Professional Documents
Culture Documents
Terkait kemajemukan peran Jakarta tersebut, ada dua hal penting. Pertama,
kemajemukan tersebut bergaris lurus dengan persoalan-persoalan yang terjadi.
Persoalan-persoalan Jakarta sangatlah multidimensi dan kompleks. Kedua,
kemajemukan peran Jakarta tersebut, juga berimplikasi pada jalur koordinasi
perencanan, implementasi dan pengawasan kebijakan-kebijakan terkait Jakarta.
Pemerintah daerah Jakarta harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah-pemerintah daerah di kawasan Bodetabekpunjur.
Menyoal Ruang Terbuka Hijau (RTH). RTH, khususnya RTH publik, setidaknya
memiliki tiga fungsi bagi sebuah kota yaitu sebagai paru-paru kota, penyerap air
hujan dan pencegah banjir serta sarana rekreasi dan interaksi warga kota.
Pada Rencana Induk Djakarta 1965-1985, alokasi lahan kota untuk Ruang Terbuka
Hijau mencapai 37,2 persen. Luas RTH Publik berkurang menjadi 26,1 persen pada
Rencana Umum Tata Ruang 1985-2005 dan berkurang lagi menjadi 13,94 persen
pada Rencana Tata Ruang Wilayah 2000-2010. Dan pada Rancangan Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, Pemda Jakarta menargetkan
14,27 persen untuk RTH Publik di Jakarta per 2030.
Terkait perencanaan alokasi 14,27 persen untuk RTH Publik di Jakarta, ini
sebenarnya sudah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007
tentang Tata Ruang. UU ini mewajibkan setiap provinsi di Indonesia, minimal
mempunyai 30 persen RTH dibanding luas wilayahnya.
1
Saat ini, dari total 657 kilometer persegi luas wilayah Jakarta, RTH-nya baru sekitar
9,6 persen atau tidak sampai 65 kilometer persegi. Pemda Jakarta, mengklaim,
bahwa mereka akan terus meningkatkan jumlah RTH di Jakarta. Langkah-
langkahnya antara lain dengan mengembalikan fungsi-fungsi RTH seperti
pembongkaran SPBU yang berada di wilayah yang seharusnya sebagai RTH dan
juga memfokuskan pembukaan ruang terbuka di sekitar wilayah-wilayah yang
padat penduduk. Langkah-langkah ini masih menjadi perdebatan, karena terkait
dengan penggusuran pemukiman dan juga tempat usaha warga.
Selain menyebabkan kerugian materil, fenomena macet ini juga memberikan citra
semrawut, tak terkendali, dan lemahnya kemampuan pemerintah mengatasi
masalah kotanya. Menyikapi macet ini, Pemprov DKI Jakarta, meletakkan isu
transportasi pada bagian Program dedicated1 pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah DKI Jakarta.
Bukan hanya Pemprov DKI yang bertindak pemerintah pusat pun turut ambil
tindakan. Bukti nyata intervensi Pemerintah Pusat ke masalah transportasi Jakarta,
adalah dengan mengeluarkan 17 solusi untuk mengatasi kemacetan di Jakarta (2
September 2010) dan menunjuk Kuntoro Mangkusubroto, koordinator Unit Kerja
1
merupakan program prioritas yang bersifat menyentuh langsung kepentingan publik,
bersifat monumental, lintas urusan, berskala besar dan memiliki urgensi yang tinggi serta
memberikan dampak luas pada masyarakat.
2
Presiden untuk Pengawas dan Pengendali Pembangunan (UKP4) sebagai
penanggung jawab implementasi solusi-solusi ini.
17 solusi yang dimaksud adalah Electronic Road Pricing (ERP), sterilisasi jalur
busway, mengkaji ulang kebijakan perparkiran, perbaikan jalan, penambahan jalur
dan optimalisasi manajemen busway, mengkaji agar BBG lebih murah,
restrukturisasi angkutan sesuai dengan fungsi jalan, peningkatan pelayanan KRL
Jabodetabek, penertiban angkutan liar, mulai pembangunan MRT di 2011,
membentuk Otoritas Transportasi Jabodetabek, revisi rencana induk transportasi
terpadu di Jabodetabek, double-double track Manggarai-Cikarang, mempercepat
proyek pembangunan jalur KA lingkar dalam Jakarta (circle line), pembangunan
enam ruas jalan tol, pembatasan kendaraan pribadi, serta membangun park and
ride untuk mendukung operasional kereta api.
3
sehingga jumlah hari hujannya pun lebih banyak dari pinggiran (rural) yaitu sebesar
1-3 hari, serta arah dan kecepatan angin juga mengalami perubahan.
Belum lagi, bagi daerah pesisir Jakarta. Perubahan iklim di sana ditandai dengan
musim gelombang yang tinggi, bisa mencapai empat meter. Hal ini tentu akan
mengurangi hari mereka melaut dan akan paralel dengan pendapatan mereka.
PESERTA DISKUSI
1. Pakar Perkotaan dan Anggota Koalisi Warga Untuk Jakarta 2030: Marco
Kusumawijaya
7. Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup:
Achmad Harjadi
4
8. Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) : Ucok Sky Khadafi
(Koordinator Divisi Investigasi & Data Politik Anggaran Negara)