You are on page 1of 15

c 

   

Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan


manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling
penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam
dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses
belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang
baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap,dan ketrampilan.
Pada dasarnya terdapat dua pend apat tentang teori belajar yaitu teori
belajar aliran behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik
menekankan pada pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga
hasil belajar adalah sesuatu yang dapat diamati dengan indra manusia langsung
tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan
Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya´.

Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan


suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh
Winkel (1996: 53) bahwa ³Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas´.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu
proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia
sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh
suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku,
ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih
cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasil nya tidak
dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah
beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:

Teori Belajar Piaget 


Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang
sangat terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya
proses berpikir pada anak.
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya
menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul
skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat
bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan -tahapan tersebut adalah:

a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)


Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat se dikit memahami
lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium
dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik
serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini.
Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat
tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang -nendang dia tahu bahwa
selimutnya akan bergeser darinya.
b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)

Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak -anak itu untuk
selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya
perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang
lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh eg osentrisnya yaitu ia tidak menyadari
orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.

c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)

Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam


upaya mengerti tentang alam sekelilingn ya mereka tidak terlalu menggantungkan diri
pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak -anak yang sudah mampu berpikir
secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa
ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar d an bentuk sesuatu, dapat saja
berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak -anak sering kali dapat
mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.
d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 t ahun)

Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir
mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan
beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum -
hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh
karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat
hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal -hal yang bersifat abstrak.
Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan
kemampuan kognitif anak menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak
tesebut.

Taxonomy SOLO

Teori belajar Piaget memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap


perkembangan teori pembelajaran kognitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya
peneliti yang tertarik mela kukan analisis serta memperluas teori tersebut. salah satu
kritik yang cukup tajam terhadap teori Piaget adalah berkenaan dengan asumsi
bahwa pengertian akan suatu struktur yang sama akan diperoleh pada usia yang
sama dalam berbagai domain intelektual. Imp likasi dari hal ini adalah ketika seorang
anak sudah dapat mengawetkan besaran suatu unsur dengan mengenali bahwa
besaran dari benda tersebut sama terlepas dari bentuknya anak secara rasional
dapat diduga akan mengawetkan konsep berat, karena struktur anta ra konsep
besaran dan berat sama. Ternyata bersadar pada studi eksperimental yang
dilakukan oleh para peneliti hal ini tidak sepenuhnya benar. Hal ini dianggap sebagai
sebuah penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya perbedaan
cara dalam memperoleh sebuah struktur yang sama oleh seorang individu. Dari
beberapa hasil pengembangan penelitian dalam teori ini ternyata penyimpangan ini
lazim terjadi sebagaimana diungkapkan oleh Biggs dan Collis (1982). Fakta ini
memicu sebuah pengembangan teori dari teori Piaget yang dikenal dengan ÷ 
 ÷ 
 .

Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori
belajar Piaget. Salah satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan
dengan struktur kognitif. Teori mereka dikenal dengan 

  
 
 
÷÷   (SOLO). Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan antara
³ ÷
  ÷  

´ atau struktur kognitif umum anak dengan ³actual
respon´ atau respon langsung anak ketika diberikan perintah -perintah. Mereka
menerima kebeadaan konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini
bahwa hal tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada
sebuah ³    ÷  

´ (HCS) atau struktur kognitif hipotesis.
Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari
pengaruh pembelajaran disaat anak diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam
menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat
penting seperti yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa penampilan
seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas
lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya asumsi
ini juga meliputi penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:

Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun
berada pada level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari
siswa berada pada level formal di matematika namun dilain hari dia masih berada
pada level yang konkrit pada topik yyang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak
dapat mengindikasikan terdapatnya ³pertukaran´ dalam perkembangan kognitif yang
berlangsung, tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang lebih 
 ,
pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis (1991:60)

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih
menekankan pada analisis terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon
anak diperlukan butir-butir rangsangan. Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini
tidak difokuskan untuk melihat kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada
melihat struktur alamiah dari respon siswa dan perubahannya dari waktu ke waktu.

Untuk menjelaskan konsep ³pertukaran´ yang terjadi dalam pertumbuhan


kognitif yang tidak biasa diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991:
60)menyediakan suatu level tersendiri yang diberi nama ³   
  ´.
Bagaimanapun juga terdapat satu perbedaan penting dari teori yang dikemukakan
Piaget yaitu ketika mode atau level baru mulai muncul, ini tidak akan menggantikan
level yang lama begitu saja melainkan dapat berkembang bersamaan. Oleh karena
itu mode-model tersebut tumbuh sejak lahir hingga dewasa. Level terakhir adalah
batas tertinggi dari proses abstraksi yang dapat ditunju kkan anak, bukan seluruh
penampilan yang harus menyesuaikan dengan level -nya. Secara khusus, ketika
semakin banyak mode yang memungkinkan maka    ÷ ÷÷menjadi
normanya.
Berikut adalah 5 mode yang diutarakan oleh Biggs dan Collis:
1. Mode ÷ 


Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak
membangun kemampuan untuk melakukan koordinasi dan mengatur interaksinya
dengan lingkungan sekitar. Perkembangan yang berkelanjutan pada mode ini
ditunjukkan oleh kegiatan -kegiatan fisik ketika diperolehnya ÷  .

2. Mode ÷

Pada mode ini symbol-simbol dan gambar digunakan untuk


merepresentasikan elemen-elemen yang diperolehnya pada mode sensorimotor.
Tanda-tanda tersebut digunakan sebagai peran pengganti dari komunikasi oral.
Cirri-ciri dari anak yang berada pada mode ini antara lain sering menggunakan
strategi menebak, senang menggunakan alat peraga dan senang membuat
gambaran-gambaran mental. Mode sensorimotor dan iconic adalah mode -mode
alamiah dari seorang manusia yang berkembang secara alamiah juga. Sedangkan
target pertama dari sekolah formal ada pada mode ÷
  .

3. Mode C÷
  

Pada mode ini anak mengalami ³pertukaran´ dalam proses abstraksi.


Mereka mulai merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk
tulisan, yaitu sebuah system symbol yang akan mereka gunakan dalam
kehidupannya di dunia.

Sebuah system symbol memiliki tingkatan dan logika internal yang dapat
memfasilitasi sebuah hubungan antara sistem simbol dan li ngkungan fisik di
sekitarnya. Sistem symbol yang digunakan di sekolah antara lain adalah matematika
dan bahasa. Mode ÷
  adalah mode terbesar sebagai target dari
matematika sekolah. Karena dalam matematika anak menggambarkan dan
mengoperasikan objek-objek yang berada di sekitarnya.

4. Mode 


Pada mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan
mengkonstruksi teori tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berpikir
pada tahap ini meliputi membuat formula hipotesis dan mem buat penalaran yang
proporsional. Oleh karena itu kemampuan ini dituntut pada mahasiswa -mahasiswa
di Perguruan Tinggi.

5. Mode  


Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara


deduktif dari pada penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris. Karakteristik
terpenting dari mode ini adalah kemampuan untuk bertanya tentang prinsip -prinsip
mendasar dari sesuatu hal.

Taksonomi SOLO ini terdiri dari lima tahap yang dapat menggambarkan
perkembangan kemampuan berpikir kompleks pada siswa dan dapat diterapkan di
berbagai bidang.
Berikut adalah tahapan respon berpikir berdasar taksonomi SOLO;
1. Tahap 
 



Pada tahap ini siswa hanya memiliki sangat sedikit sekali informasi yang bahkan
tidak saling berhubungan, sehingga tida k membentuk sebuah kesatuan konsep
sama sekali dan tidak mempunyai makna apapun.

2. Tahap ÷ 



Pada tahap ini terlihat adanya hubungan yang jelas dan sederhana antara satu
konsep dengan konsep lainnya tetapi inti konsep tersebut secara luas belu m
dipahami. Beberapa kata kerja yang dapat mengindikasi aktivitas pada tahap ini
adalah; mengindentifikasikan, mengingat dan melakukan prosedur sederhana.
3. Tahap !  

.

Pada tahap ini siswa sudah memahami beberapa komponen namun hal ini masih
bersifat terpisah satu sama lain sehingga belum membentuk pemahaman secara
komprehensif. Beberapa koneksi sederhana sudah terbentuk namun demikian
kemampuan meta-kognisi belum tampak pada tahap ini. Adapun beberapa kata
kerja yang mendeskripsikan kemampuan siswa pada tahap ini antara lain;
membilang atau mencacah, mengurutkan, mengklasifikasikan, menjelaskan,
membuat daftar, menggabungkan dan melakukan algoritma.
4. Tahap
÷.

Pada tahap ini siswa dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta
tindakan dan tujuan. Pada tahap ini siswa dapat menunjukan pemahaman beberapa
komponen dari satu kesatuan konsep, memahami peran bagian -bagian bagi
keseluruhan serta telah dapat mengaplikasikan sebuah konsep pada keadaan -
keadaan yang serupa. Adapun kata kerja yang mengidikasikan kemampuan pada
tahap ini antara lain; membandingkan, membedakan, menjelaskan hubungan sebab
akibat, menggabungkan, menganalisis, mengaplikasikan, menghubungkan.

5. Tahap" ÷ # 

Pada tahap ini siswa melakukan koneksi tidak hanya sebatas pada konsep-
konsep yang sudah diberikan saja melainkan dengan konsep -konsep diluar
itu. Dapat membuat generalisasi serta dapat melakukan sebuah
perumpamaan-perumpamaan pada situasi-situasi spesifik. Kata-kerja yang
merefleksikan kemampuan pada tahap ini antara lain, membuat suatu teori,
membuat hipotesis, membuat generalisasi, melakukan refleksi serta
membangun suatu konsep.

Teori Belajar Van Hiele 


Dalam belajar pengajaran geometri terdapat teori belajar yang
dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang menguraikan tahap -tahap perkembangan
mental anak dalam belajar geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa
Belanda yang mengadakan penelitian dalam peg ajaran geometri. Hasil penelitiannya
itu, yang dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan
pengamatan.
Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu
waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang ditera pkan, jika ditata secara
terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tingkatan
berpikir yang lebih tinggi.

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahapan berpikir dalam belajar
geometri yaitu;

a.Tahap Pengenalan

Dalam tahap ini anak mu lai belajar mengenali suatu bentuk geometri secara
keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat -sifat dari bentuk
geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh jika kepada seorang anak diperlihatkan
sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh
kubus itu. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi -sisi yang berupa bujur
sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah.

b.Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah mulai dapat mengenal sifat -sifat yang dimiliki benda
geomeri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat
pada benda geometri tersebut. Misalnya disaat dia mengamati persegi panjang, ia
telah mengetahui bahwa terdapat dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua
pasang sisi tersebut saling sejaja r. Dalam tahap ini anak belum mampu mengetahui
hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya.
Misalnya, anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi panjang,
bahwa bujur sangkar adalah belah ketupat dan sebagai nya.

c.Tahap Pengurutan

Pada tahap ini anak telah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang
dikenal dengan sebutan berpikir deduktif, namun kemapuan ini belum berkembang
secara penuh. Pada tahap ini anak telah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia
sudah mulai mengenali bahwa bujur sangkar adalah jajargenjang, bahwa belah
ketupat adalah layang -layang. Demikian pula dalam pengenalan benda -benda
ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan
keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berben tuk bujursangkar. Pola pikir
anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu
persegi panjang itu sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah
ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.
d.Tahap Deduksi

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni
penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.
Mereka juga telah mengerti peranan unsur -unsur yang tidak didefinisikan, di
samping unsur-unsur yang telah didefinisiskan. Misalnya anak telah mampu
memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak telah mampu menggunakan postulat
atau aksioma yang digunakan dalam pembuktian.
Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat
sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun
belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan
sebagai postulat dalam cara -cara pebuktian dua segitiga yang sama dan
sebangun(kongruen).
e.Tahap Akurasi

Dalam tahap ini anak telah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari
prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui
pentingnya aksioma -aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap
akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu
tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah duduk dibangku
sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berpikir ini.
Paparan di atas baru beberapa teori pembelajaran kognitif, selai n itu masih banyak
teori belajar konitif yang diungkapkan oleh beberapa pakar seperti Bruner, Bloom,
Freudenthal dan lain -lain.

Aplikasi Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif bisa di aplikasikan kedalam konsentrasi belajar apa saja
karena sebenarnya dasar dari teori tersebut ada 3 hal yaitu :

` Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap


perkembangan kognitif peserta didik
` Peserta didik hendaknya di beri kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyakan tilikan dari guru
` Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada perserta didik
agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan
Implikasi dalam belajar
` Bahasa dan cara berfikir siswa berbeda dengan orang dewasa. Oleh
karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan cara berfikir siswa
` Siswa ± siswa akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi
lingkungan yang baik. Guru harus membantu siswa agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik baiknya
` Bahan yang harus dipalajari siswa hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing
` Berikan peluang agar siswa belajar sesuai bertahap
` Di dalam kelas, siswa hendaknya diberi pelua ng untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman ± temanya

 
  

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh gage dan
berlier tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan


orang yang belajar sebagai individu yang pasif . Respon atau perilaku tertentu
dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input
yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja
yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pebelajar terhada p stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena
tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan
respon, oleh karena itu apa yang diberik an oleh guru (stimulus) dan apa yang
diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon
akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikur angi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:

(1) Reinforcement and Punishment;

(2) Primary and Secondary Reinforcement;

(3) Schedules of Reinforcement;

(4) Contingency Management;

(5) Stimulus Control in Operant Learning;

(6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark


Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula
berupa pikiran, perasaan, atau ge rakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit
yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan
pengukuran, tetapi tidak dapat menjela skan bagaimana cara mengukur tingkah laku
yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori
koneksionisme (Slavin, 2000).

Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni

(1) hukum efek;

(2) hukum latihan dan

(3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991).

Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal -hal tertentu dapat memperkuat resp on

ë  
  




      

    didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,


yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakangagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi
pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi
lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum
seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah


ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri
pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui
proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan
dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya
tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik m iknat pelajar.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas
dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri -ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan.

Selanjutnya, Piaget menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam


pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan
informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali
struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut
mempunyai tempat atau ruang. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah
proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan
ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan
rangsangan itu.

Vygotsky berpendapat tidak jauh dengan Piaget, bahwa tiap siswa membentuk
pengetahuan sebagai hasil dari pemikiran dan kegiatan siswa itu sen diri melalui
bahasa. Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek social dari pembelajaran.
Menurutnya, proses pembelajaran akan terjadi bila anak beekrja atau menangani
tugas yang belum dipelajari, namun tugas tersebut masih dalam jangkauan anak
yang disebut dengan zone of proximal development (daerah tingkat perkembangan
sedikit di atas aerah perkembangan seseorang sendiri. Vygotsky yakin bahwa fungsi
mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerjasama
antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu
tersebut.

Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahawa murid mempunyai ide mereka sendiri
tentang semua hal, di mana ada yang betul dan ada yang salah. Jika pemahaman
dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak di tangani dengan baik, pemahaman atau
kepercayaan asal mereka itu akan tetap kekal walaupun dalam pemeriksaan mereka
mungkin memberi jawapan seperti yang dikehendaki oleh guru.

John Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahawa
pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai
proses menyusun atau membina pengalaman secara lanjut/kontinyu. Beliau juga
menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam setiap aktivitas pengajaran
dan pembelajaran.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang
berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor
ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Oleh
karenanya, seorang guru ha rus memahami maksud dan tujuan siswa belajar,
selanjutnya guru juga mampu mengarahkan siswa untuk memfungsikan hasil
pengetahuan yang diperolehnya.

ë     


   

Guru menyampaikan pengantar materi pada siswa di dalam kelas. guru mengajak
siswa untuk keluar kelas dan menuju lab sekolah.Di dalam lab, guru menegaskan
dasar pengertian hambatan, fungsi, dan berbagai penjelasan tentang hambatan.
Guru selanjutnya menyuruh siswa untuk tetap berada di lab dan mengintruksikan
agar siswa mencari solusi apa saja yang dapat mencegah panasnya hambatan
(resistor) seperti yang mereka rasakan di lapangan (Discovery).Siswa diajak kembali
ke kelas dan disuruh membacakan hasil pemikirannya satu per satu mengenai solusi
panas dan mengintruksikan agar siswa lain mencatat solusi yang belum ditulisnya
(Asimilasi).Guru menyimpulkan hasil pengamatan siswa, kemudian siswa disuruh
merangkum hasil pembelajaran materi tersebut sesuai yang dipahaminya.Guru
memberikan kesempatan pada siswa untuk menanyakan s ecara kritis berkenaan
dengan hasil pengamatannya.Pada kegiatan penutup guru mengintruksikan agar
setiap siswa mendemonstrasikan hasil penelitian tadi kepada warga sekitar dan
mencatat respon warga tersebut sebagai tugas di rumah (Akomodasi).

 
  
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun
ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya
dua bagian pada proses belajar, ialah :

1. Proses pemerolehan informasi baru,


2. Personalia informasi ini pada individu.
Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator

Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang


berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kem udahan belajar dan berbagai
kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa
guidenes(petunjuk):

1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal,


situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan -tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan -tujuan kelompok yang bersifat
umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing -masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebaga i kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber -sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai
tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan -ungkapan di dalam kelompok kelas, dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap -sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual
ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur -sngsur
dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangann ya sebagai seorang
individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan
juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi
sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunak an atau ditolak
oleh siswa
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan -ungkapan yang menandakan
adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba
untuk menganali dan menerima keterbatasan -keterbatasannya sendiri.

ë      


  

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode -metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa.
Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai


proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri ,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.


Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas


2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar
atas inisiatif sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran
secara mandiri
5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku
yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa,
tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada
materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,
perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari
keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku d an sikap atas kemauan
sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku.

You might also like