You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

I.I Skenario

Batuk dan Sesak

Seorang anak 3 tahun diantar ibunya ke RS dengan demam yang tinggi


dan anaknya rewel dan tak pernah tidur sejak semalam. Menurut ibunya dalam
3 bulan terakhir ini sudah berkali-kali ia membawa anaknya ke dokter dengan
keluhan beringus dan batuk yang hilang timbul terutama malam hari dan
hampir 1 bulan terakhir ini batuk dan beringus anaknya tidak berhenti yang
kadang disertai sesak. Pada saat penimbangan di posyandu bulan lalu BB
anaknya 10 kg. Anaknya ini adalah anak ke 3, kedua kakaknya juga sering
mengalami keluhan yang sama, hanya saja tidak separah anaknya yang ketiga
ini.

I.2 Kata Kunci

 Anak, 3 tahun

 Demam Tinggi

 Rewel, tidak tidur sejak semalam

 Beringus dan Batuk sejak 3 bulan terakhir hilang timbul terutama malam
hari

 Sesak

 BB 10 kg
BAB II

PEMBAHASAN
2.I Bronkiolitis
Bronkiolitis akut adalah infeksi saluran pernapasan yang ditandai oleh
obstruksi inflamasi saluran napas kecil (bronkiolus). Sering mengenai anak usia di
bawah satu tahun dengan insiden tertinggi umur 6 bulan1. Bronkiolitis akut yang
terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12% dari seluruh kasus, sedangkan
pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya3. Penyakit ini
menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah terbanyak pada anak.
Penyebab yang paling bayak adalah virus Respiratory syncytial, kira-kira 45--55%
dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus,
Adenovirus, dan Enterovirus sekitar 20%3. 1,2,3
Bakteri dan mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada
bayi. Sekitar 70% kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga
harus dirawat di rumah sakit, sedangkan sisanya biasanya dapat dirawat di
poliklinik. Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi.
Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi
infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi
berat. 1,2
Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas
yang tidak bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan
gejala klinis. RSV adalah golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa
dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan
berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom
yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa
komposisi antigen RSV relatif stabil dar tahun ke tahun. 1,2,3

Infeksi virus sering berulang pada bayi. Hal ini disebabkan oleh: 2,3,4

1. Kegagalan sistem imun host untuk mengenal epitope protektifdari virus.


2. Kerusakan sistem memori respons imun untuk memproduksi interleukin I
inhibitor dengan akibat tidak bekerjanya sistem antigen presenting.
3. Penekanan pada sistem respons imun sekunder oleh infeksi virus dan
kemampuan virus untuk menginfeksi makrofag serta limfosit. Akibatnya,
terjadi gangguan fungsi seperti kegagalan produksi interferon, interleukin I
inhibitor, hambatan terhadap antiobodi neutralizing, dan kegagalan
interaksi dari sel ke sel2. 4,5

Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus.
Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4--6 minggu
kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi
terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus3. 1,2

2.I.I Patofisiologi

Edema mukus + invasi bronkus (virus)

Penebalan pd dinding bronkiolus

Tahanan / resistensi thd aliran udara


pd bronkiolus

Obstruksi pernafasan di bronkiolus


(radius JUP )

Overinflasi

Gangguan Difusi

PO2 , PCO2, pH

Takipnea

Invasi virus pada percabangan bronkus kecil menyebabkan udem,


akumulasi mukus, dan debris seluler hingga terjadi obstruksi saluran napas kecil1.
Karena resistensi aliran udara saluran napas berbanding terbalik dengan radius
pangkat 4 maka penebalan dinding bronkus sedikit saja sudah memberikan akibat
cukup besar terhadap aliran udara. Resistensi aliran udara pada saluran napas kecil
meningkat baik pada fase inspirasi maupun ekpirasi. Tetapi, karena radius saluran
napas lebih kecil selama fase ekpirasi maka terdapat mekanisme klep, sehingga
udara akan terperangkap. Hal ini akan menimbulkan hiperinflasi dada. Atelektasis
dapat terjadi bila obtruksi total dari udara diserap. Proses patologik ini
menimbulkan gangguan pada proses pertukaran udara di paru, ventilasi
berkurang, dan hipoksemia. Pada umumnya, hiperkapnia tidak terjadi kecuali
pada keadaan yang sangat berat. 1,2,5
Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentoleransi
udem saluran napas dengan lebih baik. Oleh karena itu, pada anak besar dan orang
dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila terkena infeksi oleh virus. 1,2

2.1.2 Manifestasi Klinis

Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang
encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai
demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai
oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel,
muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak
dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas
yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan
bahkan Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit,
kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas
cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya
tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru).
Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan
ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Hepar dan lien teraba akibat
pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering terjadi
hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien
dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta
faringitis.Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena
adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide).
Karakteristiknya: gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa
minggu atau bulan dengan episode atelektasis, pneumonia dan wheezing yang
berulang. Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit paru kronis. Histopatologi:
hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan
deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus
tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis1,2,5.
Pada kasus ringan, gejala menghilang 1--3 hari. Pada kasus berat,
gejalanya dapat timbul beberapa hari dan perjalananya sangat cepat. Kadang-
kadang, bayi tidak demam sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres
pernapasan dengan frekuensi napas 60 x/menit, terdapat napas cuping hidung,
penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi, dan kadang-kadang sianosis.
Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya
udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena terdorong diafragma akibat
hiperinflasi paru. Mungkinterdengar ronki pada akhir inspirasi dan awal ekpirasi.
Ekpirasi memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas.
Gambaran radiologik biasanya normal atau hiperinflasi paru, diameter
anteroposterior meningkat pada foto lateral. Kadang-kadang ditemukan bercak-
bercak pemadatan akibat atelektasis sekunder terhadap obtruksi atau anflamasi
alveolus. Leukosit dan hitung jenis biasanya dalam batas normal. Limfopenia
yang sering ditemukan pada infeksi virus lain jarang ditemukan pada brokiolitis.
Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah akan menunjukkan
hiperkapnia, karena karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, akibat edem dan
hipersekresi bronkiolus4. 1,4
2.I.3 Anamnesis Pemeriksaan Fisis

Anamnesis

Anak usia di bawah 2 tahun dengan didahului infeksi saluran nafas akut
bagian atas dengan gejala batuk, pilek, biasanya tanpa demam atau hanya
subfebris. sesak nafas makin hebat dengan nafas dangkal dan cepat. 5

Pemeriksaan fisis

Dapat dijumpai demam, dispne dengan expiratory effort dan retraksi.


Nafas cepat dangkal disertai dengan nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung
dan mulut, gelisah. Terdengar ekspirium memanjang atau mengi (wheezing). Pada
auskultasi paru dapat terdengar ronki basah halus nyaring pada akhir atau awal
inspirasi. Suara perkusi paru hipersonor. Jika obstruksi hebat suara nafas nyaris
tidak terdengar, napas cepat dangkal, wheezing  berkurang bahkan hilang. Pada
pemeriksaan penunjang dilakukan Pemeriksaan darah tepi tidak khas. Pada
pemeriksaan foto dada AP dan lateral dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru
(emfisema) dengan diameter anteroposterior membesar pada foto lateral serta
dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar. Analisis gas darah dapat
menunjukan hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis respiratorik atau
metabolik. Bila tersedia, pemeriksaan deteksi cepat dengan antigen RSV dapat
dikerjakan. 2,4,5

2.I.4 Tata Laksana

Tata laksana bronkiolitis yang dianjurkan adalah : 1,2,5

1.   Pemberian oksigenasi; dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor
dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi
mekanik.
2.   Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan cairan
parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status
hidrasi.

3.   Koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.

4.   Antibiotik dapat diberikan pada keadan umum yang kurang baik, curiga
infeksi sekunder (pneumonia) atau pada penyakit yang berat.

5.   Kortikosteroid : deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan dengan 0,5


mg/kgBB/hari dibagi   3-4 dosis.

6.    Dapat diberikan nebulasi β agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari)


diencerkan dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.

Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory


Distress Assessment Instrument(RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2
variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan
kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan (lampiran 1)1

 
Lampiran 1. : Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)

Skor
  SKOR
maksimal
0 1 2 3 4
Wheezing :          
 
-Ekspirasi (-) Akhir ½ Semua 4
¾
-Inspirasi (-) Sebagian Semua 2

-Lokasi (-) £ 2 dr 4 ³ 3 dr 4 lap 2


lap paru paru
Retraksi :            

- (-) Ringan Sedang Berat 3


Supraklavikula
r (-) Ringan Sedang Berat 3

-Interkostal (-) Ringan Sedang Berat 3

-Subkostal
TOTAL 17
DAFTAR PUSTAKA

1. Mark LE. Acute bronchiolitis and pneumonia in infancy resulting from the
respiratory syncytial virus. In ; Textbook of pediatric infectious desease, 3nd
Philadelphia Saunders company, 1997: 580-90.
2. Goodman D. Bronchiolitis. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB
Saunders,  2003 : 1415-7.
3. Wohl MEB. Bronchiolitis. Dalam: Kendig EL, Chernick V, penyunting.
Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5.
Philadelphia : WB Saunders, 1990 : 360-70.
4. Klassen TP. Recent advances in the treatment of Bronchiolitis and Laryngitis.
Pediatr Clin of North Am 1997; 44 : 249-58.
5. Buku kuliah : Ilmu kesehatan anak Jilid 2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan anak
FKUI. Edisi 4; Jakarta ; 1985

You might also like