You are on page 1of 14

A.

Judul
Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (Sig) Untuk Pemetaan
Daerah Rawan Longsor Di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung
Barat

B. Latar Belakang
Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
(2009), tataan geologi wilayah Indonesia saat ini terjadi sebagai akibat
interaksi 3 lempeng utama dunia, yaitu Lempeng Samudra Pasifik
yang bergerak ke arah barat-baratlaut dengan kecepatan sekitar 10
cm per tahun, Lempeng Samudra India-Benua Australia (Indo-
Australia) yang bergerak ke utara-timurlaut dengan kecepatan sekitar
7 cm per tahun, serta Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam,
namun resultant sistem kinematiknya menunjukkan gerakan ke arah
baratdaya dengan kecepatan mencapai 13 cm per tahun. Hasil
interaksi dari lempeng-lempeng tersebut menyebabkan Indonesia
rawan akan bencana geologi.

Grafik 1. Kejadian Tanah Longsor Di Tiap Propinsi Tahun 2001-2003


Sumber: Soedradjat (2005) dalam Susilo (2008)

Salah satu bencana geologi yang sering terjadi di wilayah


Indonesia adalah longsor. Hal ini adalah karena morfologi Indonesia

1
yang berbukit-bukit. Frekuensi longsor tertinggi berada di wilayah
Jawa Barat, karena menurut Kepala Subdirektorat Mitigasi Bencana
Geologi, Surono (2005), Jawa Barat terletak di daerah vulkanik
sehingga banyak terdapat titik rawan longsor. Daerah seperti itu
memiliki banyak gunung berapi aktif yang membuat tanah gembur.
Curah hujan tinggi dan banyak aliran sungai menambah kesuburan
tanah kendati hal itu menunjukkan kerentanan pergerakan tanah yang
tinggi.
Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Bandung lagi, wilayah Parongpong memiliki potensi gerakan tanah
antara menengah sampai tinggi dan juga berpotensi banjir bandang.
Berikut adalah tabel wilayah potensi gerakan tanah di Kabupaten
Bandung Barat bulan Maret 2011.
KABUPATEN KECAMATAN POTENSI
BANDUNG BARAT GUNUNGHALU Menengah-Tinggi
CILILIN Menengah-Tinggi
SIPONGKOR Menengah-Tinggi
SINDANGKERTA Menengah-Tinggi
PARONGPONG Menengah-Tinggi
Berpotensi Banjir Bandang
CIHAMPELAS
CIKALONG WETAN Menengah-Tinggi
PARONGPONG Menengah-Tinggi
Berpotensi Banjir Bandang
NGAMPRAH Menengah-Tinggi
CISARUA Menengah-Tinggi
Berpotensi Banjir Bandang
PADALARANG Menengah-Tinggi
CIPEUNDEUY Menengah-Tinggi
CIPATAT Menengah-Tinggi
BATUJAJAR Menengah-Tinggi
RONGGA Menengah-Tinggi
Keterangan
 Menengah Daerah yang mempunyai potensi Menengah untuk terjadi
Gerakan Tanah. Zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika
curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang
berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan,
atau jika lereng mengalami gangguan.
 Tinggi Daerah yang mempunyai potensi Tinggi untuk terjadi
Gerakan Tanah. Pada zona ini dapat terjadi Gerakan

2
Tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan
gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
Tabel 1. Wilayah Potensi Gerakan Tanah di Kabupaten Bandung Barat
Sumber: Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (2011) (Dimodifikasi)

Di kabupaten Bandung Barat sendiri tercatat sebanyak 59


bencana longsor yang terjadi pada periode Januari sampai Desember
tahun 2010 di berbagai kecamatan, termasuk di kecamatan
Parongpong yang juga menyebabkan 1 korban jiwa. Namun ironisnya,
Badan Penanganan Bencana Daerah di Kabupaten Bandung Barat
belum terbentuk, sehingga pihak pemadam kebakaran lah yang
menjadi tulang punggung dalam penanganan dan evakuasi korban
longsor.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan suatu
penelitian untuk mengidentifikasi daerah rawan longsor agar dapat
meminimalisasi terjadinya longsor yang dapat menyebabkan kerugian
materi maupun korban jiwa. Pemodelan penentuan kerawanan
bencana longsor sangat diperlukan sebagai bentuk penyederhanaan
dari dunia nyata. Penggunaan SIG sebagai alat analisis akan semakin
mempermudah dalam mengaplikasikan model yang telah dibuat. SIG
dapat menganalisis beberapa data spasial dengan input data skoring
dan melakukan overlay data secara sistematis sehingga
menghasilkan peta tingkat kerawanan longsor dengan jumlah kriteria
yang dapat ditentukan sendiri. Dengan model tersebut dapat
diidentifikasi kawasan rawan longsor yang kemudian akan digunakan
sebagai masukan rencana tata ruang di masa mendatang.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik wilayah yang rawan longsor?
2. Bagaimana kondisi penggunaan lahan yang di Kecamatan
Parongpong?

3
3. Bagaimana penerapan aplikasi SIG dalam menentukan daerah
rawan longsor di Kecamatan Parongpong?

D. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi karakteristik wilayah yang rawan longsor.
2. Mengidentifikasi penggunaan lahan di Kecamatan Parongpong.
3. Mengidentifikasi penggunaan SIG untuk menentukan daerah
rawan longsor di Kecamatan Parongpong.

E. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan untuk rencana tata ruang wilayah
Kecamatan Parongpong.
2. Sebagai bahan pengayaan dalam memperdalam ilmu Sistem
Informasi Geografis.
3. Sebagai sumber data bagi penelitian lain yang terkait dengan
bencana longsor.

F. Tinjauan pustaka
1. Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau juga dikenal dalam
bahasa Inggris sebagai Geographic Information System (GIS)
adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja
dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi
atau dengan kata lain SIG adalah suatu sistem basis data dengan
kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi
keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja
(Barus dan Wiradisastra, 2000 dalam La An, 2007).
Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian-pengertian di
atas bahwa sistem informasi geografis (SIG) adalah suatu sistem
informasi yang digunakan untuk mengambil, menyimpan,

4
memeriksa, menyatukan, memanipulasi, menganalisa dan
menampilkan data yang berhubungan dengan permukaan bumi.
Dengan SIG kita akan dimudahkan dalam melihat
fenomena kebumian dengan perspektif yang lebih baik. SIG
mampu mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, dan
penayangan data spasial digital bahkan integrasi data yang
beragam, mulai dari citra satelit, foto udara, peta bahkan data
statistik. Dengan tersedianya komputer dengan kecepatan dan
kapasitas ruang penyimpanan besar seperti saat ini, SIG akan
mampu memproses data dengan cepat dan akurat dan
menampilkannya. SIG juga mengakomodasi dinamika data,
pemutakhiran data yang akan menjadi lebih mudah.
Barus dan Wiradisastra (2000) dalam La An (2007) juga
mengungkapkan bahwa SIG adalah alat yang handal untuk
menangani data spasial, dimana dalam SIG data dipelihara dalam
bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam
bentuk peta cetak, tabel atau dalam bentuk konvensional lainnya
yang akhirnya akan mempercepat pekerjaan dan meringankan
biaya yang diperlukan.

2. Komponen Sistem Informasi Geografis


Menurut John E. Harmon dan Steven J. Anderson, 2003
dalam Darmawan, 2006, komponen-komponen dalam SIG adalah
sebagai berikut.
a. Sumber daya manusia sebagai orang yang menjalankan
sistem.
b. Aplikasi, yaitu prosedur-prosedur yang digunakan untuk
mengolah data.
c. Data, yaitu informasi yang dibutuhkan dan diolah dalam
aplikasi. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data
grafis dan data atribut.

5
d. Software, yaitu perangkat lunak SIG, misalnya Arc/Info,
ArcView, ArcGIS, Map Info, TNT Mips (MacOS, Windows,
Unix, Linux tersedia), GRASS, dan lain-lain.
e. Hardware, yaitu perangkat keras yang dibutuhkan untuk
menjalankan sistem.

3. Data Spasial
Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam
dua format, yaitu:
a. Vektor
Dalam data format vektor, bumi kita direpresentasikan sebagai
suatu mosaik dari garis (arc/ line), polygon (daerah yang
dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang
sama), titik/ point (node yang mempunyai label), dan nodes
(merupakan titik perpotongan antara dua buah garis).
b. Raster
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data
yang dihasilkan dari sistem Penginderaan Jauh. Pada data
raster, obyek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel
grid yang disebut dengan pixel (picture element).

4. Sub Sistem Sistem Informasi Geografis


Sub sistem SIG adalah cara bagaimana informasi yang
dikelola. SIG terdiri dari beberapa sub sistem yang dapat
digunakan untuk memasukan data menyimpan dan mengeluarkan
informasi yang diperlukan. Secara garis besar sub sistem tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Masukan Data
Sub sistem masukan data adalah fasilitas dalam SIG yang
dapat digunakan untuk memasukkan data dan merubah

6
bentuk data asli kebentuk yang dapat diterima dan dapat
dipakai dalam SIG.
b. Pengelolaan Data
Sub sistem pengelolaan data pada dasarnya dapat
dimanfaatkan untuk menyimpan dan menarik kembali dari
arsip data dasar.
c. Manipulasi dan Analisis Data
Sub sistem ini berfungsi untuk membedakan data yang akan
diproses dalam SIG.
d. Luaran Data
Sub sistem luaran berfungsi untuk menayangkan informasi
maupun hasil analisis data geografis secara kualitatif ataupun
kunatitatif.

Keempat sub sistem tersebut yang menopang jalannya


proses pengolahan data hingga dapat menghasilkan informasi
yang bermanfaat.

5. Pengertian Tanah Longsor


Tanah longsor (landslide) atau disebut juga dengan
gerakan massa (mass movement) tanah merupakan salah satu
bencana geologi yang sering melanda daerah yang bergunung-
gunung atau berbukit-bukit. Menurut Hardiyatmo (2006: 15)
gerakan massa (mass movement) merupakan gerakan massa
tanah yang besar di sepanjang bidang longsor kritisnya. Gerakan
massa tanah ini merupakan gerakan tanah ke arah bawah
material pembentuk lereng, yang dapat berupa tanah, batu,
timbunan buatan atau campuran dari material lain.
Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral,
(KESDM), 2007, terdapat 6 jenis tanah longsor, yaitu sebagai
berikut.

7
a. Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan
batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau
menggelombang landai.
b. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan
batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
c. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak
pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut
juga longsoran translasi blok batu.
d. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau
material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas.
Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-
gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang
jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
e. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak
lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus.
Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah
waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa
menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah
miring ke bawah.
f. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak
didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada
kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis
materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan
mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa
tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran

8
sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan
korban cukup banyak.

Tanah longsor dapat disebabkan oleh banyak sebab.


Berikut ini adalah sebab-sebab longsoran lereng yang sering
terjadi menurut Hardiyatmo (2006: 3).
a. Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban pada
lereng dapat betupa bangunan baru, tambahan beban oleh
air yang masuk ke pori-pori tanah maupun yang
menggenang di permukaan tanah, dan beban dinamis oleh
tumbuh-tumbuhan yang tertiup angin dan lain-lain
b. Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng
c. Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng
d. Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown)
pada bendungan, sungai, dan lain-lain
e. Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan
akan mendorong tanah ke arah lateral)
f. Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng oleh
akibat kenaikan kadar air, kenaikan tekanan air pori,
tekanan rembesan oleh genangan air di dalam tanah, tanah
pada lereng mengandung lempung yang mudah kembang
susut dan lain-lain.
g. Getaran atau gempa bumi

Sedangkan menurut Arifin dan Carolila (2006: 78)


parameter-parameter longsor dapat diidentifikasi akibat dari
interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi tanah,
dan manusia yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
Adapun ciri-ciri daerah yang rawan terhadap gerakan
massa (longsor) menurut Dirgaardana (2010), adalah sebagai
berikut.

9
a. Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat
b. Lapisan tanah tebal di atas lereng
c. Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik
d. Lereng terbuka atau gundul
e. Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing
f. Banyaknya mata air/ rembesan air pada tebing disertai
longsoran-longsoran kecil
g. Adanya aliran sungai di dasar lereng
h. Pembebanan yang berlebihan pada lereng seperti adanya
bangunan rumah atau saranan lainnya.
i. Pemotongan tebing untuk pembangunan rumah atau jalan

6. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Untuk Bencana


Tanah Longsor
Perkembangan teknologi informasi dirasakan pula dalam
ilmu kebumian, yang kemudian melahirkan perangkat lunak
(software) yang membantu pekerjaan pengolahan data dan
analisis data. Salah satu perangkat lunak yang berkembang pesat
dalam ilmu kebumian adalah Sistem Informasi Geografis (SIG).
Sistem Informasi Geografis hanyalah sebuah alat bantu, namun
yang paling menentukan kualitas luaran sistem ini tetap berada
pada kemampuan operatornya (Jetgeo, 2009).
Software yang dapat dipergunakan misalnya adalah Arc
View. Software ini digunakan untuk menghitung persentase
kemiringan lereng, dan menghitung dan mengevaluasi unit, kelas
atau tipe mana dari setiap individu peta yang penting
(berpengaruh) terhadap kejadian gerakan tanah. Anonim (2009)
mengemukakan bahwa,

“SIG merupakan perangkat lunak dan keras yang dapat


digunakan untuk melakukan proses identifikasi daerah rawan

10
banjir dan longsor, dalam penentuan lokasi lahan kritis, diperlukan
data digital yang disusun layer by layer sebagai berikut dengan
atributnya.
1. peta kemiringan lahan
2. peta kondisi erosi lahan berikut attributnya
3. peta management lahan berikut attributnya

Masing-masing peta tersebut dibuat dalam layer-layer


sendiri dan disusun data basenya untuk dapat menentukan tingkat
kekritisan lahan, masing-masing kriteria tutupan lahan,kemiringan
lahan, kondisi erosi, dan manajemen lahan diberi bobot dan skor
sesuai dengan penentuannya, dengan menggunakan teknik
tumpang susun maka akan diperoleh skor dari masing-masing
unit lahan secara simultan pada daerah penelitian. Dengan
dihasilkannya nilai skor total dari masing-masing unit lahan, maka
dapat diklasifikasikan tingkat kekritisan lahan. Apabila pada lokasi
lahan yang kritis atau sangat kritis terjadi hujan yang lebat maka
sangat dimungkinkan daerah tersebut terjadi longsor.”

Dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi


Geografi (SIG) dapat menghasilkan jenis-jenis informasi bencana
alam geologi seperti Peta Zone Kerentana Gerakan Tanah, Peta
Zona Bahaya Gempa Bumi, atau Peta Zone Kerawanan Bencana
Alam. Peta ini dihasilkan dengan overlay (tumpang susun) peta-
peta di atas dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi
Geografi (SIG). Peta-peta tersebut di atas dapat digunakan oleh
pemerintah untuk perencanaan pembangunan dan perencanaan
penataan ruang, sehingga permasalahan negatif yang dapat
muncul di kemudian hari dapat dihindari atau setidaknya
diminimumkan.

7. Diagram Alir

Lahan

11
Permukiman Ada tindakan Tidak ada tindakan
Pertanian konservasi konservasi
Pendidikan
Rekreasi
Rencana tata
ruang

Merugikan Longsor

Analisis dengan
SIG
Tidak ada tindakan
konservasi

Longsor

Gambar 1. Diagram Alir

8. Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bentuk lahan,
penggunaan lahan, kemiringan lereng, geologi, dan jenis tanah.
Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah lokasi yang
rawan longsor. Adapun variabel penelitian ini dapat digambarkan
melalui bagan berikut.
Variabel Bebas Variabel Terikat
 Penggunaan lahan
 Kemiringan lereng Longsor
 Kondisi geologi
 Jenis tanah

 Tutupan Lahan

9. Prosedur penelitian

12
Langkah-langkah atau prosedur penelitian ini dibagi menjadi 3,
yaitu pra penelitian, penelitian, dan paska penelitian yang dapat
dirangkum ke dalam tabel di bawah ini.
Tahapan Kegiatan
Pra Penelitian a. Mengumpulkan dan merangkum teori-
teori yang mendukung
b. Mengumpulkan data-data yang
diperlukan baik data spasial maupun
data atribut
Penelitian a. Mendigitasi peta-peta yang bukan analog
ke dalam format yang bisa diolah oleh
SIG
b. Mengorganisasikan data-data yang ada
agar mudah dipanggil kembali, diolah,
dan disimpan.
c. Editing data untuk pembersihan dan
pembetulan data
d. Plotting untuk memasukkan data aribut
e. Menata dan merancang peta
Paska Penelitian a. Menyusun laporan penelitian
b. Membuat hardcopy laporan untuk bahan
masukan atau literatur bagi peneliti lain
Tabel 2. Prosedur Penelitian

10. Daftar pustaka

Aini, Anisah. 2007. Sistem Informasi Geografis Pengertian Dan


Aplikasinya. [Online]. Tersedia: http://journal.amikom.ac.id/index.php/
informatika/search/authors/view? [28 Maret 2010]

An, La. 2007. Sistem Informasi Geografi (SIG)/Geographic Information


System (GIS). [Online]. Tersedia: http://mbojo.wordpress.com/2007/
04/08/sistem-informasi-geografi-sig/ [28 Maret 2010]

Arifin, Samsul dan Carolila, Ita. 2006. Implementasi Penginderaan Jauh


dan SIG untuk Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor

13
(Propinsi Lampung). [Online]. Tersedia: http://www.perpustakaan
.lapan.go.id/jurnal/index.php/jurnal_inderaja/article/view/501/430 [28
Maret 2010]

Darmawan, Arif. 2006. Sekilas tentang Sistem Informasi Geografis


(Geographic Information System). [Online]. Tersedia:
http://ilmukomputer.org/2008/11/25/sekilas-tentang-sistem-informasi-
geografis/ [28 Maret 2010]

Dirgaardana. 2010. Cara Menghadapi Longsor Dan Ciri Daerah


Rawan Longsor. [Online]. Tersedia: http://dirgaardana.word
press.com/2010/11/09/cara-menghadapi-longsor-dan-ciri-daerah-raw
an-longsor/ [28 Maret 2010]

Elly, Muhamad Jafar. 2009. Sistem Informasi Geografi: Menggunakan


Aplikasi Arcview 3.2 dan ERMapper 6.4. Yogyakarta: Graha Ilmu

Hardiyatmo, Hary Christady. 2006. Penanganan Tanah Longsor & Erosi.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Vieatoz. 2000. Sekilas Tentang Sistem Informasi Geografi (GIS). [Online].


Tersedia: http://geologiunpad2000.multiply.com/ [28 Maret 2010]

Wisantisari, Purwani. 2005. Skripsi: Penyajian Informasi Pariwisata Di


Kabupaten Tegal Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).
Universitas Negeri Semarang.

14

You might also like