You are on page 1of 2

Surau Kita di Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah bulan pendidikan atau syahrul tarbiyyah. Pendidikan yang dimaksud
tentulah pendidikan bersifat menyeluruh, padu, yang tak terpisahkan dari kehidupan itu
sendiri. Itulah, pendidikan yang tak hanya terkait dengan ilmu sebagai sekedar pengetahuan,
tetapi “ilmu yang hidup” berjalin-berkelindan menjadi amal perbuatan dalam samudera
kehidupan. Pendidikan yang hasil-akhirnya bukanlah hanya ijazah ataupun gelar, atau yang
sejenis dengan itu. Juga bukan hal-hal buruk seperti niat-ucap-tindak yang memperagakan rasa
sombong-ujub-riya atau rasa iri-dengki bin dendam serta sejenis penyakit-penyakit hati lainnya
yang sesat dan menyesatkan sedemikian rupa mengembangkan diri menjadi tumpukan aneka-
ragam penyakit masyarakat tersebut. Tidak, tidak itu hasil-akhir ataupun hasil-antara yang
diharapkan dari seluruh proses pendidikan yang sesungguhnya!
Pendidikan yang kita maksud tentulah pendidikan yang lebih dihayat-alami sebagai
proses tiada henti. Pendidikan yang berlangsung lebih dini, yaitu bermula sejak dari dalam
“kandungan-bunda yang terselamatkan” sampai ke dalam “kandungan-kuburan yang moga-
moga juga terselamatkan”.
Ramadhan adalah saat-saat tepat buat meningkat-khusyukkan proses pendidikan ilmu
dan amal para hamba Allah untuk sungguh-sungguh menjadi hamba Allah yang memang
memperhambakan diri hanya kepada Allah. Ya, pendidikan yang ke dalam diri anak-didiknya
ditanamkan – dengan penuh rasa kasih-sayang, cerdas dan arif – bahwa memang “mengaji itu
mesti dari alif, dan membilang itu mesti dari esa”. Pendidikan yang akhirnya menumbuhkan
keyakinan seyakin-yakinnya bahwa “tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasulullah
utusan Allah”. Ya, pendidikan yang sekaligus mengajarkan kepada para hamba Allah itu
bagaimana menjadi khalifah Allah yang tak merusak diri sendiri atau sesama manusia, juga tak
bikin bencana di alam-semesta ini. Pendidikan yang berani “berkata ya, kepada yang makruf,
dan berkata tidak, kepada yang mungkar”. Begitulah pendidikan berasaskan paradigma tauhid
Laa ilaaha illa Allah sesuai dengan yang tersurat-tersirat-tersuruk dalam firman-firman Allah
(Al-Quran) kepada Muhammad Rasulullah SAW yang telah mencontoh-teladankannya (As-
Sunnah) dalam seluruh proses kerasulan Nabiullah itu.
Demikianlah bicara tentang pendidikan dalam kehidupan berasaskan paradigma
tauhid Laa ilaaha illa Allah. Hal yang mendasar ini perlu dan mendesak untuk kita kaji-ulang
dan menjadikannya kembali sungguh-sungguh sebagai ibarat “tongkat Nabi Musa” dalam
“membelah lautan buat menyelamatkan umat, dan yang akhirnya menenggelamkan Fir’aun.
Seluruh umat Islam, khususnya generasi muda yang akan melanjutkan kehidupan kita, itulah
seumpama lautan. Dan sebagai lautan, semua kita mengandung masalah-masalah besar yang
beragam dan bertumpuk-tumpuk serta tumpang-tindih, dan malah lebih pedih lagi telah
memperantuk-antukkan kita satu sama lain. Tetapi harus segera kita saling mengingatkan
bahwa selalu ada hikmah yang terselubung di dalam setiap masalah yang menghadang.
Di samping mesti meluruskan seluruh shaf kita di surau-surau dan masjid-masjid kita,
serta mempertaut-teguhkan silaturahmi (maknai juga silaturahmi sebagai networking atau
jaringan kerjasama berasaskan karena Allah) di antara sesama kita, maka bersamaan dengan itu
kita mesti menyatukan pandangan kita mengenai apa sesungguhnya yang sedang kita hadapi
di abad ke-21 ini.

You might also like