Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I.I Skenario
Anak, 3 tahun
Demam Tinggi
Beringus dan Batuk sejak 3 bulan terakhir hilang timbul terutama malam
hari
Sesak
BB 10 kg
BAB II
PEMBAHASAN
2.I Bronkiolitis
Bronkiolitis akut adalah infeksi saluran pernapasan yang ditandai oleh
obstruksi inflamasi saluran napas kecil (bronkiolus). Sering mengenai anak usia di
bawah satu tahun dengan insiden tertinggi umur 6 bulan1. Bronkiolitis akut yang
terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12% dari seluruh kasus, sedangkan
pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya3. Penyakit ini
menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah terbanyak pada anak.
Penyebab yang paling bayak adalah virus Respiratory syncytial, kira-kira 45--55%
dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus,
Adenovirus, dan Enterovirus sekitar 20%3. 1,2,3
Bakteri dan mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada
bayi. Sekitar 70% kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga
harus dirawat di rumah sakit, sedangkan sisanya biasanya dapat dirawat di
poliklinik. Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi.
Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi
infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi
berat. 1,2
Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas
yang tidak bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan
gejala klinis. RSV adalah golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa
dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan
berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom
yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa
komposisi antigen RSV relatif stabil dar tahun ke tahun. 1,2,3
Infeksi virus sering berulang pada bayi. Hal ini disebabkan oleh: 2,3,4
Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus.
Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4--6 minggu
kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi
terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus3. 1,2
2.I.I Patofisiologi
Overinflasi
Gangguan Difusi
PO2 , PCO2, pH
Takipnea
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang
encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai
demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai
oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel,
muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak
dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas
yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan
bahkan Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit,
kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas
cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya
tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru).
Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan
ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Hepar dan lien teraba akibat
pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering terjadi
hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien
dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta
faringitis.Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena
adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide).
Karakteristiknya: gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa
minggu atau bulan dengan episode atelektasis, pneumonia dan wheezing yang
berulang. Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit paru kronis. Histopatologi:
hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan
deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus
tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis1,2,5.
Pada kasus ringan, gejala menghilang 1--3 hari. Pada kasus berat,
gejalanya dapat timbul beberapa hari dan perjalananya sangat cepat. Kadang-
kadang, bayi tidak demam sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres
pernapasan dengan frekuensi napas 60 x/menit, terdapat napas cuping hidung,
penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi, dan kadang-kadang sianosis.
Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya
udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena terdorong diafragma akibat
hiperinflasi paru. Mungkinterdengar ronki pada akhir inspirasi dan awal ekpirasi.
Ekpirasi memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas.
Gambaran radiologik biasanya normal atau hiperinflasi paru, diameter
anteroposterior meningkat pada foto lateral. Kadang-kadang ditemukan bercak-
bercak pemadatan akibat atelektasis sekunder terhadap obtruksi atau anflamasi
alveolus. Leukosit dan hitung jenis biasanya dalam batas normal. Limfopenia
yang sering ditemukan pada infeksi virus lain jarang ditemukan pada brokiolitis.
Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah akan menunjukkan
hiperkapnia, karena karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, akibat edem dan
hipersekresi bronkiolus4. 1,4
2.I.3 Anamnesis Pemeriksaan Fisis
Anamnesis
Anak usia di bawah 2 tahun dengan didahului infeksi saluran nafas akut
bagian atas dengan gejala batuk, pilek, biasanya tanpa demam atau hanya
subfebris. sesak nafas makin hebat dengan nafas dangkal dan cepat. 5
Pemeriksaan fisis
1. Pemberian oksigenasi; dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor
dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi
mekanik.
2. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan cairan
parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status
hidrasi.
3. Koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.
4. Antibiotik dapat diberikan pada keadan umum yang kurang baik, curiga
infeksi sekunder (pneumonia) atau pada penyakit yang berat.
Lampiran 1. : Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)
Skor
SKOR
maksimal
0 1 2 3 4
Wheezing :
-Ekspirasi (-) Akhir ½ Semua 4
¾
-Inspirasi (-) Sebagian Semua 2
-Subkostal
TOTAL 17
DAFTAR PUSTAKA
1. Mark LE. Acute bronchiolitis and pneumonia in infancy resulting from the
respiratory syncytial virus. In ; Textbook of pediatric infectious desease, 3nd
Philadelphia Saunders company, 1997: 580-90.
2. Goodman D. Bronchiolitis. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB
Saunders, 2003 : 1415-7.
3. Wohl MEB. Bronchiolitis. Dalam: Kendig EL, Chernick V, penyunting.
Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5.
Philadelphia : WB Saunders, 1990 : 360-70.
4. Klassen TP. Recent advances in the treatment of Bronchiolitis and Laryngitis.
Pediatr Clin of North Am 1997; 44 : 249-58.
5. Buku kuliah : Ilmu kesehatan anak Jilid 2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan anak
FKUI. Edisi 4; Jakarta ; 1985