You are on page 1of 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hipertensi merupakan penyakit yang semakin banyak dijumpai di Indonesia,
terutama di kota-kota besar. Menurut Jan Tambayong (2000), hipertensi merupakan
faktor resiko langsung terhadap timbulnya infark miokard dan CVA (Cerebro
Vascular Accidents). Hipertensi esensial mulai terjadi seiring bertambahnya umur.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata prevalensi (angka kejadian)
hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Berbagai penelitian epidemiologis
yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8-28,6% penduduk yang berusia diatas
20 tahun adalah penderita hipertensi. Pada populasi umum, pria lebih banyak yang
menderita penyakit ini dari pada wanita (39% pria dan 31% wanita). Prevalensi
hipertensi primer pada wanita sebesar 22%-39% yang dimulai dari umur 50 sampai
lebih dari 80 tahun dan meningkat sampai 52% pada wanita berumur lebih dari 85
tahun (Trenkwalder P et al, 2004).
Sebanyak 25% pria dan 18% wanita penderita hipertensi, tidak menyadari
bahwa mereka mengidap hipertensi. Bagi mereka yang menyadari, 82%-nya
menjalani pengobatan terhadap penyakitnya. Sedangkan dari semua penderita
hipertensi, hanya 46% yang mempunyai hipertensi terkontrol. Untuk kedua jenis
kelamin, perbandingan hipertensi terkontrol menurun seiring bertambahnya umur,
sedangkan perbandingan hipertensi yang tidak terkontrol yang menjalani
pengobatan bertambah seiring bertambahnya umur. Untuk pria, perbandingan
penderita yang sadar menderita hipertensi (diobati atau tidak diobati) juga menurun
seiring bertambahnya umur (Trenkwalder P et al, 2004). Penyakit ini sudah menjadi
epidemi di zaman modern, menggantikan wabah kolera dan TBC di zaman dulu.
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang
tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada
orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi
sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak
menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi
esensial.Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan peningkatan prevalensi

Kelompok 10 KMB I (2008) 1


penyakit kardiovaskuler yang menyolok sebagai penyebab kematian dan sejak
tahun 1993 diduga sebagai penyebab kematian nomor satu (Armilawaty,2007).
Hipertensi menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma,
gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Tanpa melihat usia atau jenis
kelamin, semua orang bisa terkena hipertensi dan biasanya tanpa ada gejala-gejala
sebelumnya. Hipertensi juga dapat mengakibatkan kerusakan berbagai organ target
seperti otak, jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer, dan retina.
Oleh karena itu, negara Indonesia yang sedang membangun di segala bidang
perlu memperhatikan pendidikan kesehatan masyarakat untuk mencegah timbulnya
penyakit seperti hipertensi, kardiovaskuler, penyakit degeneratif dan lain-lain,
sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan.
Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan
yang terarah. Hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan
darah secara berkala, yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau
saat periksa ke dokter.

1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa keperawatan diharapkan mampu untuk mengerti dan
memahami asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan.

1.3.2 Tujuan Instruksional Khusus


Pada akhir pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat :
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi jantung.
2. Mengerti definisi hipertensi.
3. Mengerti dan memahami mekanisme terjadinya hipertensi.
4. Mengerti terapi yang digunakan untuk terapi hipertensi.
5. Membuat dan menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien hipertensi.

Kelompok 10 KMB I (2008) 2


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskular


2.1.1 Anatomi
Jantung normal yang dibungkus oleh pericardium terletak pada
mediastium medialis dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan
dibatasi oleh sternum dan iga 3, 4, dan 5. hampir dua per tiga bagian jantung
terletak di sebelah kiri garis median sternum. Jantung terletak diatas
diafragma, miring ke depan kiri dan apeks cordis berada paling depan dalam
rongga dada. Apeks bisa diraba pada ruang sela iga 4 sampai 5, dekat garis
medio klavikuler kiri. Batas kranial dibentuk oleh aorta ascendens, arteri
pulmonal, dan vena cava superior. Ukuran dan berat jantung tergantung dari
umur, jenis kelamin, tinggi badan, lemak epikardium dan nutrisi seseorang.
Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut dengan
perikardium. Perikardium terdiri dari 2 lapisan, yaitu perikardium viseral
(epikardium) dan perikardium parietal. Jantung terdiri dari empat ruang yaitu
atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Belahan kanan
dan kiri dipisahkan oleh septum.

Anatomi dan fisiologi jantung

1. Atrium
Darah vena mengalir ke dalam jantung melalui vena cava superior dan
inferior masuk ke dalam atrium kanan, yang ditampung selama fase sistol

Kelompok 10 KMB I (2008) 3


ventrikel. Kemudian fase diastol, darah dalam atrium kanan akan mengalir
dalam ventrikel kanan melewati katup trikuspid. Pada bagian antero-
superior atrium kanan terdapat lekukan ruang atau kantong berbentuk daun
telinga atau aurica. Permukaan atrium endokardium kanan tidak sama.
Pada posterior dan septal licin dan rata, tapi daerah lateral dan aurica
permukaannya kasar dan tersusun dari serabut-serabut otot yang berjalan
paralel yang disebut otot pektinatus. Tebal rata-rata atrium kanan adalah
2mm.
Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara
pada dinding posterosuperior atau posterolateral, masing-masing sepasang
vena kanan dan kiri. Letak atrium kiri di posterosuperior dari ruang
jantung lain, sehingga pada foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal
dinding atrium kiri 3 mm. Endokardium licin dan otot pektinatus hanya
ada pada aureca-nya.

2. Ventrikel
Letak ventrikel kanan ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu
tepat di bawah manubrium sternii. Sebagian besar ventrikel kanan berada
di kanan depan ventrikel kiri dan di medial atrium kiri. Ventrikel kanan
berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, berdinding tipis dengan tebal
4-5 mm. Secara fungsional vemtrikel kanan dapat dibagi dalam alur masuk
dan alur keluar. Ruang alur masuk ke ventrikel kanan (right ventricular
inflow tract) dibatasi oleh katup trikuspid, trabeskel anterior, dan dinding
inferior ventrikel kanan. Sedangkan alur keluar (right ventricular outflow
tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin treletak dibagian
superior ventrikel kanan yang disebut infundibulum atau konus arteriosus.
Ventrikel kiri berbentuk lonjong seperti telur, dimana bagian ujungnya
mengarah ke arteroinferior kiri menjadi apeks kordis. Bagian dasar
ventrikel tersebut, adalah anulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah
2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan, sehingga menempati 75% massa
otot jantung seluruhnya. Tebal dinding saat kontraksi 8-12 mm. Batas
dinding medialnya berupa septum intraventrikular yang memisahkannya
dari ventrikel kanan.

Kelompok 10 KMB I (2008) 4


2.1.2 Fisiologis Kardiovaskular
Fungsi system jantung adalah menghantarkan oksigen, nutrient, dan
substansi lain ke jaringan dan membuang produk sisa metabolisme seluler
melalui pompa jantung. System vaskuler sirkulasi, dan integrasi system
lainnya (misal, system pernafasan, pencernaan dan ginjal). (Mc.Cance dan
huether, 1994).
Ventrikel kanan memompa darah melalui sirkulasi pulmonar,
sedangkan ventrikel kiri memompa darah ke sirkulasi sistematik yang
menyediakan oksigen dan nutrien ke jaringan dan membuang sampah dari
jaringan. Kerja pompa miokard jantung sangat penting untuk
mempertahankan aliran oksigen. Efektifitas pompa yang menurun, seperti
yang terjadi pada penyakit arteri koroner (Coronary Artery Disease, CAD)
dan kondisi kardiomyopati menyebabkan volume jantung menurun, volume
darah yang dikeluarkan dari ventrikel menurun. Perdarahan dan dehidrasi
menurunkan keefektifan pompa dengan menurunkan volume darah yang
bersirkulasi, sehingga menurunkan jumlah darah yang dikeluarkan dari
ventrikel.
Kamar jantung diisi selama diastole dan dikosongkan selama sistole.
Keefektifan keadaan sistolik dan diastolik dalam siklus jantung dapat dikaji
dengan memantau tekanan darah klien. Serabut otot jantung (miokard)
memiliki kontraktil yang memungkinkan akan merangsang selama proses
pengisian darah. Pada jantung yang sehat, regangan ini secara proporsional
berhubungan dengan kekuatan kontraksi. Saat miokard, maka kekuatan
kontraksi berikutnya akan meningkat. Peristiwa ini dikenal sebagai hukum
jantung Frank Starling (Starling). Pada jantung yang mengalami gangguan,
hukum starling tidak berlakku karena tegangan miokard di luar batas
fisiologis jantung. Respon kontraktil jantung yang berikutnya
mengakibatkan insufisiensi semprotan ventrikular (volume) dan darah mulai
terkumpul di paru-paru (gagal jantung kiri) atau sirkulasi sistemik (gagal
jantung kanan).
Pada pengaturan aliran darah, jumlah darah yang dipompa keluar dari
ventrikel kiri setiap menit disebut dengan curah jantung. Curah jantung
normal berkisar antara 4-6 liter per menit pada orang dewas normal dengan
berat badan 70kg saat istirahat. Volume darah yang bersirkulasi berubah

Kelompok 10 KMB I (2008) 5


sesuai dengan kebutuhan oksigen dan metabolik tubuh. Misalnya pada
kehamilan, latihan, dan demam curah jantung meningkat, tetapi pada saat
tidur curah jantung mengalami penurunan. Curah jantung dapat dihitung
melalui rumus :

Curah jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung

Pada lansia, curah jantung dipengaruhi oleh tegangan dinding arteri


yang meningkat dan hipertrofi miokard yang sedang akibat peningkatan
tekanan darah sistolik. Indeks Jantung (IJ) merupakan kekuatan curah
jantung untuk seseorang. IJ mempertimbangkan luas permukaan tubuh
klien. IJ ditentukan dengan membagi CJ dengan BSA. Nilai normal IJ
adalah 2,5 sampai 4 liter/menit/m3 (Urban dkk,1995)
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dikeluarkan dari
ventrikel kiri pada setiap kontraksi. Volume ini dipengaruhi oleh jumlah
darah dari ventrikel kiri pada akhir diastol (preload), tahanan terhadap
semprotan ventrikular kiri (afterload). Dan kontraktilitas miokard.
Preload pada hakikatnya merupakan akhir volume diastol. Semakin
besar regangan pada ventrikel, semakin besar pula kontraksi dan semakin
besar volume besar sekuncup (hukum Starling). Afterload merupakan
tahanan terhadap semprotan ventrikular kiri. Kerja jantung harus total
sehingga dapat mengeluarkan seluruh darah dari ventrikel kiri.
Kontraktilitas miokard juga mempengaruhi volume sekuncup dan curah
jantung. Kontraksi yang buruk menurunkan jumlah darah yang dikeluarkan
ventrikel dari setiap kontraksi. Kontraktilitas miokard dapat ditingkatkan
dengan menggunakan obat-obat yang meningkatkan kontraksi, seperti
preparat digitalis, epinefrin dan obat-obatan simpatomimetik (obat yang
menyamai sistem saraf simpatis).

2.2 Mekanisme pengendalian tekanan darah


2.2.1 Baroreseptor dan sistem saraf simpatis
Baroreflek termasuk dalam system saraf simpatis yang bertanggung jawab
terhadap regulasi aliran tekanan darah dari waktu ke waktu. Turunnya
tekanan darah menyebabkan neuron sensitive terhadap tekanan (baroreseptor

Kelompok 10 KMB I (2008) 6


di lengkung aorta dan sinus carotis) untuk mengirim sedikit impuls ke pusat
cardiovaskuler di batang otak. Respon refeks tadi menyebabkan peningkatan
saraf simpatis dan menurunkan output saraf parasimpatis ke jantung dan
pembuluh darah, menghasilkan vasokonstriksi dan peningkatan cardiac
output. Perubahan ini mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

2.2.2 Sistem RAAS (Renin-Angiostensin-Aldosteron System)


Ginjal mempunyai peran dalam mengendalikan tekanan darah jangka
panjang dengan merubah volume darah. Baroreseptor di ginjal merespon
untuk mengurangi tekanan arteri dan untuk stimulasi simpatis β
adrenoreseptor melalui pelepasan enzim renin. Peptide ini mengubah
angiostensinogen menjadi angiostensin-I yang mana nanti akan dirubah
menjadi angiostensin-II dengan menggunakan angiostensin converting
enzyme (ACE). Angiostensin-II dapat memyebabkan vasokonstriksi sistem
sirkulasi dan menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Selanjutnya, angiostensin II menstimulasi sekresi aldosteron, yang akan
menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium di ginjal dan meningkatkan
volume darah yang ikut berperan dalam peningkatan tekanan darah.
Angiostensin memiliki beberapa efek intrarenal yang membuat ginjal
menahan darah dan air. Kemungkinan yang paling penting adalah
menimbulkan konstriksi pembuluh darah ginjal, dengan demikian
menurunkan aliran darah yang melalui ginjal. Sebagai hasilnya akan lebih
sedikit cairan yang akan disaring glomerulus ke dalam tubulus. Aliran darah
yang lambat dalam kapiler peritubular akan menurunkan tekanannya yang
memungkinkan reabsorpsi osmotic secara cepat dari cairan yang berasal dari
tubulus.dari dua alasan tersebut urine yang diekskresi lebih sedikit. Selain itu,
angiostensin memiliki efek yang tidak terlalu hebat pada sel tubulus itu
sendiri untuk meningkatkan reabsorpsi natrium dan air oleh tubulus. Hasil
total dari seluruh efek-efek tersebut akan menurunkan keluaran urine 4-6x
lipat.
Apabila system rennin-angiostensin teraktivasi, maka kecepatan sekresi
aldosteron akan meningkat. Salah satu fungsi aldosteron yang terpenting
adalah menyebabkan kenaikan reabsorbsi natium secara nyata oleh tubulus

Kelompok 10 KMB I (2008) 7


ginjal, sehingga meningkatkan jumlah natrium dalam cairan ekstraseluler.
Keadaan ini kemudian menyebabkan retensi air dan meningkatkan volume
cairan ekstraseluler, selanjutnya secara sekunder meningkatkan tekanan arteri
jangka panjang lebih lama lagi.
Pengaruh langsung angiotensin terhadap ginjal dan pengaruhnya yang
bekerja melalui aldosteron sangatlah penting dalam pengaturan tekanan arteri
jangka panjang. Biarpun begitu, dari penelitian yang telah dilakukan, diduga
pengaruh langsung angiostensin terhadap ginjal mungkin tiga kali lebih kuat
daripada pengaruh tidak langsung yang bekerja melalui aldosteron.

2.3 Definisi Hipertensi


(1) Menurut Sharon, L. Rogen (1996), Hipertensi adalah peningkatan abnormal
pada tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolik 120
mmHg.
(2) Menurut Luckman Sorensen (1996), Hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari
90 mmHg.
(3) Menurut Barbara Hearrison (1997), Hipertensi adalah suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan
tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih.
(4) Definisi hipertensi menurut Jan Tambayong (2000) adalah peningkatan
tekanan sistole yang tingginya tergantung umur individu yang terkena.
Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu tergantung posisi
tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami.
(5) Menurut Elizabeth J. Corwin (2000), Hipertensi adalah tekanan darah tinggi
yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang
berbeda. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia, sehingga setiap
diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Namun, secara umum
seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih
tinggi daripada 140mmHg sistolik atau 90mmHg diastolik.
(6) AHA (2008) mendefinisikan hipertensi adalah tekanan darah sistol ≥ 140
mmHg dan tekanan distol ≥ 90 mmHg pada orang dewasa.

Kelompok 10 KMB I (2008) 8


(7) WHO (2005), Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistol yang ≥140
mmHg atau tekanan distol yang ≥90 mmHg. Hipertensi dibagi menjadi 2
tingkat, yaitu :
• Tingkat 1 : pasien dengan tekanan sistol 140–159 mmHg dan distol 90–99
mmHg.
• Tingkat2 : pasien dengan tekanan sistol ≥160 mmHg dan tekanan distol
≥100 mmHg.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk usia dewasa (WHO 2005)


No. Kategori Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal <130 <85
3. Normal Tinggi 130-139 85-89
4. Hipertensi derajat 1 (ringan) 140-159 90-99
Subgrup : perbatasan 140-149 90-94
5. Hipertensi derajat 2 (sedang) 160-179 100-109
6. Hipertensi derajat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110
7. Hipertensi Sistolik ≥ 140 <90
(Isolated Systolic
Hypertension) 140-149 <90
Subgrup : Perbatasan

2.4 Etiologi Hipertensi


2.4.1 Hipertensi Primer (esensial)
Lebih dari 90% pasien hipertensi merupakan hipertensi esensial, yang
tidak diketahui penyebab aslinya yang dapat mempengaruhi regulasi tekanan
darah. Kemungkinan karena volume darah yang dipompa jantung meningkat,
yang mengakibatkan bertambahnya volume darah di pembuluh arteri.
Hipertensi esensial adalah istilah yang menunjukkan bahwa hipertensi yang
terjadi tidak diketahui penyebabnya. Walaupun begitu, pada kebanyakan
pasien dengan hipertensi esensial ini terdapat kecenderungan herediter yang
kuat.
Riwayat keluarga hipertensi meningkatkan kemungkinan bahwa seorang
individu akan mengalami hipertensi. Faktor keturunan bersifat poligenik yang
terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga. Jika
salah satu atau kedua orangtua mengidap hipertensi, maka kemungkinan
anaknya juga terkena hipertensi. Faktor predisposisi genetik dapat berupa

Kelompok 10 KMB I (2008) 9


sensitivitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan
reaktivitas vascular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi insulin.
Hipertensi esensial menyerang empat kali lebih sering pada pria middle
age daripada pada wanita middle age. Faktor-faktor lingkungan yang menjadi
faktor predisposisi yang lebih dapat menyebabkan terjadinya hipertensi
esensial antara lain gaya hidup yang buruk (stres), banyak konsumsi garam,
obesitas, merokok.
2.4.2 Hipertensi Sekunder
1. Hipertensi Goldblatt
Hipertensi goldblatt dibagi menjadi 2, yang pertama hipertensi
Goldblatt dengan satu ginjal yang memiliki 2 fase. Fase pertama adalah
tipe hipertensi vasokonstriktor yang disebabkan oleh angiotensin namun
bersifat sementara. Fase kedua adalah tipe hipertensi beban-volume.
Sebenarnya dalam hipertensi tipe ini tidak terjadi kenaikan terhadap
volume darah maupun curah jantung, tetapi yang meningkat adalah
tahanan perifer total.
Kenaikan awal tekanan arteri pada kasus hipertensi ini disebabkan
oleh mekanisme vasokonstriksi renin-angiotensin. Akibat sedikitnya aliran
darah yang melalui ginjal sesudah penurunan tekanan arteri renalis yang
berlangsung akut, ginjal tersebut akan menyekresi banyak renin. Hal ini
mengakibatkan terbentuknya angiotensin dalam darah. Angiotensin ini
kemudian akan meningkatkan tekanan arteri secara akut. Sekresi renin
akan mencapai puncaknya dalam 1 jam atau lebih, tetapi dalam 5-7 hari
akan kembali normal karena pada waktu itu arteri renalis juga meningkat
pada keadaan normal sehingga tidak terjadi iskemik ginjal.
Kenaikan kedua pada tekanan arteri disebabkan oleh retensi cairan.
Dalam waktu 5-7 hari cairan akan meningkat cukup tinggi sehingga
mengakibatkan kenaikan tekanan arteri menjadi nilai baru yang
dipertahankan. Nilai kuantitatif tekanan yang dipertahankan ini
dipengaruhi oleh derajat kontriksi yang terjadi pada arteri renalis. Jadi,
tekanan tekanan aorta harus meningkat cukup tinggi sehingga tekanan
arteri renalis yang di sebelah distal dari bagian yang mengalami kontriksi
akan cukup untuk menyebabkan keluaran urin yang normal.

Kelompok 10 KMB I (2008) 10


Yang kedua adalah hipertensi Goldblatt dengan dua ginjal.
Mekanisme terjadinya hipertensi ini adalah sebagai berikut: ginjal yang
mengalami konstriksi menahan air dan garam akibat menurunnya tekanan
arteri renalis pada ginjal tersebut. Ginjal yang normal juga menahan air
dan garam akibat renin yang dihasilkan oleh ginjal yang mengalami
iskemik. Renin ini menyebabkan terbentuknya angiotensin yang
bersirkulasi ke ginjal yang berlawanan dan menyebabkannya juga
menahan air dan garam. Jadi dengan alasan yang berbeda kedua ginjal
menjadi penahan garam dan air yang mengakibatkan hipertensi.
2. Hipertensi Neurogenik
Merupakan hipertensi yang disebabkan oleh rangsangan yang kuat
pada sistem saraf simpatis. Contohnya apabila seseorang menjadi begitu
terangsang karena alasan apapun atau bila saat sedang gelisah, maka
sistem simpatis akan sangat terangsang yang menimbulkan vasokonstriksi
perifer di setiap tempat dalam tubuh dan terjadilah hipertensi akut.
Hipertensi neurogenik juga bisa disebabkan oleh baroreseptor yang
dipotong atau bila traktus solitarius yang terdapat pada setiap sisi medula
oblongata dirusak. Hilangnya sinyal saraf normal dari baroreseptor secara
mendadak memiliki pengaruh yang sama pada mekanisme pengaturan
tekanan oleh saraf seperti pengurangan tekanan arteri pada aorta dan arteri
karotis secara mendadak. Akibatnya pusat vasomotor tiba-tiba menjadi
sangat aktif dan tekanan arteri rata-rata meningkat, namun dalam beberapa
hari tekanan akan kembali normal. Oleh sebab itu, hipertensi neurogenik
termasuk hipertensi akut.
3. Hipertensi pada Toksemia Gravidarum
Selama masa kehamilan, banyak ibu yang mengalami hipertensi. Hal
ini merupakan manifestasi dari sindrom toksemia gravidarum. Prinsip
patoligis yang menyebabkan hipertensi ini diduga akibat penebalan
membran glomerulus (mungkin terjadi karena proses autoimun), yang
mengurangi kecepatan filtrasi aliran dari glomerulus kedalam tubulus
ginjal. Dengan alasan yang jelas, tekanan arteri yang diperlukan untuk
menyebabkan pembentukan urin normal akan ditingkatkan. Selain itu, nilai
tekanan arteri jangka panjang juga meningkat. Pasien-pasien ini cenderung
menderita hipertensi karena konsumsi garam berlebih.

Kelompok 10 KMB I (2008) 11


4. Hipertensi Akibat Aldosteronisme Primer
Merupakan tipe lain dari hipertensi beban-volume yang disebabkan
oleh aldosteron dalam tubuh berlebih atau kelebihan jenis steroid yang
lain. Sebuah tumor kecil yang terdapat pada salah satu kelenjar adrenal
yang terkadang menyekresikan banyak sekali aldosteron disebut sebagai
“Aldosteronisme Primer”. Aldosteron memiliki efek dapat meningkatkan
kecepatan reabsorbsi garam dan air oleh tubulus ginjal sehingga akan
mengurangi hilangnya garam dan air dalam urin namun menaikkan
volume cairan ekstraseluler, akibatnya terjadi hipertensi. Bila keadaan ini
diteruskan, maka kelebihan aldosteron tersebut akan menyebabkan
perubahan patologis pada ginjal sehingga mengakibatkan ginjal menahan
garam dan air lebih banyak lagi disamping yang disebabkan oleh
aldosteron tersebut. Oleh karena itu, akhirnya hipertensi sering menjadi
parah.

2.4.2 Faktor Risiko Penyakit Hipertensi


Sampai saat ini masih belum jelas apa sebenarnya yang dapat
menyebabkan hipertensi. Kalangan medis pun belum bisa memberikan
keterangan yang pasti mengenai hal ini sehingga sangat sulit untuk
menjelaskan tentang bagaimana cara menghindari hipertensi kepada
masyarakat luas. American Heart Association (2008) telah
mengidentifikasikan beberapa faktor risiko hipertensi. Beberapa di antaranya
dapat dimodifikasi, diterapi dan dikendalikan, dan beberapa yang lain tidak.
Semakin banyak faktor risiko yang didapat dalam tubuh akan semakin besar
juga kemungkinan terkena penyakit hipertensi. Semakin besar juga tingkatan
dari tiap faktor, semakin besar pula risiko yang diderita. Contohnya, orang A
dengan kadar kolesterol total 300 mg/dL lebih besar risikonya dari orang B
yang dengan kadar kolesterol total 245 mg/dL, meskipun demikian setiap
orang dengan kadar kolesterol total lebih besar dari 240 mg/dL juga memiliki
risiko yang tinggi terhadap penyakit kardiovaskular. Faktor-faktor yang
berpengaruh tersebut antara lain :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :
a. Usia dan jenis kelamin. Tekanan darah cenderung meningkat seiring
dengan peningkatan usia. Hipertensi sering terjadi pada manusia yang

Kelompok 10 KMB I (2008) 12


berusia lebih dari 35 tahun. Laki-laki memiliki kemungkinan terkena
hipertensi lebih besar dari wanita sampai pada usia 45 tahun. Antara
usia 45-54 tahun, prosentase terkena hipertensi antara wanita dan pria
sama besar. Setelah usia 55 tahun, wanita memiliki potensi lebih besar
terkena hipertensi dibanding pria.
b. Hereditas (termasuk ras) - anak-anak dengan orang tua yang memiliki
riwayat penyakit hipertensi akan memiliki risiko terkena hipertensi.
2. Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau dikontrol
obesitas, kurang olahraga, merokok, menderita diabetes mellitus,
menkonsumsi garam berlebih, minum alkohol, diet, minum kopi, pil KB,
stress emosional dan sebagainya.

2.4.3 WEB OF CAUSATION (WOC)

Tekanan darah ↓

Aliran darah ke Aktivitas simpatis ↑


ginjal ↓

Aktivasi α Aktivasi β1
Laju filtrasi Renin ↑ adrenoreseptor di adrenoreseptor di
glomerulus ↓ otot polos ↑ jantung ↑

Angiotensin II ↑ Tahanan Cardiac output ↑


perifer ↑

bradikardi
Aldosteron ↑ Pemberian
β-bloker

Retensi air & Hambatan


garam ↑ Kelebihan saraf
volume Insomnia parasimpatis
cairan

Volume darah ↑
Pusing Merangsang
reflek fagal
HIPERTENSI

anoreksia muntah mual

Kelompok 10 KMB I (2008) 13


HIPERTENSI Resiko tinggi penurunan
curah jantung

↑ afterload Kerusakan arteri

Disfungsi LVH ↑ kebutuhan artherosklerosis Kerusakan tekanan


sistolik oksigen dinding arteri
miokardial

Disfungsi Tekanan Tekanan aorta Tekanan Tekanan Tekanan


diastol koroner otak otak ginjal mata

↓ supply Ischemic
oksigen stroke
moikardial
Gagal jantung Pembedahan Nefrosclerosis
dan aneurisms & gagal ginjal

Hemorrhagic Retinopati
Miokardial Miokardial stoke
ischemia infarction
Gangguan
citra tubuh

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari hipertensi adalah sebagai berikut :
1. Pusing
2. Mudah marah
3. Telinga berdengung
4. Mimisan (jarang)
5. Sukar tidur
6. Sesak nafas
7. Rasa berat di tengkuk

Kelompok 10 KMB I (2008) 14


8. Mudah lelah
9. Mata berkunang-kunang

Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah :


1. Gangguan penglihatan
2. Gangguan saraf
3. Gagal jantung
4. Gangguan fungsi ginjal
5. Gangguan serebral (otak) yg mengakibatkan kejang dan
pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan,
gangguan kesadaran hingga koma. (www.id.novartis.com)

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;


meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
1. sakit kepala
2. kelelahan
3. mual
4. muntah
5. sesak nafas
6. gelisah
7. pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan
pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan


bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. (www.medicastore.com)

Kelompok 10 KMB I (2008) 15


2.6 Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium
2.6.1 Pemeriksaan Diagnostik
1. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor
resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
4. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
6. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiofaskuler)
7. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi
dan hipertensi.
8. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
9. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal
dan atau adanya diabetes.
10. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
11. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
12. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin
dapat juga meningkat.
13. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub;
deposit pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.

Kelompok 10 KMB I (2008) 16


15. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau
feokromositoma.
16. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi.

2.6.2 Nilai Normal Laboratorium

Ragam Referensi
ZAT
Biasa SI
Kalsium 8,5 – 10,5 mg/100ml 2,1 – 2,6 mmol/L
Klorida 100 – 106 mEq/L 100-106 mmol/L
Kreatinin 0,6 – 1,5 mg/100ml 60 – 130 µ mol/LL
Glukosa Puasa : 70-110 3,9 - 5,6 mmol/L
mg/100ml
Lipid
Kolesterol 120 – 220 mg/100ml 3,10-5,69 mmol/L
Ester kolesterol 60 – 75 % kolesterol -
Fosfolipid 9 – 16 mg/100ml 2,9 -5,2 mmol/L
sebagai fosforlipid
Asam lemak total 190 – 420 mg/100ml 1,9 – 4,2 g/L
Lipid tatal 450 – 1000 mg/100ml 4,5 – 10,0 g/L
Trigliserida 40 – 150 mg/100ml 0,4 – 1,5 g/L
Kalium 3,5 – 5,0 mEq/L 3,5 – 5,0 mmol/L
Natrium 135 – 145 mEq/L 135 – 145 mmol/L
Nitrogen urea (BUN) 8 – 25 mg/100ml 2,9 – 8,9 mmol/L
Asam urat 3,0 – 7,0 mg/100ml 0,18-0,42 mmol/L
Urobilinogen Sampai 1,0 Ehrlich urin Sampai 1,0 unit arb
Aldosteron Ekskresi : 5 – 19 14 – 53 nmol/hari
µ g/hari
Hemoglobin ♂ = 13 – 18 % g/100ml ♂ = 8,1 – 11,2
♀ = 12 -16 g/100ml mmol/L
♀ = 7,4 – 9,9
mmol/L

2.7 Terapi
2.7.1 Terapi Medis
Terapi medis diberikan dengan jalan memberikan obat-obat antihipertensi.
Obat-obat antihipertensi dibagi menjadi beberapa golongan kelompok obat,
yaitu ;

Kelompok 10 KMB I (2008) 17


1. Diuretik
Merupakan terapi pengobatan pilihan pertama pada terapi hipertensi.
Dosis yang rendah pada terapi diuretik tergolong aman dan efektif
dalam mencegah stroke, infark miokard, gagal jantung kongestif, dan
angka kematian. Data terbaru menyatakan bahwa diuretik lebih
dianjurkan daripada β-bloker pada penderita dewasa. Beberapa jenis
dari obat diuretik antara lain :
a. Diuretik Thiazid
Semua obat-obatan diuretik yang diberikan per oral efektif untuk
terapi hipertensi, tetapi thiazid telah ditemukan sebagai obat yang
digunakan paling luas. Thiazid menurunkan tekanan darah melalui
peningkatan ekskresi garam dan air sehingga terjadi penurunan pada
aliran darah ke ginjal dan cardiac output. Pemberian jangka panjang
thiazid menyebabkan volume plasma mendekati nilai normal, tetapi
menyebabkan tahanan perifer menurun.
Contoh obat : Chlorthalidone (Hygroton), Quinethazone
(hydromox), Chlorotiazide (Diuril), Hydrochlorothiazide (Esidrix,
HydroDIURIL)
Efek samping obat : mulut kering, haus, lemah, pusing, takikardi,
gangguan gastrointestinal, hipotensi postural.
Kontra indikasi : gout, pasien dengan gangguan fungsi ginjal
berat, dan pemberian bersamaan dengan obat turunan sulfonamid.
b. Diuretical Loop
Diuretikal loop bereaksi dengan segera, bahkan pada pasien yang
mempunyai penurunan fungsi ginjal atau yang tidak merespon
terhadap pemberian thiazid atau diuretik lainnya. Diuretik loop
menyebabkan penurunan tekanan vaskuler ginjal dan meningkatkan
aliran darah ke ginjal.
Contoh obat : Furosemide (Lasix)
Efek samping obat : kehilangan cairan terjadi sangat cepat,
kehilangan elektrolit, haus, mual, muntah, kulit kemerahan, hipotensi
postural, rasa manis, rasa terbakar dimulut dan lambung
Kontraindikasi : gout, pasien dengan gangguan fungsi ginjal
berat, dan pemberian bersamaan dengan obat turunan sulfonamid.

Kelompok 10 KMB I (2008) 18


2. β-Blockers
β-blocker saat ini direkomendasikan sebagai obat yang diutamakan
(first line drug) untuk hipertensi selain diuretik. Obat ini manjur tetapi
memiliki beberapa kontraindikasi. β-blocker menurunkan tekanan darah
terutama dengan cara menurunkan cardiac output. Selain itu, β-blocker
juga menurunkan aliran simpatik dari sistem saraf pusat dan
menghambat pelepasan renin dari ginjal, oleh karena itu obat jenis ini
mengurangi struktur angiotensin II dan sekresi aldosteron. Beberapa
contoh obat dari β-bloker antara lain :
a. Propanolol
Bekerja pada reseptor β-1 dan β-2. obat ini menyekat sistem saraf
simpatik ( β-adrenergik reseptor) khususnya saraf simpatik ke
jantung, menghasilkan kecepatan jantung yang lebih lambat dan
tekanan darah yang lebih rendah.
Efek samping obat : depresi mental yang termanifestasi dengan
insomnia, malas, lemah dan kelemahan, kepala ringan dan kadang
mual, muntah dan distres lambung.
Kontraindikasi : asma bronkhial, rhinitis alergik, gagal ventrikel
kanan akibat hipertensi paru, gagal jantung kongestif.
b. Metoprolol
Obat ini selektif untuk reseptor β-1, dan menyekat akses
norepinefrin kereseptor β-1 adrenergik, khususnya dalam jantung,
menurunkan tekanan darah dengan menurunkan curah jantung dan
tahanan perifer.
Efek samping obat : bradikardi, gagal jantung kongestif,
memperparah blok jantung (untuk itu dilakukan ukur denyut apikal
sebelum minum obat), dan depresi berat.
Kontraindikasi : gagal jantung, sinus bradikardi, defek hantaran
A-V, diabetes melitus
c. Labetalol
Kerja obat ini menyekat reseptor adrenergik yang mengakibatkan
dilatasi perifer dan menurunkan tahanan vaskuler perifer.
Efek samping obat : hipotensi ortostatik dan takikardi.

Kelompok 10 KMB I (2008) 19


Kontraindikasi : asma, syok kardiogenik, takikardi berat, blok
jantung.
d. Nadolol
Penyekat β-adrenergik dalam jantung, menurunkan kecepatan
jantung dan curah jantung serta menurunkan otomatisitas
miokardium.
Efek samping obat : bradikardi, pusing, sedasi, perubahan tingkah
laku, depresi.
Kontraindikasi : gagal jantung, bradikardi sinus, asma bronkiale,
COPD.

3. ACE-Inhibitor
ACE-Inhibitor diberikan jika obat utama (diuretika dan β-bloker)
tidak efektif atau kontraindikasi. Di samping penggunaannya yang luas,
masih belum jelas jika terapi antihipertensi dengan ACE-inhibitor
meningkatkan resiko dari penyakit utama (gagal ginjal, stroke, gagal
jantung kongestif, serangan jantung).
Cara kerja obat golongan ini adalah menurunkan tekanan darah
melalui pengurangan tahanan pembuluh darah perifer tanpa menaikkan
cardiac output, laju, dan kontraktilitas. ACE-inhibitor bekerja
mengeblok Angiotensin Converting Enzym (ACE) yang mengubah
angiotensin-I menjadi vasokonstriktor yang lebih poten, yaitu
angiotensin-II. Inhibitor ini juga mengurangi laju inaktifasi bradikinin.
Vasodilatasi ini terjadi sebagai hasil dari efek kombinasi dari penurunan
vasokonstriksi yang disebabkan oleh pengurangan kadar angiotensin
dan efek poten vasodilator dari peningkatan bradikinin. Melalui
pengurangan sirkulasi angiotensin II ACE-inhibitor juga mengurangi
sekresi aldosteron, hasilnya penurunan retensi air dan garam.

4. Antagonis Angiotensin II
Nanopeptida losartan, reseptor penghambat angiotensin II yang
sangat selektif telah terbukti sebagai obat antihipertensi. Efek
farmakologinya sama dengan ACE-inhibitor dalam hal membuat proses
dilatasi dan menghalangi sekresi aldosteron. Efek yang merugikannya

Kelompok 10 KMB I (2008) 20


lebih dari efek yang ditimbulkan ACE inhibitor meskipun antagonis
angiotensin II bersifat fetotoksik.

5. Ca2+ Channel Blokers


Diberikan ketika obat-obat dosis pertama (diuretika dan β-bloker)
kontraindikasi atau tidak efektif terhadap pasien. Disamping
penggunaanya yang luas, masih belum jelas efek terapi antihipertensi
ini dengan obat-obat pada penyakit utama. Pada pasien hipertensi,
sebuah studi retrospektif meyakini bahwa penggunaan Ca2+ Channel
Blokers jangka pendek, khususnya pada dosis tinggi diasosiasikan
dengan kenaikan resiko infark miokard. Kelompok Ca2+ Channel
Blokers dibagi menurut 3 kelas kimianya, setiap kelas berbeda dalam
hal farmakokinetik dan indikasi klinis.
a. Diphenylalkylamines : verapamil merupakan satu-satunya kelompok
diphenylalkylamines yang telah dibuktikan di Amerika. Verapamil
merupakan obat yang paling sedikit menyeleksi Ca2+ Channel
Blokers yang lain dan memiliki efek signifikan pada jantung secara
keseluruhan serta sel otot polos pada pembuluh darah. Verapamil
digunakan untuk mengatasi angina, takiaritmia supraventrikular, dan
migrain.
b. Benzothiazepines : diltiazem merupakan satu-satunya kelompok
benzothizepines yang telah dibuktikan di Amerika. Seperti
verapamil, diltiazem memiliki efek pada jantung dan sel otot polos
pembuluh darah.
c. Dihydropyridines
Cara kerja : konsentrasi ion kalsium di intraseluler memiliki peran
penting dalam mengatur irama sel otot polos dan kontraksi
miokardium. Kalsium memasuki sel otot melalui reseptor khusus
yang sensitif terhadap ion kalsium. Hal ini memicu pelepasan ion
kalsium dari sarkoplasma reticulum dan mitokondria, yang mana
nantinya akan meningkatkan level cytosolic kalsium. Antagonis
kalsium mengeblok gerakan kedalam dari kalsium melalui dinding
ke reseptor kalsium tipe-L di jantung dan otot polos coronary
(jantung bagian koroner) dan pembuluh darah perifer. Hal ini

Kelompok 10 KMB I (2008) 21


menyebabkan pembuluh darah otot polos menjadi relaks, dilatasi
terutama pada arteriole.

6. α-Blocker
Prazosin, oxazosin dan terazosin memproduksi kompetitif inhibitor
α-adrenoceptors. Obat-obat tersebut mengurangi tahanan pembuluh
darah perifer dan menurunkan tekanan darah arteri melalui relaksasi
arteri dan otot polos vena. Obat tersebut hanya menyebabkan perubahan
yang sedikit pada cardiac output, aliran darah ginjal, dan laju filtrasi
glomerulus. Oleh arena itu, tidak akan terjadi takikardi yang lama dan
tidak terbentuk peningkatan pelepasan renin. Hipotensi postural
mungkin bisa terjadi pada beberapa individu. Prazosin digunakan untuk
terapi hipertensi ringan sampai menengah dan diberikan secara
kombinasi dengan propanolol otau obat deuretika untuk efek aditif.
Reflek takikardi dan peningkatan dosos yang pertama merupakan efek
merugikan yang umum. Kombinasi dengan β-bloker mungkin
diperlukan untuk menurunkan reflek takikardi jangka pendek.

7. Obat-obat yang lain


a. Clonidine
Agonis α2 ini mengurangi laju pusat adrenergik. Clonodine
digunakan untuk terapi hypertensi ringan sampai meneng ah yang tidak
cukup diatasi dengan pemberian obat deuritik saja. Clonidine tidak
mengurangi aliran darah ginjal atau filtrasi glomerulus dan untuk itu
obat ini sangat bermanfaat untuk terapi hipertensi dengan komplikasi
penyakit ginjal. Clonidine di absorbsi dengan baik melalui pemberian
per oral dan di ekskresikan melalui ginjal. Karena Clonidine dapat
menyebabkan retensi garam dan air, maka pemberiannya dikombinasi
dengan deuretik. Efek yang merugikan dari pemberian Clonidine
umumnya ringan tetapi dapat mengakibatkan sedasi dan membuat
mukosa hidung menjadi kering. Hipertensi lanjutan terbentuk mengikuti
penyerapan dari Clonidine.
b. α-Methyldopa

Kelompok 10 KMB I (2008) 22


Agonis α-adrenergik mengurangi aliran adrenergik dari CNS,
terutama untuk mengurangi tahanan perifer total dan menurunkan
tekanan darah. Cardiac output tidak dikurangi dan aliran darah ke tubuh
bagian vital tidak dikurangi. Karena dalam penggunaanya, aliran darah
ke ginjal tidak dikurangi, α-methyldopa tersedia khusus untuk terapi
hipertensi dengan gagal ginjal. Efek samping dari methyldopa adalah
sedasi dan mengantuk.

8. Vasodilators
Merupakan obat yang membuat otot polos relaksasi dengan segera.
Vasodilator bekerja dengan membuat otot polos pembuluh darah relaksasi,
menurunkan tahanan pembuluh darah sehingga tekanan pembuluh darah
akan menurun. Vasodilator menghasilkan reflek stimulasi jantung, gejala
lain yang timbul antara lain peningkatan kontraksi miokard, heart rate,dan
pengunaan oksigen. Hal ini mungkin timbul angina pectoris, infark
miokard, atau gagal jantung yang dapat terjadi pada beberapa individu.
Vasodilator juga meningkatkan konsentrasi plasma renin, yang
mengakibatkan retensi air dan garam. Efek samping yang tidak diinginkan
ini dapat dihalangi oleh kombinasi pemberian deuritik dan β-bloker.
a. Hydralazine
Obat ini menyebabkan vasodilatasi secara langsung, bekerja
terutama pada arteri dan arteriole. Hasilnya adalah penurunan tahanan
perifer, yang menurunkan reflek elevasi pada heart rate dan cardiac
output. Hydralazine digunakan untuk terapi hypertensi sedang.
Hydralazine hampir selalu diberikan dengan kombinasi β-blocker
seperti propanolol (untuk menyeimbangkan takikardi) dan deuretik
(untuk mengurangi retensi natrium). Secara bersamaan obat tersebut
mengurangi cardiac output, volume plasma, dan tahanan pembuluh
darah perifer. Efek merugikan dari terapi hydralazine termasuk sakit
kepala, nausea, mual,aritmia, dan timbulnya angina. Sindrom seperti
penyakit lupus dapat terjadi dengan pemberian dosis tinggi, tetapi hal
itu bersifat reversible dan diskontinyu obat.
b. Minoxidil

Kelompok 10 KMB I (2008) 23


Minoxidil mengakibatkan dilatasi tahanan arteriole tetapi tidak
pada tahanan vena. Minoxidil diberikan per oral untuk terapi hipertensi
sedang sampai maligna yang tidak dapat diatasi dengan obat lain.
Reflek takikardi mungkin akan terjadi, untuk itu diperlukan pemberian
obat kombinasi antara deuretik dan β-bloker. Minoxidil menyebabkan
retensi air dan garam yang serius, edema, dan gagal jantung kongestif.
Minoxidil juga bisa menyebabkan hypertrichosis. Obat ini sekarang
dipakai terutama untuk terapi kebotakan pada pria.

9. Hypertensive Emergency
Hipertensi emergency adalah tipe hipertensi yang jarang terjadi, tetapi
memerlukan terapi seumur hidup dimana tekanan diastolnya diatas 150
mmHg dengan tekanan sistol lebih dari 210 mmHg pada orang yang
normal atau 130 mmHg pada individu yang sebelumnya memiliki
komplikasi seperti ensefalopati, perdarahan otak, gagal ventrikel kiri, atau
stenosis aorta. Tujuan pengobatannya adalah untuk menurunkan tekanan
darah dengan segera.
a. Sodium Nitroprusside
Nitroprusside diberikan secara intravena dan menyebabkan
vasodilatasi prompt dengan reflek takikardi. Its capable untuk
mengurangi tekanan darah, regardless penyebab hipertensi. Obat ini
memiliki sedikit efek diluar sistem kardiovaskuler, bekerja pada arteri
dan vena otot polos (karena nitroprusside juga bekeja pada veins, maka
dapat mengurangi cardiac preload). Nitroprusside dapat dimetabolisme
segera (T1/2 dalam menit) dan memerlukan pemberian secara kontinyu
untuk mengatur aksi hipotensi. Sodium nitroprusside digunakan sedikit
untuk mengurangi efek kecuali hipotensi yang diakibatkan oleh
overdosis. Metabolisme nitroprusside menghasilkan ion sianida. Kasus
keracunan ion sianida sangat jarang terjadi, namun jika hal tersebut
terjadi dapat diatasi dengan pemberian sodium thiosulfate untuk
pembentukan thiocyanate yang tidak begitu toksik dan dapat
dieliminasi lewat ginjal.
b. Diazoxide

Kelompok 10 KMB I (2008) 24


Diazoxide memiliki efek langsung terhadap vasodilator arteri.
Diazoxide memiliki efek vaskuler seperti hydralazine. Untuk pasien
dengan insufisiensi koroner, diazoxide diberikan intravena dengan β-
bloker, yang akan mengurangi reflek aktivasi jantung. Diazoxide sangat
tepat untuk terapi hipertensi emergency,hipertensi encephalopathy, dan
eklamsia.
c. Labetalol
Labetalol merupakan α dan β-bloker yang telah terbukti
digunakan untuk hipertensi emergency. Labetalol tidak mengakibatkan
reflek takikardi yang mungkin bisa ditimbulkan oleh diazoxide.
Labetalol membawa kontraindikasi dari nonselektif β-bloker.

2.7.2 Terapi Non Medis


1. Berhenti merokok
Merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah
penyakit kardiovaskuler dan nonkardiovaskuler pada penderita
hipertensi. Untuk penderita yang sulit menghentikan merokok dapat
dibantu dengan pengobatan penggantian nikotin.
2. Penurunan berat badan
Obesitas merupakan faktor predisposisi penting terjadinya hipertensi.
Pada obesitas, dibutuhkan jumlah oksigen yang lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan metabolik. Oleh karena itu, akan terjadi
peningkatan volume dan tekanan darah yang bertujuan untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan metabolik yang diakibatkan obesitas. Penurunan
berat badan sebesar 5kg pada penderita hipertensi dengan obesitas
(kelebihan berat badan >10%) dapat menurunkan tekanan darah.
Penurunan berat badan juga bermanfaat untuk memperbaiki faktor
risiko yang lain (resistensi insulin, diabetes melitus, hiperlipidemia, dan
LVH). (Seminar Hipertensi Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran
YARSI Sabtu, 21 September 2002) Untuk menurunkan berat badan,
penggunaan energi harus melebihi asupannya. Cara
mengukur berat badan ideal yang dapat digunakan adalah :
1. Menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) :

Kelompok 10 KMB I (2008) 25


IMT = BB (kg) _
TB2(m)

Status Gizi Wanita Laki-laki


Normal 17 – 23 18 – 25
Kegemukan 23 – 27 25 – 27
Obesitas > 27 > 27
Keterangan :
BB = Berat Badan, TB = Tinggi Badan

2. Menggunakan Rumus BROCCA :


BB ideal = (TB – 100) – 10% (TB – 100)
Batas ambang yang diperbolehkan adalah + 10%. Bila > 10% sudah
kegemukan dan bila diatas 20% sudah terjadi obesitas.
3. Penurunan diet garam
Diet tinggi garam dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah
dan prevalensi hipertensi. Efek diperkuat dengan diet kalium yang
rendah. Penurunan diet natrium dari 180 mmol (10,5 g) per hari
menjadi 80-100 mmol (4,7-5,8 g) per hari menurunkan tekanan darah
sistolik 4-6 mmhg. Tetapi pengaruh lebih kuat pada etnis kulit hitam,
obesitas, dan umur tua. Penurunan diet natrium menjadi 40 mmol (2,3
g) per hari ternyata cukup aman untuk orang tua. Tujuan diet rendah
natrium ialah sampai <100 mmol (5,8 g) per hari atau <6 g NaCl per
hari (WHO-ISH 1999).
4. Perubahan diet yang kompleks
Vegetarian mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan
pemakan daging dan diet vegetarian pada penderita hipertensi dapat
menurunkan tekanan darah. Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran
menurunkan tekanan darah TDS/TDD (3/1 mmhg) sedangkan
mengurangi diet lemak menurunkan tekanan darah (6/3 mmhg). Pada
penderita tekanan darah tinggi, kombinasi keduanya dapat menurunkan
tekanan darah (11/6 mmhg). Adanya diet tinggi kalsium, magnesium,
dan kalium mungkin berperan terhadap efek tersebut. Makan ikan
secara teratur sebagai cara mengurangi berat badan akan meningkatkan
penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan memperbaiki profil
lemak. Prinsip diet pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut :
· Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.

Kelompok 10 KMB I (2008) 26


· Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.
· Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita.
5. Kacang kedelai dan isoflavon
Kedelai banyak mengandung fito estrogen yaitu isoflavon, yang
memiliki aktivitas estrogen lemah. Penelitian meta analisis pada tahun
1995 menyimpulkan bahwa isoflavon dari protein kedelai lebih
bermakna menurunkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan
trigliserida, tanpa mempengaruhi kadar kolesterol HDL. Sehingga
dianjurkan mengkonsumsi protein kedelai (20 – 50 gram/hari) dengan
modifikasi diet pada penderita dengan kadar kolesterol (total dan LDL)
yang tinggi. Tempe adalah hasil pengolahan kedelai yang melalui
proses fermentasi, dengan kandungan gizi lebih baik dari kedelai.
Sehingga tempe dianjurkan untuk di konsumsi oleh penderita hipertensi
sebagai sumber protein nabati.
6. Konsumsi Tempe
Tempe adalah salah satu makanan tradisional Indonesia, hasil
fermentasi kaping rhizopus ohgosporis atau rhizopusoryzal pada biji
kedelai yang telah direbus. Ada berbagai macam tempe, yang
dibicarakan disini adalah tempe yang terbuat dari kedelai, yang
merupakan produk kompak, terbungkus rata oleh miselium kaping
sehingga nampak berwarna putih, dan bila diiris kelihatan keping biji
kedelai berwarna kuning pucat, diantara miselium.7. Peningkatan
aktifitas fisik Latihan fisik aerobic sedang secara teratur (jalan atau
renang selama 30-45 menit 3-4x seminggu) mungkin lebih efektif
menurunkan tekanan darah dibandingkan olahraga berat seperti lari,
jogging. Tekanan darah sistolik turun 4-8 mmhg. Latihan fisik isometric
seperti angkat besi dapat meningkatkan tekanan darah dan harus
dihindari pada penderita hipertensi (WHO-ISH 1999).
7. Penanganan faktor psikologi dan stress
Penanganan stress mungkin berpengaruh baik terhadap tekanan
darah dan kepatuhan terhadap pengobatan hipertensi (WHO-ISH 1999).
Karena dengan penanganan stress yang terkendali maka akan
menurunkan sekresi hormon cortisol yang berpotensi untuk menaikkan
tekanan darah dan menyebabkan hipertensi.

Kelompok 10 KMB I (2008) 27


8. Sertakan bantuan dari kelompok pendukung
Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola
hidup sehat. Dukungan dan partisipasi orang lain membuatnya lebih
mudah dan lebih asyik bagi setiap orang. Penelitian menunjukan
dukungan kelompok terbukti berhasil dalam membuat perubahan gaya
hidup untuk mencegah tekanan darah tinggi.

Kelompok 10 KMB I (2008) 28


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas pasien
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan
3.1.2 Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit keluarga hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit
jantung koroner, stroke atau penyakit ginjal.
2. Lama dan tingkat tekanan darah tinggi sebelumnya dan hasil serta efek
sampinng obat antihipertensi sebelumnya.
3. Riwayat atau gejala sekarang penyakit jantung koroner dan gagal jantung,
penyakit serebrovaskuler, penyakit vaskuler perifer, diabetes mellitus, pirai,
dislipidemia, asma bronkhiale, disfungsi seksual, penyakit ginjal, penyakit
nyata yang lain dan informasi obat yang diminum.
4. Penilaian faktor risiko termasuk diet lemak, natrium, dan alcohol, jumlah
rokok, tingkat aktifitas fisik, dan peningkatan berat badan sejak awal dewasa.
5. Riwayat obat-obatan atau bahan lain yang dapat meningkatkan tekanan darah
termasuk kontrasepsi oral, obat anti keradangan nonsteroid, liquorice, kokain
dan amfetamin. Perhatian juga untuk pemakaian eritropoetin, siklosporin atau
steroid untuk penyakit yang bersamaan.
6. Faktor pribadi, psikososial, dan lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil
pengobatan antihipertensi termasuk situasi keluarga, lingkungan kerja, dan
latar belakang pendidikan.

3.1.3 Pengkajian data dasar


1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung kroner/katup dan
penyakit serebrovaskular, episode palpitasi, presipitasi.

Kelompok 10 KMB I (2008) 29


Tanda: Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan TD diperlukan
untukmenegakkan diagnosis), Hipotensi postural (mungkin berhubungan
dengan regimen obat), Nadi: denyutan jalas dari karotis, jugularis,
radialis, perbedaan denyut seperti denyut femoral melambat sebagai
kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut popliteal, tibialis
posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Denyut apikal: PMI
kemungkinan bergeser dan/atau sangat kuat. Frekuensi/irama :
takikardia, berbagai disritmia. Bunyi jantung: terdengar s2 pada dasar ;
s3 (CHF dini) ; s4 (pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri).
Murmur stenosis valvular. Desiran vaskular terdengar diatas karotis,
femoralis, atau epigastrium (stenosis arteri). DVJ [distensi vena
jugularis] (kongesti vena). Ekstrimitas: perubahan warna kulit, suhu
dingin (vasokonstriksi perifer); pengisian kapiler mungkin
lambat/tertunda (vasokonstriksi). Kulit-pucat, sianosia dan diaforesis
(kongesti, hipoksemia); kemerahan (feokromositoma).

3. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia, atau marah
kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral).
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan
yang meledak. Gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus sekitar
mata), gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.

4. Eliminasi
Gejala:Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).

5. Makanan/Cairan
Gejala: Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolestrol (seperti makanan yang digoreng, keju,
telur); gula-gula yang bewarna hitam; kandungan tinggi kalori. Mual,
muntah. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkar/menurun).
Riwayat penggunaan diuretik.

Kelompok 10 KMB I (2008) 30


Tanda: Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau
tertentu); kongesti vena, DVJ; glikosuria (hampir 10% pasien hipertensi
adalah diabetik).

6. Neurosensori
Gejala:Keluhan pening/pusing. Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam). Episode
kebas dan /atau kelamahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan
( diplopia, penglihatan kabur). Episode epistaksis.
Tanda: Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek,
proses pikir, atau memori (ingatan). Respon motorik: penurunan
kekuatan genggaman tangan dan/ atau reflaks tendon dalam. Perubahan-
perubahan retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai
berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau papilaedema, eksudat,
dan hemoragi tergantung pada berat/lamanya hipertensi.

7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang
timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri
ekstremitas bawah). Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah
terjadi sebelumnya. Nyeri abdomen/massa (foekromositoma).

8. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja. Takipnea, ortopnea,
dispnea nokturnal paroksismal. Batuk dengan/tanpa pembentukan
sputum. Riwayat merokok.
Tanda: Distres respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan. Bunyi nafas
tambahan (krakles/mengi). Sianosis

9. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral
transien hipotensi postural.

Kelompok 10 KMB I (2008) 31


10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor-faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosklesosis, penyakit
jantung, diabetes melitus, penyakit serebrovaskular/ginjal. Faktor-faktor
resiko etnik, seperti orang Afrika-Amerika, AsiaTenggara. Penggunaan
pil KB atau hormon lain; penggunaan obat/ alkohol.

3.1.5 Pemeriksaan Fisik


1. Pengukuran tinggi dan berat serta kalkulasi BMI (Body Mass Index) yaitu berat
dalam kg dibagi tinggi dalam m².
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan system kardiovaskuler terutama ukuran jantung, bukti adanya gagal
jntung, penyakit arteri karotis, renal, dan perifer lain serta koarktasio aorta.
4. Pemeriksaan paru adanya ronkhi dan bronkhospasme serta bising abdomen,
pembesaran ginjal serta tumor yang lain.
5. Pemeriksaan fundus optikus dan system syaraf untuk mengetahui kemungkinan
adanya kerusakan serebrovaskuler.

3.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


3.2.1 Kelebihan volume cairan b.d meningkatnya beban awal, penurunan
curah jantung sekunder terhadap infark miokard
a. Definisi
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau mempunyai risiko
terhadap kelebihan cairan intraseluler atau interstisial.

b. Batasan Karakteristik
Mayor
Edema (perifer, sakrum)
Kulit tegang dan meningkat
Minor
Masukan cairan lebih besar daripada haluaran cairan
Napas pendek
Penambahan berat badan

Kelompok 10 KMB I (2008) 32


c. Kriteria Hasil
1. Individu memperlihatkan penurunan edema perifer dan sakrum.
2. Individu dapat menghubungkan faktor penyebab dan metode
pencegahan edema.
d. Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi faktor penyebab dan Pengawasan intake diet dipantau untuk
penunjang, misal diet yang tidak tepat menjaga kestabilan tekanan darah agar
(intake natrium berlebih), kurangnya tidak terjadi penumpukan cairan yang
pengetahuan tentang pemenuhan hal- dapat menyembabkan edema jaringan.
hal yang berkaitan dengan pengobatan.

2. Identifikasi dan awasi intake diet klien Pengawasan intake makanan pasien
dan kebiasaan-kebiasaan yang sangat diperlukan untuk mencegah
mungkin menyokong terjadinya bertambahnya volume cairan dengan
retensi urin. intake makanan yang tidak terkontrol.
Lanjutkan dengan memberikan intake Intake natrium yang tinggi dapat
yang seseuai dengan kebutuhan klien. menyebabkan retensi air.
3. Identifikasi pengetahuan klien
mengenai diagnosa medis, diet,
pengobatan, aktivitas dan penggunaan
balutan ACE dan stoking emboli.
Lanjutkan dengan penyuluhan
kesehatan jika diindikasikan.

3.2.2 Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan sekunder terhadap


kehilangan fungsi tubuh
a. Definisi
suatu pernyataan pengalaman seseorang yang berada dalam/pada
kemungkinan mengalami suatu gangguan dalam cara individu menerima
citra tubuhnya sendiri.

b. Batasan Karakteristik

Kelompok 10 KMB I (2008) 33


Mayor
Respon-respon negatif secara verbal atau non-verbal untuk
mengaktualisasikan perubahan yang terjadi pada struktur dan/atau
fungsi (misal, malu, bersalah, berubah secara mendadak).
Minor
Tidak nampak pada bagian tubuh
Tidak teraba pada bagian tubuh
Tersembunyi
Perubahan pada lingkungan
Perasaan-perasaan negatif mengenai perasaan atau tidak ada harapan,
putus asa, lemah, sensitif
Perubahan atau kehilangan fungsi
Penolakan terhadap perubahan ang beragam
Menjadi kekurangan tersebut menjadi bagian dari diri
Perilaku-perilaku merusak diri seperti melukai diri, percobaan bunuh
diri, makan berlebihan/mengurangi makan

c. Kriteria Hasil
1. Melakukan pola-pola penanggulangan yang baru.
2. Menyatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilan (perawatan,
pakaian, postur, pola makan dan penilaian diri).
3. Menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan
diri/tanggung jawab terhadap peran.

d. Intervensi dan Rasional


INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan hubungan saling percaya Mendorong seseorang untuk menyatakan
antara perawat dan klien. perasaanya terutama tentan gia
merasakan, berpikir atau memandang
dirinya. Memberikan informasi yang
dapat dipercaya dan menguatkan
informasi yang diberikan. Memberikan
terapi sesuai ijin pasien. Hal tersebut
dapat sedikit mengurangi stres yang

Kelompok 10 KMB I (2008) 34


dialami oleh pasien.
2. Bantu individu untuk menerima Membantu pasien untuk meningkatkan
pertolongan dari orang lain, seperti kepercayaan dirinya kembali dan
keluarga dan teman dekat. merasakan penerimaan dari orang lain
tentang kehilangan fungsi tubuh yang
dirasakan.
3. Berikan pemahaman tentang Memberikan informasi tentang
kehilangan untuk individu dan orang kehilangan yang dialami pasien untuk
terdekat, sehubungan dengan membantu mengurangi stes dan
terlihatnya kehilangan, kehilangan penerimaan atas kehilangan.
fungsi tubuh dan emosi yang
terpendam.
Risiko Tinggi terhadap Penurunan Curah Jantung
a. Definisi
Menggambarkan individu yang mengalami atau berisiko tinggi
mengalami ketidakadekuatan untuk kebutuhan jaringan karena tidak
cukupnya pemompaan darah oleh jantung.
b. Populasi Risiko Tinggi
Infark miokard akut
Penyakit katup aortik atau mitral
Kardiomiopati
Tamponade jantung
Hipotermia
Syok septik
Koarktasi aorta
Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM)
Kelainan jantung bawaan
Bradikardia/Takikardia
Gagal jantung bawaan
Syok Kardiogenik
Hipertensi

c. Kriteria Hasil

Kelompok 10 KMB I (2008) 35


1. Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
darah atau beban kerja jantung
2. Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat
diterima
3. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien

d. Intervensi dan Rasional


INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tekanan darah. Ukur pada Perbandingan dari tekanan memberikan
kedua tangan/paha untuk evaluasi gambaran yang lebih lengkap tentan
awal. Gunakan ukuran manset yang keterlibatan/bidang masalah vaskular.
tepat dan teknik yang akurat. Hipertensi berat diklasifikasikan pada
orang dewasa dengan pengukuran
diastolik > 130 dan dipertimbangkan
sebagai peningkatan pertama, kemudian
maligna. Hipertensi sistolik juga
merupakan faktor risiko yang ditentukan
untuk penyakit serebrovaskular dan
penyakit iskemia jantung bila tekanan
diastolik 90 – 115.
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan Denyutan karotis, jugularis, radialis dan
sentral dan perifer. femoralis mungkin terpalpasi. Denyut
pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokonstriksi
dan kongesti vena.
3. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan
dan masa pengisian kapiler. masa pengisian kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan vasokonstriksi atau
mencerminkan dekompensasi/penurunan
curah jantung.
4. Berikan lingkungan tenang, nyaman, Membantu untuk menurunkan rangsan
kurangi aktivitas/keributan simpatis dan meningkatkan relaksasi.
lingkungan. Batasi jumlah pengunjung
dan lamanya tinggal.

Kelompok 10 KMB I (2008) 36


5. lakukan tindakan-tindakan yang Menurunkan stres dan ketegangan yang
nyaman, seperti pijantan punggung mempengaruhi tekanan darah dan
dan leher, meninggikan kepala tempat perjalanan penyakit hipertensi.
tidur,dll.
6. Anjurkan teknik relaksasi, panduan Dapat menurunkan rangsangan yang
memijat, aktivitas pengalihan. dapat menimbulkan stres, membuat efek
tenang sehingga menurunkan tekanan
darah.
7. Pantau respon obat untuk mengontrol Respin terhadap terapi obat ”stepped”
tindakan. (yang terdiri atas diuretik, inhibitor
simpati dan vasodilator) tergantung pada
individu dan efek sinergis obat. Karena
efek samping tersebut, maka penting
untuk menggunakan obat dalam jumlah
paling sedikit dan dosis paling rendah.

Gangguan Pola tidur b.d memerlukan waktu yang berlebihan sekunder terhadap obat-
obatan antihipertensi
a. Definisi
Suatu keadaan dimana individu mengalami atau mempunyai risiko
mengalami perubahan dalam jumlah dan kualitas pola istirahat yang
menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu gaya hidup yang
diinginkan.

b. Batasan Karakteristik
Mayor
Kesulitan jatuh atau tetap tertidur.
Minor
Lelah pada saat bangun atau sepanjang hari
Agitasi
Perubahan alam perasaan
Mengantuk sepanjang hari

c. Kriteria Hasil

Kelompok 10 KMB I (2008) 37


1. Individu dapat menjelaskan faktor-faktor penghambat dan pencegah
tidur.
2. Individu dapat mengidentifikasikan teknik-teknik untuk
mempermudah tidur.
3. Individu dapat melaporkan keseimbangan yang optimal antara
aktivitas dan istirahat atau perbaikan pola tidur/istirahat.

d. Intervensi dan Rasional


INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan tempat tidur yang nyaman, Meningkatkan kenyamanan tidur serta
seperti bantal dan guling. dukungan fisiologis/psikologis.
2. Dorong beberapa aktivitas ringan Aktivitas siang hari dapat membantu
selama siang hari. Jamin pasien pasien menggunakan energi dan siap
berhenti beraktivitas beberapa jam untuk tidur malam. Namun, kelanjutan
sebelum tidur. aktivitas yang dekat dengan waktu tidur
dapat bertindak sebagai stimulan
penghambat tidur.
3. Tingkatkan regimen kenyamanan Meningkatkan efek relaksasi. Catatan:
waktu tidur, misal mandi air hangat susu mempunyai kualitas soporfik,
dan masase, segelas susu hangat meningkatkan sintesis serotonin,
sebelum tidur neurotransmiter yang membantu pasien
tertidur dan tidur lebih lama.
4. Instruksikan tindakan relaksasi Membantu menginduksikan tidur.
5. Kurangi kebisingan dan lampu Memberikan situasi kondusif untuk tidur.
6. Hindari mengganggu bila mungkin, Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan
misal membangunkan untuk obat atau rasa segar dan pasien mungkin tidak
terapi. mampu kembali tidur bila terbangun.

3.2.5 Kurang Pengetahuan b.d kondisi atau rencana pengobatan


a. Definisi
suatu kondisi dimana individu atau kelompok mengalami kekurangan
pengetahuan kognitif atau keterampilan psikomotor mengenai suatu
keadaan dan rencana tindakan pengobatan

b. Batasan Karakteristik
Mayor

Kelompok 10 KMB I (2008) 38


Menyatakan kurangnya pengetahuan atau keterampilan/meminta
informasi
Mengekspresikan persepsi yang tidak akurat terhadap kondisi
kesehatannya
Menampilkan secara tidak tepat perilaku sehat yang diinginkan atau
yang sudah ditentukan.
Minor
Kurang integrasi rencana tindakan ke dalam kegiatan sehari-hari.
Menunjukkan atau mengekspresikan gangguan psikologis, misal cemas,
depresi yang diakibatkan oleh salahnya informasi atau kurangnya
informasi.

c. Kriteria Hasil
1. Pasien akan menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
regimen pengobatan.
2. Pasien dapat mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan
komplikasi yang perlu diperhatikan.
3. Pasien akan mempertahankan tekanan darah dalam parameter normal.

d. Intervensi dan Rasional


INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi kesiapan dan hambatan Kesalahan konsep dan menyangkal
dalam belajar, termasuk orang diagnosa karena perasaan sejahtera yang
terdekat. sudah lama dinikmati mempengaruhi
minat pasien/orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan
prognosis. Bila pasien tidak menerima
realitas bahwa membutuhkan pengobatan
kontinyu, maka perubahan perilaku tidak
akan dipertahankan.
2. Tetapkan dan nyatakan batas tekanan Memberikan dasar untuk pemahaman
darah normal. Jelaskan hipertensi dan tentang peningkatan tekanan darah dan
efeknya pada jantung, pembuluh mengklarifikasi istilah medis yang sering
darah, ginjal dan otak. digunakan. Pemahaman bahwa tekanan

Kelompok 10 KMB I (2008) 39


darah tinggi dapat terjadi tanpa gejala
adalah ini untuk memungkinkan pasien
melanjutkan pengobatan meskipun
merasa sehat.
3. Hindari penggunaan kata tekanan Karena pengobatan untuk hipertensi
darah ”normal” tetapi gunakanlah adalah sepanjang kehidupan, maka
istilah ”terkontrol dengan baik” saat dengan penyampaian ide ”terkontrol”
menggambarkan tekanan darah pasien akan membantu pasien untuk memenuhi
dalam batas yang diinginkan. kebutuhan melanjutkan pengobatan atau
medikasi.
4. Bantu pasien dalam mengidentifikasi Faktor-faktor risiko ini telah
faktor-faktor risiko yang menyebabkan menunjukkan hubungan dalam
penyaki kardiovaskular yang dapat menunjang hipertensi dan penyakit
diubah, misal obesitas, pola konsumsi kardiovaskular yang lain.
diet, dll.
5. Beri pengertian tentang pentingnya Kerja sama yang kurang adalah alasan
kerja sama dalam regimen pengobatan umum gagalnya terapi antihipertensi.
dan mempertahankan tindak lanjut.
6. Jelaskan tentang obat yang di resep Informasi yang adekuat dan pemahaman
bersamaan dengan rasional, dosis, efek efek samping obat pada umumnya sering
samping yang diperkirakan serta efek menghilang seiring dengan berjalannya
yang merugikan serta idiosinkrasi. waktu. Dengan demikian diperlukan
peningkatan kerja sama dalam rencana
pengobatan.
7. Sarankan untuk sering merubah posisi, Menurunkan bendungan vena perifer
olahraga kaki saat berbaring. yang dapat ditimbulkan oleh vasodilator
dan duduk atau berdiri terlalu lama.
8. Rekomendasikan untuk menghindari Mencegah vasodilatasi yang tidak perlu
mandi air panas dan ruang penguapan. dengan adanya efek samping hipotensi
dan pingsan.
9. Instruksikan pasien tentang Diuretik dapat menurunkan kadar kalium.
peningkatan intake makanan dan Pengganti diet lebih baik daripada obat
cairan tinggi kalium. untuk mengganti kekurangan tersebut.

Kelompok 10 KMB I (2008) 40


BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang
abnormal dengan diastol > 90 mmHg dan sistol > 140 mmHg yang dipengaruhi
oleh banyak faktor risiko.
2. Hipertensi dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu hipertensi primer
(essensial) dan hipertensi sekunder.
3. Hipertensi primer merupakan penyebab kematian terbesar dengan presentase
90% dibandingkan dengan hipertensi sekunder dengan presentase 10% karena
penyebab dari langsung (etiologi) dari hipertensi primer tidak diketahui dan
penderita yang mengalami hipertensi primer tidak mengalami gejala
(asimtomatik).
4. Terapi hipertensi dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu terapi medis dan
non-medis.
5. Kontrol pada penderita hipertensi sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut.

4.2 Saran
Untuk menurunkan resiko hipertensi, pasien yang menderita hipertensi
hendaknya melakukan terapi medis maupun non-medis secara kontinyu, melakukan
pola gaya hidup sehat seperti olahraga teratur, diet teratur sesuai dengan kebutuhan
dan lain-lain.

Kelompok 10 KMB I (2008) 41


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Jilid 6. Jakarta : EGC

Doenges, ME., Moorhouse, MF., Geissler, AC. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta
: EGC

Guyton, AC. & Hall, JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Khatib, Oussama M.N. 2005. Clinical Guidelines for the Management of Hypertension.
WHO

Mycek, MJ dkk. 1997. Lippincott’s Illustrated Reviews : Pharmacology, 2nd edition.


Philadelphia : Lippincott-Raven Publishers

Price, SA. & Wilson, LM. 2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC

Rilantono, Lily Ismudiati dkk. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : FKUI

Syarif, Amir. 2003. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI

Aninomous. 2008. What Causes High Blood Pressure? akses internet di


http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=2125

Aninomous. 2008. High Blood Pressure, Factors that Contribute to. akses internet di
http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=3053

Armilawaty, dkk.2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya Dalam Kajian Epidemiologi


akses internet di http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/08/hipertensi-
dan-faktor-risikonya-dalam-kajian-epidemiologi/

Kelompok 10 KMB I (2008) 42

You might also like