France dan Mauritius pada tahun 1807. Beberapa kali armada Inggris telah
muncul di perairan utara laut Jawa bahkan di dekat Batavia (Jakarta). Pada tahun 1800 armada
Inggris telah memblokade Batavia. Pada tahun 1806 armada kecil Inggris di bawah
Laksamana Pellew muncul di Gresik. Setelah blokade singkat, pimpinan militer Belanda Von
Franquemont memutuskan untuk tidak mau menyerah kepada Pellew. Ultimatum Pellew
untuk mendarat di Surabaya tidak terwujud, tetapi sebelum meninggalkan Jawa Pellew
menuntut Belanda agar membongkar semua pertahanan meriam di Gresik dan dikabulkan.
Ketika mendengar hal ini, Daendels menyadari bahwa kekuatan Perancis-Belanda yang ada di
7

Jawa tidak akan mampu menghadapi kekuatan armada Inggris.Maka iapun melaksanakan
tugasnya dengan segera. Tentara Belanda diisinya dengan orang-orang pribumi, ia
membangun rumah sakit-rumah sakit dan tangsi-tangsi militer baru. Di Surabaya ia
membangun sebuah pabrik senjata, di Semarang ia membangun pabrik meriam dan di Batavia
ia membangun sekolah militer. Kastil di Batavia dihancurkannya dan diganti dengan benteng
di Meester Cornelis (Jatinegara). Di Surabaya dibangunnya Benteng Lodewijk. Proyek
utamanya, yaitu pembangunan jalan, sebenarnya dibangun juga karena manfaat militernya,
yaitu untuk mengusahakan tentara-tentaranya bergerak dengan cepat dari Batavia menuju
Surabaya.

Berbeda dengan apa yang diyakini orang selama ini, Daendels selama masa
pemerintahannya memang memerintahkan pembangunan jalan di Jawa tetapi tidak dilakukan
dari Anyer hingga Panarukan. Jalan antara Anyer dan Batavia sudah ada ketika Daendels tiba.
Pada ruas ini ia hanya memerintahkan untuk memperbaiki perkerasannya dan melebarkannya
sehingga waktu tempuh berkurang dari 4 hari menjadi 1 hari. Daendels mulai membangun
jalan dari Buitenzorg (Bogor) menuju Cisarua dan seterusnya sampai ke Sumedang.
Pembangunan dimulai bulan Mei 1808. Di Sumedang, proyek pembangunan jalan ini
terbentur pada kondisi alam yang sulit karena terdiri atas batuan padas. Akibatnya
pembangunan jalan macet. Ketika mengetahui hal ini, Daendels memerintahkan komandan
pasukan zeni Brigadir Jenderal von Lutzow untuk mengatasinya. Berkat tembakan artileri,
bukit padas berhasil diratakan dan pembangunan diteruskan hingga Karangsambung.

Sampai Karangsambung, proyek pembangunan itu dilakukan dengan kerja upah. Para
bupati pribumi diperintahkan menyiapkan tenaga kerja dalam jumlah tertentu dan masing-
masing setiap hari dibayar 10 sen per orang dan ditambah dengan beras serta jatah garam
setiap minggu.

Setibanya di Karangsambung pada bulan Juni 1808, dana tiga puluh ribu gulden yang
disediakan Daendels untuk membayar tenaga kerja ini habis dan di luar dugaannya, tidak ada
lagi dana untuk membiayai proyek pembangunan jalan tersebut. Ketika Daendels berkunjung
ke Semarang pada pertengahan Juli 1808, ia mengundang semua bupati di pantai utara Jawa.
Dalam pertemuan itu Daendels menyampaikan bahwa proyek pembangunan jalan harus
diteruskan dengan alasan untuk kepentingan mensejahterakan rakyat. Para bupati
diperintahkan untuk menyediakan tenaga kerja dengan konsekuensi para pekerja ini
dibebaskan dari kewajiban kerja bagi para bupati tetapi mencurahkan tenaganya untuk
membangun jalan. Sementara itu para bupati harus menyediakan kebutuhan pangan bagi
8

mereka. Dari hasil kesepakatan itu, proyek pembangunan jalan diteruskan dari
Karangsambung ke Cirebon. Pada bulan Agustus 1808 jalan telah sampai di Pekalongan.
Sebenarnya jalan yang menghubungkan Pekalongan hingga Surabaya telah ada, karena pada
tahun 1806 Gubernur Pantai Timur Laut Jawa Nicolaas Engelhard telah menggunakannya
untuk membawa pasukan Madura dalam rangka menumpas pemberontakan Bagus Rangin di
Cirebon. Daendels hanya melebarkannya. Tetapi ia memang memerintahkan pembukaan jalan
dari Surabaya sampai Panarukan sebagai pelabuhan ekspor paling ujung di Jawa Timur saat
itu.

Proyek pembangunan jalan Daendels ini dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa
kala itu, bahkan juga untuk ukuran sekarang, yakni 18 – 20 km/jam di tempat-tempat yang
datar. Sepanjang jalan, setiap jarak 150,960 meter harus didirikian sebuah tonggak/paal untuk
jadi tanda jarak dan juga tanda kewajiban bagi setiap distrik (kewedanaaan) untuk
memeliharanya.

Kontroversi terjadi tentang pembangunan jalan ini. Pada masa Daendels banyak
pejabat Belanda yang dalam hatinya tidak menyukai Perancis tetapi tetap setia kepada dinasti
Oranje yang melarikan diri ke Inggris. Namun mereka tidak bisa berbuat banyak karena
penentangan terhadap Daendels berarti pemecatan dan penahanan dirinya. Hal itu membuat
beberapa orang pejabat seperti Prediger (Residen Manado), Nicolaas Engelhard (Gubernur
Pantai Timur Laut Jawa) dan Nederburgh (bekas pimpinan Hooge Regeering) dipecat. Mereka
yang dipecat ini kemudian kembali ke Eropa dan melalui informasi yang dikirim dari para
pejabat lain yang diam-diam menentang Daendels (seperti Peter Engelhard Minister Yogya, F.
Waterloo Prefect Cirebon, F. Rothenbuhler, Gubernur Ujung Timur Jawa), mereka menulis
keburukan Daendels. Di antara tulisan mereka disebutkan terdapat proyek pembangunan jalan
raya yang dilakukan dengan kerja rodi dan meminta banyak korban jiwa. Sebenarnya mereka
sendiri tidak berada di Jawa ketika proyek pembangunan jalan ini dibuat. Ini terbukti dari
penyebutan pembangunan jalan antara Anyer dan Panarukan, padahal Daendels membuatnya
dimulai dari Buitenzorg. Sayang sekali arsip-arsip mereka lebih banyak ditemukan dan
disimpan di arsip Belanda, sementara data-data yang dilaporkan oleh Daendels atau para
pejabat yang setia kepadanya (seperti J.A. van Braam, Minister Surakarta) tidak ditemukan
kecuali tersimpan di Perancis karena Daendels melaporkan semua pelaksanaan tugasnya
kepada Napoleon setelah penghapusan Kerajaan Belanda pada tahun 1810. Sejarawan
Indonesia yang banyak mengandalkan informasi dari arsip Belanda ikut berbuat kekeliruan
dengan menerima kenyataan pembangunan jalan antara Anyer-Panarukan melalui kerja rodi.
9

Kontroversi lain yang menyangkut laporan pembangunan jalan ini adalah tidak pernah
disebutkannya manfaat yang diperoleh dari jalan tersebut oleh para sejarawan dan lawan-
lawan Daendels. Setelah proyek pembuatan jalan itu selesai, hasil produk kopi dari pedalaman
Priangan semakin banyak yang diangkut ke pelabuhan Cirebon dan Indramayu padahal
sebelumnya tidak terjadi dan produk itu membusuk di gudang-gudang kopi Sumedang,
Limbangan, Cisarua dan Sukabumi. Begitu juga dengan adanya jalan ini, jarak antara
Surabaya-Batavia yang sebelumnya ditempuh 40 hari bisa disingkat menjadi 7 hari. Ini sangat
bermanfaat bagi pengiriman surat yang oleh Daendels kemudian dikelola dalam dinas pos.
Karena itu jalan ini oleh Daendels disebut dan diperkenalkan sebagai De Groote Postweg,
Jalan Raya Pos, lebih untuk menutupi fungsi strategis militernya.

Sayangnya tidak ditemukan catatan tentang konstruksi apa yang digunakan pada De
Groote Postwage ini. Sebagian besar sejarawan hanya menyatakan berdasar laporan-laporan
yang ada, bahwa ribuan orang dikerahkan untuk memecah batuan guna pembuatan jalan
tersebut. Jika menilik dari kurun waktu pembuatannya, bisa jadi jalan ini dibangun bersamaan
dengan yang dikerjakan oleh John Metcalf, Thomas Telford, dan John Loudon McAdam, atau
paling tidak tidak terlalu jauh beda waktunya. Juga belum ditemukan catatan, apakah jalan
tersebut sudah menggunakan ter sebagai bahan perekat.

Kesalahan jamak yang banyak terjadi saat ini adalah menganggap bahwa jalur pantura
Jawa merupakan jalur jalan Daendels. Pada kenyataan sejarahnya jalur De Groote Postwage
adalah Anyer (Banten) – Jakarta – Bogor, Puncak – Cianjur – Cimahi – Bandung – Sumedang
– Kandanghaur – Cirebon, dan seterusnya sampai Panarukan di Banyuwangi, ujing timur
Jawa Timur. Sementara itu jalur pantura Jawa mengikuti ruas Anyer (Banten) – Jakarta –
Bekasi – Karawang – Cikampek – Pamanukan – Cirebon, dan seterusnya sampai
Banyuwangi. Jalur Jakarta sampai Cirebon sesuai jalur pantura Jawa ini bisa jadi lebih
berkaitan dengan jalur penyerangan Sultan Agung (Kerajaan Mataram) ke VOC di Batavia.

Saat ini, baik jalur pantura maupun de groote postwage memiliki peran yang teramat
penting bagi perekonomian Indonesia. Setiap hari puluhan ribu kendaraan (baik sebagai
angkutan barang maupun penumpang) melewati jalur ini. Perhatian khusus perlu diberikan
pada angkutan barang di jalur ini karena ditengarai membawa beban yang jauh melebihi daya
dukung yang direncanakan. Jalan-jalan nasional di Indonesia hanya direncanakan untuk
dilewati oleh kendaraan dengan MST (muatan sumbu terberat) sebesar 10T, sedang jalan
propinsi hanya MST 8T. Kondisi ini menyebabkan jalan menjadi lebih cepat rusak dari waktu
yang direncanakan sehingga perlu diupayakan metode penanggulangannya. Dari sisi aspal
10

kemudian lahirlah kebutuhan untuk meningkatkan properties material melalui penggunaan


aspal modifikasi sejak tahun 2002-2003.

Jalan Aspal Buton

Pada sekitar tahun 1920an, Hetzel (seorang geolog Belanda) menemukan singkapan-
singkapan deposit aspal alam di Pulau Buton. Pada tahun 1936 Hetzel telah berhasil
memetakan lebih dari 20 lokasi singkapan deposit (data ini masih terus dipakai sampai
sekarang, karena belum ada lagi data yang lebih baru). Pengusahaan pertambangan aspal
Buton dilakukan oleh perusahaan Belanda yang bernama N.V. Mijnbouw en Cultuur
Maschappij Buton. Produksi dan pengapalan aspal dari Buton dalam catatan HW Vonk dapat
dilihat pada tabel berikut.
Data Produksi dan Pengapalan Aspal dari Buton.

Tahun Jumlah Diangkut


(ton)
1934 3.749
1935 7.905
1936 3) 4.900
1938 20.000
1939 12.000
1940 57.000
a) La Ode Rabani, Perkembangan Industri Dan Infrastruktur Kota Buton 1920an-1942, 2004.
b) MvO. H.W. Vonk, Nota Betreffende hetzel fbestuurend landschap Boeton, Celebes en
Onderhoorigheden, 1937.Dalam ANRI, Koleksi Microfilm Reel 31, Jakarta.
c) Data tahun 1936-1940 diambil dari Majalah “Copra in East Indonesia” in The Economic
Review Vol I No. 4, Departemen of Economic Affairs, Batavia-Java, tahun 1947, hlm. 122.
Deposit aspal alam di Pulau Buton termasuk tipe rock asphalt yang berasosiasi dengan
material setempat seperti kapur, tanah, humus, lempung, dan sebagainya. Kadar aspal yang
terkandung dalam asbuton ini sangat bervariasi, dengan yang tertingginya terdapat di
Kaboengka sumur A dan E serta di Lawele. Oleh karena infrastruktur jalan dan pelabuhan
ekspor di Lawele belum berkembang, maka penambangan hanya dilakukan di daerah
Kaboengka dan Winto yang dekat dengan pelabuhan ekspor di Pasarwajo.
11

Penambangan dilakukan dengan cara manual dan hanya memilih deposit dengan kadar
tinggi, karena yang memang langsung dipakai. Salah satu metode pemanfaatannya dikenal
dengan nama Boetonald, yakni aspal alam Buton kadar tinggi yang diencerkan dengan aspal
dari kilang. Penggunaan aspal Buton ini banyak dilakukan di Batavia, Jawa bagian Timur, dan
Netherland. Namun sampai sekarang Penulis belum menemukan catatan tepatnya di ruas jalan
mana aspal Buton ini digunakan. Tentu saja dapat disimpulkan pembuatan jalan dengan
hotmix di Indonesia (Batavia atau Jawa Timur) sudah dilakukan jauh sebelum negeri ini
diproklamasikan tahun 1945.
Selama masa pendudukan Jepang terhadap Indonesia tidak tercatat adanya kegiatan
penambangan batuan aspal Buton. Setelah Indonesia merdeka, pengelolaan asbuton
dimasukkan dalam Bagian BUTAS (BUTon ASphalt) dari Jawatan Jalan-jalan dan Jembatan
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga yang dibentuk dengan Surat Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum dan Tenaga tertanggal 31 Desember 1954 Nomor P 25/ 56/13 dan 19
Desember 1955 Nomor P 25/51/117]. Bagian BUTAS ini merupakan hasil nasionalisasi
terhadap perusahaan Belanda N.V. Mijnbouw en Cultuur Maschappij Buton yang mengelola
asbuton selama masa penjajahan Belanda.

Selanjutnya Bagian BUTAS ini dipisahkan dan berdiri menjadi PAN (Perusahaan
Aspal Negara) berdasarkan Peraturan Pemerintah No 195 yang disyahkan pada tanggal 12
Mei 1961. Tanggal ini kemudian diusulkan sebagai hari aspal nasional, namun tidak mendapat
banyak respon seiring dengan memudarnya pamor aspal Buton.
Hasil produksi penambangan yang tercatat selama masa PAN ini sebesar 31.215 ton
pada tahun 1969 dan meningkat hingga 115.000 ton pada tahun 1973. Pemerintah Orde Baru
(Presiden Soeharto) saat itu berencana untuk terus meningkatkan produksi tambang asbuton
seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan aspal bagi pengembangan infrastruktur jalan.
Bagian BUTAS dan PAN banyak meneruskan studi eksplorasi tambang asbuton dan
menuangkannya dalam peta-peta lokasi deposit serta rencana kegiatan penambangannya.
12

Seiring dengan berbagai penataan perusahaan-perusahaan milik negara, pada tanggal


30 Januari 1984 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 3 Tahun 1984 tentang
Pengalihan Bentuk Perusahaan Aspal Negara menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO)8].
Perusahaan Perseroan tersebut kini dikenal sebagai PT Sarana Karya (Persero). Pada masa ini
didapati perubahan orientasi cara pemanfaatan / penambangan asbuton dari generasi
sebelumnya. Perubahan ini, bisa jadi, dilatarbelakangi oleh menipisnya jumlah deposit dengan
kandungan aspal yang tinggi. Model penambangan baru yang diaplikasikan oleh PT Sarana
Karya (Persero) dengan cara blasting diduga makin memperkuat dugaan bahwa deposit
dengan kadar aspal tinggi sudah menipis / habis. [deposit dengan kadar tinggi tidak dapat
diledakkan].
Kadar aspal yang rendah menjadikan upaya pemanfaatan deposit aspal Buton tidak
dapat dilakukan dengan cara-cara yang standar. Berbagai metode pemanfaatan, seperi Latasir,
Latasbum, asbuton curah, asbuton micro, BMA (Buton mastic asphalt), banyak menemui
kendala di lapangan dan akhirnya mengalami kegagalan konstruksi. Hal ini menjadikan
penggunaan aspal Buton mulai ditinggalkan. Kontraktor lebih menyukai menggunakan aspal
kilang, karena metode produksi hotmixnya lebih mudah dan standar.
Mulai tahun 2004, seiring dengan kenaikan harga minyak bumi yang luar biasa
(bahkan saat tulisan ini disusun, 19 April 2008, telah mencapai kisaran USD 110 per barrel,
rekor sebelumnya hanya USD 40 pada tahun 1980) menjadikan harga aspal kilang juga naik
sangat tajam. Tahun 2005, bahkan harga aspal kilang naik 100% dalam waktu kurang dari
setahun. Hal ini menjadikan upaya untuk memanfaatkan aspal alam Buton dilirik kembali.
Namun karena belum tersedianya teknologi pengolahan dan pemanfaatan yang handal,
program penggunaan aspal Buton tahun 2007 (yang didukung oleh Peraturan Menteri PU)
untuk proyek-proyek jalan nasional di 14 propinsi mengalami kegagalan.
Aspal Kilang

Dengan banyaknya penemuan dan pengembangan sumber-sumber minyak bumi, sejak


akhir tahun 1960an Indonesia masuk bergabung dalam OPEC (Organization of Petroleum
Exporting Country). Sebagian besar minyak mentah Indonesia merupakan jenis light crude
yang memiliki kandungan fraksi bahan bakar tinggi, sehingga berharga sangat mahal. Minyak
mentah ini oleh Pemerintah Indonesia diekspor keluar negeri. Untuk mencukupi kebutuhan
bahan bakar di dalam negeri, Pemerintah Indonesia melalui Pertamina mengimpor minyak
mentah dari kawasan Timur Tengah yang harganya lebih murah. Crude oil dari timur tengah
13

ini lebih banyak mengandung aspal dibandingkan crude oil Indonesia. Seluruh kilang yang
ada di Indonesia saat ini dioperasikan oleh Pertamina, oleh karena itu Pertamina merupakan
satu-satunya produsen aspal kilang di dalam negeri.
Sampai tahun 1990an, produksi aspal kilang dilakukan di 4 unit kilang Pertamina,
seperti tercantum dalam berikut ini.

Unit Kilang Kapasitas Catatan

ton / tahun

Pangkalan Brandan 10.000

Plaju 8.500

Wonokromo - Hanya unit


blowing

Cilacap 513.000

Berkaitan dengan jenis aspal yang diinginkan oleh PU (Binamarga), maka penggunaan
blown asphalt tidak lagi populer, sehingga unit blowing di Wonokromo ditutup. Begitu pula,
seiring dengan efisiensi operasi kilang, produksi aspal di kilang Pangkalan Brandan dan Plaju
dihentikan. Saat ini produksi aspal hanya dilakukan di unit kilang Cilacap dengan kapasitas
terpasang (setelah penambahan Unit Crude 2, dan beberapa kali upgrading) sebesar 720.000
ton per tahun. Realisasi lifting aspal terbesar tercatat hanya berkisar pada 560.000 ton per
tahun.
Distribusi aspal dilakukan melalui distributor / agen dalam bentuk curah dan kemasan
drum yag dilakukan dari 2 supply point, yakni kilang Cilacap dan PAG (Pabrik Aspal Gresik).
Meski bernama pabrik, PAG sebenarnya hanyalah merupakan supply point dengan aspal
curahnya diangkut dari kilang Cilacap dengan kapal tanker. Penyaluran aspal curah ke
terminal storage distributor dilakukan dari 2 supply point tersebut dengan menggunakan
tanker. Penyaluran aspal curah melalui pipa khusus bawah tanah dilakukan oleh Pertamina
kepada Grup PT AMU (Asphalt Mitra Utama; salah satunya adalah PT Bintang Jaya)
karena lokasi terminalnya berada di sebelah kilang Cilacap.
Filling Plant, unit pengisian aspal ke dalam drum (termasuk pembuatan drumnya),
dilakukan juga di kilang Cilacap dan PAG, ditambah dengan satu distributor yang memiliki
licence untuk itu, yakni PT Muara Perdana (tergabung dalam grup AMU). Drum sheet yang
digunakan memiliki ketebalan 0,63 mm dengan berat isi bersih aspal sebesar 155 kg per drum.
Berkembangnya pembangunan wilayah maupun sentra-sentra ekonomi mendorong
konsumsi aspal untuk pembangunan jalan, sehingga supplainya tidak lagi dapat dicukupi oleh
14

kapasitas kilang Cilacap. Untuk mencukupi ini para importir mendatangkan aspal dari
berbagai kilang luar negeri (Singapore, Thailand, Iran, Saudi Arabia, Irak, dan Malaysia)
dalam bentuk curah maupun drum.

Definisi Aspal
Aspal dalam bahasa yang umum dikenal juga dengan “tar”. Untuk kata “tar” atau
“aspal” sering digunakan secara bergantian, mereka memiliki arti yang berbeda. Salah satu
alasan untuk kebingungan ini disebabkan oleh fakta bahwa, di antara negara-negara lain, ada
perbedaan substansial dalam arti dihubungkan dengan periode yang sama. Sebagai contoh,
aspal minyak di Amerika Serikat disebut dengan aspal, sedangkan di Eropa “aspal” adalah
campuran agregat batu dan aspal yang digunakan untuk pembangunan jalan. Di Eropa, istilah
aspal menunjukkan residu dari penyulingan minyak bumi.
Aspal dikenal sebagai bahan/material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam
atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung bagian-bagian utama yaitu
hidokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut
dalam karbondisulfida. Ada juga yang mengatakan bahwa aspal adalah material berwarna
hitam atau coklat tua. Pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, jika
dianaskan sampai temperatur tentu dapat menjadi lunak / cair sehingga dapat membungkus
partikel agregat pada waktu pembuatan campuran aspal beton atau sapat masuk kedalam pori-
pori yang ada pada penyemprotan/ penyiraman pada perkerasan macadam atau pelaburan. Jika
temperatur mulai turun. Aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat
Termoplastis
15

Menurut Silvia Sukirman(2007:26), Aspal didefinisikan sebagai material perekat


(cementitious) berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsure utama bitumen. Aspal dapat
diperoleh di alam ataupun merupakan residu dari pengilangan minyak bumi. Tar adalah
material berwarna coklat atau hitam, berbentuk cair atau semipadat, dengan unsure utama
bitumen sebagai hasil kondensat dalam destilasi destruktif dari batubara, minyak bumi, atau
material organic lainnya. Pitch diperoleh sebagai residu dari destilasi fraksional tar. Tar dan
pitch tidak diperoleh di alam, tetapi merupakn produk kimiawi. Dari ketiga material pengikat
diatas, aspal merupakn material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh
karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal.
Fungsi aspal antara lain :
a. Untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu lintas
(water proofing, protect terhadap erosi)
b. Sebagai bahan pelapis dan perekat agregat.
c. Lapis resap pengikat (prime coat) adalah lapisan tipis aspal cair yang diletakan di atas
lapis pondasi sebelum lapis berikutnya.
d. Lapis pengikat (tack coat) adalah lapis aspal cair yang diletakan di atas jalan yang telah
beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi pengikat di antara keduanya.
e. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus, dan filler.
Sifat fisik aspal :
a. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan sifat asalnya akibat
pengaruh cuaca selama masa umur pelayanan.
b. Adhesi dan kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan
yang baik antara agregat dan aspal. Kohesi adalah ikatan didalam molekul aspal untuk
tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal adalah material yang bersifat termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih
kental jika temperatur berkurang dan akan melunak atau mencair jika temperatur
bertambah. Sifat ini diperlukan agar aspal memiliki ketahanan terhadap perubahan
temperatur, misalnya aspal tidak banyak berubah akibat perubahan cuaca, sehingga kondisi
permukaan jalan dapat memenuhi kebutuhan lalu lintas serta tahan lama.
d. Kekerasan aspal
Kekerasan aspal tergantung pada viscositasnya (kekentalan) aspal pada proses
pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal.
16

Pada proses pelaksanaan terjadinya oksidasi yang mengakibatkan aspal menjadi getas
(viskositasnya bertambah tinggi). Peristiwa itu berlangsung setelah massa pelaksanaan
selesai. Pada massa pelayanan aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya
dipengaruhi ketebalan aspal menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan agregat yang
menyelimuti agregat, semakin tinggi tingkat kerapuhan yang terjadi.

Sifat-sifat kimia penyusun aspal yaitu :

Aspal dipandang sebagai sebuah sistem koloidal yang terdiri dari komponen molekul
berat yang disebut aspaltene, dispersi/hamburan di dalam minyak perantara disebut maltene.
Bagian dari maltene terdiri dari molekul perantara disebut resin yang menjadi instrumen di
dalam menjaga dispersi asphaltene. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan
utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil.
Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen, antara lain : Karbon (82-88%),
Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%).

Berikut sifat-sifat senyawa penyusun dari aspal :

– Asphaltene

Asphaltene merupakan senyawa komplek aromatis yang berwarna hitam atau coklat
amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar, dengan perbandingan komposisi untuk H/C yaitu
1 :1, memiliki berat molekul besar antara 1000 – 100000, dan tidak larut dalam n-heptan.

Asphaltene juga sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi bitumen, dimana
semakin tinggi asphaltene, maka bitumen akan semakin keras dan semakin kental, sehingga
titik lembeknya akan semakin tinggi, dan menyebabkan harga penetrasinya semakin rendah.

Asphaltene

– Maltene

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis, dan resin.
Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan
sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen.

1. Resin. Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk solid atau
semi solid dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom C dan H, dan sedikit atom O,
17

S, dan N, untuk perbandingan H/C yaitu 1.3 – 1.4, memiliki berat molekul antara 500
– 50000, serta larut dalam n-heptan.

2. Aromatis. Senyawa ini berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non
polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, dengan berat molekul antara 300 –
2000, terdiri dari senyawa naften aromatis, komposisi 40-65% dari total bitumen.

3. Saturate. Senyawa ini berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan memiliki berat
molekul hampir sama dengan aromatis, serta tersusun dari campuran hidrokarbon
lurus, bercabang, alkil naften, dan aromatis, komposisinya 5-20% dari total bitumen.

Saturate

Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa
organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan struktur utamanya oleh
”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak.

Sifat-sifat penyusun bitumen

Asphaltenes Resins Aromatics Saturates


-Sangat polar, Aromatik -Larut dalam n- -Cairan kental, -Tersusun dari
ratio: 1:1 -Tersusun oleh C tua campuran
-Berat Molekul 1000-100000. dan sedikit 0,S dan N -40-65%dari total hidrokarbon
-Berpengaruh pada sifat reologi -Coklat tua, bitumen bercabang,
-Makin tinggi asphaltenes, solid -Berat molekul: napthene dan
makin keras, makin kental, -Sangat polar 2000 aromatik
titik lembeknya, makin -Sifat rekat yang -Non-polar, -Cairan
rendah harga
-Termoplastis kuat
atau -Sebagai
peptisizer dari didominasi
tidak jenuh oleh -Berat kental
-Pemanasan berkelanjutan akan asphaltenes -Terdiri dari hampir sama
-Tidak larut dalam n-heptane, -Berat molekul 500- napthenic aromatics
hitam/coklat amorph. -H/C ratio: 1.3-1.4 -5-20% dari
total
Sifat kimia dan sifat fisika aspal saling berhubungan, yaitu sebagai berikut

Sifat Kimia Sifat Fisik


Kelekatan Base on aromat Base on resin
Durability Base on parafine Base on maltene
Kepekaan terhadap suhu Base on parafine Base on maltene
Karakteristik aspal yaitu :

– Kekakuan rendah atau viskositas yang relatif tinggi sehingga tidak memerlukan
temperatur tinggi untuk pemompaan aspal, pencampuran dan pemadatan.
18

– Kekakuan tinggi pada saat temperatur tinggi (musim panas) untuk menghindari alur
(rutting) dan sungkur (shoving).
– Kekakuan rendah pada saat temperatur rendah (musim dingin) untuk menghindari retak.
– Kelekatan terhadap agregat yang tinggi untuk menghindari pengelupasan
(stripping)

Jenis – jenis aspal berdasarkan tempat pengambilannya dibagi menjadi 2 yaitu :


➢ Aspal alam
Aspal alam ada yang diperoleh digunung-gunung seperti aspal di Pulau Buton
atau lebih dikenal dengan Asbuton, dan ada pula yang diperoleh di danau seperti di
Trinidad serta yang berasal dari Bermuda. Aspal alam terbesar di dunia terdapat di
Trinidad, berupa aspal danau (Trinidad Lake Asphalt). Aspal dari Trinidad
mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut,
sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak
dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alamiah.
➢ Aspal buatan
Yang termasuk dengan aspal buatan yaitu aspal minyak dan tar. Tar adalah
hasil penyulingan batu bara dan kayu (tidak umum digunakan peka terhadap
perubahan temperature dan beracun sedangkan aspal minyak adalah aspal yang
merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan
residu jenis asphaltic base crude oil yang banyak mengandung aspal, paraffin base
crude oil yang banyak mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang
mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya
digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.
Residu aspal berbentuk padat, tetapi melalui pengolahan hasil residu ini dapat
pula berbentuk cair atau emulsi pada suhu ruang. Aspal padat adalah aspal yang
berbentuk padat atau semipadat pada suhu ruang dan menjadi cair jika
dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen aspal (asphalt cement).Oleh
karena itu Aspal semen harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai bahan pengikat agregat. Aspal cair (cutback asphalt) yaitu aspal yang
berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan
dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin,
atau solar. Bahan pencair membedakan aspal cair menjadi :
a. Rapid curing cut back asphalt (RC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
bensin. RC merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
19

b. Medium curing cut back asphalt (MC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
minyak tanah (kerosene).
c. Slow curing cut back asphalt (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair solar
(minyak disel). SC merupakan aspal cair yang paling lambat menguap.

Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah suatu campuran aspal dengan air
dan bahan pengemulsi, yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi lebih
cair daripada aspal cair. Di dalam aspal emulsi,butir-butir aspal larut dalam air. Untuk
menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih besar
maka butiran tersebut diberi muatan listrik.
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan
atas:
a. Aspal kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi
yang butiran aspalnya bermuatan arus listrik positif.
b. Aspal anionic disebut juga aspal emulsi alkali, merupkan aspal emulsi yang
butiran aspalnya bermuatan negative.
c. Nonionic merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi berarti
tidak mengantarkan listrik.

Berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas :


a. Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi
sehingga pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat atau
keras kembali.
b. Medium Setting, direncanakan untuk pencampuran dengan agregat kasar,
karena jenis ini tidak akan memecah jika berhubungan dengan agregat
sehingga campuran ini tetap dapat dihamparkan dalam beberapa menit.
c. Slow Setting (SS) , direncanakan untuk pencampuran dengan stabilitas
maksimum. Digunakan dengan agregat bergradasi padat dan mengandung
kadar agregat halus yang tinggi.

Adapun perbedaan sifat aspal dengan ter yaitu :


20

Bitumen (aspal) Sifat Ter


Coklat-hitam Warna Coklat-hitam
Cair-padat Bentuk Cair
Larut Dalam CS2/CCl4 Larut
Tidak larut Dalam air Tidak larut
Berbau biasa Bau Berbau khas (aromat bersifat harum)
Ada yang Aromat Tunggal
bergandengan

Agregat
21

Agregat terdiri dari pasir, gravel, batu pecah, slag atau material lain dari bahan mineral
alami atau buatan. Agregat merupakan bagian terbesar dari campuran aspal. Material
agregat yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan tugas utamanya untuk menahan
beban lalu lintas. Agregat dari bahan batuan pada umumnya masih diolah lagi dengan mesin
pemecah batu (stone crusher) sehingga didapatkan ukuran sebagaimana dikehendaki dalam
campuran. Agar dapat digunakan sebagai campuran aspal, agregat harus lolos dari berbagai
uji yang telah ditetapkan.
Agregat adalah suatu bahan yang keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan
campuran dan berupa berbagai jenis butiran atau pecahan, termasuk didalamnya antara lain:
pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur tinggi dan debu agregat. Banyaknya agregat dalam
campuran aspal pada umumnya berkisar antara 90% sampai dengan 95% terhadap total berat
campuran atau 70% sampai dengan 85% terhadap volume campuran aspal.
Asal Agregat

Asal agregat dapat digolongkan dalam 3 kategori:

1. Agregat dari batuan beku (volcanic rock): agregat ini terjadi akibat pendinginan dan
pembekuan dari bahan-bahan yang meleleh akibat panas (magma bumi).
Agregat ini digolongkan dalam 2 jenis pokok:
a. Agregat dari batuan ekstrusif: terjadinya akibat dilempar ke udara dan mendingin secara
cepat. Jenis pokoknya: pyolite, andesite dan basalt. Sifat utamanya: berbutir halus, keras
dan cenderung rapuh.
b. Agregat dari batuan intrusif: terjadinya akibat batuan yang mendingin secara lambat dan
diperoleh sebagai singkapan. Jenis pokoknya: granit, diorit dan gabro. Sifat utamanya:
berbutir kasar, keras dan kaku.
2. Agregat dari batuan endapan (sedimentary rock): agregat terjadi dari hasil endapan halus
dari hasil pelapukan batuan bebas, tumbuh-tumbuhan, binatang. Dengan mengalami proses
pelekatan dan penekanan oleh alam maka menjadi agregat/batuan endapan. Jenis agregat dari
batuan endapan antara lain: batuan kapur, batuan silika dan batuan pasir.
3. Agregat dari batuan methamorphik: agregat terjadi dari hasil modifikasi oleh alam
(perubahan fisik dan kimia dari batuan endapan dan beku sebagai hasil dari tekanan yang
kuat, akibat gesekan bumi dan panas yang berlebihan). Sebagai contoh: batuan kapur
menjadi marmer dan batuan pasir menjadi kwarsa.

Agregat untuk campuran perkerasan jalan juga diklasifikasikan berdasarkan sumbernya:


1. Pit atau bank run materials (pit-run), biasanya gravel dari ukuran 75 mm (3 inchi)
22

sampai ukuran 4.75 mm (No. 4). Pasir yang terdiri partikel ukuran 4.75 mm (No. 4) hingga
partikel berukuran 0.075 mm (No. 200). Ada juga silt yang berukuran 0.075 mm kebawah.
Batu-batuan tersebut tersingkap dan terdegradasi oleh alam baik secara fisik maupun
kimiawi. Produk proses degradasi ini kemudian diangkut oleh angin, air atau es (gletser
yang bergerak) dan diendapkan disuatu lahan.
1. Agregat hasil proses, merupakan hasil proses pemecahan batu-batuan dengan stone-crusher
machine (mesin pemecah batu) dan disaring. Agregat alam biasanya dipecah agar dapat
digunakan sebagai campuran aspal. Agregat yang dipecah tersebut kualitasnya kemungkinan
bertambah, dimana pemecahan akan merubah tekstur permukaan, merubah bentuk agregat
dari bulat ke bersudut, menambah distribusi dan jangkauan ukuran partikel agregat.
Pemecahan batu bisa dari ukuran bedrocks atau batu yang sangat besar. Pada ukuran
bedrocks sebelum masuk mesin stone-crusher maka pengambilannya melalui blasting
(peledakan dengan dinamit).
2. Agregat sintetis/buatan (synthetic/artificial aggregates), sebagai hasil modifikasi, baik
secara fisik atau kimiawi. Agregat demikian merupakan hasil tambahan pada proses
pemurnian biji tambang besi atau yang spesial diproduksi atau diproses dari bahan
mentah yang dipakai sebagai agregat. Terak dapur tinggi (blast-furnace slag) adalah yang
paling umum digunakan sebagai agregat buatan. Terak yang mengapung pada besi cair
adalah bukan bahan logam (non-metallic), kemudian ukurannya diperkecil dan didinginkan
dengan udara. Pemakaian agregat sintetis untuk pelapisan lantai jembatan, karena agregat
sintetis lebih tahan lama dan lebih tahan terhadap geseran dari pada agregat alam.
Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar untuk agregat ini adalah agregat yang tertahan di atas saringan
2,36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasar untuk keperluan pengujian
harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus disediakan dalam ukuran-ukuran
normal. Agregat kasar ini menjadikan perkerasan lebih stabil dan mempunyai skid
resistance (tahanan terhadap selip) yang tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara.
Agregat kasar yang mempunyai bentuk butiran (particle shape) yang bulat memudahkan
proses pemadatan, tetapi rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut (angular)
sulit dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat kasar harus mempunyai
ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran wearing course, untuk itu nilai
Los Angeles Abrasion Test harus dipenuhi.

Agregat Halus
23

Agregat halus adalah agregat hasil pemecah batu yang mempunyai sifat lolos saringan
No.8 (2,36 mm) tertahan saringan No.200 (0,075 mm). Fungsi utama agregat halus adalah
untuk menyediakan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari perkerasan melalui
keadaan saling mengunci (interlocking) dan gesekan antar butiran. Untuk hal ini maka sifat
eksternal yang diperlukan adalah angularity (bentuk menyudut) dan particle surface roughness
(kekasaran permukaan butiran).

Bahan Pengisi (Filler)


Bahan pengisi dapat terdiri atas debu batu kapur, debu dolomite, semen Portland, abu
terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Bahan
pengisi yang merupakan mikro agregat ini harus lolos saringan No. 200 (0,075 mm). Dari
sekian banyak jenis bahan pengisi maka kapur padam banyak digunakan dari pada Portland
semen. Portland semen mudah diperoleh dan mempunyai grading butiran yang bagus
namun demikian harganya sangat mahal.

Fungsi bahan pengisi adalah untuk meningkatkan kekentalan bahan bitumen dan untuk
mengurangi sifat rentan terhadap temperatur. Keuntungan lain dengan adanya bahan pengisi
adalah karena banyak terserap dalam bahan bitumen maka akan menaikkan volumenya.

Banyak spesifikasi untuk wearing course menyarankan banyaknya bahan pengisi kira-
kira 5% dari berat adalah mineral yang lolos saringan No. 200. Para peneliti telah sepakat
menaikkan kuantitas bahan pengisi akan menyebabkan meningkatkan stabilitas dan
mengurangi rongga udara dalam campuran, namun ada batasnya.

Terlalu tinggi kandungan bahan pengisi akan menyebabkan campuran menjadi getas
dan mudah retak bila terkena beban lalu lintas, namun dilain pihak bila terlalu sedikit bahan
pengisi akan menghasilkan campuran yang lembek pada cuaca panas.

Tabel 2.4 Ketentuan Agregat

No Karakteristik Standar Pengujian Persyaratan


24

A. Agregat Kasar
1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 maks. 3%
2 Berat Jenis SNI 03-1970-1990 min. 2.5 gr/cc
3 Abrasi dengan mesin Los SNI 03-2417-1991 maks. 40%
4 Kelekatan agregat terhadap SNI 03-2439-1991 min. 95%
5 Partikel pipih ASTM D-4791 maks. 25%
6 Partikel Lonjong ASTM D-4791 maks. 10%
B. Agregat Halus
1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 maks. 3%
2 Berat Jenis SNI 03-1970-1990 min. 2.5 gr/cc
3 Nilai setara pasir AASHO T- 176 min. 50%
C. Filler
1 Material lolos saringan no.200 SNI M-02-1994-03 min. 70%
Jenis-Jenis Perkerasan

Struktur perkerasan

➢ Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang
tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :
• Lapisan tanah dasar (sub grade)
• Lapisan pondasi bawah (subbase course)
• Lapisan pondasi atas (base course)
• Lapisan permukaan / penutup (surface course)

Terdapat beberapa jenis / tipe perkerasan terdiri :


a. Flexible pavement (perkerasan lentur).
b. Rigid pavement (perkerasan kaku).
c. Composite pavement (gabungan rigid dan flexible pavement).

➢ Perkerasan Lentur

Jenis dan fungsi lapisan perkerasan


25

Lapisan perkerasan jalan berfungsi untuk menerima beban lalu-lintas dan


menyebarkannya ke lapisan di bawahnya terus ke tanah dasar.

– Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)


Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai tempat perletakan
lapis perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan diatasnya. Menurut
Spesifikasi, tanah dasar adalah lapisan paling atas dari timbunan badan jalan setebal
30 cm, yang mempunyai persyaratan tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang berkenaan
dengan kepadatan dan daya dukungnya (CBR).
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik,
atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang distabilisasi dan
lain lain.
Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas :
• Lapisan tanah dasar, tanah galian.
• Lapisan tanah dasar, tanah urugan.
• Lapisan tanah dasar, tanah asli.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat
dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar
adalah sebagai berikut :
• Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas.
• Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.
• Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat tanah pada
lokasi yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan misalnya kepadatan yang
kurang baik.

– Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)


Lapis pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak di atas lapisan tanah
dasar dan di bawah lapis pondasi atas. Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai :
• Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
• Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
• Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis
pondasi atas.
• Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat (akibat lemahnya
daya dukung tanah dasar) pada awal-awal pelaksanaan pekerjaan.
• Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan.
26

– Lapisan pondasi atas (base course)


Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi
bawah dan lapis permukaan. Lapisan pondasi atas ini berfungsi sebagai :
• Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan
beban ke lapisan di bawahnya.
• Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi atas ini harus cukup kuat dan awet sehingga dapat
menahan beban-beban roda. Dalam penentuan bahan lapis pondasi ini perlu
dipertimbangkan beberapa hal antara lain, kecukupan bahan setempat, harga, volume
pekerjaan dan jarak angkut bahan ke lapangan.

– Lapisan Permukaan (Surface Course)


Lapisan permukaan adalah lapisan yang bersentuhan langsung dengan beban roda
kendaraan. Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai :
• Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan.
• Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (lapis aus).
• Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan
bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
• Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh
lapisan di bawahnya.
Apabila diperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup / lapis aus (wearing
course) di atas lapis permukaan tersebut. Fungsi lapis aus ini adalah sebagai lapisan
pelindung bagi lapis permukaan untuk mencegah masuknya air dan untuk memberikan
kekesatan (skid resistance) permukaan jalan. Apis aus tidak diperhitungkan ikut
memikul beban lalu lintas.

Jenis kerusakan pada pekerasan lentur antara lain sebagai berikut :

Menurut Manual Pemeliharaan Jalan no : 03/MN/B/1983 dikeluarkan oleh Direktorat


Jenderal Binamarga, kerusakan jalan terutama pada perkerasan lentur dapat dibedakan atas 6
jenis yang akan dijelaskan secara bertahap berikut jenis-jenisnya:

• Retak (cracking)
27

• Distorsi (distortion)

• Cacat Permukaan (disintegration)

• Pengausan (polished aggregate)

• Kegemukan (bleeding / flushing)

• Penurunan pada bekas penanaman utilitas

1. Retak / Cracking
Retak/craking yang umum diikenal dapat dibedakan atas :
a). Retak Halus (hair cracking), dengan ciri-ciri Lebar celah ≤ 3mm. Penyebab adalah bahan
perkerasan yang kurang baik, tanah dasar / bagian perkerasan dibawah lapis permukaan yang
kurang stabil. akibat retak halus ini air dapat meresap kedalam lapis permukaan. Sehingga
untuk pemeliharaan dapat digunakan lapis latasir, buras. Dalam tahap perbaikan, sebaiknya
dilengkapi dengan sitem aquaproof. diman jika dibiarkan berlarut-larut retak rambut dapat
berkembang menjadi retak buaya.

Gambar 1. Jalan Retak Halus


b) Retak Kulit Buaya (alligator crack),
• ciri-ciri utama dari retak kulit buaya adalah dengan adanya celah dengan lebar ≥ 3mm.
Saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.
Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah
dasar atau bagian perkerasan dibawah lapis permukaan kurang stabil, atau bahan lapis pondasi
dalam keadaan jenuh air (air tanah naik).
• Daerah retak kulit buaya yang luas, biasanya disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang
melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Untuk sementara untuk
pemeliharaan dapat digunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston.
• Jika celah ≤ 3mm, sebaiknya bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit buaya
akibat rembesan air ke lapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan cara dibongkar dan
dibuang bagian-bagian yang basah, kemudian dilapis kembali dengan bahan yang sesuai.
Perbaikan harus disertai dengan perbaikan drainase disekitarnya. Kerusakan yang disebabkan
oleh beban lalu lintas harus diperbaiki dengan memberi lapis tambahan.
28

Gambar 2. Jalan Retak Kulit Buaya


c) Retak Pinggir (edge crack)
• Retak pinggir, retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu
dan terletak dekat bahu, disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping, drainase
kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau terjadinya settlement dibawah daerah tersebut.
Akar tanaman yang tumbuh ditepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak
pinggir.
• Cara perbaikan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair & pasir. Perbaikan
drainase harus dilakukan, bahu diperlebar, dan dipadatkan, jika pinggir perkerasan mengalami
penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan
akan bertambah besar dengan disertai lubang-lubang.

Gambar 3. Jalan Retak Pinggir

d) Retak Sambungan Bahu Perkerasan (edge joint crack)


• Retak sambungan bahu perkerasan, retak memanjang, umumnya terjadi pada sambungan
bahu dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan kondisi drainase dibawah bahu jalan lebih
buruk daripada dibawah perkerasan, terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material
bahu / perkerasan jala, atau akibat lintasan truk / kendaraan berat di bahu jalan.
• Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan capuran aspal cair dan pasir.
e) Retak Sambungan Jalan (lane joint crack)
• Retak ini merupakan retak yang terjadi secara memanjang yang pada dua sambungan lalu
lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan dua lajur lalu lintas.
29

• Perbaikan dapat dilakukan dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke dalam
celah-celah yang terjadi.

Gambar 4. Retak Sambungan Jalan


f) Retak Sambungan Pelebaran Jalan (widening crack)
• Retak jenis ini terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran
secara memanjang. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya dukung di bawah bagian
pelebaran dan bagian jalan lama, dapat juga disebabkan oleh tidak baiknya ikatan antar
sambungan.
• Perbaikan dilakukan dengan mengisi celah-celah dengan campuran aspal cair dan pasir.

Gambar 5. Retak Sambungan Pelebaran Jalan

g) Retak Refleksi (reflection crack)


• Ciri-ciri Retak Refleksi dapat terjadi secara memanjang, melintang, diagonal, atau
membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan (overlay) yang menggambarkan retakan di
bawahnya. Retak ini dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki dengan
baik sebelum pekerjaan overlay, dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertical atau horizontal
di bawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada jenis tanah yang ekspansif.
• Untuk retak memanjanag, melintang dan diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan
mengisi celah-celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak,
perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali dengan bahan yang sesuai
30

Gambar 6. Jalan Retak Refleksi


h) Retak Susut (shrinkage crack)
• Retak yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak besar dengan sudut tajam. Retak
disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan permukaan yang memakai aspal dengan
penetrasi rendah, atau perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar.
• Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir, dan
dilapis dengan burtu.
i) Retak Selip (slippage crack)
• Retak yang bentuknya melengkung seperti bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh
kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dandan lapis di bawahnya. Kurang baiknya
ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak, air, atau benda non adhesive lainnya, atau
akibat tidak diberinya tack coat sebagai bahan pengikat di antara kedua lapisan. Retak selip
dapat terjadi akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan atau kurang
baiknya pemadatan lapis permukaan.
• Perbaikan dapat dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dan menggantikannya
dengan lapisan yang lebih baik.
2. Distorsi (distortion)
Jenis kerusakan lentur atau flexible berupa distorsi dapat terjadi atas lemahnya tanah
dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat
beban lalu lintas. untuk dkerusakan jalan yang satu ini dibagi atas beberapa jenis
diantaranya:
a) Alur (ruts)
• Terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan, dapat merupakan tempat menggenangnya
air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan dan akhirnya
timbul retak-retak. Disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian
terjadi penambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan roda. Campuran
aspal stabilitas rendah dapat pula menimbulkan deformasi plastis.
• Perbaikan dapat dilakukan dengan memberi lapisan tambahan yang sesuai.
31

Gambar 1. Jalan Rusak Alur


b) Keriting (corrugation)
• Dapat terjadi karena rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya
kadar aspal, terlalu banyak menggunakan agregat halus, agregat bulat dan licin, aspal yang
dipakai mempunyai penetrasi yang tinggi. Keriting juga dapat terjadi jika lalu lintas dibukia
sebelum perkerasan mantap.
• Jenis kerusakan Keriting dapat diperbaiki dengan cara :

– Jika lapisan memiliki pondasi agregat, digaruk kembali, dicampur dengan lapis
pondasi, dipadatkan dan diberi lapis perkerasan baru.
– Bahan pengikat mempunyai ketebalan > 5 cm, lapis tersebut diangkat dan diberi
lapisan baru.

Gambar 2. Jalan Rusak Keriting


c) Sungkur (shoving)
• Deformasi plastis yang terjadi setempat di tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian
curam, dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi dengan atau tanpa retak. Penyebab
kerusakan sama dengan keriting.
• Perbaikan dilakukan dengan dibongkar dan dilakukan pelapisan kembali.
32

Gambar 3. Jalan Rusak sungkur


d) Amblas (grade depression)
• Terjadi setempat/tertentu dengan atau tanpa retak, terdeteksi dengan adanya air yang
tergenang. Amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan,
pelaksanaan yang kurang baik, atau penuruna bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar
mengalami settlement.
• Perbaikan dapat dilakukan dengan cara:

– Untuk amblas yang ≤ 5 cm, bagian yang rendah diisi dengan bahan yang sesuai
dengan lapen, lataston, laston.
– Untuk amblas yang ≥ 5 cm, bagian yang amblas dibongkar dan dilapis kembali dengan
lapis yang sesuai

Gambar 4. Jalan Amblas


e) Jembul (upheaval)
• jenis kerusakan Jembul terjadi setempat dengan atau tanpa retak. Hal ini terjadi akibat
adanya pengembangan tanah dasar ekspansip.
• Perbaikan dilakuan dengan membongkar bagian yang rusak dan melapisinya kembali.
3. Cacat Permukaan (disintegration)
Jenis kerusakan yang satu ini mengarah pada kerusakan secara kimiawi & mekanis
dari lapisan permukaan, yang termasuk cacat permukaan adalah sebagai berikut:
a) Lubang (potholes)
kerusakan jalan berbentuk lubang (potholes) memiliki ukuran yang bervariasi dari kecil
sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air sampai ke dalam lapis
permukaan yang dapat menyebabkan semakin parahnya kerusakan jalan.
Proses pembentukan lubang dapat terjadi akibat :
ü Campuran lapis permukaan yang buruk seperti :

• Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah lepas.

• Agregat kotor sehingga ikatan antar aspal dan agregat tidak baik.

• Temperature campuran tidak memenuhi persyaratan.


33

ü Lapis permukaan tipis sehingga lapisan aspal dan agregat mudah lepas akibat
pengaruh cuaca.
ü System drainase jelek sehingga air banyak yang meresap dan mengumpul dalam lapis
perkerasan.
ü Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air meresap masuk dan
mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.
Untuk perbaikan maka lubang-lubang tersebut harus dibongkar dan dilapis kembali
dimana pembongkaran berfungsi untuk meningkatkan daya cengkram antar sambungan
perkerasan yang baru dan perkerasan yang lama.

gambar 1. rusak jalan berbentuk lubang


b) Pelepasan butir (raveling)
• Dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama
dengan lubang
• Dapat diperbaiki dengan meberikan lapisan tambahan di atas lapisan yang mengalami
pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan dan dikeringkan

gambar 2. pelepasan butiran batu


c) Pengelupasan Lapisan Permukaan (stripping)
• Disebabkabn oleh kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau
terlalu tipisnya lapis permukaan.
• Dapat diperbaiki dengan cara digaruk, diratakan, dan dipadatkan. Setelah itu dilapis dengan
buras.
34

gambar 3. pengelupsan lapisan permukaan


4. Pengausan (polished aggregate)
Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan aus terhadap
roda kendaraan / agregat yang digunakan berbentuk bulat dan licin. Dapat diatasi dengan
latasir, buras, latasbum.

gambar 4. pengausan permukaan perkersan


5. Kegemukan (bleeding / flushing)
Pada temperature tinggi, aspal menjadi lunak, dan akan terjadi jejak roda, dapat
disebabkan pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu
banyak aspal pada pengerjaan prime coat / teak coat. Dapat diatasi dengan menaburkan
agregat panas dan kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan diberi lapisan penutup.

gamabr 5. kegemukan permukaan perkerasan


6. Penurunan pada Bekas Penanaman Utilitas (utility Cut Deprestion)
Hal ini terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki dengan
dibongkar kembali, dan diganti dengan lapis yang sesuai.

➢ Perkerasan Kaku

Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat
(slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga tidak ada) di atas
tanah dasar. Dalam konstruksi perkerasan kaku, plat beton sering disebut sebagai lapis
35

pondasi karena dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton di atasnya yang berfungsi
sebagai lapis permukaan.

Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan
mendistribusikan beban ke bidang tanah dasra yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari
kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat beton sendiri. Hal ini berbeda dengan
perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis
pondasi dan lapis permukaan.

Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung
beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam perencanaan tebal perkerasan beton
semen adalah kekuatan beton itu sendiri. Adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau
pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya.

Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton karena beberapa pertimbangan,
yaitu antara lain untuk menghindari terjadinya pumping, kendali terhadap sistem drainasi,
kendali terhadap kembang-susut yang terjadi pada tanah dasar dan untuk menyediakan lantai
kerja (working platform) untuk pekerjaan konstruksi.

Secara lebih spesifik, fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :


• Menyediakan lapisan yang seragam, stabil dan permanen.
• Menaikkan harga modulus reaksi tanah dasar (modulus of sub-grade reaction = k), menjadi
modulus reaksi gabungan (modulus of composite reaction).
• Mengurangi kemungkinan terjadinya retak-retak pada plat beton.
• Menyediakan lantai kerja bagi alat-alat berat selama masa konstruksi.

Menghindari terjadinya pumping, yaitu keluarnya butir-butiran halus tanah bersama air
pada daerah sambungan, retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat lendutan atau
gerakan vertikal plat beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air bebas terakumulasi di
bawah pelat.

Jenis-jenis perkerasan jalan beton semen

Berdasarkan adanya sambungan dan tulangan plat beton perkerasan kaku, perkerasan
beton semen dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis sebagai berikut :

– Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan tanpa tulangan untuk kendali retak.

– Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan dengan tulangan plat untuk kendali
retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya
independen terhadap adanya tulangan dowel.
36

– Perkerasan beton bertulang menerus (tanpa sambungan). Tulangan beton terdiri dari
baja tulangan dengan prosentasi besi yang relatif cukup banyak (0,02 % dari luas
penampang beton).

➢ Perkerasan Komposit

Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku (rigid


pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya, dimana kedua jenis
perkerasan ini bekerja sama dalam memilkul beban lalu lintas. Untuk ini maka perlua ada
persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar mempunyai kekakuan yang cukup serta dapat
mencegah retak refleksi dari perkerasan beton di bawahnya. Hal ini akan dibahas lebih lanjut
di bagian lain. Konstruksi ini umumnya mempunyai tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi
pengendara dibandingkan dengan konstruksi perkerasan beton semen sebagai lapis permukaan
tanpa aspal.

Tabel 1.3. : Perbedaan antara Perkerasan Kaku dengan Perkerasan Lentur.


37
38

Beton Aspal
Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal,
dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material pembentuk beton aspal dicampur di
instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan
dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika
digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145°C-155°C, sehingga
disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal pula dengan nama hotmix.
Beton aspal yang menggunakan aspal cair dapat dicampur pada suhu ruang, sehingga
dinamakan coldmix sedangkan beton aspal yang material pembentuknya dicampur pada suhu
pencampuran sekitar 60°C disebut dengan warm mix.

Berdasarkan metode pencampurannya, aspal beton dapat dibedakan atas :


1. Aspal beton Amerika, yang bersumber kepada Asphalt Institute.
2. Aspal beton durabilitas tinggi, yang bersumber pada BS 594, Inggris, dan
dikembangkan oleh CQCMU, Bina Marga, Indonesia
Berdasarkan fungsi beton aspal dapat dibedakan menjadi :
1. Beton aspal untuk lapisan aus (wearing course), adalah lapisan perkerasan yang
berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakn lapisan yang kedap air, tahan
terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang diisyaratkan.
2. Beton aspal untuk lapisan pondasi (binder course), adalah lapisan perkerasan yang
terletak di bawah lapisan aus. Tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu
memiliki stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda
kendaraan.
3. Beton aspal untuk pembentuk dan perata lapisan beton aspal yang sudah lama, yang
pada umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi berbentuk crown.
Jenis beton aspal campuran panas yang ada di Indonesia saat ini antara lain :
1. Laston (Lapisan Aspal Beton) adalah beton aspal bergradasi menerus yang umum
digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat. Tebal nominal minimum
Laston yaitu 4-6cm.
2. Lataston (Lapisan Tipis Aspal Beton) adalah beton aspal bergradasi senjang. Biasanya
disebut dengan HRS (Hot Rolled Sheet). Karakteristik beton aspal yang terpenting
39

pada campuran ini adalah durabilitas dan fleksibilitas.


3. Latasir (Lapisan Tipis Aspal Pasir) adalah beton aspal untuk jalan-jalan lalu lintas
ringan, khususnya dimana agregat kasar atau sulit diperoleh.
4. Lapisan perata adalah aspal beton yang digunakan sebagi lapisan perata dan
pembentuk penampang melintang pada permukaan jalan lama.
5. SMA (Split Mastic Asphalt) adalah beton aspal bergradasi terbuka dengan selimut
aspal yang tebal.
6. HSMA (High Stiffness Modulus Asphalt) adalah beton aspal yang mempergunakan
aspal penetrasi rendah yaitu 30/45.

7 Karakteristik campuran beton aspal:


– Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi
perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan
stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani.
Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan
berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan
jalan yang diperuntukan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu
mempunyai nilai stabilitas yang tinggi.
Factor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal :
○ Gesekan internal, yang dapat berasal dari kekasaran permukaan dari
butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir,
gradasi agregat, kepadatan campuran, dan tebal film aspal.
○ Kohesi, adalah gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya,
sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat.
Stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan :
Agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded).
Agregat dengan permukaan yang kasar.
Agregat berbentuk kubus
Aspal dengan penetrasi rendah
Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir.
Agregat dengan gradasi baik, atau bergradasi rapat akan memberikan rongga antar
butiran agregat (voids in mineral agregate) yang kecil yang menghasilkan stabilitas
yang tinggi, tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat.
Void in mineral agregat (VMA) yang kecil mengakibatkan aspal yang dapat
menyelimuti agregat terbatas dan menghasilkan film aspal yang tipis. Film aspal yang
40

tipis mudah lepas yang mengakibatkan lapis tidak lagi kedap air, oksidasi mudah
terjadi, dan lapis perkerasan menjadi rusak. Pemakaian aspal yang banyak
mengakibatkan aspal tidak lagi dapat menyelimuti agregat dengan baik (karena
VMA kecil) dan juga menghasilkan rongga antar campuran (voids in mix = VIM)
yang kecil. Adanya beban lalu lintas yang menambah pemadatan lapisan
mengakibatkan lapisan aspal meleleh keluar yang disebut bleeding
– Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban
lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan
jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau
perubahan temperature.
Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah :
VIM kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk ke dalam campuran
yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh (getas).
VMA besar sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta
kadar aspal tinggi maka kemungkinan terjadinya bleeding cukup besar. Untuk mencapai
VMA yang besar ini dipergunakan agregat bergradasi senjang.
Film (selimut) aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal
beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya bleeding menjadi
besar.
– Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri
akibat penurunan (konsolidasi/settlemen) dan pergerakan dari pondasi atau tanah
dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas,
ataupun penurunan akibat berat sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli.
Untuk mendapatkan fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan :
Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh
VMA yang besar.
Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi).
Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM
yang kecil.
– Ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance) adalah kemampuan beton aspal
menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa
alur dan retak.
. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap kelelahan adalah :
VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan
kelelahan yang lebih cepat.
41

VMA dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis


perkerasan menjadi fleksibel.
– Kekesatan/tahanan geser (skid resistance) adalah kemampuan permukaan beton aspal
terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga
kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Factor-faktor untuk mendapatkan kekesatan
jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran
permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir,
gradasi agregat, kepadatan campuran, dan tebal film aspal. Ukuran maksimum butir
agregat ikut menentukan kekesatan permukaan. Dalam hal ini agregat yang digunakan
tidak saja harus mempunyai permukaan yang kasar, tetapi juga mempunyai daya tahan
untuk permukaannya tidak mudah dan licin akibat repetisi kendaraan.
– Kedap air (impermeabilitas) adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat
dimasuki air ataupun udara kedalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat
mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan film/selimut aspal
dari permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah beton aspal dipadatkan dapat
menjadi indicator kekedapan air campuran. Tingkat permeabilitas beton aspal
berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.
– Mudah dilaksanakan (workability) adalah kemampuan campuran beton aspal untuk
mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat kemudahan dalam pelaksanaan,
menentukan tingkat efisiensi pekerjaan. Factor yang mempengaruhi tingkat
kemudahan dalam proses penghamparan dan pemdatan adalah viskositas aspal,
kepekaan aspal terhadap perubahan temperature, dan gradasi serta kondisi agregat.
Revisi atau koreksi terhadap rancangan campuran dapat dilakukan jika ditemukan
kesukaran dalam pelaksanaan.
42

Bahan beton aspal


Campuran panas terdiri dari: aspal, batuan dan filler yang setelah diaduk diangkut
dengan truk ke lokasi pekerjaan, kemudian dimasukkan ke alat penghampar. Batuannya
berbentuk pasir, kerikil, batu yang dibagi sebagai agregat halus (pasir) dan kasar. Filler atau
mineral pengisi rongga udara pada campuran aspal semen dengan agregat, antara lain semen
portland, debu batu kapur/karang yang dipecah.
Aspal semen adalah aspal yang diolah untuk pengaspalan perkerasan jalan, ada yang keras
dan setengah keras, dan setelah dipanasi akan mencair.

Bahan-bahan pembuatannya harus sesuai dengan spesifikasi Dit.Jen. Bina Marga


mengenai batuan, aspal dan pencampurannya:

• agregat harus bergradasi baik, mempunyai sudut, bersih dan keras.


• Aspal harus sesuai: penetrasi titik nyala, jumlahnya, tidak berair dan terkontaminasi,
viscositas dan ductilitas baik.

• Pencampuran dengan perbandingan dan temperatur tertentu, dan alat pencampur


berjalan dengan baik.

Agar pencampuran ada yang besar dan kecil, dengan perbedaan pada pengaturan /
penempatan komponen. Agregat ditimbun pada suatu tempat, aspal semen disimpan dalam
tangki, mineral pengisi dalam tempat khusus (silo). Yang dipanasi hanya agregat supaya
kering, dan aspal semen supaya mencair.

Voids in Mineral Aggregate (VMA)

Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah volume pori didalam beton aspal

padat jika seluruh selimut aspal ditiadakan. Tidak termasuk di dalam VMA volume pori di

dalam masing-masing agregat. VMA akan meningkat jika selimut aspal lebih tebal, atau

agregat yang digunakan bergradasi terbuka. VMA dihitung berdasarkan BJ Bulk (Gsb) agregat

dan dinyatakan sebagai persen volume Bulk campuran yang dipadatkan.


43

Gambar 4.1 Ilustrasi pengertian VMA


Voids in Mix (VIM)

VIM adalah volume pori yang masih tersisa setelah campuran beton aspal dipadatkan. VIM

ini dibutuhkan untuk tempat bergesernya butir-butir agregat, akibat pemadatan tambahan yang

terjadi oleh repetisi beban lalu lintas, atau tempat jika aspal menjadi lunak akibat

meningkatnya temperature. VIM yang terlalu besar akan mengakibatkan beton aspal padat

berkurang kekedapan airnya, sehingga berakibat meningkatnya proses oksidasi aspal yang

dapat mempercepat penuaan aspal dan menurunkan sifat durabilitas beton aspal. VIM yang

terlalu kecil akan mengakibatkan perkerasan mengalami bleeding jika temperature meningkat.

VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat. Pengertian tentang

VIM dapat diilustrasikan seperti tampak pada Gambar 4.2 di bawah ini.

Gambar 4.2 Ilustrasi pengertian tentang VIM


Voids Filled with Asphalt
VFA adalah volume pori beton aspal padat yang terisi oleh aspal, atau volume
film/selimut aspal.
44

Metode Marshall

Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan
telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu
ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan
stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang
terbentuk.
Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji)
berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai
stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall
berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur
pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-199 1, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-
76.
Secara garis besar pengujian Marshall meliputi: persiapan benda uji, penentuan berat
jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan perhitungan sifat
volumetric benda uji.
Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Jumlah benda uji yang disiapkan.

2. Persiapan agregat yang akan digunakan.

3. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan.

4. Persiapan campuran aspal beton.

5. Pemadatan benda uji.

6. Persiapan untuk pengujian Marshall.

Jumlah benda uji yang disiapkan ditentukan dari tujuan dilakukannya uji Marshall
tersebut. AASHTO menetapkan minimal 3 buah benda uji untuk setiap kadar aspal yang
digunakan. Agregat yang akan digunakan dalam campuran dikeringkan di dalam oven pada
temperatur 105-110°C. Setelah dikeringkan agregat dipisah-pisahkan sesuai fraksi ukurannya
dengan mempergunakan saringan. Temperatur pencampuran bahan aspal dengan agregat adalah
temperatur pada saat aspal mempunyai viskositas kinematis sebesar 170 ± 20 centistokes, dan
temperatur pemadatan adalah temperatur pada saat aspal mempunyai nilai viskositas
kinematis sebesar 280 ± 30 centistokes. Karena tidak diadakan pengujian viskositas kinematik
45

aspal maka secara umum ditentukan suhu pencampuran berkisar antara 145 °C-155 °C,
sedangkan suhu pemadatan antara 110 °C-135 °C.

Perbedaan Metode Bina Marga dengan Asphalt Institute

Tabel 6.3. Perbedaan Mendasar antara Metode Bina Marga dengan Asphalt Institute
No.
Metode Bina Marga Metode Asphalt Institute
1 Kriteria dasar rongga udara Kriteria dasar stabilitas
.1 Langkah pertama menentukan Langkah pertama perencanaan
. aspal efektif sesuai spesifikasi dari
kadar campuran
adalah merencanakanproporsi
lapisan perkerasan yang sehingga diperoleh gradasi agregat
jenis penakaran
direncanakan campuran yang memenuhi spesifikasi.
Kadar aspal lebih tinggi, film Kadar aspal rendah, film aspal lebih
aspal lebih tebal, sehingga tipis, retak-retak mudah terjadi.
3 tinggi.
4. Baik untuk volume lalu lintas Baik untuk volume lalu lintas
. rendah tinggi dengan beban
sampai tinggi beban berat (banyak
dengan
(terutama untuk kendaraan penum- berat)
pang).
5. Stabilitas berasal dari ikatan antar Stabilitas berasal dari sifat sating
butir halus dan agregat kasar
butir- (interlocking)
kunci antar agregat.
dengan aspal.

You might also like