Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun tidak lupa mengucapkan banyak terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini
sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan tidak lupa juga kami
ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing kami.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dapat
Penulis
BAB I
1
PEMBAHASAN
1. AL HULUL
Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu,
yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana.
Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma’ sebagai dikutip Harun Nasution,
adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Di dalam teks Arab pernyataan tersebut berbunyi: “Sesungguhnya Allah memilih jasad-jasad
kemanusiaan”.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tokoh yang mengembangkan paham al-
Hulul adalah al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein bin Mansur al-Hallaj. la lahir tahun
244 H. (858 M.) di Negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal
sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi belajar
pada seorang Sufi yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin Abdullah al-Tustur di Negeri
Ahwaz. Selanjutnya ia berangkat ke Bashrah dan belajar pada seorang sufi bernama Amr al-
Makki, dan pada tahun 264 H. ia masuk kota Baghdad dan belajar pada. al-Junaid yang juga
seorang sufi.
Konsep yang diusung oleh Mansur al-Hallaj dalam praktek pengalaman tasawufnya
atribut nuansa spiritualnyabertumpu pada konsep teologi yang masih dalam koridor
2
upaya menyaksikan Yang Satu, mengungkap Yang Satu, dan mengenali Yang Satu, Tuhan
mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu setelah manusia tersebut betul-betul berhasil
melenyapkan sifat kemanusiaan yangada dalam tubuhnya. Menurut al-Hallaj bahwa Tuhan
kemanusiaan).Demikian juga manusia juga memiliki dua sifat dasar yang sama. Oleh karena
itu,antara Tuhan dan manusia terdapat kesamaan sifat. Argumentasipemahaman ini dibangun
Bukhari,Muslim, dan Ahamad bin Hambal atau Imam Hambali. Hadits inimemberikan
wawasan bahwa di dalam diri Adam as terdapat bentuk Tuhanyang disebut al- lahut.
integrasi atau persatuan antara Tuhan dan manusia sangatmungkin terjadi. Proses bersatunya
Bersatunya antara Tuhan dan manusia harus melalui proses bersyarat, dimana
melenyapkan sifat al-nasutnya.Lenyapnya sifat al-nasut, maka secara otomatis akan dibarengi
dengan munculnya sifat al-lahut dan dalam keadaan seperti inilah terjadipengalaman hulul.
Dengan membersihkan diri melalui ibadah dan berhasil usahanya melenyapkan sifat ini,
maka yang tinggal dalam dirinya hanya sifat al-lahut. Pada saat itulah sifat al-nasut Tuhan
3
turun dan masuk ke dalam tubuh seorang Sufi, sehingga terjadilah hulul1 dan peristiwa ini
Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-
wujud. Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada.
Dengan demi¬kian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Kata wahdah selanjutnya
digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Di kalangan ulama klasik ada yang
mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang
lebih kecil.
Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan, bahwa
dalam paham wahdat al-wujud, nast yang ada dalam hulul diubah menjadi khalq (makhluk)
dan lahut menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua bagian sesuatu. Aspek yang
sebelah luar disebut Khalq dan yang sebelah dalam disebut Haqq. Kata-kata khalq dan haqq
inj; merupakan padanan kata al-’Arad (accident) dan al-Jauhar (substance) dan al-Zahir
Menurut paham ini tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, yaitu aspek luar yang
disebut al-Khalq (makhluk) Al’arad (accident-kenyataan luar), zahir (luar-tampak), dan aspek
dalam yang disebut al-haqq (Tuhan), al-jauhar (substance-hakikat), dan al-bathin (dalam).
Paham Wahdatul Wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi yang lahir di Murcia,
Spanyol di tahun 1165. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis di tahun 1145, dan
di sana ia masuk aliran sufi. Di tahun 1202 M. ia pergi ke Mekkah dan meninggal di
4
Menurut Hamka, Ibn Arabi dapat disebut sebagai orang yang telah sampai pada
puncak wahdatul wujud. Dia telah menegakkan pahamnya dengan berdasarkan renungan
pikir dan filsafat dan zauq tasawuf. la menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa yang
agak berbelit-belit dengan tujuan untuk menghindari tuduhan, fitnah dan ancaman kaum
Menurut Ibn Arabi, eksistensi adalah ‘wujud’ dari essensi.Sesuatu bisa dianggap
wujud atau ada jika termanifestasikan dalam apa yang disebut ‘tahapan wujud’ (marâthib al-
sesuatu dianggap wujud jika ada didalam salah satu empat‘tahapan’ tersebut. Sesuatu yang
tidak ada diantaranya tidakbisa dianggap sebagai wujud, dan karena itu tidak
bisadibicarakan.32
Selanjutnya, apa yang wujud itu, yang berarti punyaeksistensi, dalam perspektif
ontologis Ibn Arabi, terbagi dalamdua bagian; wujud mutlak dan wujud nisbi. Wujud mutlak
adalahsuatu sesuatu yang eksis dengan dirinya sendiri dan untukdirinya sendiri, dan itu
adalah Tuhan. Wujud nisbi adalah sesuatuyang eksistensinya terjadi oleh dan untuk wujud
lain (wujûd bi
al-ghair).
Wujud nisbi ini terbagi dalam dua bagian; wujud bebas dan wujud ‘bergantung’, yang disebut
5
bersifatspesial dan temporal. Sementara itu, wujud nisbi bebas berupa substansi-substansi,
3. Insan Kamil
Sedangkan konsep insan kamil dalam pandangan Ibn Arabi terbagi menjadi dua bagian,
yakni manusia Sempurna tingakt unniversal dan manusia sempurna pada tingkat partikular
atau individual. Manusia Sempurna pada tingkat universal, seperti dikatakan W.C. Chittick,
adalah model asli yang abadi dan permanen dari manusia Sempurnya individual. Sedangkan
manusia Sempurna pada tingkat partikular adalah perwujudan manusia para Nabi dan para
Wali Allah.
Dalam padangan al-Arabi setiap makhluk adalah lokus penampakan diri (majla,
mazhar) Tuhan dan manusia Sempurna adalah lokus penampakan diri Tuhan yang paling
sempurna. Ini berarti gambar Tuhan terlihat secara sempurna pada manusia sempurna karena
6
berarti bahwa manusia memadukan atau mecakup dalam dirinya semua dan sifat Tuhan dan
Perpaduan (jam’iyyah) pada diri manusia berarti pula perpaduan sifat-sifat yang
berlawanan sesuai dengan nama-nama dan sifat-sifat Tuhan yang berlawanan, yang
terminifestasi pada alam. Ibn Arabi berkata; Ia adalah manusia yang baharu, yang azali; Ia
adalah bentuk yang kekal, yang abadi, yang memisahkan dan yang memadukan. Manusia
adalah baharu (hadits) dari aspek badanianya dan yang azali (azali) dari aspek ilahinya, aspek
teomorfisnya. Jasad manusia adalah baharu (hadits) badaniahnya dan ruhnya adalah azali.
Masih dalam hal perpaduan, Ibn Arabi bekata: manusia terdiri dari dua salinan (nukhatani),
yaitu salinan yang tampak (nuskhah zahirah) dan salinan dua salinan yang
tersembunyi.salinan yang tampak dapat disamakan dengan alam secara keseluruhan dan
memberinya kedudukan khilafah (kewakilan) sebagai hak istemewa yang tidak diberikan
Allah kepada makhluk-makhluk lain. Perpaduan adalah syarat mutlak untuk memadahi syarat
khalifah. Satu-satunya yang memenuhi syarat ini adalah manusia, atau mausia Sempurna.
Sementara manusia sempurna pada tingkat partikular, Ibn Arabi menunjukkan perbedaan
antara manusia Sempurna (insan kamil) dan manusia Binatang (al-insan hayawan). Dengan
menunjukkan perbedaan itu, ia ingin menegaskan bahwa tidak semua manusia mejadi
Manusia-manusia pilihan itu adalah para Nabi dan para Wali Allah. Tentang perbedaan ini,
Ibn Arabi berkata:“Karena manusia Sempurna adalah menurut gambar Sempurna, maka ia
berhak menerima khalifah dan kewakilan dari Allah di alam. Mari kita jelaskan pada bagian
ini timbulnya khalifah, kedudukannya, dan gambar hakikinya. Kita tidak mengartikan
manusia dengan manusia binatang belaka, tetapi dengan manusia dan khalifah. Dengan
7
kemanusiaan dan khilafah, ia berhak menerima gambar dalam kesempurnaan. Setiap manusia
bukanlah khilafah. Menurut pedapat ini manusia binatang benar-benar bukan khilafah.”
Kesempurnaan manusia adalah terletak pada “perpaduan” yang memberinya hak istimewa
untuk menjadi khilafah. Bagi Ibn Arabi, manusia yang tidak mencapai tingkat kesempurnaan
(rubat al-kamal) adalah binatang yang lahirnya menyerupai bentuk manusia dan tidak berhak
Ibn Arabi tidak setuju manusia dikatakan “binatang berakal” seperti yang dilakukan
banyak orang, bahkan pendapat itu suatu kekeliruan besar yang menyesatkan. Kemampuan
berfikir bukanlah sifat utama yang mebedakan manusia dengan makhluk-makhluk lain karena
keseluruhan alam mempunyai kemampuan ini pula. Sifat utama yang menjadi ciri khusu
“bentuk Tuhan”. (al-surah al-Ilahiyah). Teori ini didasarkan atas hadits Imago Dei, yang
Bagi Ibn Arabi manusia sempurna tergantug pada ubudiyah, yakni membentuk
ketaatan mutlak kepada Allah dengan mengikuti syari’at yang diturunkannya. Manusia
adalah perwujudan Allah; ketaatan itu tidak lain dari ubudiyah; dan ubudiyah tidak lain
khalifah. Perpaduan sempurna antara ubudiyah dan khilafay terwujud pada Nabi Muhamad
Sehingga pada saat yg sama, manusia Sempurna itu adalah manusia yang “meninggi” dalam
arti, derajatnya tinggi dan mulia karena ia memantulkan semua nama dan sifat Tuhan secara
8
BAB II
PENUTUP
Alhamdulillah, dengan selesainya makalah tasawuf yang fokus pada pembahasan Al-
Hulul, Wahdat Al-wujud dan Insan Kamil ini, penulis ucapkan terima kasih atas bimbingan
dan arahan dari Bpk. Asep Sulaiman selaku dosen mata kuliah tasawuf . Semoga penjelasan
yang singkat ini mampu menambahkan wacana dalam pembelajaran akhlak tasawuf ini.
9
DAFTAR PUSTAKA
10