You are on page 1of 21

PRESENTASI LONG CASE

[ANESTESI PADA OPERASI


CRANIOPLASTY ]

Pembimbing :
Dr. Satriyo Y Sasono, SpAn

Disusun Oleh :

Novy Yanthi

030.05.159

SMF ANASTESI RUMAH SAKIT OTORITA BATAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 31 MEI – 3 JULI 2010

BAB I

1
KASUS

Identitas

Nama : Nn. Syilvia A Mentari

Umur : 16 tahun

Agama : Islam

Alamat : Kartini IV, Sei Harapan

Tanggal masuk : 25 Juni 2010

No. MR : 27-41-10

Anamnesis

 Keluhan Utama
Pro-operasi Cranioplasty

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Bedah Saraf RS Otorita Batam, untuk kontrol post operasi
Craniotomy Decompresi tanggal 31 Mei 2010. Pasien pernah dirawat dengan CKB, SDH
temporal kiri. Terdapat riwayat KLL, jatuh dari motor 25 hari SMRS, pingsan (+), mual
(-), muntah (-), pusing (-), gelisah (+), perdarahan aktif dari telinga kanan (+). Pasien
dirawat di RS OTORITA Batam sejak 25 hari SMRS, dan telah dilakukan operasi
Craniotomy Decompresi 3 minggu SMRS, tanggal 31 Mei 2010, hematom dievakuasi,
luka operasi ditutup, tapi tulang tidak dapat dipasang kembali. Pasien dinyatakan lepas
rawat 10 hari SMRS, dan direncanakan untuk operasi Cranioplasty kemudian. Pasien
kontrol kembali 1 hari SMRS ke Poli Bedah Saraf dan dirawat untuk operasi Cranioplasty
oleh karena tulang tengkorak pasien tidak stabil.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat alergi obat, hipertensi, dan DM.

Pemeriksaan Fisik

2
Status Generalis

 Keadaan Umum : Lemah


o Kesadaran : Composmentis, GCS 15 E4 M6 V5
o Kesan Sakit : Sedang-Berat
o Status Gizi : Baik
 Tanda Vital :
o Tek. Darah : 130/80
o Nadi : 90x/menit
o Suhu : 36oC
o Pernapasan : 24 x/menit
 Kepala : Normocephali, conjugtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat
isokor dengan diameter 3 mm, RCL +/+, RCTL +/+, hematom (-),
bekas luka operasi pada temporal kiri (+).
 Leher : Tidak ada kelainan, kaku kuduk (-)
 KGB : Tidak teraba pembesaran
 Thorax : Simetris saat statis dan dinamis,
o Jantung : BJ I (+), BJ II (+), reguler, murmur (-), gallop (-)
o Paru : Suara nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
 Abdomen : Datar, soepel, BU (+) normal, tympani, nyeri tekan (-), defans musc.
(-), hepar/lien titak teraba membesar,
 Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan. Kateter (-)
 Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), 5 5 Motorik ,
Sensorik (+) 5 5

 Refleks : Rangsang meningeal (-), Refleks fisiologis (+), Refleks patologis (-)

3
Pemeriksaan Laboratorium

31 Mei 2001

 Leukosit : 18.400 /mm3


 Hb : 11,4 g/dl
 Ht : 34,2 %
 Trombosit : 387.000 /mm3
 Gol. Darah :A
 BT : 5’ 30”
 CT : 8’
 Ureum : 21,6
 Creatinin : 0,54
 SGOT : 31
 SGPT : 12
 Total prot. : 6,2
 Alb : 4,7
 Glob : 1,5
 Na : 138
 K : 3,2
 Cl : 102
 GDS : 126

1 Juni 2010

 Leukosit : 16.300 /mm3


 Hb : 10,2 g/dl
 Ht : 30,6 %
 Trombosit : 270.000 /mm3
 Na : 138
 K : 4,1
 Cl : 106

4
5 Juni 2010

 Leukosit : 9.500 /mm3


 Hb : 10,4 g/dl
 Ht : 31,2 %
 Trombosit : 296.000 /mm3
 BT : 2’
 CT : 8’
 Na : 139
 K : 3,5
 Cl : 108

25 Juni 2010

 Leukosit : 7.800 /mm3


 Hb : 13,1 g/dl
 Ht : 41,0 %
 Trombosit : 352.000 /mm3

Diagnosis Kerja

Post SDH temporal sinistra

Penatalaksanaan

Pro Cranioplasty

Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam

5
Ad sanasionam : Bonam

BAB II
LAPORAN ANESTESI

Pasien, Nn. S A M, berusia 17 tahun, datang ke kamar operasi No. 3 Rumah Sakit
Otorita Batam untuk menjalani operasi Cranioplasty elektif pada tanggal 26 Juni 2010, jam
09.15. Dokter yang mengelola anestesi adalah dr. Muh. Gusno Rekozar, SpAn dan operator
dr. Gumar Jaya Saleh, SpBS. Pasien direncanakan untuk diberi anestesi umum dengan tehnik
OTK. Kondisi pasien sebelum operasi baik, dengan kesadaran compos mentis, GCS 15, bunyi
jantung I-II normal tanpa gallop dan murmur, suara nafas vesikuler kanan-kiri tanpa
wheezing dan ronchi. Pasien diputuskan sebagai pasien ASA II. Pada pasien dipasang
monitor tekanan darah, nadi, pernapasan, saturasi (pulse oxymetri), dimonitor tiap 5 menit.
Didapatkan tanda vital awal adalah TD 136/85 mmHg, Nadi 85 x/menit, Saturasi 99 %.
Selain itu dipasang juga jalur intravena, kemudian pasien diberikan premedikasi berupa
Sedacum 5 mg dan Fentanyl 50 mcg secara intravena pada jam 09.50.
Pasien diposisikan dalam keadaan terlentang, bahu diberi bantal untuk membuka
saluran nafas, diberikan cairan infus RAS. Setelah itu diberikan induksi intravena dengan
Recofol 100 mg, diberikan pula pelemas otot berupa Norcuron 4 mg yang dimasukkan pada
jam 09.55. Pasien juga diberikan aliran Sevoflurane 8 Volume % dengan N2O 0,5 L/menit
dan O2 0,5 L/menit dengan sungkup pada jam 09.55. Setelah 1 menit konsentrasi Sevoflurane
diturunkan ke 5 Volume %, dan 2 menit kemudian setelah pasien tertidur, yaitu pada jam
09.58 konsentrasi Sevoflurane diturunkan ke 3 Volume % kemudian pasien diintubasi dan
dipasang endotracheal tube oleh dr. Muh. Gusno Rekozar, SpAn. Setelah ETT dipastikan
masuk ke trachea, maintainance diberi dengan konsentrasi Sevoflurane 3 Volume % dengan
N2O 0,5 L/menit dan O2 0,5 L/menit. Tanda vital kemudian dimonitor kembali didapatkan
TD 115/65 mmHg, Nadi 110 x/menit, Saturasi 100 %.
Selama menunggu operasi diberikan tambahan Fentanyl 50 mcg dan Lasix 20 mg.
Operasi dimulai pada jam 10.45 dan pada monitoring didapatkan TD 100/70 mmHg, Nadi
110 x/menit, Saturasi 100 %. Tekanan darah, nadi, dan saturasi pasien cenderung stabil
sepanjang operasi.

6
Pada jam 10.55, TD pasien meningkat menjadi 120/75 mmHg dan nadi pasien
meningkat menjadi 73 x/menit dan diberikan tambahan Norcuron sebanyak 2 mg, setelah itu
TD, nadi kembali stabil kembali. Pada jam 11.20 TD pasien meningkat kembali menjadi
140/98 mmHg, dengan nadi 130 x/menit. Saat itu pasien diberikan Fentanyl 50 mcg,
Norcuron 2 mg, dan Midazolam 5 mg intravena serta pasien dipasang kateter yang
sebelumnya belum terpasang. Setelah itu TD, nadi pasien turun perlahan dan stabil kembali.
Sepuluh menit kemudiaan, pada jam 11.30 kepada pasien di tambahkan kembali Fentanyl 50
mcg. Operasi berlangsung dari jam 10.45 – 11.59 dengan lama operasi selama 74 menit.
Tekanan darah terakhir 117/75 mmHg, nadi 111 x/menit, dan saturasi terakhir 100%.
Saat mendekati akhir operasi, konsentrasi Sevoflurane dikurangi secara bertahap,
sampai akhirnya Sevoflurane stop pada jam 11,34. Setelah operasi, pasien diberi ventilasi
tekanan positif sebelum dilakukan ekstubasi. Pasien sempat belum bernapas spontan lama
yang diperkirakan akibat kelebihan daripada dosis Fentanyl dan Norcuron. Pasien mulai sadar
dan bernafas sendiri pada jam 12.15, dipindahkan ke ruang pemulihan dan setelah itu
diobservasi di ruang recovery dengan Aldrete Score 6-8, pasien dibenarkan untuk diantar ke
ruangan.

7
BAB II

ANESTESIA DAN REANIMASI PADA OERASI KRANIOTOMI

Anestesia pada kraniotomi adalah tindakan anestesia yang dilakukan pada pasien yang
menjalani pembedahan intrakranial baik karena cedera kepala, tumor otak, perdarahan, dan
lain-lain. Tujuan operasi diantaranya, memperbaiki  SCALP    (Skin, Subcutan, Galea
aponeurosis, Loose areolar  tissue,  Pericranium), tulang yang patah dan menekan jaringan
otak di bawahnya dikembalikan agar tidak merusak  jaringan. otak yang tertekan. Bagian dari
tengkorak  yang  hilang  harus  diusahakan penggantinya. Durameter yang robek/hilang harus
menjadi pembungkus yang utuh kembali sehingga liquor tidak keluar.

Sasaran yang diutamakan dalam penatalaksanaan anestesia pada tindakan ini,


disamping untuk menciptakan suasana lapangan operasi yang memadai, juga mengupayakan
agar homeostatis intra dan ekstrakranial memadai sehingga kondisinya optimal.

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam menangani operasi kraniotomi
diantaranya, perubahan tingkat kesadaran, pengendalian Tekanan Intra Kranium (TIK),
pengendalian kejang, ancaman gagal nafas, ancaman sirkulasi, trauma ganda (pada kasus
trauma kepala), pemberian terapi cairan dan nutrisi, perdarahan luka operasi, dan lamanya
operasi.

Penanganan Anestesia dan Reanimasi Pada Operasi Kraniotomi

1. Evaluasi pra-bedah
Nilai pasien terlebih dahulu, evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang sesuai dengan indikasi. Pemeriksaan prabedah sama seperti
pemeriksaan rutin untuk tindakan anestesi lain, hanya ditambah dengan evaluasi
tekanan intrakranial, efek samping kelainan serebral, terapi dan pemeriksaan
sebelumnya, hasil CT-scan, maupun MRI.
2. Persiapan pra-bedah
Pada operasi kraniotomi diperlukan persiapan khusus; berupa usaha untuk
menurunkan tekanan intrakranial, dapat dengan bantuan hiperventilasi, pemberian

8
diuretik, serta apabila sarana tersedia dapat dilakukan drainase likuor; usaha untuk
mengatasi kejang, dapat diberikan diazepam ataupun penthotal secara intravena;
usaha untuk mengatasi ancaman sirkulasi, dengan cara tekanan arteri rata-rata
dipertahankan sesuai dengan batas autoregulasi aliran darah otak; persiapan terapi
oksigen, jika perlu menggunakan ventilasi mekanik; koreksi terhadap segala bentuk
keadaan patologis ekstrakranial lain yang mengancam.
3. Premedikasi
Dalam keadaan akut, tidak perlu diberikan premedikasi, kecuali apabila terdapat
bradikardi, dapat diberikan atropin dengan dosis 0,01 mg/KgBB secara intravena.
Apabila pasien gelisah atau kejang dapat digunakan diazepam 5-10 mg secara
intravena. Fentanil dapat dipertimbangkan untuk menekan respons nyeri. Pada operasi
berencana, pemberian premedikasi disesuaikan dengan status fisik pasien.
4. Induksi dan Intubasi
Beberapa faktor yang penting yang bisa menyebabkan kenaikan tekanan intrakranium
pada saat intubasi adalah : anestesia dan relaksan otot kurang adekuat, peningkatan
PaCO2 oleh karena henti napas, hipoksia oleh karena oksigenasi yang kurang
memadai, dan posisi kepala yang salah sehingga menyebabkan gangguan drainase
likuor.
Teknik Induksi dan Intubasi
a. Relaksan otot dan oksigenasi
b. Dapat diberikan Lidokain 1-1,5 mg/KgBB (iv), untuk menekan rangsang simpatis
pada saat intubasi
c. Induksi intravena dengan barbiturat atau propofol sesuai dosis
d. Laringoskopi
e. Intubasi, sebaiknya yang digunakan ialah PET non kingking untuk mencegah
sumbatan jalan nafas oleh karena lebih fleksibel dan tidak terlipat apabila
diperlukan adanya perubahan posisi. Selanjutnya fiksasi adekuat untuk mencegah
terlepasnya pipa.
5. Pemeliharaan Anestesia
Racikan atau kombinasi obat yang digunakan adalah N2O : O2 = 50 % : 50 %,
disertai isofluran atau desfluran, atau jika ada dapat digunakan sevofluran, selain itu
juga disertai pengguanaan obat pelumpuh otot non depolarisasi, obat yang dipilih
adalah esmeron ataupun vekuronium (norcuron). Untuk obat analgetik yang dipilih

9
yaitu fentanil atau sufentanil. Dosis masing-masing obat diberikan sesuai dengan
kebutuhan.
Lakukan hiperventilasi agar tekanan PaCO2 berkisar antara 25-30 mmHg
untuk menurunkan tekanan intrakranial, dianjurkan untuk menggunakan alat bantu
nafas mekanik untuk nafas kendali selama anestesia.
Usaha lain dapat juga dilakukan untuk menurunkan TIK, antara lain dengan
pemberian diuretik osmotik dan pemberian steroid, walaupun tindakan ini masih
dianggap kontroversi.
Pada kasus yang diduga akan mengalami banyak pendarahan, dapat dilakukan
teknik “hipotensi kendali” mempergunakan obat vasodilator yang masa kerjanya
singkat, seperti nitrogliserin. Dan diupayakan agar tekanan darah arteri rata-rata tidak
lebih rendah dari batas autoregulasi aliran darah otak.
6. Terapi Cairan dan Transfusi Darah Selama Operasi
Pada perdarahan yang terjadi < 20 % dari perkiraan volume darah
pasien,berikan cairan pengganti kristaloid atau kolid, tetapi apabila terjadi perdarahan
> 20 % dari perkiraan volume darah pasien, berikan transfusi darah. Untuk memantau
terapi cairan dianjurkan memasang kateter vena sentral untuk mengukur tekanan vena
sentral.
7. Pemantauan Selama Anestesia
Pemantauan selama anestesia dan pembedahan dilakukan terutama terhadap
parameter ekstrakranial dan juga TIK.
a. Pemantauan Respirasi, meliputi parameter :
Mekanik, meliputi volume tidal frekuensi nafas, dan tahanan jalan nafas. Apabila
mempergunakan alat bantu nafas mekanik, semua parameter tersebut dapat
diatur/ditentukan dan dipantau pada alat tersebut. Dianjurkan nafas kendali pada
tata laksana anestesia bedah saraf khususnya kraniotomi mempergunakan alat
bantu nafas mekanik.
Kimiawi, yaitu CO2 udara ekspirasi dengan kapnograf, dengan “pulse oxymeter”
dan analisis gas darah. Diusahakan agar pH darah normal, PaCO2 berkisar antara
25-30 mmHg dan PaO2 di atas 100 mmHg.
b. Kardiovaskular
Dilakukan pemantauan bunyi jantung dengan stetoskop prekordial, pemantauan
EKG, tekanan darah, dan tekanan vena sentral. Disamping itu dilakukan juga
pemantauan kadar hemoglobin dan hematokrit.

10
c. Fungsi Ginjal
Produksi urin ditampung dan diukur, terutama pada pemberian diuretik, dan kasus
yang diduga akan terjadi diabetes insipidus.
d. Keseimbangan Elektrolit, Asam Basa, dan Osmolaritas
Periksa analisis gas darah dan elektrolit serta osmolaritas serum secara periodik
dan segera koreksi kelainan atau gangguan keseimbangan yang dijumpai.
e. Suhu Tubuh
Pantau suhu tubuh secara kontinyu melalui rektum atau sublingual, cegah
hipotermi atau hipertermi yang ekstrim dengan memasang selimut pengatur suhu.
f. Tekanan Intra Kranial (TIK)
8. Pemulihan Anestesia
Pada akhir pembedahan, pasien yang diperkirakan akan mengalami udema,
kejang atau kenaikan tekanan intrakranium lebih dari 30 mmHg, pipa endotrakea tetap
dipertahankan untuk tindakan lebih lanjut, dan segera dibawa ke Ruang Terapi
Intensif untuk terapi lebih lanjut.
Sebaliknya pada pasien yang tidak diperkirakan akan mengalami keadaan
seperti tersebut diatas, segera dipulihkan dan pipa endotrakea diekstubasi setelah
pasien bernafas spontan dan adekuat serta jalan nafas bersih. Pasien untuk sementara
dirawat di ruang pulih, dan dapat dikembalikan ke ruangan apabila memenuhi kriteria
pemulihan (Aldrete Score).

11
BAB III

FENTANIL

12
13
14
15
16
17
18
BAB IV

NORCURON

GENERIK

Vecuronium bromide/Vekuronium Bromida.

INDIKASI

Tambahan anestesi untuk memicu relaksasi otot rangka.

DOSIS, CARA PEMBERIAN, DAN LAMA PEMBERIAN

Dengan Injeksi Intravena

 Dewasa : 80-100 mcg/kg bb , dosis pemeliharaan 20-30 mcg/kg bb tergantung dari


respon klinik.

 Neonatus dan bayi usia 4 bulan :dosis awal 10-20 mcg/kg bb lalu dinaikkan sampai
efek yang diharapkan.

 Infus IV:50-80 mcg/kg bb diawali dengan injeksi IV 40 – 100 mcg/kg bb.

FARMAKOLOGI

          Dengan dosis biasa onsetnya kurang lebih 1-3 menit dan berakhir 20-30 menit.Juga
dapat menghindari efek kardiovaskular. Vecuronium bromida memiliki aktivitas dengan
melepaskan histamin meskipun reaksi lokal pada lokasi injeksi telah dilaporkan.
Bronkospasma dan reaksi anafilaktoid juga telah dilaporkan.Dan ini tentu mengarah pada
aktivitas vekuronium dosis tinggi tidak menghasilkan efek samping pada vaskular. Perhatian
dibutuhkan pada pasien penderita hepatitis dan gangguan ginjal. Penyesuaian dosis juga
dibutuhkan pada bayi dan pada pasien gagal ginjal. Pemberian vekuronium secara intravena
akan didistribusikan dengan cepat. Dimetabolisme juga oleh otot liver dan metabolit itu
merupakan penghambat neuromuscular.

19
KONTRAINDIKASI

Diketahui pernah terjadi reaksi anafilaksis terhadap Vekuronium atau ion Bromida.

EFEK SAMPING

          Bradikardia, kolaps sirkulasi, edema, kemerah-merahan, reaksi hipersensitif, hipotensi,


gatal-gatal, rash, takikardia, quadriplegik akut, sindrom miopati, myositis (pada penggunaan
jangka panjang).

INTERAKSI

Dengan Obat Lain : 

Efek vekuronium meningkat dengan adanya aminoglikosida, beta bloker, klindamisin,


calcium channel bloker, anestesi halogen, imipenem, ketamin, lidokain, diuretik loop
(furosemid), makrolida, magnesium sulfat, prokainamida, kuinidin, kuinolon, tetrasiklin dan
vankomisin.

PENGARUH

Terhadap Kehamilan :

Faktor risiko : C . Obat harus dihindari atau digunakan dengan hati-hati dalam
kehamilan karena dengan pemberian dosis tinggi dapat menyebabkan miastenia gravis pada
bayi

Terhadap Ibu Menyusui :

Distribusi venkuronium pada air susu tidak diketahui, gunakan dengan perhatian.

PARAMETER MONITORING

Tekanan darah, denyut jantung

BENTUK SEDIAAN

Injeksi 4 mg/ml

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauzi, Deny (2005) PERBANDINGAN EFEKTIVITAS WAKTU PEMBERIAN


FENTANIL PADA LARINGOSKOPI INTUBASI. Masters thesis, Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro.
2. Gunawan S. Gan, Setiabudy R, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI.
Jakarta. 2008.
3. Mangku Gde, Agung Senapathi T. G. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanemasi. PT
Indeks. Edisi 1. Jakarta. 2010.
4. http://apotik.medicastore.com/index.php?mod=obat&id=4227
5. http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php?
mod=pubInformasiObat&idMenuKiri=45&idSelected=1&idObat=201&page=8

21

You might also like