You are on page 1of 48

1

SKENARIO

Udin, 12 tahun, berat badan 20 kg, tinggi badan 130 cm, menderita demam dan
kalau saat senja penglihatan kabur. Dari anamnese, air minum yang digunakan oleh
keluarga hanya dari air tadah hujan, sering menderita diare, mudah menderita influenza,
sejak 1 tahun terakhir. Datang berobat ke dokter Puskesmas, diberikan obat parasetamol,
kontrimoksazol tablet dan sirup multi vitamin-mineral, panas tidak turun.

Hasil analisis laboratorium:

- Glukosa 100 mg/dl


- Protein total 5 g (albumin 4 g & globulin 1 g)/dl
- Provitamin A 75 ug/dl
- Vitamin A 12 ug/dl
- Zn 22 ug/dl
−¿ ¿
- Analisis gas darah pH 7,15 ; HCO3 = 10 mEq/L

A. Klarifikasi Istilah

1. Demam : peningkatan temperatur tubuh di atas normal (98,6 0F /


37 ℃ )
2. Influenza : infeksi virus akut pada saluran pernapasan yang diserta
dengan radang mukosa nasal, faring, konjunctiva, dan
sakit kepala.
3. Parasetamol : obat analgesik dan antipiretik yang mirip aspirin
dengan efek anti inflamasi yang lemah.
4. Diare : pengeluaran tinja berair berkali-kali yang tidak normal.
5. Air tadah hujan : air yang langsung ditampung dari tetesan-tetesan air
hujan.
6. Kontrimoksazol : campuran trimetropin dan sulfametoksazol.
7. Multi vitamin-mineral : suplemen yang digunakan untuk menyeimbangkan
fungsi vitamin dan mineral dalam tubuh.
8. Albumin : protein yang larut dalam air dan juga dalam konsentrasi
larutan garam yang sedang.
9. Globulin : kelas protein yang tidak larut dalam air, tetapi larut
2

dalam larutan garam.


10. Glukosa : aldosa karbon 6 yang terdapat dalam bentuk D dan
Ditemukan sebagai monosakarida bebas pada buah-
buahan atau tanaman lain atau dikombinasi dengan
glukosa.
11. Analisis gas darah : penetapan konsentrasi O 2 dan CO 2 serta pH darah
dengan tes-tes laboratorium.
12. Provitamin A : prekursor vitamin, biasanya α karoten, kadangkal
mencakup setiap karoten lain pada provitamin A.
13. Zinc : unsur kimia dengan nomor atom 30, simbol Zn,
merupakan mikronutrien essensial pada banyak enzim.
14. Protein total : ukuran kasar dari semua protein yang ditemukan di
seluruh aliran darah, khususnya albumin dan globulin.

B. Identifikasi Masalah

1. Udin, 12 tahun, berat badab 20 kg, tinggi badan 130 cm menderita demam dan
penglihatannya kabur pada saat senja. Dari anamnese, air minum yang digunakan
oleh keluarga hanya dari air tadah hujan, sering menderita diare, mudah
menderita influenza, sejak 1 tahun terakhir.
2. Udin datang berobat ke dokter puskesmas, namun setelah diberi parasetamol,
kontrimoksazol tablet, dan sirup multi vitamin-mineral, panasnya tidak turun.
3. Hasil analisis laboratorium:
- Glukosa 100 mg/dl
- Protein total 5 g (albumin 4 g & globulin 1 g)/dl
- Provitamin A 75 ug/dl
- Vitamin A 12 ug/dl
- Zn 22 ug/dl
−¿ ¿
- Analisis gas darah pH 7,15 ; HCO3 = 10 mEq/L
3

C. Analisis Masalah

1. Udin, 12 tahun, berat badab 20 kg, tinggi badan 130 cm menderita demam dan
penglihatannya kabur pada saat senja. Dari anamnese, air minum yang digunakan
oleh keluarga hanya dari air tadah hujan, sering menderita diare, mudah
menderita influenza, sejak 1 tahun terakhir.
a. Berapa berat badan normal anak usia 12 tahun?

Jawab:

Umur Tinggi Badan Berat Badan


Laki-laki Perempuan Laki-laki perempuan
12 tahun 149 cm 151 cm 40 kg 41,1 kg
 Berat badan
(usia x 7−5) 12 x 7−5
= = 39,5 kg
2 2
 Tinggi badan
Usia x 6 + 77 = 12 x 6 + 77 = 149 cm
Sumber buku gizi dr. Arisman hal 65-66

b. Apakah berat badan dan tinggi badan Udin normal untuk anak seusianya?
Jika tidak normal, apa penyebabnya?

Jawab: Tidak sesuai.

Bedasarkan perhitungan BMI,


BB (kg) 20
BMI = ------------- = ------------ = 11,834
(TB (m)¿2 (1,3¿2

BMI < 18.5 = berat badan kurang (underweight)

Keterangan: BMI 18.5 – 24 = normal

BMI 25 – 29 = kelebihan berat badan (overweight)

BMI >30 = obesitas

Penyebab pertumbuhan tidak normal :

1. Lingkungan
4

2. Penyakit
3. Makanan
Berdasarkan data diatas berat badan dan tinggi badan udin
tidak normal, hal ini dikarenakan oleh kebutuhan udin kekurangan
mikronutrien, seperti yang dikatakann di scenario udin
mengkonsumsi air tadah hujan yang memiliki kadar mineral yang
redah. Sehingga mineral yang dibutuhkan oleh udin tidak tercukupi
dan mempengaruhi pertumbuhan udin. Terutama zink, zink juga
penting pertumbuhan dan untuk mengubah provitamin A menjadi
vitamin A, salah satu fungsi dari vitamin A adalah untuk
petumbuhan.

4. Keadaan social ekonomi


5. Faktor genetis

c. Mengapa penglihatan Udin kabur saat senja?


Jawab:
Zinc berperan dalam proses pengubahan provitamin A menjadi
vitamin A. dan vitamin A berfungsi untuk penglihatan. peran vitamin A
dalam penglihatan adalah pemasok rodopsin dan retinal yang
berfungsi sebagai pemasok pigmen peka cahaya. Dalam kasus ini

Defisiensi zinc

Perubahan dari provitamin


A menjadi vit. A terhambat

Kekurangan vitamin A

Rabun senja
5

d. Apa hubungan antara meninum air tadah hujan dan keluhan yang
dialami Udin?
Jawab:
Air tadah hujan minim
mengandung zink

Imun tubuh menurun (produksi Pembetukan vitamin A


limfosit T menurun) terhambat

influenza diare

demam Tidak tejadi (menurun)


penyerapan di usus ,
termasuk vitamin A

Kurang vitamin A

Rabun senja

Seperti diketahui, air hujan tidak memiliki kadar beberapa mineral


yang cukup (Zn dibawah normal), salah satu fungsi zinc dalam tubuh
provitamin A vitamin A sistem imun tubuh dan fungsi mata.
Kekurangan vitamin A bakteri dan virus jadi lebih mudah
menyerang, maka dari itu ia sering mengalami diare dan influenza. Selain
itu kekurangan vitamin A dalam tubuh dapat mempengaruhi proses
degenerasi rodopsin yang dibutuhkan dalam proses fisiologi mata,
gangguan pada proses ini bisa menyebabkan rabun senja.
6

e. Apa saja kandungan dari air tadah hujan?

No Kandungan Air tadah hujan Air permukaan (mg/l)


(mg/l)
1 Kesadahan 19 120
2 Kalsium 16 80
3 Magnesium 3 40
4 Sodium 6 19
5 Amonium 0,8 -
6 Bikabonat 12 106
7 Klorida 9 23
8 Sulfat 10 38
9 Nitrat 0,1 0,4
10 Keasaman 4 -
11 pH 6,8 7,8
12 besi - 0,3
13 Zink - 0,22
Berdasarkan perbandingan, didapat bahwa perbandingan
mineral yang terdapat pada air hujan sangat rendah, kandungan
zinknya pun tidak ada, sehingga dapat dikatakan bahwa air hujan
minim gizi.
Pada air tadah hujan, berdasarkan Badan Meteorologi dan
geofisika maka, komposisi kimia air hujan bulan oktober,
november, dan desember 2008 adalah sebagai berikut : Kalsium,
Mangan, Natrium, Kalium, Amonia, Sulfur, Clorida, Nitrat, dan
berdasarkan data ini, maka tidak ada kandungan zinknya.
Kemudian berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika
tahun 2010 Tingkat keasaman air hujan di 6 (enam) kota lainnya
(Branti-Lampung, Darmaga Bogor,Kayuwatu-Manado, Kenten-
Palembang, Pulau Baai-Bengkulu, dan Samratulangi-Manado)
menunjukkan nilai pH air hujan berada diatas Nilai Ambang Batas
(pH = 5,6).
f. Apa etiologi dari keluhan-keluhan yang dialami Udin?
- Demam
- Pengihatan kabur
- Diare
7

- Mudah influenza

Jawab: Etiologi:

 Demam : infeksi, non infeksi, fisiologis


 Pengihatan kabur : kurang vitamin A
 Diare : microbial (imun tubuh Udin menurun
sehingga mepermudah tejadinya infeksi)
 Mudah influenza : virus influenza (imun tubuh Udin menurun
sehingga mepermudah tejadinya infeksi)

Kesimpulannya, karena menderita defisiensi Zink dapat menyebabkan


metabolisme vitamin A terganggu sehingga menyebabkan rabun senja.
Selain itu, defisiensi zink juga dapat mengganggu sistem imun sehingga
Udin mudah terserang diare dan influenza.

g. Bagaimana mekanisme keluhan-keluhan yang dialami Udin?


- Demam
- Pengihatan kabur
- Diare
- Mudah influenza

Jawab:

- Demam tubuht e rinf e ksi


bakt e ri me l e paskan pirion dari me mbran s e l → s e t piont padat e rmostat hi
- Pengihatan kabur
d e fisi e nsi vitamin A → jumlah r e tinal danrodopsin me nurun → tidak bisame
- Diare
zink ↓ →imun ↓ →tidak bisa melawan mikrobial yang masuk kedalam tubuh → d
- Mudah influenza
zink ↓ →imun ↓ →tidak bisa melawan mikrobial yang masuk kedalam tubuh → d
Yang penglihatan sumber dari fisiologi guyton hal 904, yang
buta senja halaman 657
8

h. Apa faktor resiko seseorang mudah terkena influenza dan diare?

Jawab:

factor resiko : - usia

- kondisi medis

- defisiensi vitamin sebagai antiinfeksi

- mengkonsumsi air tadah hujan (defisiensi zink)


imunitas menurun

2. Udin datang berobat ke dokter puskesmas, namun setelah diberi parasetamol,


kontrimoksazol tablet, dan sirup multi vitamin-mineral, panasnya tidak turun.
a. Apa tujuan pemberian obat:
Parasetamol
Kontrimoksazol
Sirup multi vitamin-mineral

Jawab:

Parasetamol
Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak
tahan asetosal. Dalam kasus udin untuk menurunkan demam
pada influenza.
Kontrimoksazol
Merupakan antibiotik biasanya untuk diare
Sirup multi vitamin-mineral
Mengandung glukosa, vitamin yang larut dalam lemak
(A,D,E,K), B12, B6, C, Betha karoten, dan Zink yang
bertujuan untuk memenuhi kecukupan vitamin-mineral dalam
tubuh Udin yang mengalami defisisensi vitamin A dan zink.

b. Bagaimana farmakodinamik dan farmakokinetik:


9

Parasetamol
Kontrimoksazol
Sirup multi vitamin-mineral

Jawab:

 Parasetamol
 Farmakokinetik

 Menghilangkan/ mengurangi nyeri ringan sampai sedang

 Menurunkan suhu tubuh

 Tidak mempunyai efek iritasi, erosi, dan perdarahan


lambung

 Tidak menyebabkan ganguan pernapasan

 Tidak mengganggu keseimbangan asam dan basa

 Farmakodinamik

 Cepat dan sempurna diabsorbsi oleh saluran cerna

 Konsentrasi tinggi diplasma dalam waktu setengah jam,


waktu paruh 1-3 jam

 Tersebar diseluruh cairan tubuh

 Biotransformasi; dibantu oelh enzim mokrosom di hati

o 80% terkonjugasi asam glukoronat

o Selebihnya terkonjugasi asam sulfat

 Eksresi : 3% sebagai paracetamol

 Selebihnya dalam bentuk terkonjugasi


 Indikasi : Analgesik dan antipiretik

 Kortimoksazol
trimpetropin dan sulfametoksazol menghambat reaksi obligat pada
dua tahap yang berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua
10

obat ini memberikan efek sinergik, kombinasi ini lebih dikenal sebagai
Kortimoksazol.
 farmakokinetik :
 sifatnya lipofilik, trimeptoprim mempunyai volume
distribusi yang lebih besar daripada sulfametoksazol.
trimeptoprim cepat didistribusikan kedalam jaringan
dan kira-kira 40% terikat pada protein plasma dengan
adanya sulfametoksazol.
 volume didistribusi trimeptoprim hampir 9 kali lebih
besar daripada sulfametoksazol. 65% sulfametoksazol
terikat pada protein plasma.
 60% trimeptoprim dan 25-50% sulfametoksazol
dieksresikan melalui urin dalam 24 jam setelah
pemberian.
 farmakodinamik :
 reaksi enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat.
 sulfonamid menghambat masuknya molekul PABA
kedalam molekul asam folat dan trimetropim menghambat
terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat.
 tetrahidrofolat penting untuk pemindahan satu atom C,
seperti pembentukan basa purin dan beberapa asam amino.
c. Apakah pemberian obat-obat tersebut sudah tepat?

Jawab: Untuk keluhan yang dirasakan udin pemberian obat tersebut sudah
tepat, tapi mungkin bentuk sediaan obatnya yang tidak tepat dan cara
pemberian obatnya. Untuk orang yang menderita diare sebaiknya jangan
memberikan obat per-oral yang absorbsinya melalui usus (pada diare tidak
terjadi penyerapan diusus). Tapi dengan memberikan obat tablet
sublingual, arena obat jenis ini penyerapannya tidak melalui usus
11

melainkan langsung berdifusi ke pembuluh darah yang ada di bawah lidah,


selain itu bisa juga diberikan obat melalui parenteral (injeksi).

d. Mengapa panas Udin tidak turun meskipun sudah diberi parasetamol,


kontrimoksazol, dan multi vitamin-mineral?

Jawab: Karena obat-obatan yang diberikan pada udin tidak dapat diserap
oleh tubuh akibat dari defisiensi zink yang menyebabkan sel epitel
squamosa usus menjadi berkeratin dan mengalami kerusakan permukaan
absorpsi dinding usus sehingga obat tidak memberikan efek.

3. Hasil analisis laboratorium:


- Glukosa 100 mg/dl
- Protein total 5 g (albumin 4 g & globulin 1 g)/dl
- Provitamin A 75 ug/dl
- Vitamin A 12 ug/dl
- Zn 22 ug/dl
−¿ ¿
- Analisis gas darah pH 7,15 ; HCO3 = 10 mEq/L

a. Bagimana interpretasi dari hasil analisis laboratorium tersebut?

Hasil Lab Nilai normal Data Udin Indikasi

Glukosa 60-100 mg/dL 100 mg/dL Normal

Protein total 6,2-8 g/dL 5 g/dL Normal

Protein 4,0-5,8 g/dL 4 g/dL Normal


albumin

Protein 1,3-3.4 g/dL 1 g/dL Defisiensi protein


12

globulin globulin

Provitamin A 50-300 ug/dL 75 ug/dL Normal

Vitamin A 26-50 ug/dL 12 ug/dL Defisiensi Vitamin A

Zink 70-150 ug/dL 22 ug/dL Defisiensi seng berat

Dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa Udin mengalami


defesiensi protein globulin, vitamin A, dan zink, ini berhubungan
dengan keluhan-keluhan yang dialami Udin.
b. Berapa nilai normal dari hasil pemeriksaan laboratorium tersebut
(kadar glukosa, protein total, provitamin A, vitamin A, Zn, dan analisis
gas darah) dan apa fungsinya dalam mekanisme tubuh?

Hasil Lab Nilai normal

Glukosa 60-100 mg/dL

Protein total 6,2-8 g/dL

Protein albumin 4,0-5,8 g/dL

Protein globulin 1,3-3.4 g/dL

Provitamin A 50-300 ug/dL

Vitamin A 26-50 ug/dL

Zink 70-150 ug/dL

Kadar normal
- Glukosa
Fungsinya untuk bahan dasar penghasil energy, penyusun DNA dan
RNA
- Protein total
Albumin : fungsinya mencegah hilangnya plasma dari kapiler
Globulin : fungsinya untuk imunitas
- Provitamin A untuk membentuk vitamin A.
Berfungsi sebagai bahan dasar
13

- Vitamin A
Fungsinya penglihatan, diferensiasi sel, imunitas, pertumbuhan
- Zn 22 ug/dl
Fungsinya untuk aktifitas katalitik enzim, fungsi kekebalan tubuh,
sintvsis protein, penyembuhan luka, sintesis DNA dan pembelahan sel.
Sumber Buku patofisiologi

c. Bagaimana tatalaksana dari pemeriksaan laboratorium tersebut?


Glukosa
Kumpulkan 3-5ml darah vena dalam tabung bertutup abu-abu
atau merah. Lakukan pengambilan darah pada pukul 7 pagi dan
9 pagi
Status puasa, kecuali minum air putih masih diperbolehkan
selama jam sebelum uji dilakukan
Berikan obat insulin sesuai anjuran dan setelah pengambilan
darah.
Protein

Kumpulkan 5-7 ml darah vena dalam tabung bertutup merah.


Cegah terjadinya hemolisis
Tidak terdapat pembatasan asupan makanan ataupun minuman.
Makanan tinggi lemak harus dihindari selama 24 jam sebelum
uji dilakukan. Tanyakan hal ini ke laboratorium
Zink

Tidak terdapat pembatasan asupan makanan atau cairan


Kumpulkan 5-7 ml darah vena dalam tabung bertutup biru laut
dan bebas logam. Cegah terjadinya hemolisis
Kirim segera specimen darah tsb ke lab
Vitamin A :
Klien puasa selama 8-12 jam sebelum uji dilakukan, kecuali
tetap boleh minum air putih
14

Kumpulkan 5-7 ml darah vena dalam tabung bertutup merah.


Cegah terjadinya hemolisis dan lindungi specimen tsb dari
pajanan cahaya. Specimen darah dapat ditempatkan dalam
kantong kertas
Gas darah

Tidak ada pembatasan makanan dan minuman


Jika klien sedang mengalami terapi antikoagulan atau
mengkonsumsi aspirin, teknisi lab yang mengambil darah harus
diberi tahu
Kumpulkan 1-5ml darah arteri dalam jarum dan spuit
mengandung heparin, lepas jarumnya, pastikan tidak ada udara
dalam spuit dan pasang tutup kedap udara di atas spuit.
Simpan spuit berisi darah arteri dalam kantong air es (untuk
meminimalkan aktivitas metabolic sampel) dan bawa segera ke
lab. Air es lebih dingin dari es.
Catat dalam formulir lab apakah klien menerima oksigen atau
tidak, laju aliran oksigen itu, jenis peralatan saat memberikan
oksigen (kanula, masker) dan suhu terbaru klien
Tekan sisi injeksi selama 5 menit, tekan sisi tsb lebih lama pada
klien yang menjalani terapi antikoagulan atau streptokinase.

d. Apa penyakit yang paling mungkin diderita Udin berdasarkan hasil


pemeriksaan tersebut?
Defisiensi Zink yang mengakibatkan metabolisme vitamin A
terganggu yang mengakibatkan Udin menderita rabun senja
(nyctalopia) dan menyebabkan sistem imun tubuh Udin menjadi
terganggu.

D. Hipotesis
15

Udin, 12 tahun, TB 130 cm dan BB 20 kg menderita rabun senja karena


defisiensi mikronutrien (zink dan vitamin A).

E. Kerangka Konsep

Udin, 12 tahun, BB=20 kg, TB=130cm

Konsumsi air tadah hujan

Mineral (Zn)
16

Provitamin A RBP

Terhambat pembentukan vitamin A

Vitamin A

Limfosit T & B Imunoglobin rodopsin Atropi mukosa


usus

Rabun senja

penyerapan
influenza diare demam

Absopsi obat tidak efektif TB & BB


abnormal

Efek obat kurang

F. Learning Issues

No Pokok What I know What i don’t What I How i will


bahasan know learn
Have to
prove

1 Rabun senja Definisi, Mekanisme Menghu- -text book


etiologi bungkan
17

dengan -journal
defisiensi
-internet
zink dan
vit.a

2 Vitamin A Fungsi, Defisiensi Hubungan-


vit. A nya dengan
Defisiensi
karena keluhan
defisiensi udin
zink

3 Zink Fungsi, Bisa Hubungan-


defisiensi mempenga- nya dengan
ruhi keluhan
defisisensi udin
vit. A

4 Air tadah Kandungan Minim gizi Hubungan-


hujan nya dengan
keluhan
udin

5 Parasetamol Farmakodina- Tidak dapat


dan mik, diserap
kontrimoksaz farmakokine- tubuh
ol tik

6 Demam Etiologi Pathogene- Hubungan


sis dengan
Diare Mekanisme
defisiensi
Influenza zink dan vit.
A
18

G. Sintesis

1. RABUN SENJA

Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau


malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga
menyebutnya sebagai rabun ayam, mungkin didasari fenomena dimana ayam
tidak dapat melihat jelas di senja atau malam hari.

Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau


malam hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga
menyebutnya sebagai rabun ayam, mungkin didasari fenomena dimana ayam
tidak dapat melihat jelas di senja atau malam hari.

Etiologi Rabun Senja

Rabun senja terjadi karena kerusakan sel retina yang semestinya bekerja
saat melihat benda pada lingkungan minim cahaya. Penyebab kerusakan sel
tersebut antara lain: kekurangan vitamin A, mata minus, katarak, retinitis
pigmentosa, obat-obatan, maluntrisi dan faktor genetik.

Hubungan Vitamin A dengan Rabun Senja

Peran vitamin A dalam siklus visi secara khusus berkaitan dengan bentuk
retina. Dalam mata, 11-cis-retinal terikat untuk rhodopsin (batang) dan iodopsin
(cone) pada residu lisin kekal. Mekanismenya telah dijelaskan pada bagian
Fisiologi Melihat.

Rabun senja pada kasus Udin terjadi karena defisiensi dari vitamin A.
Penyebab sederhana terjadinya rabun senja adalah sangat menurunnya jumlah
retinal dan rhodopsin yang dapat dibentuk tanpa vitamin A. Defisiensi vitamin A
ini terkait dengan defisiensi seng sebagai enzim yang mengkatalisis reaksi aktivasi
vitamin A.

Pada mata normal terdapat pigmen yang dikenal bernama rodopsin atau
visual puple. Pigmen tersebut mengandung vitamin A yang terikat pada protein.
Jika mata menerima cahaya, maka akan terjadi konversi rodopsin menjadi visual
yellow dan kemudian visual white. Pada konversi tersebut, dibutuhkan vitamin A.

Sementara regenerasi visual purple hanya akan terjadi bila tersedia


vitamin A. Tanpa regenerasi, maka penglihatan pada cahaya remang setelah mata
19

menerima cahaya akan terganggu. Jika terjadi kekurangan vitamin A, maka gejala
awal adalah terjadinya rabun senja. Artinya, mata akan mengalami gangguan
ketika berpindah dari tempat banyak cahaya ke tempat gelap.

Itulah yang membuat rabun senja hanya terjadi ketika matahari mulai
terbenam. Sesuai dengan namanya, penyakit ini tidak bisa dikoreksi dengan
kacamata dan terjadi jika sel-sel saraf pembeda terang-gelap di retina mata
terganggu.

Walaupun konsentrasi fotopigmen di sel batang dan kerucut berkurang


pada keadaan tersebut, masih terdapat cukup fotopigmen di sel kerucut unuk dapat
berespons terhadap stimulas intensif dari cahaya terang, kecuali pada kasus yang
sudah sangat parah. Namun demikian, penurunan kandungan rodopsin dalam
tingkat sedang dapat menurunkan kepekaan sel batang sedemikian rupa, sehingga
sel-sel ini tidak dapat berespons terhadap cahaya temaram. Individu dapat melihat
pada sang hari menggunakan sel kerucut, tetapi tidak dapat pada malam hari
karena sel-sel batang tidak lag berfungsi.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Fisiologi Retina:

Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya,mengandung :

1. Sel –sel kerucut, yang berfungsi untuk penglihatan warna

2. Sel –sel atang, untuk penglihatan hitam dan putih dan penglihatan
didalam gelap

Lapisan retina :

1. Lapisan pigmen

2. Lapisan batang dan kerucut yang menonjol pada lapisan pigmen

3. Lapisan nucleus luar yang mengandungn badan sel batang dan kerucut
20

4. Lapisan fleksiform luar

5. Lapisan nucleus dalam

6. Lapisan ganglion

7. Lapisan serabut saraf optic

8. Membrane limitan dalam

Sel batang dan kerucut


Segmen luar kerucut berbentuk runcing. Pad umumnya sel betang berbentuk
pipih dsn lebih panjang dari sel kerucut. Terdapat empat segmen fungsional
utama sel batang ataupun sel kerucut yaitu :

1. Segmen luar

Fotokimiawi yang peka terhadap cahaya ditemukan di segmen luar. Dalam sel
batang terdapat rodopsin dan dalam sel kerucut terdapat satu dari ketiga
fotokimia warna biasanya disebut pigmen warna sederhana.

2. Segmen dalam

Batang dan kerucut mengandung sitoplasma dengan organela sitoplasmik


biasa.

3. Nucleus

4. Membrane sinaps

Bagian dari sel batang dan kerucut yang berhubungan dengan neuron.

Fisiologi Melihat

1. Fisiologi Melihat
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa.
Mata mempunyai sistem lensa, sistem apertura yang dapat berubah-ubah
(pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film. Adapun mekanisme
21

melihat dapat dibedakan menjadi dua, proses fisika dan fotokimiawi


penglihatan.

Siklus penglihatan rodopsin retina dan perangsangan sel batang

 Rodopsin dan penguraiannya oleh energi cahaya

Segmen luar yang menonjol ke lapisan pigmen retinas mengandung sekitar 40


% pigman peka cahaya yang disebut rodopsin atau visual purple. Substansi ini
merupakan kombinasi protein skotopsin demgan pigmen karotenoid retinal.
Selanjutnya retinal tersebut merupakan tipe khusus yang disebut 11-cis retinal,
bentuk cis dari retinal ini sangat penting karena hanya bentuk ini saja yang
berikatan dengan skotopsin yang dapat bersintesis menjadi rodopsin. Bila sudah
mengsbsorpsi cahaya rodopsin segera terurai akibat faktoraktivasi electron pada
bagian retinal dari rodopasin yang menyebabkan perubahan segera pada bentuk
cis dari retinal menjadi bentuk all trans. Oleh karena orientasi tiga dimensi dari
tempat reaksi retinal all trans tidak lagi sesuai dengan tempat reaksi protein
skotopsin.produk yang terbentuk adalah batorodopsin , yang merupakan
kombinasi terpisah sebagian dari all trans retinal dan skotopsin. Batorodopsin
sendiri merupakan senyawa yang tidak stabil dan dapat berubah dalam waktu
sekian nanodetik yang kemudian akan rusak menjadi lumirodopsin. Dalam waktu
sekian mikrodetik senayawa ini lalu akan rusak lagi dan menjadi metarodopsin
satu yang selanjutnya dalam waktu kira-kira sekian milidetik akan berubah
menjadi metarodopsin dua dan dalam waktu yang lebih lambat akan menjadi
produk pecahan akhir berupa skotopsin dan all trans retinal.
22

Metarodopsin dua yang disebut juga rodopsin teraktivasi, merangsang


perubahan elektrik dalam sel batang yang kemudian menghantarkan bayangan
penglihatan ke system saraf pusat dalam bentuk potensial nervus optikus.

 Pembentukan kembali rodopsin


Mula – mula dengan mengubah all tarns retinal menjadi all trans retinol, yang
merupakan salah satu bentuk vitamin A. selanjutnya dibawah pengaruh enzim
isomerase all trans retinol ini akan diubah menjadi 11 cis retinol, akhirnya 11 cis
retinol berubah menjadi 11 cis retinal yang akan bergabung dengan skotopsin
untuk membentuk rodopsin baru.

 Adaptasi gelap dan terang


Bila seseorang berada ditempat yang terang dalam waktu yang lama banyak
sekali fotokimiawi yang terdapat didalam sel batang diubah menjadi retinal dan
opsin. Selanjutnya sebagian besar retinal dubah menjadi vitamin A. oleh karena
itu bahan kimiawi fotosensitif yang menetap pada sel batang akan berkurang
akibatnya sensitivitas terhadap cahaya juga turut berkurang. Keadaan ini disebut
adaptasi terang.

Sebaliknya, bila orang tersebut terus berada di tempat yang gelap utnuk waktu
yang lama, retinal dan opsin yang ada di sel kerucut diubah kembali menjadi
pigmen yang peka terhadap cahaya. Selanjutnya vitamin A diubah kembali
menjadi retinal dan terus menyediakan lebih banyak pigmen peka cahaya. Batas
akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin yang ada di dalam sel batang dan kerucut
untuk bergabung dengan retinal. Keadaan ini disebut adaptasi gelap.

2. VITAMIN A

Vitamin A yang larut dalam lemak ini sebenarnya adalah sekelompok zat
kimia alami dan sintesis yang memilki fungsi atau aktifitas mirip hormone.
Retinol mungkin merupakan bentuk vitamin A terpeting, ini merupakan bentuk
transfor dan sebagai ester retinol, juga merupakan bentuk simpanan. Retinol
23

dioksidasi di in vivo menjadi retinal dehida (bentuk yang digunakan pada pigmen
penglihatan). dan asam retinoat. Sumber penting vitamin A dalam makanan
adalah makanan hewani (misalnya hati, ikan, telur, susu, mentega). Sayuran yang
berwarna kuning dan berdaun hijau, seperti wortel, labu dan bayam mengandung
banyak karatenoid, banyak antara lain provitamin dan dapat dimetabolisasi
menjadi vitamin A aktif in vivo.yang peting dari karatenoid ini adalah
betakaroten. Retinoid mengacu pada zat kimia alami atau sintetis yang secara
structural berkaitan dengan vitamin A, tetapi tidak harus memiliki aktifasi vitamin
A. Sepeti semua lemak, pencernaan dan penyerapan karoten dan retinoid
memerlukan empedu, enzim pancreas dan aktifitas antioksidan didalam makanan.
Retinol baik yang berasal dari ester maupun betakaroten melalui tahap oksidasi
antara yang melibatkan retinal, diangkut dalam kilomikron ke hati, terutama sel
stelata (Ito) perisinusoi. Pada orang sehat yang mengkonsumsi diet adekuat,
cadangan tesebut memadai paling sedikit 6 bulan. Asam retinoat dipihak lain,
dapat diserap tanpa diubah. Zat ini merupakan sebagian kecil vitamin A dalam
darah dan aktif dalam diferensiasi dan pertumbuhan epitel tetapi tidak dalam
penglihatan.

Jika asupan vitamin A dari makanan kurang memadai, ester retinol di hati
dimobilisasi, dan retinol yang di lepaskan kemudian berikatan dengan protein
pengikat retinol (retinol binding protein) spesifik, yang disintesis di hati.
Penyerapan retinol oleh berbagai sel dalam tubuh begantung pada reseptor
permukaan RBP, dan bukan untuk retinol. retinol diangkut menembus mebran sel,
dan zat ini kemudian berikatan dengan protein pengikat retinol selular. Dan RBP
di lepaskan kembali kedalam darah.

Fungsi vitamin A:

1. Mempertahankan penglihtan normal pada keadaan cahaya kurang


2. Memperkuat diferensiasi sel epitel khusus, terutama sel penghasil mucus.
3. Meningkatkan imunitas terhadap infeksi, terutama pada anak dan
khususnya campak.
24

Selain itu, retinoid, betakaroten, dan beberapa karatenoid terkait tebukti berfungsi
sebagai zat fotoprotektif dan antioksidan.

Proses penglihatan melibatkan 4 bentuk pigmen yang mengandung vitamin A:


rodopsin pada sel batang, pigmen paling peka cahaya sehingga penting dalam
kadaan temaram, dan 3 iodopsin pada sel kerucut yang masing-masing responsif
terhadap warna tertentu pada cahaya terang.sintsis rodopsin dari retinol ,libatkan

1. Oksidasi menjadi all trans retinal


2. Isomerasi menjadi 11 cis retinal
3. Dan intraksi dengan protein sel batang, opsin, untuk membentuk rodopsin.

Apabila satu foton cahaya yang jatuh keretina beradaptasi gelap, rodopsin
yang mengalami serangkaiaan perubahan konfigurasi untuk akhirnya
menghasilkan all trans retinal dan opsin. Dalam proses tersebut terbentuk impuls
saraf (oleh perubahan potensial membran) yang disalurkan melalui neuron dari
retina ke otak. Sewaktu adaptasi gelap sebagian all trans retinal diubah kembali
menjadi 11 cis retinal, tetapi sebagian besar direduksi menjadi retinol dan hilang
di retina, yang menegaskan perlunya asupan retinol terus-menerus.

Vitamin A berperan penting dalam diferensiasi epitel pengahasil mukus.


Apabila terjadi diferensiasi maka epitel mengalami metapasia skuamosa dan
berdiferensiasi menjadi epitel berkeratin. Dalam sistem biakan sel, asam retinoat
(retinol jauh lebih lemah) mengendalikan ekspresi gen sejumlah reseptor sel dan
protein sekresi, termasuk reseptor untuk pertumbuhan.

Vitamin A berperan dalam resistensi pejamu terhadap infeksi. efek bermanfaat


vitamin A ini sebagian tampaknya berasal dari kemampuan merangsang sel imun,
mungkin melalui pembentukan suatu metabolit yang disebut 14-hidroksi retinol.
Selain itu selama infeksi, kesediaan vitamin A berkurang. Respon fase akut yang
menyertai banyak infkesi mengurangi pembentukan RBP dalam hati sehingga
kadar retinol dalam darah berkurang, yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan vitamin A dalam jaringan.
25

Keadaan defisiensi. Defisiensi vitamin A ditemukan diseluruh dunia baik


disebabkan oleh kekuranang gizi maupun sebagai defisiensi terkondisi pada orang
yang menderita kesulitan absorbsi lemak. Salah satu gejala dini pada defisiensi
vitamin A adala buta senja. Karena vitamin A dan retinoid berperan dalam
mempertahankan deferensiasi sel epitel, defisiensi yang berat mengakibatkan
perubahan pada mata. Secara kolektif kelainan mata disebut sebagi xeroflamia
(mata kering). Mula-mula terjadi kekeringan konjungtiva ( xerosis konjungtiva)
karena epitel penghasil mucus dan lakrimalitas normal diganti oleh epitel
berkeratin. Hal ini diikuti penumpukan depris keratin dalam plak-plak kecil
(bintik bitot) dan akhirnya erosi permukaan kornea yang kasar disertai perlunakan
dan destruksi kornea (keratomalasia) atau buta total.

Selain epitel mata, epitel yang melapisi saluran nafas atas dan saluran kemih
diganti oleh sel skuamos berkeratin (metaplasia skuamosa). Hilangnya sel epitel
mukosilia dalam saluran nafas mempermudah terjadinya infksi paru sekuneder,
dan deskuamasi debris keratin pada saluran kemih. Hiperplasia dan
hiperkratinisasi epidermis disertai penyumbatan duktus kelenjar adneksa dapat
menyebabkan dermatosis vitamin A.

Konsekunsi serius dari defisiensi vitamin A adalah defisieinsi imun.


Gangguan imunitas ini menyebabkan peningkatan angka kematia akibat infeksi
biasa seperti campak, pneumonia, dan diare infeksi.

Kelebihan vitamin A jangka pendek atau penjang dapat menimbulkan


toksisitas, akibat klinis dari hipervitaminosis A akut adalah nyeri kepala, muntah,
stupor, dan papildema yang mengisyaratkan tumor otak.

Sumber buku patologi robin kumar jilid 1 halam 330.

Metabolisme Vitamin A

Vitamin A dan β-karoten diserap dari usus halus dan sebagian besar
disimpan di dalam hati. Bentuk karoten dalam tumbuhan selain β, adalah α, γ-
karoten serta kriptosantin. Setelah dilepaskan dari bahan pangan dalam proses
26

pencernaan, senyawa tersebut diserap oleh usus halus dengan bantuan asam
empedu (pembentukan micelle).

Vitamin A dan karoten diserap oleh usus dari micelle secara difusi pasif,
kemudian digabungkan dengan kilomikron dan diserap melalui saluran limfatik,
kemudian bergabung dengan saluran darah dan ditransportasikan ke hati. Di hati,
vitamin A digabungkan dengan asam palmitat dan disimpan dalam bentuk retinil-
palmitat. Bila diperlukan oleh sel-sel tubuh, retinil palmitat diikat oleh protein
pengikat retinol (PPR) atau retinol-binding protein (RBP), yang disintesis dalam
hati. Selanjutnya ditransfer ke protein lain, yaitu “transthyretin” untuk diangkut ke
sel-sel jaringan.

Vitamin A yang tidak digunakan oleh sel-sel tubuh diikat oleh protein
pengikat retinol seluler (celluler retinol binding protein), sebagian diangkut ke
hati dan bergabung dengan asam empedu, yang selanjutnya diekskresikan ke usus
halus, kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui feses. Sebagian lagi diangkut ke
ginjal dan diekskresikan melalui urine dalam bentuk asam retinoat.

Karoten diserap oleh usus seperti halnya vitamin A, sebagian dikonversi


menjadi retinol dan metabolismenya seperti di atas. Sebagian kecil karoten
disimpan dalam jaringan adiposa dan yang tidak digunakan oleh tubuh
diekskresikan bersama asam empedu melalui feses.

Pada diet nabati, di lumen usus, oleh enzim β- karoten 15,15-


deoksigenase, β- karoten tersebut dipecah menjadi retinal (retinaldehid), yang
kemudian direduksi menjadi retinol oleh enzim retinaldehid reduktase. Pada
diet hewani, retinol ester dihidrolisis oleh esterase dari pankreas, selanjutnya
diabsorbsi dalam bentuk retinol, sehingga diperlukan garam empedu.

Proses di atas sangat terkontrol, sehingga tidak dimungkinkan produksi


vitamin A dari karoten secara berlebihan. Tidak seluruh karoten dapat dikonversi
menjadi vitamin A, sebagian diserap utuh dan masuk ke dalam sirkulasi, hal ini
akan digunakan tubuh sebagai antioksidan. Beberapa hal yang menyebabkan
karoten gagal dikonversi menjadi vitamin A, antara lain (1) penyerapan tidak
27

sempurna ; (2) konversi tidak 100%, salah satu sebab adalah diantara karoten
lolos ke saluran limfe, dan (3) pemecahan yang kurang efisien.

Defisiensi Vitamin A

Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin A, antara lain


rabun senja (night blindness)), katarak, infeksi saluran pernapasan, menurunnya
daya tahan tubuh, keratinisasi (sel epithel kering), kulit yang tidak sehat, bersisik
dan mengelupas.
Hipervitaminosis A
Terutama pada anak-anak, kelebihan vitamin A ditandai dengan
kemunculan gejala-gejala, antara lain hilangnya napsu makan, mual, berat badan
menurun, pusing, luka di sudut mulut, bibir pecah-pecah, rambut rontok dan nyeri
tulang.

Hubungan Seng dan Vitamin A


Kekurangan seng diduga mengganggu metabolisme vitamin A dalam beberapa
cara:
1. seng dibutuhkan untuk reaksi enzimatik pelepasan retinol dari bentuk
penyimpanannya di hati, yaitu palmitat retinyl. Defisiensi Zn
menyebabkan stok vitamin A di hati tak bisa dimobilisasi di bagian yang
membutuhkan karena vitamin A tersebut belum diaktivasi
2. seng dibutuhkan untuk enzim yang mengubah retinol menjadi retinal,
yakni enzim retinol dehidrogenase. Defisiensi enzim ini mengakibatkan
kerja enzim menurun dan terjadi defisiensi vitamin A.
3. seng dibutuhkan untuk mengangkut retinol melalui sirkulasi ke jaringan
(misalnya, retina) dan juga melindungi organisme terhadap potensi
toksisitas retinol. Sehingga defisiensi seng mengakibatkan meningkatnya
potensi toksisitas retinol yang mengganggu kestabilan sistem dalam tubuh.

o Vitamin A dan respons imun


28

Vitamin A dikenal sebagai vitamin antiinfeksi, defisiensi vitamin A dapat


menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Karotenoid mempunyai
fungsi imunoregulator limfosit T dan limfosit B, sel Natural Killer dan makrofag.
Vitamin A merupakan mikronutrien penting yang diperlukan untuk fungsi
kekebalan tubuh spesifik maupun nonspesifik. Defisiensi vitamin A dilaporkan
dapat menyebabkan gangguan kekebalan humoral serta selular. Efek antioksidan
karenoid ini secara tidak langsung dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh
dengan jalan menurunkan konsentrasi partikel bebas beserta produknya yang
bersifat imunosupresif.

Dengan pencegahan oksidasi leukosit, dapat menurunkan kadar


prostaglandin yang bersifat imunosupresif. Peningkatan asupan diet antioksidan
dapat menurunkan konsentrasi peroksidase lipid, konsentrasi prostaglandin yang
diproduksi oleh makrofag yang selanjutnya meningkatkan respons
hipersensitivitas tipe lambat dan proliferasi limfosit.

Vitamin A juga bersifat sebagai ajuvan dengan jalan merusak membran


lisosom yang dapat merangsang pembelahan sel pada saat antigen berada dalam
sel. Lisosom ini mempunyai peranan dalam memulai terjadinya pembelahan sel.
Kerusakan lisosom ini akan merangsang sistim imun. Pembelahan sel akibat
pemberian ajuvan terjadi hanya sebatas pada sel imunokompeten yang dirangsang
oleh ajuvan. Vitamin A berperan pada proses epitelisasi. Dengan peningkatan
proses ini, maka akan terjadi perbaikan fungsi pertahanan fisik nonspesifik
terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh.

Defisiensi vitamin A mengakibatkan berat kelenjar timus sedikit


berkurang, respons proliferasi limfosit terhadap mitogen menurun, produksi
antibodi spesifik dan proliferasi limfosit T invitro juga menurun serta peningkatan
aderen bakteri pada sel epitel saluran napas. Retina mengandung 2 jenis sel, yaitu
sel batang dan sel kerucut. Sel batang 30 kali lebih banyak daripada sel kerucut
(100 juta sel batang dibandingkan dengan 3 juta sel kerucut per mata). Sel kerucur
terutama ditemukan di bagian tengah retina di macula. Dari titik ini kearah luar,
29

konsentrasi sel kerucut menurun dan konsentrasi sel batang meningkat. Sel batang
paling banyak ditemukan di bagian perifer. Karena perbedaan penyerapan
berbagai panjang gelombang cahaya, sel kerucut menghasilkan penglihatan
warna, sedangkan sel batang hanya menghasilkan penglihatan rona abu-abu.

3. ZINK

Penyerapan Zn terjadi pada bagian atas usus halus. Dalam plasma, sekitar 30%
Zn berikatan dengan 2 alfa makroglobulin, sekitar 66% berikatan dengan albumin
dan sekitar 2% membentuk senyawa kompleks dengan histidin dan sistein.
Komplek Zn-albumin disebut ligan Zn makromolekul utama sedangkan ligan
mikromolekul adalah kompleks Zn-histidin dan Zn-sistein yang berfungsi untuk
menstransport Zn ke seluruh jaringan termasuk kehati, otak, dan sel-sel darah
merah (Hsu & Hsich, 1981).

Zinc diangkut oleh albumin dan transferin masuk kealiran darah dan dibawa
ke hati. Kelebihan Zn akan disimpan dalam hati dalam bentuk metalotionein,
sedangkan yang lainnya dibawa kepancreas dan jaringan tubuh lain. Didalam
pancreas, Zn digunakan untuk membuat enzim pencernaan, yang pada waktu
makan dikeluarkan kedalam saluran pencernaan. Dengan demikian saluran cerna
memiliki dua sumber Zn, yaitu dari makanan dan cairan pencernaan pancreas.

Absorbsi Zn diatur oleh metalotionein yang disintesis didalam sel dinding


saluran pencernaan. Bila konsumsi Zn tinggi, didalam sel dinding cerna akan
diubah menjadi metalotionein sebagai simpanan, sehingga absorbsi berkurang.
Metalotionein didalam hati mengikat Zn hingga dibutuhkan oleh tubuh.
Metalotionein diduga mempunyai peranan dalam mengatur kandungan Zn
didalam cairan intraseluler (Almatsir, 2001).

Metalotionein sangat kaya akan asam amino sistein dan dapat mengikat 9
gram atom logam untuk setiap protein. Protein ini sangat terikat erat dengan
mineral-mineral Zn. Beberapa penelitian membuktikan bahwa sintesis
thioneindirangsang oleh adanya mineral Zn ( Piliang, 2001). Metalotionein-III
(MT-III) merupakan bagian yang spesifik dari metalonein yang terdapat pada otak
30

yang mengikat Zn dan berfungsi sebagai simpanan (cadangan) Zn dalam otak.


Metalonein-III merupakan senyawa kompleks Zn yang kemungkinan berperan
dalam utilisasi Zn sebagai neuromodulator (Master, et. al., 1994).

Banyaknya Zn yang diserap berkisar antara 15-40%. Absorbsi Zn dipengaruhi


oleh status Zn dalam tubuh. Bila lebih banyak Zn yang dibutuhkan, lebih banyak
pula Zn yang diserap. Begitu pula jenis makanan mempengaruhi absorbsi. Serat
dan fitat menghambat ketersediaan biologik Zn, sebaliknya protein histidin,
metionin dan sistein dapat meningkatkan penyerapan. Tembaga dalam jumlah
melebihi kebutuhan faal menghambat penyerapan Zn. Nilai albumin dalam
plasma merupakan penentu utama penyerapan Zn. Albumin merupakan alat
transpor utama Zn. Penyerapan Zn menurun bila nilai albumin darah menurun,
misalnya dalam keadaan gizi kurang atau kehamilan. Sebagian Zn menggunakan
alat transpor transferin, yang juga merupakan alat transportasi besi. Bila
perbandingan antara besi dan Zn lebih dari 2 :1, transferin yang tersedia untuk Zn
berkurang, sehingga menghambat Zn. Sebaliknya, dosis tinggi Zn menghambat
penyerapan besi (Almatsier, 2001).

Zinc diekskresikan melalui feses. Disamping itu Zn dikeluarkan melalui urine


dan keringat serta jaringan tubuh yang dibuang, seperti kulit, sel dinding usus,
cairan haid dan mani (Almatsier, 2001). Jumlah Zn yang dibuang melalui urine
berkisar antara 0.3-0.7 mg sedangkan melalui keringat antara 1 sampai 3 mg
(Guthrie, 1983).

Fungsi Zinc (Zn)

Zinc terlibat dalam sejumlah besar metabolisme dalam tubuh. Sebagai


contoh, Zn terlibat dalam keseimbangan asam basa, metabolisme asam amino,
sintesa protein, sintesa asam nukleat, ketersediaan folat, penglihatan, system
kekebalan tubuh, reproduksi, perkembangan dan berfungsinya system saraf. Lebih
dari 200 enzim bergantung pada Zn, termasuk didalamnya carbonic anhydrase,
alcohol dehidrogenase, alkaline phosphatase, RNA polymerase, DNA polymerase,
31

nukleosida phosphorilase, protein kinase, seperoksida dismutase dan peroylpoly


glutamat hydrolase (Guthrie, 1983).

Enzim superperoksida dismutase didalam sitosol semua sel, berperan


dalam memunahkan anion superoksida yang merusak. Sebagai bagian dari enzim
dehidrogenase, Zn berperan dalam detosifikasi alcohol dan metabolisme vitamin
A. Retinol dehidrogenase didalam retina yang mengandung Zn berperan dalam
metabolism pigmen visual yang mengandung vitamin A. Disamping itu Zn
diperlukan untuk sintesis alat angkut vitamin A protein sebagai pengikat retinal
didalam hati. Zn tampaknya juga berperan dalam metabolisme tulang, transpor
oksigen dan pemunahan radikal bebas pembentukan struktur dan fungsi membran
serta proses pengumpalan darah (Almatsier, 2001). Penelitian lain menunjukkan
bahwa Zn juga berperan dalam perkembangan neurocognitive dan produk
neurosecretori atau kofaktor dalam system saraf pusat (Hambidge, 1997;
Fredickson, 2000).

Zinc atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan seng atau dalam
bahasa kimianya dilambangkan dengan Zn, sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk
membantu pertumbuhan dan meningkatkan imunitas tubuh.

Ratusan enzim dalam tubuh bisa bekerja hanya jika tercukupinya


kebutuhan Zinc dalam tubuh kita. Bersama-sama dengan zat besi (Fe), Zinc
bertugas untuk membangun jaringan tubuh. Dan telah diteliti bahwa kecepatan
penyembuhan luka lebih tinggi pada pasien yang tercukupi kebutuhan zinc-nya.
Luka setelah operasi, sunat/khitan, luka bakar dan sebagainya, akan lebih cepat
sembuh jika kita cukup mengkonsumsi zinc.

Zinc juga diperlukan untuk system pertahanan tubuh, membantu indera


perasa dan penciuman, dan diperlukan untuk sintesis DNA.

Defesisensi ZINC

Defisiensi Zn diklasifikasikan menjadi buruk, moderat dan marginal.


Defesiensi Zn yang buruk disebabkan karena adanya gangguan penyerapan dalam
32

tubuh yang ditandai dengan gejala dermatitis dan anorexia. Defesiensi Zn moderat
ditandai dengan adanya penurunan Zn plasma, retardasi pertumbuhan dan
penurunan tingkat imunitas. Defisiensi Zn marginal/ringan merupakan batas
bawah dimana gejala defisiensi seng terjadi bila berkaitan dengan stressor lain
(misalnya fase pertumbuhan cepat) (Golub, et.al.,1995).Selanjutnya Penland
(2000) menyatakan bahwa stress yang ditimbulkan karena defesiensi Zn sebagai
manisfestasi dari fungsi neuropsikologi yang tidak baik.

Defisiensi Zn dapat terjadi pada saat kurang gizi dan makanan yang
dikonsumsi berkualitas rendah atau mempunyai tingkat ketersediaan Zn yang
terbatas. Defisiensi Zn pada bayi dan anak-anak berhubungan dengan pola
pemberian makan, gangguanpenyerapan, genetic, enterohepatika acrodermatitis
(Golub, et.al.,1995). Defisiensi Zn dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-
anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Tanda-tanda kekurangan Zn adalah
gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual. Fungsi pencernaan terganggu,
karena gangguan fungsi pancreas, gangguan pembentukan khilomikron dan
kerusakan permukaan saluran cerna. Disamping itu dapat juga terjadi diare dan
gangguan fungsi kekebalan. Kekurangan Zn kronis mengganggu system pusat
syaraf dan fungsi otak. Kekurangan Zn juga dapat mengganggu fungsi kelenjar
tiroid dan laju metabolisme, gangguan nafsu makan, penurunan ketajaman indra
rasa serta memperlambat penyembuhan luka (Almatsier, 2001).

Studi pada manusia menunjukkan bahwa ibu hamil dengan kadar Zn yang rendah
dalam darah dapat menyebabkan bayi lahir premature, persalinan abnormal,
pendarahan waktu melahirkan dan partus lama. Penelitian lain membuktikan
bahwa keterlibatan Zn dalam pembentukan dan penggunaan enzim-enzim yang
berkaitan dengan perbanyakan sel otak. Selanjutnya dikatakan bahwa
konsekwensi defesiensi Zn ditandai dengan menurunnya produksi dan aktivitas
hormon thymic (King & Keen, 1999).

Bentley, et.al., (1997) menemukan bahwa bayi usia 6 sampai 9 bulan yang
diberi suplemen Zn 10 mg/hari mengalami peningkatan aktivitas disbandingkan
33

dengan control (tanpa suplementasi). Hal yang sama juga terjadi pada penelitian
Sazawal (1996) dalam Penland (2000) menemukan peningkatan aktivitas pada
bayi usia 6 bulan yang diberi suplementasi Zn. Selanjutnya Penland (1991) dalam
Penland (2000) menemukan kemampuan kognitif dan fsikomotorik yang kurang
baik pada laki-laki yang diberi Zn 1, 2, 3, atau 4 mg/hari dibandingkan pada
waktu mereka diberi diet yang mengandung Zn 10 mg/hari. Collip et.al., (1982)
menemukan bahwa pada anak yang menderita defisiensi Zn terbukti hormon
pertumbuhannya juga rendah, dan perbaikan kadar seng serum dapat
meningkatkan kadar hormon pertumbuhan, sehingga pertumbuhan anak menjadi
lebih cepat.

4. AIR TADAH HUJAN

Air tadah hujan adalah air hujan yang dimasukkan dalam suatu wadah yang
nantinya akan digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Air ini didapat
dengan melewati sistem penyulingan secara alami yang terkait dengan siklus air
dalam daur biogeokimia.
Pemanfaatan air hujan untuk air minum dan air bersih untuk kebutuhan sehari hari
adalah hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Apalagi di daerah pedalaman
dan daerah yang belum dijangkau oleh jalur pipa distribusi PDAM.

Kandungan Air Tadah Hujan


Pemanfaatan air hujan untuk air bersih untuk keperluan Mandi, Cuci dan
Kakus (MCK) sebenarnya tidak ada masalah, hanya yang perlu diperhatikan
adalah penggunaan air hujan untuk air minum, karena kandungan rata rata air
hujan di Indonesia :
 Mineral rendah
 Kesadahan rendah
 pH rendah ( antara 3,0 s/d 6,0 )
 Kandungan Organik tinggi ( > 10 )
 Zat besi tinggi ( > 0,3 )
 Tidak mengandung Zn2+ dan K+
 Mengandung ion-ion berupa H+, Cl-, PO43-, dan Br-
Penggunaan air hujan untuk air minum dalam jangka panjang dikhawatirkan
akan menyebabkan rapuhnya tulang dan gigi. Ini terkait dengan rendahnya tingkat
kesadahan air tadah hujan. Sebagaimana diketahui, air sadah adalah air yang
mengandung ion Ca2+ (kalsium) yang penting dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan tulang maupun gigi.
34

5. PARASETAMOL

Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen


(parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama
dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus
amonienzen. asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan nama parasetamol,
dan tersedia sebagai obat bebas.

farmakodinamik : efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau


mengurangi nyeri ringan sampai sedang, menurunkan suhu
tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral. efek anti-inflamasi sangat lemah, oleh karena itu
parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. parasetamol
merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. efek iritasi
dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini,
demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam
basa.

farmakokinetik : parasetamol diabsorbsi dengan cepat dan sempurna melalui


saluran cerna. konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam
waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. obat ini
tersebar dalam tubuh, sebesar 25% parasetamol (dalam plasma).
sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam
glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat.
parasetamol ini mengalami hidroksilasi dengan hasil
metabolitnya dapat menimbulkan methemoglobinemia dan
hemolisis eritrosit. parasetamol dieksresikan melalui ginjal,.
sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar
dalam bentuk terkonjugasi.

indikasi : di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan


antipiretik, telah mengantikan penggunaan salisilat. sebagai
35

analgesik lainnya, parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu


lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati analgesik. jika
dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar
tidak menolong. karena hampir tidak mengiritasi lambung,
parasetomal sering dikombinasi dengan AINS untuk efek
analgesik.

efek samping : reaksi alergi terhadap derivat para-aminofenol jarang terjadi.


manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih
berat berupa demam dan lesi pada mukosa. fenasetin dapat
menyebabkan anemia hemolitik terutama pada pemakaian kronik.
Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme
autoimun, defisiensi enzim G6PD, dan adanya metabolit yang
abnormal.

Dosis : Nyeri akut dan demam bisa diatasi dengan 325-500 mg empat
kali sehari dan secara proposional dikurangi untuk anak-anak.
Keadaan tunak (steady state) dicapai dalam sehari (Katzung,
1989). Untuk nyeri dan demam oral 2-3 sehari 0,5-1 g,
maksimum 4 g / hari, pada penggunaan kronis maksimum 2,5
g/hari. Anak-anak 4-6 tiap hari 10 mg / kg, yakni rata-rata usia 3-
1 bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180 mg, 7-12
tahun 240-360 mg, 3-6 kali sehari. Rektal 20 mg / kg setiap kali,
dewasa 4 tiap hari 0,5-1 g, anak-anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120
mg, 1-4 tahun 2-3 sehari 240 mg, 4-6 tahun 4 sehari 240 mg, dan
7-12 tahun 2-3 tiap hari 0,5 g

toksisitas : akibat dosis toksis yang paling serius ialah nekrosis hati.
nekrosis tubuli renalis serta koma hipoglikemi dapat juga terjadi.
hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15
gram (200-250 mg/kgBB) parasetamol.
36

- gejala pada hari pertama keracunan akut parasetamol belum


mencerminkan bahaya yang mengancam. Anoreksia, mual dan
muntah serta sakid perut terjadi dalam 24 jam pertama dan
dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. masa paruh
lebih dari 4 jam merupakan petunjuk akan terjadinya nekrosis
hati dam masa paruh leih dari 12 jam meramalkan akan
terjadinya koma hepatik.
- gangguan hepar dapat terjadi pada hari kedua, dengan gejala
peningkatan aktivitass serum transaminase, laktat
dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa
protrombin. aktivitasa alkali fosfatasem dan kadar albumin
serum tetap normal. kerusakan hati dapat mengakibatkan
ensefalopi, koma dan kematian. kerusakan hati yang tidak
berat pulih dalam beberapa minggu atau bulan. pada kerusakan
hati dapat disebabkan oleh parasetamol, tetapi juga oleh
radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif yang berikatan
secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati. Karena itu
hepatotoksisitas parasetamol meningkat pada pasien yang juga
mendapat barbiturat, antikonvulsi lain atau pada alkohol yang
kronis. kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrilobularis.
keracunan akut ini biasanya diobati secara simtomatik dan
suportif, tetapi pemberian senyawa sulfhidril tampaknya
bermanfaat, yaitu dengan memperbaiki cadangan glutation
hati. N-asetilsistein cukup efektif bila diberikan per oral 24 jam
setelah minum dosis toksik parasetamol.

6. KONTRIMOKSAZOL

Trimpetropin dan sulfametoksazol menghambat reaksi obligat pada dua tahap


yang berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat ini memberikan
efek sinergik, kombinasi ini lebih dikenal sebagai Kortimoksazol.
37

farmakokinetik : rasio kadar sulfametoksazol dan trimeptoprim dalam darah yang


ingin dicapai dalam darah ialah sekitar 20 : 1. karena sifatnya
lipofilik, trimeptoprim mempunyai volume distribusi yang lebih
besar daripada sulfametoksazol. trimeptoprim cepat
didistribusikan kedalam jaringan dan kira-kira 40% terikat pada
protein plasma dengan adanya sulfametoksazol. volume
didistribusi trimeptoprim hampir 9 kali lebih besar daripada
sulfametoksazol. 65% sulfametoksazol terikat pada protein
plasma. 60% trimeptoprim dan 25-50% sulfametoksazol
dieksresikan melalui urin dalam 24 jam setelah pemberian.

mekanisme kerja : aktivitas antibakteri kortimoksazol berdasarkan atas kerjanya


pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk
membentuk asam tetrahidrofolat. sulfonamid menghambat
masuknya molekul PABA kedalam molekul asam folat dan
trimetropim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. tetrahidrofolat penting
untuk pemindahan satu atom C, seperti pembentukan basa purin
dan beberapa asam amino.

untuk perlu mendapatkan efek sinergik diperlukan perbandingan


kadar yang optimal dari kedua obat. untuk rasio kadar
sulfametoksazol : trimetoprim yang optimal ialah 20 : 1.

resistensi bakteri : frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol lebih


rendah daripada terhadap masing-masing obat, karena mikroba
yang resistensi terhadap salah satu komponen masih peka
terhadap komponen lainnya. resistensi mikroba terhadap
trimeptoprim dapat juga terjadi karena mutasi. resistensi yang
terjadi pada bakteri gram- negatif disebabkan oleh adanya
plasmid yang membawa sifat menghambat kerja obat terhadap
enzim dihidrofolat reduktase. resistensi S.aureus terhadap
38

trimetoprim ditentukan oleh gen kromosom, bukan oleh


plasmid. resistensi terhadap E.coli dan S.aureus terhadap
kortimoksazol meningkat pada pasien yang diberi pengobatan
dengan sediaan kombinasi tersebut.

Sediaan : Antimikroba kombinasi Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk


tablet oral, mengandung 400 mg Sulfametoksazol dan 80 mg
Trimetropim. Untuk anak tersedia juga bentuk suspensi oral yang
mengandung 100 mg Sulfametoksazol dan 20 mg Trimetropim.
Untuk pemberian intravena tersedia sediaan infus yang
mengandung 400 mg Sulfametoksazol dan 80 mg Trimetropim
per 5 ml.

Penggunaan klinik :

a. Infeksi saluran kemih

Infeksi ringan saluran kemih bagian bawah. Sediaan kombinasi antimikroba


Kotrimoksazol efektif untuk infeksi kronik dan berulang saluran kemih.

b. Infeksi saluran nafas

Antimikroba kombinasi Kotrimoksazol efektif untuk pengobatan otitis


media akut pada anak dan sinusitis maksilaris akut pada orang dewasa
yang disebabkan strain H. influenzae dan Str. pneumoniae yang masih
sensitif.

c. Infeksi saluran cerna

Sediaan antimikroba kombinasi Kotrimoksazol ini berguna untuk


pengobatan Shigellosis karena beberapa strain mikroba penyebabnya telah
resisten terhadap Smpisilin. Namun akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya
39

resistensi mikroba terhadap Sulfametoksazol. Obat ini juga efektif untuk


demam Tifoid dan carrier S. typhi dan Salmonella spesies lain.

d. Infeksi oleh Pneumocystis carini

Dengan dosis tinggi efektif untuk infeksi yang berat oleh Pneumocystis
carini pada penderita AIDS. Dengan dosis rendah pada penderita
Neutropeni.

e. Infeksi genitalia

Digunakan untuk pengobatan Chancroid.

f. Infeksi lainnya

Infeksi oleh jamur Norkadia, untuk pengobatan Bruselosis. Juga untuk


infeksi berat pada anak.

Farmakokinetika

Farmakokinetika dapat diartikan sebagai nasib obat didalam tubuh atau hal-hal
yang dialami obat hingga mencapai cairan plasma. Interaksi secara
farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi,
biotransformasi/metabolisme, atau ekskresi obat lain. Secara fisiologi interaksi
terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah
dari tempat aksinya. Farmakokinetika mempelajari kinetika absorpsi obat,
distribusi, dan eliminasi (yakni eksresi dan metabolisme).

Proses perjalanan obat yang terjadi di dalam tubuh meliputi :

1. Absorbsi, merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian


sampai ke system sistemik. Banyak factor yang mempengaruhi absorbsi,
salah satunya yaitu kecepatan pengosongan lambung. Obat yang
absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan maka dosisnya tidak perlu
40

diubah, tetapi obat yang absorbsinya dipengaruhi oleh makanan maka


dalam penggunaannya digunakan sebelum makan atau dapat digunakan
setelah makan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses absorpsi yaitu :
1. Kelarutan obat
2. Kemampuan obat difusi melintasi membran
3. Kadar obat
4. Sirkulasi darah pada tempat absorpsi
5. Luas permukaan kontak obat
6. Bentuk sediaan obat
7. Rute penggunaan obat.

1. Distribusi, merupakan perpindahan obat dari saluran sistemik ke tempat


aksinya. Apabila suatu obat memilki waktu paruh yang lama, maka
kecepatan distribusi obat semakin cepat dan akan semakin cepat terjadi
akumulasi (terjadinya efek toksik). Untuk mengatasi hal tersebut, maka
dosis dan cara pemakaiannya harus dikurangi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi prses distribusi, yaitu :
1. Perfusi darah melalui jaringan
2. Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makro molekul
3. Partisi ke dalam lemak
4. Transport aktif
5. Sawar, seperti sawar darah otak dan sawar plasenta, sawar darah
cairan cerebrospinal
6. Ikatan obat dan protein plasma.
2. Metabolisme, merupakan proses perubahan obat menjadi metabolitnya
(aktif dan non aktif). Semakin besar dosis suatu obat, maka kemungkinan
metabolit aktif semakin banyak, maka respon yang dihasilkan juga akan
semakin besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses metabolisme :
1. Metabolisme prasistemik, yang sangat berpengaruh pada
ketersediaan hayati obat.
41

2. Bentuk stereoisomer, obat yang mempunyai bentuk isomer


mengalami rute dan kecepatan metabolisme obat di antara bentuk-
bentuk isomernya.
3. Dosis
4. Umur
5. Inhibisi dan induksi metabolisme, adanya interaksi bersaing dua
substrat untuk enzim menimbulkan hambatan enzim
6. kadar relatif dari dua macam substrat dan afinitasnya pada letak
aktifnya.
3. Ekskresi, berkaitan dengan eliminasi. Dimana semakin cepat eliminasi
suatu obat, maka durasinya juga semakin cepat. Untuk mengatasinya maka
frekuensi penggunaan obat perlu ditingkatkan agar tetap masuk dalam
jendela terapi.

7. DEMAM

Pengertian Demam
Demam atau febris adalah suatu keadaan yang ditandai peningkatan suhu
badan suhu badan melebihi 370C yang disebabkan oleh penyakit atau peradangan.
Demam merupakan respon fisiologis dimana suhu tubuh meningkat akibat
pengaturan tulang pada set point di hipotalamus.

Etiologi Demam
Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5o-37,2oC. Suhu subnormal di
bawah 36oC. Demam diartikan suhu tubuh diatas 37,2oC. Istilah lain yakni
hiperpireksia adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41,2oC
atau lebih, sedangkan hipotermia adalah keadaan suhu tubuh di bawah 35oC.
Dalam keadaan biasa perbedaan suhu ini berkisar sekitar 0,5oC, suhu rektal lebih
tinggi daripada suhu oral.
Pada anak-anak, demam yang terjadi dapat dibedakan menjadi 3 jenis:
42

1. Demam karena infeksi yang suhunya bisa mencapai lebih dari


38°C. Penyebabnya beragam, yakni infeksi virus (seperti flu,
cacar, campak, SARS, flu burung, demam berdarah, dan lain-
lain) dan bakteri (tifus, radang tenggorokan, dan lain-lain).
2. Demam noninfeksi, seperti kanker, tumor, atau adanya penyakit
autoimun seseorang (rematik, lupus, dan lain-lain).
3. Demam fisiologis, seperti kekurangan cairan (dehidrasi), suhu
udara yang terlalu panas, dan lain-lain.
Dari ketiga jenis demam tersebut hanya demam yang disebabkan oleh
infeksi dan noninfeksi sajalah yang memerlukan obat penurun panas. Untuk
mempercepat proses penurunan panasnya, selain ramuan tradisional yang
diminum, dapat juga diberikan baluran atau kompres untuk membantu.

Patofisiologi Demam

Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki


suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya
MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan
memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag,
dan limfosit untuk memakannya (fagositosit).
Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan
mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
(khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang
keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk
mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat
keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang
dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).
Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX).
Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat
hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik
43

patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini
dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang
dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya
proses mengigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas
tubuh yang lebih banyak.
Mekanisme lebih rinci mengenai proses demam akan menspesifikkan pada
substansi yang terkandung dalam pirogen endogen, yakni IL-1, IL-6 dan TNF.
Tiga senyawa tersebut merupakan mediator-mediator penting dari reaksi ini yang
dihasilkan oleh leukosit dan jenis sel lain dalam respon terhadap organisme
infeksi atau reaksi-reaksi imunologis dan toksik dan dilepaskan dalam sirkulasi.
IL-1 dan IL-6 mempunyai efek yang sama dalam menghasilkan reaksi fase
akut, keduanya menghasilkan demam melalui interaksi dengan reseptor-reseptor
vaskuler dalam pusat termoregulator dari hipotalamus dengan aksi langsung dari
sitokin atau lebih cenderung melalui induksi produksi prostaglandin lokal (PGE).
Informasi ini kemudian ditransmisi dari hipotalamus anterior ke posterior ke
pusat vasomotor, menyebabkan stimulasi saraf simpatis, vasokonstriksi
pembuluh-pembuluh kulit, mengurangi perspirasi dan timbul panas demam.

8. DIARE

Etiologi Diare
disebabkan oleh banyak penyebab antara lain : (1) infeksi (bakteri, parasit, virus),
(2) keracunan makanan, (3) efek obat-obat dan lain-lain. Menurut WHO, etiologi
44

diare akut dapat dibagi atas empat penyebab: bakteri, virus, parasit, dan non
infeksi.

Patofisiologi Diare
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut :
1. Osmolaritas intraluminal yang tinggi, disebut diare osmotik, 2. Sekresi cairan
dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik, 3. Malabsorbsi asam empedu,
malabsorbsi lemak, 4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di
enterosit, 5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal, 6. Gangguan permeabilitas
usus, 7. Inflamasi dinding usus, diare inflamatorik, 8. Infeksi dinding usus, diare
infeksi.

Mekanisme terjadinya diare dapat dibedakan dalam beberapa tipe (Lewis


et al, 1992) :

1. Perubahan motilitas usus

Perubahan motilitas usus dapat terjadi sebagai akibat adanya radang usus,
sehingga usus (terutama usus besar) tidak mampu menahan laju isi usus dan
terjadi diare.

2. Sekresi aktif

Sekresi aktif dapat disebabkan karena kerusakan usus atau karena penyakit
sistemik seperti congestive heart failure ataupun hepatic congestion. Kedua
penyakit tersebut menyebabkan peningkatan tekanan hidrolik pada vena
mesenterica sehingga mendorong keluarnya cairan ke lumen usus.

3. Sekresi pasif / peningkatan osmolalitas

Peningkatan osmolalitas dapat disebabkan oleh maldigesti akibat kekurangan


enzim pancreatik, garam empedu ataupun enzim disakaridase. Kekurangan enzim-
enzim tersebut akan menyebabkan karbohidrat, lemak, protein tidak terabsorbsi
45

dengan baik. Pakan yang tidak terabsorbsi tersebut akan diubah menjadi asam
laktat dan asam lemak volatil oleh bakteri di kolon. Ini akan menyebabkan
penurunan pH (asam) dan peningkatan osmolalitas, yang akhirnya menimbulkan
watery diare.

4. Peningkatan permeabilitas (exudatif)

Peningkatan permeabilitas dapat disebabkan karena adanya toxin bakteri yang


menyerang sel epitel gastrointestinal. Rusaknya epitel akan menyebabkan aktivasi
enzim adenylcyclase yang akan mengkatalis perubahan ATP menjadi cyclic AMP.
Cyclic AMP ini akan meningkatkan permeabilitas sel.

Transimisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya ditraktus


respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) tang membawa
virus tersebut masuk ke dalam saluran nafas. Pada dosisi infeksius 10
virus/droplet 50% orang-orang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus
akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus. Setelah virus berhasil
menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi.
Partikel-partikel virus baru ini kemudian menggabungkan diri dekat permukaan
sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain. Virus
influenza dapat mengakibatkan demam tapi tidak sehebat efek pirogen lipopoli-
sakarida kuman Gram negatif (Nelwan, 2006).

Hubungan Vitamin A dan Diare


Beberapa literatur menyebutkan diare menyebabkan penyerapan vitamin A
terhambat sehingga mengakibatkan defisiensi. Hal tersebut tidak dibenarkan
karena berdasarkan belasan literatur lainnya, proses fisiologis yang terjadi di
dalam usus besar hanyalah absorpsi air dan elektrolit.Vitamin, yang merupakan
senyawa organik mengalami tahap absorpsi ketika berada di usus halus, bersama
dengan absorpsi substansi organik lainnya. Oleh karena itu, disimpulkan diare
tidak dapat menyebabkan defisiensi vitamin A

9. INFLUENZA
46

Pengenalan Virus Influenza


Virus influenza digolongkan dalam kelompok virus RNA (Ribose Nucleic
Acid) dan dibagi atas tiga tipe, yaitu A, B, dan C. Virus dengan tipe A dan B bisa
menyebabkan epidemik, khususnya saat musim salju di negara dengan empat
musim.

Patogenesis Influenza
Virus influenza masuk ke dalam saluran napas melalui droplet, kemudian
menempel dan menembus sel epitel saluran napas di trakea dan bronkus. Infeksi
dapat terjadi bila virus menembus lapisan mukosa non-spesifik saluran napas dan
terhindar dari inhibitor non-spesifik serta antibodi lokal yang spesifik. Daerah
yang diserang adalah sel epitel silindris bersilia.
Selanjutnya terjadi edema lokal dan infiltrasi oleh sel limfosit, histiosit, sel
plasma dan polimorfonuklear. Nekrosis sel epitel ini terjadi pada hari pertama
setelah gejala timbul. Perbaikan epitel dimulai pada hari ke-3 dan ke-5 dengan
terlihatnya mitosis sel pada lapisan basal. Respons pseudometaplastik dari
epitelium yang undifferentiated timbul. Puncaknya dicapai pada hari ke–9 sampai
ke-15 setelah awitan penyakit. Setelah 15 hari, tampak produksi mukus dan silia
kembali seperti sediakala.
Adanya infeksi sekunder menyebabkan reaksi infiltrasi sel radang lebih
luas dan kerusakan pada lapisan sel basal dan membrana basalis lebih hebat, yang
akan mengakibatkan terhambatnya regenerasi sel epitel bersilia. Kemudian virus
bereplikasi di dalam sel pejamu yang menyebabkan kerusakan sel pejamu.
Viremia tidak terjadi. Virus terlindung di dalam sekret dari saluran napas selama
5-10 hari.

KESIMPULAN :

Berdasarkan sintesis dan analisis yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan


bahwa Udin mengalami berbagai gejala dan penyakit dikarenakan defisiensi
asupan seng. Adapun rendahnya kadar seng ini disebabkan oleh konsumsi air
47

tadah. Seng, yang merupakan mikronutrien penting dalam tubuh terlibat aktif
dalam proses enzimatik yang berhubungan dengan berbagai senyawa, salah
satunya adalah vitamin A. Inilah yang menyebabkan Udin mengalami rabun senja.
Selain itu, seng dan vitamin A terlibat dalam proses imunitas yang mengakibatkan
mudahnya terjangkit penyakit seperti demam, influenza dan diare karena
defisiensi seng dan vitamin A.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. ed : Hartanto,


Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price, Sylvia A., dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Kee, Joyce LeFever. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak 1. Jakarta : Info Medika Jakarta.
48

Mardjono, Mahar. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI.

Sudoyo, Aru dkk.2009. Ilmu Penyakit Dalam jilid I.Jakarta: Interna Publishing

Buku Farmakologi dan Terapi, edisi 5, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia 2007.

Buku Patologi Robin Kumar jilid 1 halaman 330.

You might also like