You are on page 1of 49

A.

JUDUL

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS


VIIIA PADA STANDAR KOMPETENSI BANGUN RUANG MELALUI
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan sebenarnya suatu rangkaian peristiwa yang kompleks, peristiwa

tersebut merupakan rangkain kegiatan komunikasi antar manusia, sehingga

manusia itu tumbuh sebagai pribadi yang utuh. Manusia tumbuh melalui belajar

oleh karena itu, sebagai pengajar jika berbicara tentang belajar tidak dapat

melepaskan diri dari mengajar. Belajar dan mengajar merupakan proses kegiatan

yang tidak dapat dipisahkan.

Upaya peningkatan kualitas pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran

Matematika harus terus diupayakan, baik guru maupun semua pihak yang terkait

langsung didalam penyelengaraan pendidikan khususnya di Indonesia, hal ini

disebabkan karena prestasi belajar siswa dalam bidang matematika kurang

menggembirakan walaupun pernyataan itu seluruhnya benar, sebab terdapat

beberapa siswa yang tingkat belajarnya sangat baik.

Kesulitan yang terjadi dalam bidang matematika tidak hanya dialami oleh

siswa. Dalam kenyataanya banyak guru matematika yang mengalami kesulitan.

Kesulitan tersebut adalah dalam menentukan metode dan pembelajaran yang

tepat. Penerapan model pembelajaran yang kurang tepat dapat menyebabkan

ketidaktertarikan siswa mengikuti proses belajar mengajar. Selain itu, sikap siswa

38
yang kurang memperhatikan dalam menyampaikan materi dan keengganan siswa

dalam bertanya kepada guru menyebabkan siswa kurang begitu menguasai materi.

Hal ini menjadikan hasil belajar yang kurang maksimal.

Berdasarkan informasi dari guru matematika SMP Negeri 5 Pandeglang,

prestasi belajar matematika kelas VIIIA tidak seperti yang diharapkan, karena

masih banyak kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal – soal terutama yang

berhubungan dengan materi bangun datar, berdasarkan pengalaman tahun lalu

nilai ulangan matematika pada pokok bahasan bangun Ruang sebesar 50 % dari

40 siswa memperoleh nilai rata – rata di bawah 6,5. Sikap siswa yang kurang yang

kurang memperhatikan guru dalam menyampaikan materi dan keengganan siswa

dalam bertanya menyebabkan siswa kurang begitu mengsai materi. Hal ini

menjadikan hasil belajar yang berupa aspek kognitif siswa dalam menyelesaikan

masalah belum maksimal.

Dengan adanya permasalahan dalam proses belajar mengajar di kelas, sudah

seharusnya kita atasi bersama dengan menerapkan model pembelajaran yang

dapat menumbuhkan minat, motivasi serta keaktifan siswa sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

Dengan pengenalan model pembelajaran kooperatif, siswa lebih berperan

aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar sehingga permasalahan yang

dihadapi dalam belajar dapat teratasi dengan tepat. Sebagaimana apa yang

dikatakan Sudjana bahwa “ Metode pembelajaran kooperatif sangat tepat

diterapkan dalam belajar matematika karena siswa akan seriang dihadapkan pada

38
latihan soal-soal atau pemecahan masalah” ( 2007 : 6 ). Sedangkan menurut

Nurhaeti menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa

dalam memahami suatu konsep, menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir

kritis, dan kemampuan membantu serta lebih banyak meningkatkan hasil belajar

dari pada pengalaman belajar serta mencapai individu yang kompetitif (2007:2 ).

Model pembelajaran kooperatif sangat banyak salah satunya adalah

Kooperatif tipe jigsaw. Karena model pembelajaran ini terfokus pada penggunaan

kelompok kecil untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar agar

mencapai tujuan belajar.

Dari uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul :

Peningkatan hasil belajar Matematika Siswa Kelas VIIIA pada Standar

Kompetensi Bangun Ruang melalui Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw

C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis membatasi

masalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe

jigsaw.

2. Peningkatan pembelajaran pada Standar Kompetensi Bangun Ruang

melalui Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw.

38
D RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw ?

2. Apakah model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw dapat

meningkatkan hasil belajar siswa?

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui aktivitas siswa dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar melalui model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw.

3. Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

yaitu sebagai berikut :

1. Bagi Guru

Menambah, Melengkapi dan Memperluas variasi gaya mengajar guru.

38
2. Bagi Siswa

Merangsang aktifitas siswa agar dapat belajar dengan lebih baik sehingga

dapat meningkatkan hasil Belajarnya.

3. Bagi Peneliti

Akan diperoleh pemecahan masalah dalam penelitian ini dan diperoleh

suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajarnya.

F. DEFINISI OPERASIONAL

Agar tidak terjadi kesalahpaahaman penafsiran dalam memahami istilah yang

ada pada judul maka perlu adanya penegasan istilah. Adapun istilah yang perlu

penegasan adalah :

1. Penerapan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, penerapan dapat diartikan

mennggunakan, mempraktikan. Penerapan berarti penggunaan atau

pemakaian.

2. Model Pembelajaran

Merupakan satu pola yang digunakan dalam penyusun kurikkulum,

mengatur materi pengajaran dan member petunjuk kepada pengajar di

kelas setting.

38
3. Kooperatif

Merupakan strategi pembelajaran dimana siswa berperan aktif selama

melakukan proses pembelajaran diamana berlangsung. Dalam

pembelajaran ini siswa membentuk kelompok – kelompok kecil dengan

tingkat kemampuan siswa yang berbeda – beda. Pada dasarnya

pembelajaran ini mempunyai prinsip kebersamaan, sehingga dalam

penyelesaian tugas Lembar Kerja bias saling membantu.

4. Jigsaw

Merupakan pembelajaran kooperatif dengan tekhnik tertentu dalam

pembelajaran ini siswa dibentuk kelompok – kelompok kecil diberikan

lembar kerja oleh guru secara random, sete lah itu guru memberikan tugas

kepada setiap kelompok dan berdiskusi dengan anggota kelompoknya

masing – masing. Setelah itu guru memanggil kelompok – kelompok

untuk mempersentasikan hasil Lembar kerjanya.

5. Hasil Belajar

Hasil suatu proses individu atau kelompok individu dimana terjadi

interaksi dari dalam individu dan luar individu untuk mencapai suatu

tujuan belajar matematika.

Hasil belajar ada 3 aspek, yaitu :

a. Aspek Kognitif, Berupa kemampuan siswa menyelesaikan masalah

b. Aspek Afektif. Berupa peningkatan keaktifan siswa

c. Aspek Psikomotor, berupa peningkatan kerjasama.

38
G. ANGGAPAN DASAR

Anggapan dasar yang penulis kemukakan pada penelitian ini adalah :

1. Guru mampu melaksanakan model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw

2. Fasilitas pembelajaran untuk melaksanakan model pembelajaran

kooperatif tipeberpikir berpasangan

3. Materi bangun datar cocok disajikan dengan model pembelajaran

Kooperatif tipe jigsaw

H. HIPOTESIS TINDAKAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka penulis

merumuskan hipotesis penelitian yaitu :

Peningkatan hasil belajar Matematika Bangun Ruang Siswa Kelas VIIIA

SMP Negeri 5 Pandeglang melalui Pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw.

I. KAJIAN TEORITIS

a. hasil Belajar
1. Pengertian

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Hasil

adalah sesuatu yang kita capai, kita dapatkan. Pada dasarnya, belajar adalah

suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang

dinyatakan dalam cara bertingkah laku yang berkat pengalaman dan latihan.

Pengertian belajar yang diambil dari pendapat para ahli di atas tampaknya

38
masih terlalu umum dimana faktor pengalaman yang terjadi secara kebetulan

masih dianggap sebagai salah satu proses belajar yang menentukan perubahan

tingkah laku.

Adapun yang dimaksud dengan belajar dalam konteks tulisan ini adalah

aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh individu bersama-sama dengan

orang yang menjai pembimbingnya (guru) dalam suatu lembaga pendidikan

sebagai suatu usaha untuk merubah tingkah laku melalui interaksi dengan

lingkungannya.

Dengan kata lain, hasil belajar yang dimaksud penulis dalam tulisan ini

lebih bersifat khusus, karena penulis hanya menyoroti hasil belajar yang

diraih siswa dalam mata pelajaran Matematika.

2. Indikator

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap

ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar

siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah

itu, khususnya ranah rasa murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan

hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena

itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil

cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat

mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang

berdimensi cipta maupun yang berdimensi rasa.

Menurut Muhibbin Syah, ”kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan

data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar indikator

38
(penunjuk adanya hasil tertentu) dikaitkan dengan jenis hasil yang hendak

diungkapkan atau diukur” (Muhibbin Syah, 1995 hal.123). Selanjutnya, agar

memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai kunci pokok ukuran hasil

belajar siswa, berikut ini penulis uraikan jenis, indikator, dan cara evaluasi

untuk menggambarkan keberhasilan belajar siswa.

38
Tabel 1

Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Hasil Siswa


Ranah/Jenis Hasil Indikator Cara Evaluasi
A. Cipta (Kognitif)
1. Pengamatan 1. Dapat menunjukkan 1. Tes Lisan
2. Dapat membandingkan 2. Tes tertulis
3. Dapat menhubungkan 3. Observasi
2. Ingatan 1. Dapat menyebutkan 1. Tes Lisan
2. Dapat menunjukkan 2. Tes tertulis
kembali 3. Observasi
3. Pemahaman 1. Dapat menjelaskan 1. Tes Lisan
2. Dapat mendefinisikan 2. Tes tertulis
dengan lisan sendiri
4. Penerapan 1. Dapat memberikan 1. Tes tertulis
contoh 2. Pemberian Tugas
2. Dapat menggunakan 3. Observasi
secara tepat
5. Analisis(pemeriksa 1. Dapat menguraikan 1. Tes tertulis
-an dan pemilahan 2. Dapat 2. Pemberian Tugas
secara teliti) mengklasifikasikan /
memilah-milah
6. Sintesis (membuat 1. Dapat menghubungkan 1. Tes tertulis
paduan baru dan 2. Dapat menyimpulkan 2. Pemberian Tugas
utuh) 3. Dapatmenggenerasikan
(membuat prinsip
umum)
B. Afektif
1. Pengamatan Menunjukkan sikap 1. Tes tertulis
menerima atau sikap 2. Tes skala sikap
menolak 3. Tes observasi
2. Sambutan 1. Kesediaan berpatisipasi 1. Tes tertulis
2. Kesediaan 2. Tes skala sikap
memanfaatkan 3. Tes observasi
3. Apresiasi 1. Menganggap penting 1. Tes skala sikap
dan bermanfaat 2. Pemberian tugas
2. Menganggap indah dan 3. Observasi
harmonis
3. Mengagumi
4. Internalisasi 1. Mengakui dan meyakini 1. Tes skala sikap
2. Mengingkari 2. Pemberian tugas
ekpresif
5. Karakterisasi Melembagakan atau Observasi, dan
meniadakan serrta Pemberian tugas
Menjelmakan dalam ekspresif dan

38
pribadi proyektif
C. Ranah Psikomor
1. Keterampilan Kecakapan Observasi dan
bergerak dan mengkoordinasikan gerak Tes tindakan
bertindak mata, tangan, kaki dan
anggota badan lainnya

2. Kecakapan ekspresi 1. Kefasihan Tes lisan, Observasi,


verbal dan non mengucapkan dan Tes tindakan
verbal. 2. Kecakapan gerakan
jasmani

Setelah mengetahui indikator hasil belajar di atas, guru perlu pula

mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar

siswanya. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah hasil

siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara mudah.

Keberhasilan dalam arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah cipta,

rasa dan karsa siswa.

Ranah-ranah psikologis, walaupun berkaitan satu sama lain,

kenyataannya sukar diungkap sekaligus bila hanya melihat perubahan yang

terjadi pada salah satu ranah. Contoh; seorang siswa yang memiliki hasil baik

dalam teori olah raga, belum tentu dia menjadi olah ragawan. Sebaliknya,

siswa lain mungkin ada yang nilai teori olah raganya kurang baik, tetapi dia

menjadi bintang dalam sepak bola di sekolahnya. Dengan demikian,

kemampuan pada aspek kognitif belum tentu menjamin kemampuan afektif

dan psikomotor pada diri siswa. Untuk menjawab tantangan ini guru

seyogyanyalah tidak hanya terikat oleh kiat penilaian yang bersifat kognitif,

tetapi juga memperhatikan kiat penilaian afektif dan psikomotor siswa.

38
Menurut Winkel, menetapkan batas minimal keberhasilan belajar siswa

selalu berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa

alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti

proses belajar mengajar. Di antara norma-norma pengukuran tersebut ialah:

(1) norma skala angka dari 0 sampai 10; dan (2) norma skala angka dari 0

sampai 100 (Winkel, 1999 hal. 97).

Penggunaan norma di atas menurut para ahli, bahwa angka terendah yang

menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar (passing grade) skala 0-10

aalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Jadi pada

prinsipnya, jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas

atau dapat menjawab lebih dari setengah instrumen evaluasi dengan benar, ia

dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar. Namun

demikian, kiranya perlu dipertimbangkan oleh guru sekolah penetapkan

passing grade yang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70) untuk pelajaran-

pelajaran inti (core subject). Pelajaran-pelajaran inti ini antara lain: PKn,

Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Bahasa Inggris, kelompok IPS, dan PKn.

3. Faktor-faktor yang Meningkatkan Hasil Belajar

Dalam pembahasan ini perlu dikemukakan bahwa kata `meningkatkan`

mengandung pengertian adanya peningkatan yang bersifat positif

(menunjang) adapula yang negatif (menghambat). Faktor-faktor yang

meningkatkan hasil belajar siswa dapat dibedakan secara garis besar kedalam

faktor eksternal dan internal.

38
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat

dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

a. Faktor Internal (faktor dari dalam Siswa)

Yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. Factor yang terdapat

pada diri siswa sangat besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil

belajarnya. Dalam hal ini siswa dipandang swebagai suatu totalitas dengan

segala karakteristik, keunikan dan kebutuhannya, baik yang bersifat fisik

maupun yang non fisik (psikologis).

1) Faktor fisik

Keadaan fisik yang sehat segar dan kuat akan membantui siswa dalam

menjalani proses belajar. Sebaliknya siswa yang mengalami penggangguan

penglihatan, pendengaran atau sedang sakit tidak akan belajar dengan baik.

Kondisi fisik siswa pada saat belajar tersebut dapat mempengaruhi

pencapaian hasil belajarnya. Apabila dalam belajar siswa tidak mengalami

ganguan kesehatan akan lebih mungkin ia memperoleh hasil belajar yang

baik. Tentu saja hal ini akan bergantung pula dengan aspek-aspek yang

lainnya.

2) Faktor psikologis

Faktor psikologis siswa yang dapat berpengaruh terhadap proses dan

hasil belajarnya antara lain: inteligensi, motivasi, minat dan konsep diri.

Bentuk ini akan dijelaskan masing-masing faktor tersebut.

38
a) Inteligensi

Istilah inteligensi bisa dipahami sebagai kualitas atau kemampuan

tunggal yang dimiliki seseorang, bisa juga dipandang sekumpulan

kemampuan atau keterampilan mental individu. Beberapa pengertian

inteligensi menurut para ahli dpat dikemukakan sebagai berikut.

Wechsler memberikan batasan inteligensi sebagai keseluruhan individu

untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta menyesuaikan diri

dengan lingkunagn secara efektif (Wechsler, 1986 hal. 124). Sedangkan

Vernon berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan berfikir

yang bersifat umum yang dipakai seseorang dalam berbagai situasi

belajar dan kapasitas tersebut dapat berkembang dirumah, di sekolah, dan

diluar sekolah.(Vernon, 1969), hal. 108).

J.P. Guilford (dalam Utami Munandar), seorang penyongkong

pandangan multidemensional terhadap inteligensi, mengatakan bahwa

inteligensi memiliki tiga dimensi, yakni: operasi (proses), produk dan

materi (konten) (Utami Munandar, 1985 hal. 99). Ketiga dimensi

tersebut dijabarkan lagi ke dalam katagori. Dimensi operasi memiliki

lima katagori yaitu: evaluasi, berpikir konfirgen, berpeikir difergen,

ingatan dan kondisi. Dimensi produk memiliki enam katagori yaitu: unit,

kelas, hubungan, sistem, transpormasi, dan implikasi. Dimensi materi

memiliki empat katagori yaitu: vigural, simbolik, semantik dan prilaku.

Operasi intelektual menunjuk pada macam proses pemikiran yang

berlangsung; konteks menunjuk pada macam materi yang digunakan

38
untuk produk merupakan hasil dari operasi tertentu yang diterapkan pada

konteks tertentu. Secara keseluruhan menurut Guildford, ada 5 x 6 x 4 =

120 kemampuan intelek.

Lusiana Jati Pura menjelaskan bahwa pengukuran (tes) intelegensi

dapat dibedakan sebagai berikut (Lusiana Jati Pura, 1979 hal. 120):

 Tes intelegesi umum, bertujuan untuk memberikan gamabaran

tentang para intelegensi secara umum berdasarkan pada teori

Sefierman. Sefierman dengan teori “dua faktor” nya mengemukakan

bahwa pelaksanaan setiap tugas kognitif (tugas yang membentukan

pemikiran), memerlukan faktor kemampuan umum (faktor sembilan

atau “general faktor”) dan faktor kemampuan spesifik (faktor S atau

“spesifik faktor”). Menurut penelitian Sefierman pengukuran

kemampuan umum yang terbaik adalah melalui persoalan-persoalan

yang membutuhkan kemampuan menalar yang abstrak.

 Tes intelegensi diferensial, yang memberikan keterangan tentang

kemampauan didalam satu atau berbagai segi (faktor) intelegesi,

pada umumnya berdasarkan pada teori Thurstone.

Menurut Thurstone, ada sekelompok faktor yang membentuk

intelegensi, yaitu (Thurstone, 1995 hal. 156):

V = Verbal Comprehension (kemampuan verbal)


W = Word Fluency (kalancaran Kata)
N = Number (Kemampaun mengenai angka )
S = Space (kemampuan keuangan )
M = Assosiative Memory (kemampuan ingatan)

38
P = Perceptual speed (kecepatan Pretasi)
I/ = Induction, General Reasoning (kemampuan
R menalar)

Anastasi menegaskan bahwa inteligesi merupakan eksperesi tingkat

kemampuan (Ablity) setiap individu yang berkaitan dengan norma dan

usia individu tersebut. Indeks dari pengukuran intelegensi ini dapat

digunaka untuk memprediksi kemungkinan keterdidikan dan keterlatihan

individu tersebut (Anastasi, 1988 hal. 105).

Pengukuran intelegensi menghasilkan skor yang menunjukan tingkat

kecerdasan (IQ) seseorang, yang secara garis besar dapat dibedakan

menjadi tiga katagori, yaitu tingkat kecerdasan normal (rata-rata), di atas

rata-rata dan di bawah rata-rata.

Banyak hasil penelitian yang menemukan korelasi signifikan antara

intelegensi dan hasil belajar, yaitu makin tinggi tingkat intelegensi siswa

makin tinggi pula hasil belajarnya. Namun adapula ditemukan siswa

yang memiliki IQ tinggi berhasil belajarnya rendah atau tidak sesuai

dengan tingkat kemampuannya. Ketidakmampauan siswa yang ber-IQ

tinggi untuk memperoleh prestsi belajar yang tinggi pula bisa disebabkan

kurang memadainya faktor-faktor pendukung lain seperti motivasi,

minat, dan lain-lain.

b)Motivasi

Motivasi berkaitan dengan motif, karena itu untuk memahami

38
pengertian motifasi terlebih dahulu perlu ketahui pengertian motif. Motif

menurut Atkinson dan Reitman adalah suatu disposisi laten yang

mendorong dan mengarahkan indevidu untuk mencapai suatu tujuan

tertentu. Selajutnya Atkinson dan Raitman mengemukakan bahwa

motivasi adalah suatu kondisi aktif dalam diri indvidu yang terjadi, suatu

motif berhubungan dengan suatu pengharapan bahwa tindakan yang akan

dilakukan merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan dari motifnya

(Atkinson et. al, 1991 hal. 103).

Sedangkan Mc Clelland berpendapat bahwa timbulnya motivasi

ditunjukan untuk melakukan suatu perbuatan yang timbul akibat adanya

hasil interaksi antar motif dalam diri seseorang dengan faktor-faktor luar

yang sedang dihadafi individu. Dalam kaitan dengan harapan

keberhasilan, Mc Clelland mengemukakan adanya motivasi berpretasi

(Achiefement motivation) pada diri manusia. Ia mengemukan bahwa

motivasi berhasil adalah suatu motif yang ada dalam diri manusia yang

mendorong orang tersebut berusaha utuk mencapai kesuksesan atau

keberhasilan dalam suatu kopetisi dengan suatu setandar atau ukuran

keunggulan. Ukuran keunggulan ini dapat mengacu kepada hasil orang

lain, bisa juga pretasinya sediri pada masa sebelumnya. Lebih jauh Mc

Clelland menggambarkan bahwa orang yang mempunyaI motivasi

berpretasi tinggi yang mempunyai sikap yang positif mengacu kearah

hasil (Mc. Clelland, 1997 hal. 150).

Uraian di atas menggambarkan motivasi berhasil adalah suatu

38
disposisi kepribadian dimana usaha yang dilakukan adalah untuk

mencapai suatu kesuksesan. Motivasi hasil berkaitan dengan sikap

seseorang terhadap tugas-tugas. Orang tinggi motivasi berprestsinaya

dalam memcapai suatu hasil mempunyai tendensi yang lebih tinggi untuk

mencapai keberhasilan, sehingga ia cenderung lebih senang bekerja pada

tugas yang tingkat kesulitannya sedang. Sementara orang yang rendah

motivasi berhasil nya, dalam mengerjakan tugas lebih bertendensi

keberhasilan jika dilakukan dalam situasi yang memaksa taraf

kesukarannya sedang, sedangkan jika ia dihadapkan pada tugas yang

lebih sukar atau yang lebih mudah, motivasi berhasil akan lebih rendah

dan ia bekerja lebih bertendensi bagaimana menghidari kegagalan.

Motivasi berhasil seorsng siswa bila dilihat dari prilaku berhasil

(achievement behaviors). Seperti tekun pada tugas yang sulit, bekerja giat

untuk mencapai keleluasaan dan memilih tugas yang menantang tetapi

tidak terlalu sulit (menetapkan tingkat aspirasi yang sedang).

Biasanya motivasi dan prilaku berhasil tidak konstan dalam semua

tugas dan situasi. Tingkat motivasi siswa mungkin bervariasi untuk suatu

bidang studi dengan bidang studi lainnya; dari satu waktu ke waktu

berikutnya.

c) Minat

H.C. Witherinton mengemukakan bahwa minat merupakan

sambutan yang sadar yang tumbuh pada diri seseorang terhadap sesuatu;

kesadaran bahwa sesuatu itu mengandung sangkut paut dengan dirinya.

38
(H.C.Witherinton,1984). Dengan demikian minat sebagai kecenderungan

yang telah menetap untuk menarik terhadap sesuatu dan merasa senang

berkecimpung kedalam sesuatu itu. Istilah minat berkaitan erat dengan

dua istilah lain yakni perasaan dan sikap. Perasaan adalah aktivitas psikis

untuk menghayati nilai suatu obyek sedangkan sikap adalah

kecendeerungan untuk menerima atau menolak sesuatu berdasarkan

penilaian terhadap sesuatu itu.

Pengertian di atas mengandung makna bahwa minat bukan hanya

meliputi keinginan dan kecenderungan individu terhadap suatu obyek

atau aktivitas saja, tetapi juga mencakup keikutsertaan seeorang di dalam

suatu obyek atau aktivitas yang menjadi keinginan atau

kecenderungannya. Dalam proses belajar mengajar, minat mempunyai

perasaan yang cukup besar. Krut Singer mengemukakan bahwa minat

merupakan alat penggerak yang terpercaya dalam proses belajar; minat

merupakan alat pendorong diri usaha dan pencapaian pretasi. Usaha akan

dilakukan oleh siswa bila ada minat yang besar terhadap pelajaran (Krut

Singer, 1987 hal. 104).

Dalam pelajaran di sekolah, guru harus memberi peluang lebih besar

bagi perkembangan minat masing-masing siswa. Guru yang baik dapat

melihat arah yang baik ke para siswa. Bila minat mereka baik terhadap

materi dan proses belajar mengajar, maka dapat diharapkan mereka dapat

bekerja dengan baik dan lebih mungkin mencapai hasil yang baik pula

d) Konsep Diri

38
Burns menemukakan bahwa konsep diri adalah hubungan antara

sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri (Burns, 1982 hal. 136).

Sedangkan Hurlock menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh

pandangan individu mengenai dirinya mencakup aspek fisik, psikis,

sosial, emosional, aspirasi dan semua kemampuan yang dimilikinya. Dari

kedua definisi tersebut dapat dikatakan bahwa konep diri merupakan

sikap dan pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya.

(Hurlock,1991). Konsep ini terbentuk atas dua komponen, yaitu kognitif

dan afek. Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang

keadan dirinya, yang merupakan penjelasan dari “siapa”. Gambaran diri

(self picture) akan membentuk citra diri (self image). Komponen afektif

merupakan sikap individu terhadap diri sendiri. Penilain tersebut akan

membentuik penerimaan terhadap diri (self acceptence) serta harga diri

(self estean) individu.

Cara menanggapi diri sendiri sebenarnya ada yang bersifat global

disebut “Konsep Diri Umum”, yaitu konsep diri yang meliputi aspek fisik

sosial dan akademis. Di bawah konsep diri umum ada konsep diri mayor

dan spesifik. Konsep diri mayor merupakan individu memahami aspek

fisik, sosial dan akademis dirinya. Sedangkan konsep diri spesifik

merupakan cara individu dalam memahami dirinya terhadap tiap jenis

kegiatan dalam aspek akademis fisik maupun sosial. Hubungan antara

konsep diri lebih dapat dilihat berkaitan dengan konsep diri akademis.

Konsep akademis siswa dapat berkaitan dengan masing–masing bidang

38
studi, seperti Matematika, PKn, Bahasa Inggris dan lain-lain. Karena

berkaitan dengan kegiatan –kegiatan akademik tersebut, konsep diri ini

dapat dipengaruhi oleh pengalaman dalam melakukan kegiatan tersebut

sebagai contoh, bila seorang siswa mengatakan: “saya tidak bodoh”.

Perasaan siswa bahwa ini mempunyai kemampuan menujukan adanya

sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang ia miliki. Padahal,

keberhasilanya banyak tergantug pada cara memandang kualitas

kemampuan yang ia miliki, pandangan dan sikap terhadap kulaitas

kemampuan yang dimiliki dapat menybabkan siswa memandang seluruh

tugas sebagai hal yang sulit untuk diselesaikan, ia memperoleh nilai yang

rendah dalam mengerjakan tugas-tugas dan ulangan.

b. Faktor Eksternal (Di luar diri siswa)

Faktor Eksternal yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa

adalah lingkungan. Pengertian lingkungan sebagai salah satu unsur dalam

pendidikan sebenarnya hampir sama dengan pengertian lingkungan pada

umumnya, yaitu segala sesuatu yang ada di luar diri individu. Lingkungan

dapat dibedakan antara lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Pengaruh lingkungan terhadap individu dapat melalui berbagai cara,

diantaranya:

1) Pengaruh yang sengaja atau disadari, yaitu dalam lingkungan pendidikan;

dalam hal ini disebut lingkungan pendidikan.

2) Pengaruh yang tidak disengaja atau tidak disadari, yakni yang

secara alamiah bersumber dari lingkungan seperti keadaan iklim,

38
kebiasaan tertentu, pergaulan dan sebagainya.

Mengenai faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap proses dan

hasil anak dijelaskan sebagai berikut:

1) Lingkungan Fisik

Dalam pendidikan sekolah, penggunaan dan pengorganisasian

lingkungan sebagai alat sumber belajar merupakan hal sangat pentig.

Pengaturan lingkungan fisik sekolah seperti letak sekolah, penataan ruang

kelas, tempat bermain dan berolah raga atau perpustakaan, dapat menjadi

faktor penunjang atau penghambat kegiatan belajar. Pengaturan yang tepat

dapat menimbulkan rasa aman dan meningkat gairah belajar anak. Sebagai

sumber belajar, lingkungan fisik seperti keadaan alam, tumbuh-tumbuhan,

hewan, batu-batuan. Dan lain-lain sangat bermafaat, Khususnya adalam

proses belajar Ilmu Pengetahuan Alam.

Lingkungan di sekitar sekolah yang memungkinkan terjadi proses akan

lebih efektif apabila ditunjang oleh lingkungan di luar sekolah. Dalam

pengorganisasian proses belajar mengajar, guru dapat mendorong siswa untuk

memanfaatkan berbagai fasilitas dan situasi sosial berbagai sumber belajar

yang penting dan bermakan. Siswa dapat belajar tidak hanya dari buku teks,

tetapi dapat melakukan pengamatan dan penganalisaan tingkah laku manusia

dalam berbagai situasi atau kegiatan ekonomi di pasar, pabrik atau

perusahaan.

Lingkungan yang menarik dan menantang, dapat memenuhi rasa ingin

38
tahu dan kebutuhan berekpresi para siswa. Tentu saja daya tarik lingkungan

tidak akan menumbuhkan motivasi dengan sendirinya, bila dalam diri siswa

tidak ada faktor lain yang menunjang seperti kepekaan yang tinggi serta rasa

ingin tahu yang benar. Bila dorongan dan kesempatan kurang diberikan oleh

guru dan orang tua maka lingkungan tidak akan besar maknanya bagi

peningkatan kualitas belajar dan mencapai hasil belajar.

2) Lingkungan Sosial Budaya

Lingkungan budaya yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa

adalah acara televisi, film atau media lainnya. Acara televisi dan film serta isi

koran dan majalah dapat berpengaruh positif dan negatif. Apabila siswa dapat

menggunakan media informasi yang diperoleh melalui macam-macam media

informasi terebut untuk memperluas wawasan keilmuan atau mengambil

contoh dari ilmu yang positif, maka hal tersebut merupakan hal yang dapat

menunjang pestasi belajar. Sebaliknya, apabila berbagai informasi yang

diterima merupakan suatu contoh prilaku negatif dan siswa banyak

menghabiskan waktu untuk menonton TV, film dan membaca hal-hal yang

tidak bermanfaat, maka lingkungan budaya tidak akan menunjang pencapaian

hasil belajar yang diharapkan.

Dua unsur pokok dari lingkungan sosial yang besar pengaruhnya bagi

siswa adalah guru dan orang tua. Pengaruh guru terhadap kedaerahan,

semangat dan kualitas belajar pada umumnya dirasakan sangat besar, tidak

hanya pada tingkat dasar, tetapi juga pada tingkat menengah umum dan

kejuruan.

38
Ada beberapa peranan yang dipegang oleh guru, antara lain sebagai :

a) Organisator, yaitu merencanakan, memimpin dan mengontrol pross

belajar mengajar.

b) Informator, yaitu memberikan berbagai informasi dan ilmu pengetahuan.

c) Fasililator, yaitu merupakan fasilitas atau kemudahan dalam proses

belajar mengajar.

d) Pembimbing, yaitu memberikan bimbingan agar siswa dapat belajar

secara efektif dan efisien serta mampu mengatasi masalah.

e) Mediator, yaitu bertindak sebagai perantara antara siswa dengan pihak-

pihak lain yang terkait dengan kegiatan belajar.

f) Motivator, dalam hal ini guru dapat menumbuhkan, memelihara,

meningkatkan atau mengarahkan motivasi belajar siswa.

g) Evaluator, yaitu guru melaksanakan penilaian terhadap hasil belajar dan

proses siswa.

Dalam menjalankan peranan sebagai organisator, informator, fasililator,

pembingbing dan mediator serta evaluator, secara langsung guru dapat

melaksanakan perananya sebagia motivator, hal ini mungkin dilaksanakan

karena keseluruhan yang ada pada diri guru seperti keperibadian atau sikap,

cara menyampaikan informasi, kemampuan dan cara mengorganisir proses

belajar mengajar, kemampuan menyediakan dan menggunakan berbagai

fasilitas dan media pengajaran, cara melakukan pembimbingan serta cara

melakukan evaluasi dan penyampian hasilnya, pandangan, perasaan dan

perilaku belajar para siswa yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap hasil

38
belajar mereka.

Selain guru, faktor yang banyak menentuakan perkembangan termasuk

hasil belajar siswa adalah orang tua. Para ahli pendidikan menyatakan bahwa

orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak.

Beberapa peran yang ada pada diri orang tua terhadap anak mereka

anatara lain sebagai fasilator, sebagia tokoh indentifikasi, pembimbing dan

motivator belajar. Hubungan anatara orang tua dan anak sangat

mempengaruhi perkembangan anak. Seorang anak yang mulai belajra

berbicara, memegang dan memindahkan benda-benda serta bertingkah laku

banyak belajar kepada orang tua, antara lain melalui kegiatan dan identifikasi.

Anak belajar dari orang tua tentang perbuatan yang baik dan yang tidak baik,

tentang lingkungan sekitar dan berbagai pengetahuan sebelum mereka belajar

di sekolah.

Para ahli menekankan pentingnya pandidikan anak pada masa lima tahun

pertama, sebab dasar-dasar pembentukan kepribadian anak ditentukan oleh

apa yang dialami dan dihayati anak usia tersebut. Dikatakan pula bahwa

waktu yang paling tepat untuk macam-macam kegiatan belajar dan

merangsang kegiatan belajar selanjutnya adalah pada saat anak belum masuk

sekolah.

Sebagai fasilitator, orang tua harus dapat menyediakan berbagai fasilitas

belajar. Terutama ketika anak telah memasuki Sekolah Menengah. Untuk itu

orang tua dapat mengajak anak menggunakan benda-benda di sekitar

lingkungan sarana belajar.

38
Sebagai pembimbing dan motivator, orang tua perlu banyak meluangkan

kesempatan karena kepada merekalah anak senang bercerita, bertanya dan

meminta bantuan. Orang tua dapat memberi perhatian khusus sesuai denagan

kondisi dan kebuthan anak; dimana dan kapan anak paling senag atau merasa

tertarik untuk belajar. Anak dapat mengatur waktu belajar tanpa tekanan.

Orang tua cukup berkesempatan untuk mengamati, memberi perhatian yang

wajar, mengenal anaknya sebagai individu dan membantu anak dalam

mengemabangkan kemampuan dan minat mereka.

Utami Munandar mengatakan bahwa cara yang paling baik dalam

merangsang perkembangan mental anak adalah dengan memeberi dorongan,

pujian dan kasih sayang, karena dapat menambah harga diri dan kepercayaan

anak pada dirinya sendiri. (Utami Munandar, 1995 hal. 98). Sebaiknya,

apabila orang tua menunjukan kemarahan, ancaman, hukuman fisik dan

ejekan dapat merendahkan atau menurunkan motivasi belajar anak, yang

selanjutnya dapat berpengaruh negatif terhadap pencapaian hasil belajar.

c. Faktor pedekatan belajar (approach to learning),

Factor ini adalah upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode

yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi

pelajaran.

Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering berkaitan dan

mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersikap conseving

terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal)

umpamanya, biasa cenderung mengambil pendekatan belajar yang sederhana

38
dan tidak mendalam. Sebaliknya siswa yang berintelegensi tinggi (faktor

internal) dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor eksternal),

mungkin akan menggunakan pendekatan belajar yang lebih mementingkan

kualitas hasil belajaran. Jadi, karena pengaruh faktor-faktor tersebut di

ataslah, muncul siswa-siswa yang high-achivers (berhasil tinggi) dan under-

achivers (berhasil rendah) atau gagal sama sekali. Dalam hal ini, seorang guru

yang kompeten dan profesional diharapkan mampu mengantisipasi

kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok siswa yang menunjukkan

gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor yang

menghambat proses belajar mereka

b. Hakekat Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

1. Pengertian Pembelajaran tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif merupakan bagian dari strategi pembelajaran, yaitu

suatu pendekatan pembelajaran yang menitikberatkan pada tanggung jawab

kelompok, sebagai cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan

memberi latihan kepada siswa, untuk mencapai tujuan pembelajaran.

pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran

di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil (4-6 orang) secara

kolektif yang bersifat heterogen untuk pencapaian tujuan bersama yaitu

tercapainya tujuan pembelajaran.

38
Suryanto (1999 : ), pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tipe

jigsaw merupakan salah satu jenis belajar kelompok dengan kekhususan , sebagai

berikut :

1. Kelompok terdiri atas anggota heterogen (kemampuan, jenis kelamin, dan

sebagainya).

2. Ada ketergantungan yang positif diantara anggota kelompok, karena tiap

kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan melaksanakan tugas dan akan

diberi tugas individual.

3. Kepemimpinan dipegang bersama, tetapi ada pembagian tugas lain.

4. Guru mengamati kerja kelompok, melakukan observasi dan bimbingan.

5. Setiap anggota kelompok harus siap menyajikan hasil kerja kelompok.

Metode pembelajaran Jigsaw merupakan metode belajar kelompok yang

digambarkan sebagai berikut :

1. Satu kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, banyaknya anggota

kelompok disesuaikan dengan banyaknya masalah. Kelompok-kelompok ini

disebut home group (kelompok asal).

2. Setiap anggota home group diberi problem yang berbeda-beda, tetapi masing-

masing home group diberi persoalan yang sama, dengan batasan waktu

tertentu, masing-masing anggota menyelesaikan problem secara individu.

3. Anggota home group akan berpencar dan membentuk kelompok baru yang

membawa persoalan sama. Kelompok ini disebut ekspert group (kelompok

38
ahli). Di kelompok inilah mereka berdiskusi kelompok untuk menyamakan

persepsi atas jawaban mereka.

4. Setelah selesai berdiskusi di kelompok ekspert, kembali ke home group

asal untuk mensosialisasikan hasil/jawaban tadi.

Berdasarkan pengertian-pengertian seperti yang diutarakan di atas,

pembelajaran jigsaw adalah model pembelajaran yang menekankan adanya kerja

sama kelompok, tanggung jawab bersama, dan adanya kelompok ekspert

(kelompok pandai) terseber di kelompok asal, untuk membahas atau menjawab

dari tugas yang diberikan masing-masing kelompok, sehingga guru hanya

membimbing atau mengarahkan untuk mengambil kesimpulan secara klasikal.

2. Langkah-Langkah Pembelajaran tipe Jigsaw

Metode pembelajaran Jigsaw merupakan metode belajar kelompok yang

digambarkan sebagai berikut :

1. Satu kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil (3-6) orang, banyaknya

kelompok disesuaikan dengan banyaknya masalah. Kelompok-kelompok ini

disebut home group (kelompok asal).

2. Setiap anggota home group diberi problem yang berbeda-beda, tetapi

masing-masing home group diberi persoalan yang sama, dengan batasan

waktu tertentu, masing-masing anggota menyelesaikan problem secara

individu.

3. Anggota home group akan berpencar dan membentuk kelompok baru yang

membawa persoalan sama. Kelompok ini disebut ekspert group (kelompok

38
ahli). Di kelompok inilah mereka berdiskusi kelompok untuk menyamakan

persepsi atas jawaban mereka.

4. Setelah selesai berdiskusi di kelompok ekspert, kembali ke home group asal

untuk mensosialisasikan hasil/jawaban tadi.

3. Keuntungan Pembelajaran tipe Jigsaw

Menurut Muslimin Ibrahim (2000 : 78) mengemukakan bahwa manfaat

pembelajaran kooperatif (termasuk metode jigsaw) adalah :

1. Mengefektifkan waktu

2. Menciptakan suasana belajar yang bervariatif.

3. Menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap diri sendiri dan kelompok.

4. Mengurangi konflik di antara teman

5. Menumbuhkan rasa kepekaan dan toleransi.

6. Menumbuhkan berpikir kritis, demokratis, logis dan rasionalis.

Sedangkan manfaat menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif

(termasuk jigsaw) adalah :

1. Meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerja sama.

2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghargai perbedaan.

3. Meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran

4. Menumbuhkan motivasi, harga diri dan sikap positif.

5. Meningkatkan prestasi akademik.

4. Kelemahan Pembelajaran tipe Jigsaw

38
Muslimin Ibrahim (2000 : 78) mengemukakan bahwa kelemahan

pembelajaran kooperatif (termasuk metode jigsaw) adalah :

1. Terbatasnya siswa yang pandai untuk menjadi kelompok ekspert

2. Kesulitan dan penilaian secara individual

3. Memerlukan tempat agak luas

4. Adanya monopoli siswa pandai

5. Pembagian tugas yang kurang merata

c. Pembelajaran Diskusi Kelompok Kecil Sebagai Pembanding

a. Pengertian Diskusi Kelompok Kecil

Yamin (2005 : 69), pembelajaran diskusi kecil merupakan merupakan

salah satu pendekatan pembelajaran kooperatif, yaitu interaksi antara siswa

dengan siswa, guru hanya mengarahkan, membimbing dan mengambil

kesimpulan hasil diskusi.

Bahwa diskusi kelompok kecil adalah kelompok orang yang terdiri dari

3-6 orang yang bertatap muka antar anggota kelompok, dan mempunyai

tujuan yang mengikat anggota kelompok dan berlangsung menurut proses

yang teratur dan sistematis menuju tercapainya tujuan kelompok.

Diskusi kelompok sebagai cara belajar untuk memahami suatu konsep,

juga melatih peserta didik untuk terampil dalam berkomunikasi,

mengutarakan pendapat, serta belajar menghargai pendapat orang lain. Dalam

38
diskusi kelompok jumlah anggota tiap kelompok sebaiknya tidak melebihi

enam orang.

Diskusi kelompok kecil dapat dijelaskan bahwa suatu kegiatan

pembelajaran dengan pendekatan kooperatif yang melibatkan 3-5 orang

dengan tema dan tujuan yang jelas, mengikat anggota kelompok, terjadi

interaksi antar anggota kelompok secara sistematis dalam rangka tercapainya

tujuan pembelajaran.

b. Langkah-Langkah Diskusi Kelompok Kecil

Langkah-langkah diskusi kelompok kecil adalah :

1. Siswa dikelompokkan menjadi kelompok kecil (3-5) orang.

2. Masing-masing kelompok diberi tugas yang sama atau berbeda.

3. Masing-masing kelompok mendiskusikan tugas atau latihan

dengan anggota kelompoknya

4. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya

5. Merespon dari hasil presentasi kelompok lain, baik saran, kritik,

pertanyaan ataupun menyanggah hasil diskusi kelompok lain

6. Menarik kesimpulan

c. Kelebihan Pembelajaran Diskusi Kelompok Kecil

Kelebihan dari diskusi kelompok kecil adalah :

a. Semua siswa bebas mengemukakan

pendapat yang bersifat demokratis

38
b. Kelompok memiliki sumber informasi yang

banyak

c. Merupakan cara yang efektif untuk

memecahkan permasalahan

d. Mempertinggi peran serta siswa secara

perorangan

e. Mendorong rasa persatuan dan

mengembangkan rasa sosial

d. Kelemahan Pembelajaran Diskusi Kelompok Kecil :

Kelemahan pada pembelajaran diskusi kelompok kecil,

adalah :

1. Apabila pembicaraan didominasi oleh salah satu seorang peserta

diskusi kelompok

2. Memerlukan waktu cukup banyak

3. Biasanya siswa yang pandai berbicara aktif dalam diskusi

kelompok

4. Pembicaraan sering menyimpang dari pokok permasalahan

e. Pengukuran Prestasi Belajar

Menurut Yamin (2003 : 145) mengemukakan bahwa

pengukuran adalah:

alat untuk mengukur seberapa jauh kompetensi yang dimiliki


siswa. Pengukuran ini adalah pengukuran yang baku dn meliputi
aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pengukuran dapat
dilakukan dalam bentuk tes tertulis, kuis, ulangan harian,
pekerjaan rumah, ulangan semester, atau ulangan akhir semester.

38
Sedangkan menurut Saleh (2005 : 3) pengukuran adalah (maesur =

maesurement) adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas

sesuatu yang nemerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif bahkan merupakan

instrumen untuk melakukan penilaian. Unsur pokok dalam kegiatan pengukuran

diantaranya adalah ; adanya tujuan yang akan dicapai, adanya objek yang akan

diukur, diperlukan alat ukur yang valid, adanya proses pengukuran yang tepat,

dan diperoleh hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif.

Pendapat lain Rusyan (1989) menyatakan bahwa evaluasi yaitu:

tindakan untuk menentukan nilai sesuatu atau dapat diartikan sebagai alat ukur

untuk menetukan nilai yang berhubungan dengan pendidikan. Dengan demikian

evaluasi berarti tindakan untuk memberikan skor nilai kepada peserta didik.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dijelaskan bahwa

evaluasi atau pengukuran adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur

sejauh mana pemahaman siswa dalam menerapkan atau memahami materi

pelajaran yang disampaikan oleh guru. Hasil evaluasi dapat dinyatakan dalam

bentuk angka, simbol, atau bentuk lainnya yang menyatakan hasil belajar (prestasi

belajar).

38
J. SUBJEK PENELITIAN

Lokasi penelitian tindakan kelas yang dilakukan adalah SMP Negeri 5

Pandeglang, yang terletak di Jalan AMD Pabuaran Kadomas Pandeglang Tahun

pelajaran 2011/ 2011. Mengingat subyek populasi yang cukup banyak dan

keterbatasan penulis maka sampel dalam penelitian ini akan diambil satu kelas

dari Kelas VIIA di sekolah tersebut.

K. INSTRUMEN PENELITIAN

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, pennulis

menggunakan 4 macam instrument :

a. Test Hasil Belajar

38
Test ini dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa yang diberikan

pada setiap akhir pertemuan dan setelah selesai proses pembelajaran

pada pokok bahasan bangun datar.

b. Observasi

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh data mengenai

aktifitas guru dan siswa selama proses pembelajaran. Aspek yang

diamati pada aktivitas guru adalah penyampaian tujuan pembelajaran,

memberi informasi atau penjelaskan materi, membimbing atau

memberi petunjuk, memotivasi siswa, mengamati kegiatan siswa, dan

mengamati perilaku yang tidak relevan dengan kegiatan belajar

mengajar. Yang diamati pada siswa adalah memperhatikan penjelasan

guru, membaca bahan ajar LKS, berdiskusi atau bertanya antara siswa

dan guru.

c. Angket

Angket digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap penerapan

model pembelajaran Lembar Kerja.

d. Wawancara

Wawancara digunakan untuk memperoleh data mengenai tanggapan

guru tentang pembelajaran Lembar Kerja. Wawancara dilakukan

setelah kegiatan pembelajan.

e. Jurnal Lapangan digunakan untuk mengetahui siswa terhadap

pembelajaran kooperatif tipe Lembar Kerja, dan sebagai bahan

38
refleksi untuk tindakan pembelajaran selanjutnya. Jurnal lapangan di

isi setiap akhir pertemuan pembelajaran.

L. PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian dirancang dalam 2 siklus, masing – masing siklus dengan

tahapan “ Perencanaan – tindakan – Observasi – refleksi ” dilaksanakan peneliti

dengan guru matematika masing – masing dilakukan 1 kali pertemuan.

1. Siklus 1

a. Perencanaan

Peneliti Secara kolaboratif merencanakan pembelajaran kooperatif

tipe berpikir bersama pada materi yang akan diajarkan yaitu bangun Ruang

dengan membuat rencana pembelajaran .

1. Membuat soal evaluasi

2. Menyusun lembar diskusi kelompok, angket, dan lembar

observasi.

3. Membentuk kelompok – kelompok dengan memperhatikan

penyebaran kemampuan siswa

b. Pelaksanaan tindakan

1. Menyiapkan tujuan proses dan tujuan efektif

2. Menjelaskan materi sesuai dengan materi pembelajaran dan

melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe berpikir bersama

38
3. Membagi siswa dalam kelompok – kelompok dan member I nomor

4. Membagikan lembar kerja kepada kelompok

5. Siswa menyelesaikan lembar kerja dengan berfikir bersama.

6. Memberi motivasi siswa untuk melaksanakan diskusi dalam

kelompoknya

7. Siswa melakukan persentase terhadap hasil berpikir

bersamanya

c. Pengamatan

Pengamatan dilakukan oleh peneliti sebagai kolaborator dengan

bantuan seorang guru dari SMP Negeri 5 Pandeglang untuk pengamatan

terhadap siswa dalam penyelesaian lembar kerja kelompok. Sedangkan

untuk pengamatan terhadap guru, pengamat mengamati kemampuan

guru dalam pengelolaan pembelajaran kooperatif tipe berpikir bersama.

d. Refleksi

Refleksi merupakan analisis hasil pengamatan, hasil lembar kerja dan

evaluasi dari tahap – tahap siklus 1 yang digunakan sebagai dasar

apakah sudah memenuhi target atau perlu dilakukan penyempurnaan

pada strategi pembelajaran agar di siklus II diperoleh hasil yang baik.

2. Siklus II

a. Perencanaan

38
Peneliti secara kolaboratif merencanakan pembelajaran kooperatif tipe

berpikir bersama pada materi yang akan diajarkan yaitu “ Bangun

Ruang ” dengan membuat rencana pembelajaran .

b. Membuat soal evaluasi

c. Menyusun lembar diskusi kelompok, angket, dan lembar

observasi.

d. Membentuk kelompok – kelompok dengan memperhatikan

penyebaran kemampuan siswa

e. Pelaksanaan tindakan

1. Menyiapkan tujuan proses dan tujuan efektif

2. Menjelaskan materi sesuai dengan materi pembelajaran dan

melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Berpikir bersama

3. Membagi siswa dalam kelompok – kelompok dan member I

nomor

4. Membagikan lembar kerja kepada kelompok

5. Siswa menyelesaikan lembar kerja dengan berfikir bersama.

6. Memberi motivasi siswa untuk melaksanakan diskusi dalam

kelompoknya

7. Siswa melakukan persentase terhadap hasil lembar kerja

f. Pengamatan

38
Pengamatan dilakukan oleh peneliti sebagai kolaborator dengan

bantuan seorang guru dari SMP Negeri 5 Pandeglang untuk pengamatan

terhadap siswa dalam penyelesaian lembar kerja kelompok. Sedangkan

untuk pengamatan terhadap guru, pengamat mengamati kemampuan

guru dalam pengelolaan pembelajaran kooperatif tipe lembar kerja.

g. Refleksi

Refleksi merupakan analisis hasil pengamatan, hasil lembar kerja dan

evaluasi dari tahap – tahap siklus 1 yang digunakan sebagai dasar

apakah sudah memenuhi target atau perlu dilakukan penyempurnaan

pada strategi pembelajaran agar di siklus II diperoleh hasil yang baik.

M. TEKHNIK ANALISI DATA

Data yang di ambil dalam penelitian ini yaitu :

1. data keaktifan siswa dan data kerjasama siswa untuk mengetahui

berapa besar keaktifan dan kerjasama siswa dalam mengikuti proses

belajar mengajar matematika, maka analisis ini akan dilakukan pada

instrumen lembar observasi siswa dengan menggunakan tekhnik

diskriptif melalui prosentase. Hitungannya adalah :

prosentase (%) = n x 100 %


N
Keterangan :

n= skor yang diperoleh tiap siswa

38
N= Jumlah seluruh skor ( Ali, M. 1984 : 184 )

Kriteria :

Skor < 25 % = Kurang Aktif

Skor 25 % - 50 % = Cukup Aktif

Skor 51 % - 75 % = Aktif

Skor > 75 % = Sangat Aktif

Prosentase keberhasilan 70 %

2. Data pengamatan kinerja guru

Adapun aspek – aspek yang dinilai yaitu :

a. Pendahuluan

Meliputi apersepsi dan motivasi

b. Pengembangan

Meliputi penguasaan materi, penguasaan strategi pembelajaran,

keterampilan guru dalam pengembangan tekhnik bertanya.

c. - Menciptakan suasana siswa aktif

- Penekanan pada materi yang penting

d. Penerapan

- Siswa mempersentasikan hasil lembar kerjanya

- Membantu siswa yang kesulitan dalam menyajikan hasil.

e. Penutup

38
Penyimpulan Materi dengan jelas dan pemberian evaluasi

Dengan criteria sebagai berikut :

Prosentase (%) = n x 100 % N

Keterangan :

n= skor yang diperoleh tiap siswa

N= Jumlah seluruh skor ( Ali, M. 1984 : 184 )

Kriteria :

Skor < 25 % = Kurang Aktif

Skor 25 % - 50 % = Cukup Aktif

Skor 51 % - 75 % = Aktif

Skor > 75 % = Sangat Aktif

Prosentase keberhasilan 70 %

3. Data mengenai hasil belajar

Untuk mengetahui hasik belajar aspek kognitif yang berupa

kemampuan menylesaikan masalah dengan menghitung ketuntasan

siswa secara individual dan klasik. Ketuntasan belajar individu

menggunakan analisis deskriftif prosentase dengan :

Ketuntasan belajar individu = Jumlah nilai yang diperoleh siswa x

100 % Nilai maksimum

Ketuntasan belajar klasikal menggunakan analisis dekriftif prosentase

dengan perhitungan :

Ketuntasan belajar individu = Jumlah nilai yang tuntas belajar

38
individu x 100 % Jumlah siswa

Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa yang mampu menyelesaikan

atau mencapai 65 %, sekurang – kurangnya 85 % dari jumlah peserta didik yang

ada dikelas tersebut ( Mulyana, 2004 : 99 ).

Table indicator keberhasilan siswa dalam belajar

Rentang Nilai Kategori Keterangan


85 – 100 Sangat baik Tuntas
Baik Tuntas
65 – 74 Cukup Tuntas
55 – 64 Kurang Tidak tuntas
0 – 54 Sangat kurang Tidak tuntas

DAFATAR PUSTAKA

Anggoro Toha, 2007. Metode Penelitian. Jakarta. Universitas Terbuka.

38
Ali M, 1984. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru.

Arikunto Suharsimi, 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendektan Praktik.


Jakarta : Rhineka Cipta.

Depdikbud, 1989. Pokok – Pokok Pengajaran Matematika Sekolah. Jakarta.

Dahlan, MD. ( 1969 ).Model – model mengajar. Bandung : Diponegoro

Depdikbud. ( 1993 ). Kurikulum Pendidikan Dasar Mata Pelajaran Matematika.

Jakarta : Depdikbud

Erman, H. ( 2000 ). Penelitian Tindakan Kelas dalam Pembelajaran Matematika.

Makalah Jurdikmat FPMIPA UPI : Bandung .

Fathurrohman dan Sutikno, 2007. Strategi Belajar Mengajar. Bandung. Refika


Aditama

Hudoyo, 1990. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud.

Karti Suharto, 2003. Teknologi pembelajaran. Surabaya : Intellectual club.

Lie, Anita ( 2000 ). Cooperatif Learning. Jakarta : Grasindo

Muslimin Ibrahim, dkk, 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri


Surabaya.

Muhibin Syah, 1989. Psikologi Belajar. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Margono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rhineka Cipta.

Nurhadi, ( 2003 ). Pembelajaran Intelektual dan Penerapannya dalam KBK.

Malanng : Umpress

38
Slameto.( 1969 ). Belajat dan factor – factor yang mempengaruhi. Bandung :

Rineka Cipta

Sudjana. ( 2002 ) Metode Statistika . Bandung : Tarsito.

Sugeng, M ( 2007 ). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa dengan

metode Kerja Kelompok. Skripsi : Tidak dipublikasikan.

Nana Sudjana, 1989. Teori-Teori Untuk Pengajaran. Jakarta : FE UI.

Noormandiri, 2005. Matematika IPA Untuk Kelas XI. Jakarta : Erlangga.

Rusyan T, 1989. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung :


Remaja Karya.

Surahmad W, 1982. Metodologi Pengajaran Nasional. Jakarta : Jemars.

Sugiono, 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfa Beta.

Shaleh Ab, 2005. Panduan Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta : Departemen Agama.

Surya M, 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung : IKIP.

Suryanto, 1999. Peranan Media Dalam Meningkatkan Hasil Belajar. Jakarta :


Jurnal Pendidikan UI.

Yamin Martinis, 2005. Stategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta :


Agung Persada Press.

Zaenal A, 1984. Pengembangan Teknologi Pembelajaran. Jakarta : Angkasa.

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA


KELAS VIIIA PADA STANDAR KOMPETENSI
BANGUN RUANG MELALUI PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW

38
( Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIIIA di SMP Negeri 5 Pandeglang )

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat penyusunan Skripsi S1


Pendidikan Matematika

Oleh :

NAMA : ALPIAN

NIM : 41032124092021

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2011
LEMBAR PERSETUJUAN

38
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
KELAS VIIIA PADA KOMPETENSI
BANGUN RUANG MELALUI PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW

Oleh :

ALPIAN
41032124092021

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

H. ASEP DARODJAT, Drs. Heru Sujiarto, Drs. M. Pd


NIP. NIP.

38
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan

rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan proposal dengan lancar. Sholawat serta salam penulis panjatkan

kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberi petujuk kepada

kita mana yang baik dan mana yang buruk.

Penulisan proposal ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

penyusunan skripsi program S1 Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan ( FKIP ) UNINUS Bandung. Dalam hal ini penulis mengambil

judul Peningkatan hasil belajar Matematika Siswa Kelas VIIIA pada Standar

Kompetensi Bangun Ruang melalui Pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw.

Dalam penyelesaian proposal ini penulis menyadari banyak memperoleh

bantuan, dorongan, saran dan bimbingan dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal ini jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun penulis harapkan.

Semoga proposal ini dapat berguna bagi para pembaca dan bermanfaat bagi

pengembangan dalam bidang pendidikan.

Pandeglang, 2011

Penulis

38
38

You might also like