You are on page 1of 1

Membentuk Kaum Assalamu’alaikum

Setiap pribadi muslim mesti memperteguh iktikad bahwa masing-masing sudah


ditakdirkan untuk menjadi umat yang menyelamatkan, atau Kaum Assalammu’alaikum. Pasti
tidak sia-sia dan tidak tanpa makna Sunnah Muhammad Rasullah – yang selalu menafsir-
terjemahkan Al-Qur’an ke dalam gerak-hidup kerasulannya itu – yang telah mengajarkan doa
selamat kepada kita berbentuk ucapan Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh itu. Itulah
isyarat bahwa wajib hukumnya setiap pribadi muslim menyelamatkan pribadi muslim yang
lain, dan yang karena itu sekaligus pribadi tersebut mendapat haknya untuk diselamatkan!
Itulah lingkaran saling melayani untuk saling menyelamatkan, dan bukan lingkaran saling
menguasai untuk saling menjerumuskan!
Jadi secara sosial, setelah setiap orang menjadi pribadi muslim yang tercerahkan, maka
bertebaranlah di muka bumi untuk tidak merusak dan membuat bencana, tapi untuk hanya
beramal-saleh menebarkan Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh yang dengannya
akan sekaligus menuai Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Jikalau cara “bercocok-
tanam” semacam ini di setiap tempat, di setiap saat, tumbuh subur di antara sesama kaum, dan
antara kaum yang satu dengan kaum yang lain, lalu semuanya menyatupadu menjadi umat
Muhammad yang sungguh-sungguh berparadigma tauhid Laa ilaaha illa Allah, maka itu
maknanya kita membentengi diri, dari segala ekspansi paradigma-paradigma lain –
materialistik, sekularistik, dan hedonistik, serta tarekat fulusiyah – itu!
Semua ini tentu saja hanya mungkin dijalankan melalui proses pendidikan yang
panjang, yang utuh padu dalam setiap helaan nafas kehidupan kita. Melalui pendidikan,
sesungguhnya kita dapat berperan penuh membentuk diri menjadi manusia yang mempunyai
harkat dan martabat manusia sebenarnya. Manusia sesungguhnya adalah pusat hubungan di
tengah alam dan dapat memberi warna kehidupan sekelilingnya, karena dialah khalifah Allah
di muka bumi Allah ini. Dengan proses pendidikan dan latihan yang benar, manusia dapat
menjadi makhluk kreatif-arif, asal mau mengikuti ajaran hidayah yang diajarkan oleh Allah
Maha Pencipta yang sekaligus Allah Maha Pemberi Petunjuk. Ya, sebagaimana dipesankan oleh
Rasulullah SAW, di dalam sebuah hadist qudsi, “Aku (yakni Allah ‘Azza Jalla) telah
menjadikan kamu (manusia) untuk-Ku (untuk mengabdi kepada-Ku), dan Aku telah pula
menjadikan seluruh alam itu (baik yang sudah dicerna oleh ilmu pengetahuan, maupun yang
tengah/akan diteliti, dalam proses eksperimental masa datang), untukmu (manusia). (Al
Hadist Qudsi, Shahih).
Maka teranglah sudah bahwa alam dicipta untuk manusia. Diciptakan, untuk
dimanfaatkan secara kreatif-arif oleh dan bagi kepentingan manusia yang hidup di dalam alam
ini jua adanya, pada setiap kondisinya masing-masing, dan pada sepanjang masa yang
mungkin, sesampai-sampainya ke masa di mana seluruh alam ini “dilipat-kembali” oleh Allah
Maha Pencipta. Maka kreatif-arif-lah sebelum masa itu tiba. Kreatif-arif itu terkait erat dengan
apa-bagaimananya manusia secara kreatif memanfaatkan segala sesuatu bertepat-manfaat
menurut ruang-waktu-kemungkinannya dari seluruh sumber daya insani maupun sumber
daya alami – yang sekaligus bersamaan dengan itu mesti arif akan batas-batas segala sesuatu.
Malah manusia mesti berani pula mengatakan “cukup” atau “enough”, atau malah “stop”, agar
tak merusak dan membangun bencana. Berteguh hatilah di sini. Teguh hati, atau istiqamah itu,
adalah satu dari hukmah puasa Ramadhan yang nyata dapat diraih. Kini dan sekarang juga.
Insyaallah.

You might also like