You are on page 1of 10

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di lingkungan eksternal,
yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi berselang seling mengenai memberan
timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai perubahan tekanan di memberan timpani persatuan waktu
adalah satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum disebut
gelombang suara.
Penyaluran suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksternal
menjadi potensi aksi di saraf pendengaran। Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang
pendengaran menjadi gerakan-gerakan lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang
dalam cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial aksidi serat-
serat saraf.
Telah diketahui bahwa adanya suatu suara akan menurunkan kemampuan seseorang mendengar
suara lain. Fenomena ini dikenal sebagai masking (penyamaran). Fenomena ini diperkirakan
disebabkan oleh refrakter relative atau absolute pada reseptor dan urat saraf pada saraf audiotik yang
sebelumnya teransang oleh ransangan lain. Tingkat suatu suara menutupi suara lain berkaitan dengan
nadanya. Kecuali pada lingkungan yang sangat kedap suara, Efek penyamaran suara lata akan
meningkatan ambang pendengaran dengan besar yang tertentu dan dapat diukir.
Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising
antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama
terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian.
Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum
bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi
pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan
kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi. dan untuk mencegahnya diperlukan
pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja
secara berkala.
Oleh karena itu pada praktikum K3 kali ini, kami akan melakukan pemeriksaan penurunan daya
dengar dengan menggunakan audiometer nada murni untuk mengetahui adanya gangguan
pendengaran pada mahasiswa dan mahasiswi berkaitan dengan aktivitasnya sehari-hari
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan prakktikum ini adalah sebagai berikut:
1. mahasiswa dapat menggnakan alat audiometri
2.mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan penurunan daya dengar
3.mahasiswa mampu menganalisa hasil pemeriksaan penurunan daya dengar
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi system pendengaran (Telinga)


Merupakan organ pendengaran dan keseimbangan.Terdiri dari telinga luar, tengah dan
dalam. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak dimana bunyi
tersebut akan di analisa dan di intrepretasikan. Cara paling mudah untuk menggambarkan fungsi
dari telinga adalah dengan menggambarkan cara bunyi dibawa dari permulaan sampai akhir dari
setiap bagian-bagian telinga yang berbeda. Telinga mempunyai resptor bagi 2 modalitas reseptor
sensorik (Anonim, 2009) :
 Pendengaran (N. Coclearis)
Telinga dibagi menjadi 3 bagian (Anonim, 2009) :
1. Telinga luar
- Auricula, Mengumpulkan suara yang diterima
- Meatus Acusticus Eksternus, Menyalurkan atau meneruskan suara ke kanalis
auditorius eksterna
- Canalis Auditorius Eksternus, Meneruskan suara ke memberan timpani
- Membran timpani, Sebagai resonator mengubah gelombang udara menjadi

gelombang mekanik।

2. Telinga tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara yang menghubungkan rongga
hidung dan tenggorokan dihubungkan melalui tuba eustachius, yang fungsinya
menyamakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga. Tuba eustachius
lazimnya dalam keadaan tertutup akan tetapi dapat terbuka secara alami ketika
anda menelan dan menguap. Setelah sampai pada gendang telinga, gelombang
suara akan menyebabkan bergetarnya gendang telinga, lalu dengan perlahan
disalurkan pada rangkaian tulang-tulang pendengaran. Tulang-tulang yang
saling berhubungan ini - sering disebut " martil, landasan, dan sanggurdi"-
secara mekanik menghubungkan gendang telinga dengan "tingkap lonjong" di
telinga dalam. Pergerakan dari oval window (tingkap lonjong) menyalurkan
tekanan gelombang dari bunyi kedalam telinga dalam.
Telinga tengah terdiri dari :
- Tuba auditorius (eustachius)
Penghubung faring dan cavum naso faringuntuk :
1. Proteksi: melindungi ndari kuman
2. Drainase: mengeluarkan cairan.
3. Aerufungsi: menyamakan tekanan luar dan dalam.
- Tuba pendengaran (maleus, inkus, dan stapes)
Memperkuat gerakan mekanik dan memberan timpani untuk diteruskan ke
foramen ovale pada koklea sehingga perlimife pada skala vestibule akan
berkembang.
3. Telinga Dalam
Telinga dalam dipenuhi oleh cairan dan terdiri dari "cochlea" berbentuk spiral
yang disebut rumah siput. Sepanjang jalur rumah siput terdiri dari 20.000 sel-sel
rambut yang mengubah getaran suara menjadi getaran-getaran saraf yang akan
dikirim ke otak. Di otak getaran tersebut akan di intrepertasi sebagai makna suatu
bunyi. Hampir 90% kasus gangguan pendengaran disebabkan oleh rusak atau
lemahnya sel-sel rambut telinga dalam secara perlahan. Hal ini dikarenakan
pertambahan usia atau terpapar bising yang keras secara terus menerus. Gangguan
pendengaran yang diseperti ini biasa disebut dengan sensorineural atau perseptif. Hal
ini dikarenakan otak tidak dapat menerima semua suara dan frekuensi yang
diperlukan untuk - sebagai contoh mengerti percakapan. Efeknya hampir selalu sama,
menjadi lebih sulit membedakan atau memilah pembicaraan pada kondisi bising.
Suara-suara nada tinggi tertentu seperti kicauan burung menghilang bersamaan,
orang-orang terlihat hanya seperti berguman dan anda sering meminta mereka untuk
mengulangi apa yang mereka katakan. Hal ini dikarenakan otak tidak dapat menerima
semua suara dan frekuensi yang diperlukan untuk sebagai contoh mengerti
percakapan.
Telinga dalam terdiri dari :
- Koklea
1. Skala vestibule: mengandung perlimfe
2. Skala media: mengandung endolimfe
3. Skala timani: mengandung perlimfe
- Organo corti
Memngandung sel-sel rambut yang merupakan resseptor pendengaran di
memberan basilaris
 Keseimbangan (N. Vestibularis)
a.Canalis Semisirkularis,
Canalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselarisasi anguler atau rotasional
kepala
b.Utrikulus
Utrikulus adalah struktur seperti kantung yang terletak di dalam rongga tulang di antara
kanalis semisirkularis dan koklea. Rambut–rambut pada sel rambut asertif di organ ini
menonjol ke dalam suatu lembar gelatinosa di atasnya, yang gerakannya menyebabkan
perubahan posisi rambut
c.Sacculus
Sacculus adalah struktur seperti kantung yang terletak di dalam rongga tulang di antara
kanalis semisirkularis dan koklea.
2.2 Fisiologi pendengaran
Getaran suara ditangkap oleh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai
memberan timpani, sehingga memberan timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke
tulang-tulang pendengaran yang berhhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes
menggerakkan perilimfe dalam skala vestibui kemudian getaran diteruskan melalui
Rissener yang mendorong endolimfe dan memberan basal ke arah bawah, perilimfe dalam
skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar (foramen rotundum) terdorong
kearah luar (Anonim, 2009).
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion Na
menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian neneruskan
ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus
temporali (Anonim, 2009).
2.3 Gangguan Pendengaran
Kekurangan pendengaran biasanya terjadi secara normal pada usia 20 tahun.
Masalah kehilangan pendengaran biasanya datang secara berangsur-angsur dan sangat
jarang terjadi dengan Tuli Total. Banyak Kasus yang menyebabkan kehilangan
pendengaran, mereka bisa di bagi menjadi 3 kategori (anonim, 2008):
• Kehilangan pendengaran Konduktif – Conductive hearing loss (CHL) terjadi karena
masalah mekanikal pada sisi luar dan tengah telinga. 3 tulang rawan (kecil) telinga
(ossicles) mungkin gagal untuk mengkonduksi suara ke cochlea atau gendang telinga
dapat bergetar dalam merespon suara. Cairan dalam telinga dapat mengganggu CHL
• Kehilangan Pendengaran Sensorineural (SNHL) terjadi karena disfungsi pada bagian
dalam telinga. Kasus ini sering terjadi ketika saraf rambut (cilia) yang mengirimkan suara
di telinga rusak atau terluka. Kehilangan ini biasa disebut kerusakan saraf. CHL biasanya
dapat diobat – SNHL tidak dapat.
 Penderita yang mempunyai kedua bentuk kerusakan telinga diatas dinamakan
Kerusakan pendengaran tercampur – mixed hearing loss

2.4 Ambang Batas Dengar


Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri.
Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas
(pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan pendengaran
(hearing conservation program) pada umumnya diwajibkan memeriksa nilai ambang
pendengaran untuk frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000 Hz. Bila sudah
terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi maka dilakukan pengukuran pada frekuensi
8000 Hz karena ini merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan adanya kemungkinan
hubungan gangguan pendengaran dengan pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz
ini, sulit sekali membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi akibat
kebisingan atau karena sebab yang lain (Kartika, 2008).
Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat menentukan derajat sebenarnya
dari gangguan pendengaran yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti
lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang pendengaran
sementara setelah pajanan terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula
permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah menderita gangguan
pendengaran permanen(Kartika, 2008).
Prosedur pemeriksaan lain untuk menilai gangguan pendengaran adalah speech
audiometry, pengukuran impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga dilakukan
pemeriksaan gangguan pendengaran fungsional bila dicurigai adanya faktor psikogenik.
Untuk itu pemeriksaan gangguan pendengaran pada pekerja perlu dilakukan dengan cara
seksama dan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam memberikan
kompoensasi(Kartika, 2008).
Menurut ISO derajat gangguan pendengaran (tuli) digolongkan sebagai berikut.

- Jika peningkatan ambang dengar antara 0-<25 dB, normal

- Jika peningkatan ambang dengar antara 26-40 dB, tuli ringan

- Jika peningkatan ambang dengar antara 41-60 dB, tuli sedang

- Jika peningkatan ambang dengar antara 61-90 dB, tuli berat


- Jika peningkatan ambang dengar > 90 dB, Tuli sangat berat (Setyowati, 2011).

2.5 Audiometri
Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi
kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran (Aritomoyo, 1985)
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis
dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah (Panduan
Praktikum, 2010):
A) Audiometri Nada Murni
Suatu sistem uji pendengaran dengan mempergunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada mumi dari berbagai frekuensi 250 - 500 - 1000 - 2000
- 4000 - 8000 Hz dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB) (Aritomoyo,
1985).
Apabila yang dipakai dasar audiogram nada murni, derajat ketulian ditentukan
oleh angka rata-rata intensitas pada frekuensifrekuensi 500, 1000 dan 2000 Hz yang
juga disebut speech frequency. Konversasi biasa besarnya kurang lebih 50 db. Derajat
ketulian berdasar audiogram nada murni adalah sebagai berikut (Wibowo, 1984) :
• Normal antara 0 s/d 20 db.
• Tull ringan antara 21 s/d 40 db.
• Tull sedang antara 41 s/d 60 db.
• Tull berat antara 61 s/d 80 db.
• Tull amat berat bila lebih dari 80 db.
B) Audiometri Tutur
Audiometri tutur adalah sistem uji pendengaran yang menggunakan kata-kata
terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikalibrasi,
untuk mengukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur
hampir sama dengan audiometri nada mumi, hanya disini sebagai alat uji pendengaran
digunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut
dapat di tuturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikrofon yang dihubungkan
dengan audiometer tutur, kemudian disalurkan melalui telpon kepala ke telinga yang
diperiksa pendengaran nya; atau kata-kata direkam lebih dahulu pada piringan hitam
atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan di salurkan melalui audiometer
tutur.
Dari audiogram tutur dapat diketahui 2 dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata
yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar atau NPT (Nilai
Persepsi Tutur).
b. Kemampuan maksimal pendengaran untuk men diskriminasikan setiap satuan
bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai
diskriminasi tutur (NDT) (Setyowati, 2010).
BAB 3
CARA KERJA PRAKTIKUM
3.1 alat dan bahan
1. audiometri
2. probandus
3. lembar data pemeriksaan
3.1 cara kerja
3.1 Cara Kerja
1. Sebeum peeriksaan, probandus harus terbebas dai paparan bising selama 16 jam agar
didapatkan gambaran audiogram yang dapat dipercaya
2. Pengenalan nada pada probandus. Probandus diminta menekan tombol bila mendengar
nada
3. Pasangkan earphone sesuai dengan iang telinga merah pada telinga kanan dan biru pada
telinga kiri
4. Hidupkan alat dengan menekan tombol ON/Power
5. Tekan tombol right untuk pemeriksaan telinga kanan
6. Operator mengatur frekuensi mulai dari angka 500 dan arahkan tombol level mulai dari
angka yang tinggi sampai ke angka terendah hingga bunyi tidak terdengar lagi oleh tenaga
kerja, sambil pencet tombol tone
7. Catat angka intensitas bunyi terendah yang masih bisa didengar oleh tenaga kerja
(probandus) pada lembar data
8. Lakukan hal yang sama utuk frekuensi 1000, 2000 dan 4000
9. Tekan tombol left untuk pemeriksaan telinga kiri dengan cara kerja yang sama seperti
telinga kanan
10. Apabia angka intensitas bunyi yang masih bisa didengar menunjukkan > 25 dB, maka
terindikasi terjadi penurunan ambang/daya dengar (Abnormal/gangguan pendengaran)

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 hasil
Berikut adalah tabel ahsil pemeriksaan audiometri pada telingan kanan
Telinga Kanan Rata-rata
No Nama Usia
500 1000 2000 4000
1. Jein Yorista 21 Th 45 dB 40 dB 30 dB 40 dB 38,75 dB
2. Hendy M.P 22 Th 25 dB 20 dB 5 dB 10 dB 15 dB
Berikut adalah tabel ahsil pemeriksaan audiometri pada telingan kiri
Telinga Kiri Rata-rata
No Nama Usia
500 1000 2000 4000
1. Jein Yorista 21 Th 20 dB 20 dB 0 dB 10 dB 13,75 dB
2. Hendy M.P 22 Th 20 dB 20 dB 5 dB 10 dB 13,75 dB

4.2 Pembahasan
pada dasarnya telinga manusia mampu mendengar suara pada frekuensi 20-20.000 Hz . Pada
pengukuran ambang dengar di atas, frekuensi yang dipakai dalam pengukuran adalah 50, 1000,
2000, dan 4000 Hz. Hal ini dikarenakan pada frekuensi itulah frekuensi yang paling penting untuk
mendengar percakapan sehari-hari. Pengukuran dilakukan diruangan yang cukup hening untuk
menghindari gangguan suara lain dan hasil yang maksimal.
Pada pengukuran probandus I didapatkan hasil pengukuran rata-rat pada telinga kanan
adalah 38,75dB dan telinga kiri adalah 13,75dB. Dari hasil ini kita dapat mengetahui bahwa telinga
kiri normal dan terjadi penurunan ambang dengar pada telinga kanan probandus I dimana kriteria
derajat ketulian menurut ISO hal ini tergolong ke dalam tuli ringan yang berkisar antara 26-40dB.
Berdasarkan informasi dari probandus, gangguan pendengaran ini sudah lama dialami yang
disebabkan oleh sering mendengarkan musik dengan headseat, tinggal dilingkungan yang bising
serta gangguan pada sistem pernapasan (Telinga-Hidung-Tenggorokkan) yang berkepanjangan dan
sering tanpa pengobatan lebih lanjut.
Pada pengukuran probandus 2 yang berprofesi sebagai guru vokal didapatkan hasil
pengukuran rat-rata pada telinga kanan adalah 15 dB dan telinga kiri adalah 13,75dB. Hal ini
menunjukkan bahwa ambang pendengaran pada probandus 2 tergolong normal karena masih
berada di kisaran 0-<25dB menurut ISO selain itu paparan bising dari suara alat musik tidak terlalu
sering dan tidak terlalu lama
BAB 5
PENUTUP
5.1 kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil pengukuran ambang pendengaran dengan menggunakan
audiometer ini adalah menurut kriteria ISO terjadi gangguan pendengaran telinga kanan pada
probandus I yang disebabkan oleh berbagai faktor. Sedangkan pada probandus 2 didapatkan
hasil bahwa pendengaran pada telinga kanan dan kirinya msih dalam kondisi normal.

5.2 Saran
Saran dari kegiatan dan hasil pengukuran ambang dengar yang dilakukan pada kedua probandus
tersebut adalah
Sebaiknya pengukuran dilakukan di dalam ruang yang kedap suara.
sebaiknya probandus I segera memeriksakan telinganya ke dokter dan melakukan pengobatan
agar pendengarannya tidak terus menurun.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Gangguan pendengaran dan penyebabnya.http://miriantoarticle.com. diakses
pada tanggal 31 maret 2011
Anonim. 2009. Pemeriksaan tes pendengaran. http://pemeriksaantespendengaran.com. Diakses
pada tanggal 2 april 2011.
Anonym. 2011. Audiometri Nada Murni & Audiometri Tutur.
Thehearingsolutiongroup.blogspot.com. diakses tanggal 17 Maret 2011.
Aritomoyo, Dullah. 1985. Pengertian Umum Tentang
Audiometri.http://cerminduniakedokteran.com. diakses pada tanggal 1 april 2011.
Kartika, Henny. 2008. Gangguan pendengaran akibat bising. http:://wordpress.com. diakses pada
tanggal 1 april 2011
Panduan praktikum keselamatan kerja. 2010
Setyowati, Dina Lusiana. 2010. Panduan Praktikum K3 FKM. Samarinda: FKM UNMUL Press.

You might also like