You are on page 1of 5

BAB 1

PENDAHULUAN

Seputar organisasi yang kita hidupi, terdapat adanya pegawai yang masuk, mutasi,
pensiun, mengalami perubahan, teknologi penopang mengalami banyak perubahan, gaji
telah mengalami penyesuaian-penyesuaian, umur pegawai dan pengalaman kerja pun
meningkat. Demikian pula perubahan lingkungan eksternal yang mencakup perubahan-
perubahan sosial dan ekonomi banyak mempengaruhi dinamika organisasi. Kotter
(1997:23) menjelaskan bahwa terdapat kekuatan-kekuatan ekonomi dan sosial yang
mendorong perlunya perubahan besar dalam organisasi yang antara lain mencakup
perubahan teknologi, integrasi ekonomi internasional dan kedewasaan pasar di negara-
negara maju.
Perubahan teknologi dicirikan dengan komunikasi dan transportasi yang lebih cepat
dan lebih baik, serta lebih banyak informasi yang menghubungkan manusia secara global.
Integrasi ekonomi internasional ditandai dengan tarif bea masuk yang lebih rendah, mata
uang yang dihubungkan melalui nilai kurs yang mengambang, lebih banyak arus modal
global, kedewasaan pasar di negara-negara maju, pertumbuhan dalam negeri yang lebih
lambat dan lebih banyak deregulasi.
Perubahan teknologi menuntut perlunya penye-suaian dari sistem manajemen dan
organisasi agar dapat secara berkesinambungan mempertahankan efisiensi dan
produktivitas. Menjelang era globalisasi yang dihadapi telah terjadi integrasi ekonomi
internasional, arus uang internasional yang berjalan tanpa batas dalam kegiatan
perdagangan, moneter maupun kegiatan investasi. Terjadinya mekanisme pasar global
yang didefinisikan sebagai kedewasaan pasar internasional yang berlandaskan pada
mekanisme pasar bebas antar negara dalam skala regional bahkan dalam skala global.
Tejadinya produk-produk deregulasi dalam upaya penyesuaian kondisi usaha agar
mampu menciptakan situasi yang bersifat kondusif menopang persaingan.
Gambaran yang dijelaskan Kotter di atas, mendorong kinerja organisasi pada abad
21 untuk mampu meng-antisipasi cepatnya perubahan-perubahan yang terjadi pada
lingkungan kerja dan secara organisatoris perlu diimbangi oleh perubahan-perubahan tata
kerja organisasi yang berorientasi pada realitas adanya perubahan. Dalam upaya
mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, organisasi sebagai suatu sistem yang
melahirkan kinerja, perlu melakukan strategi penyesuaian melalui langkah-langkah
pengembangan organisasi.
Pengembangan organisasi dilihat oleh McGill (1993:3) sebagai “suatu proses sadar
dan terencana untuk mengem-bangkan kemampuan suatu organisasi, sehingga mencapai
dan mempertahankan suatu tingkat optimum prestasi yang diukur berdasarkan efisiensi,
efektivitas dan kesehatan”. Pengembangan organisasi itu sendiri dapat dilihat sebagai
memperkembangkan perubahan demi perubahan bukan sebagai mode tetapi lebih sebagai
fungsi.
Langkah-langkah pengembangan organisasi secara fungsional dilandasi pada
adanya kesadaran bahwa perubahan yang terjadi di dalam kehidupan manusia itu
merupakan keniscayaan yang berlangsung secara permanen dan terus-menerus, sehingga
seluruh potensi sumber daya manusia harus menerimanya sebagai suatu kewajaran yang
harus ditempuh. Perubahan yang terjadi disadari akan membawa keuntungan bagi
sebagian orang yang terkait dalam perubahan, namun di sisi lainnya akan membawakan
ketidakpuasan, dan realitas ini harus diterima sebagai suatu kewajaran.
Perubahan organisasi akan dapat merubah kon-figurasi penguasaan permodalan,
sehingga berdampak pada distribusi kewenangan yang berubah, demi mencapai kriteria
efisiensi, kriteria produktivitas dan efektivitas organisasi. Pada sisi lain, perubahan
organisasi akan membawa konsekuensi-konsekuensi tanggung jawab kepada para pelaku
perubahan yang secara psikologis harus memiliki keberanian secara mentalitas
menghadapi sorotan seluruh karyawan maupun staf yang menerima dampak dari proses
perubahan yang dijalankan.
Berbagai studi menunjukkan usaha-usaha perubahan besar-besaran telah membantu
sebagian organisasi untuk beradaptasi secara signifikan terhadap kondisi-kondisi yang
selalu berubah, telah meningkatkan daya saing terhadap pesaing lainnya dan telah
menempatkan sebagian organisasi untuk memiliki masa depan yang lebih baik. Tetapi
dalam situasi tertentu peningkatan tersebut justru mengecewakan dan kemerosotan
menjadi semakin jelas dengan sumber daya yang terbuang percuma dan karyawan yang
putus asa, takut, atau frustasi.
Dalam beberapa hal, sisi negatif perubahan dalam organisasi memang tidak
terhindarkan. Setiap kali manusia dipaksa untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi yang
berubah di situ selalu ada kegetiran yang disebabkan karena kesalahan yang dibuat ketika
mencoba mengubah organisasi tanpa usaha yang cukup untuk membuat karyawan merasa
bahwa perubahan yang hendak dilakukan tersebut memang urgen. Kotter (1997:4-18)
mengemukakan sejumlah kesalahan-kesalahan yang dapat diperbuat ketika mengelola
perubahan yang sebenarnya bisa dihindari. Kesalahan-kesalahan dimaksud adalah:
1. Membiarkan adanya rasa puas diri terlalu banyak;
2. Gagal menciptakan koalisi pengarah yang cukup kuat;
3. Meremehkan kekuatan visi;
4. Mengkomunikasikan visi dengan buruk;
5. Membiarkan hambatan-hambatan menghalangi visi baru;
6. Gagal menciptakan keuntungan jangka pendek;
7. Terlalu cepat menyatakan keberhasilan;
8. Lalai menanamkan perubahan secara kokoh kedalam budaya organisasi.
Dalam kaitannya dengan pengembangan organisasi, kesalahan-kesalahan di atas
akan berdampak pada strategi baru tidak diimplementasikan dengan baik, akuisisi tidak
mencapai sinergi yang diharapkan, rekayasa ulang membutuhkan waktu terlalu lama dan
biaya terlalu banyak, perampingan tidak berhasil mengontrol biaya, dan program-
program kualitas tidak memberikan hasil yang sesuai dengan harapan.
Dalam konteks organisasi pemerintahan, penataan struktur organisasi, rekruitment
pegawai dan pejabat, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengem-bangan sarana
dan prasarana fisik pemerintahan, pengembangan instrumen, evaluasi terhadap produk
layanan dan unjuk kerja organisasi merupakan sejumlah langkah yang telah ditempuh
untuk mengantisipasi tuntutan perubahan.
Tuntutan lingkungan internal untuk meningkatkan kualitas pegawai, peningkatan
kuantitas dan kualitas instrument pelayanan, peningkatan kualitas proses pelayanan,
lingkungan kerja yang aman dan nyaman, perbaikan penghasilan, dan diiringi tuntutan
lingkungan eksternal akan mutu produk dan layanan yang berkualitas untuk mendukung
penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, akuntabel, dan amanah, menuju
kerangka good governance, berbagai lembaga pemerintahan dihadapkan pada pilihan
untuk melakukan pembenahan yang sungguh-sungguh terhadap berbagai dimensi
organisasinya. Jumlah pegawai yang diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan terus meningkat dari tahun ketahun. Jumlah fasilitas penyelenggaraan
pemerintahan berupa perkantoran, laboratorium terus bertambah, demikian juga dengan
besaran pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Melakukan perubahan bukanlah merupakan hal yang mudah, di dalam dunia nyata
kehidupan sehari-hari, menunjukkan pada kita bahwa kecepatan penyesuaian kepada
perubahan-perubahan yang terjadi, tidak seperti yang diharapkan oleh kinerja
pemerintahan. Fakta banyak memberikan gambaran bahwa banyak organisasi bersifat
resisten terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, utamanya untuk kondisi organisasi
yang berada pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Beberapa pengalaman
pada sejumlah organisasi telah memberikan suatu gambaran melalui dunia nyata
pengalaman mereka, bahwa fleksibilitas manajemen untuk melakukan penyesuaian pada
realitas perubahan tidak semudah yang ditetapkan pada perencanaan, karena perubahan
ber-hadapan dengan sikap sumber daya manusia untuk bersedia melakukan perubahan
dari kebiasaan yang telah ada.
Sejumlah ahli, diantaranya Siagian (1997:229) mengingatkan salah satu fenomena
dunia modern dewasa ini adalah tingginya mortalitas organisasional. Pengamatan mereka
menunjukkan bahwa banyak organisasi yang tidak berumur panjang, meskipun tidak
sedikit yang mampu tumbuh dan berkembang secara sehat. Untuk menghindari mortalitas
organisasional, setiap organisasi mutlak perlu untuk memelihara kesehatan organisasinya.
Siagian (1997:229-230) mengemukakan organisasi yang sehat ditandai oleh :
a. Tingkat adaptabilitas yang tinggi;
b. Memiliki fleksibilitas (keluwesan dalam menghadapi masalah dan dalam memegang
prinsip hidup);
c. Memiliki dinamisme yang tinggi;
d. Rendahnya ‘labor turn-over’ yang berarti sedikitnya orang yang meninggalkan
organisasi untuk mengadu nasib pada organisasi lain.
Drucker (Hesselbein. et.al, 1997:34) mengingatkan bahwa untuk tetap sehat, apalagi
tumbuh, organisasi harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada diri sendiri
mengenai lingkungan, misi dan kompetensi-kompetensi utamanya. Organisasi masa
depan yang benar-benar akan menjadi unggul adalah organisasi yang menemukan
bagaimana dapat menyadap komitmen dan kemampuan orang untuk belajar di semua
tingkatan organisasi. Doug Miller dengan karyanya “The Future Organization” (dalam
Hesselbein, et.al, 1997:143-150) menjelaskan dalam mem-bicarakan organisasi masa
depan, kita perlu memperhati-kan seekor bunglon yang mempunyai semua alat untuk
memperkuat daya tahan hidupnya, dan terus menerus menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Organisasi masa depan membangun dirinya dengan asumsi fleksibilitas, ia bergerak,
beradaptasi, dan berubah sesuai tuntutan perubahan lingkungan. Organisasi bunglon tidak
merasa terancam oleh perubahan, ia justru dengan bergairah mencari kesempatan
melakukan perubahan.

***

You might also like