Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Eksistensi dalam bahasa Inggris berasal dari kata, exist artinya berada. Eksistensi
menunjukkan keunikan dan kekhas – an individu. Bereksistensi bukan berarti hidup menurut
pola – pola abstrak dan mekanis, melainkan terus – menerus mengadakan pilihan – pilihan
baru secara personal dan subjektif. Eksistensi bukanlah sesuatu yang sudah selesai, melainkan
suatu cara berada dan gerak hidup yang sedang dilaksanakan. (Soren Kiekegaard)
Novel Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi menceritakan tentang kisah
hidup perempuan muda bernama Firdaus. Ia berasal dari keluarga miskin yang kemudian
mendapat kesempatan mengenyam pendidikan setelah ia ikut pamannya karena orang tuanya
meninggal. Rangkaian kehidupan Firdaus sangatlah pahit, dari menjadi seorang istri yang
sering disiksa suami sampai menjadi seorang pelacur kelas tinggi di Mesir. Firdaus kemudian
Penulis tertarik untuk membahas eksistensi tokoh utama Firdaus karena penulis
menganggap bahwa Firdaus adalah sosok yang unik dan berbeda dengan perempuan
kebanyakan. Ia tidak hanya menerima begitu saja nasibnya tapi ia berusaha membuat
lompatan-lompatan dan keputusan yang merupakan titik balik perubahan jalan hidupnya.
II. PEMBAHASAN
Menurut Sartre, ia membagi keberadaan menjadi tiga bagian yaitu ”berada pada
dirinya sendiri”, “berada bagi dirinya sendiri” dan “berada bagi orang lain”. Masa kehidupan
1
Firdaus bersama orang tuanya bisa dikatakan bukan masa yang membahagiakan. Ibunya
meninggal ketika ia masih kecil dan kemudian ia hidup bersama ibu tirinya. Sehari-hari ia
terbiasa melakukan pekerjaan kasar seperti mengambil air dengan kendi tembikar,
mengumpulkan kotoran ternak untuk pupuk ke ladang, membuat adonan roti dan sebagainya.
Dalam taraf ini keberadaanya adalah berada pada dirinya sendiri. Berada pada dirinya
sendiri artinya keberadaan yang tanpa keasadaran, tidak memiliki masa depan dan tidak
“ Maka saya kembali pulang dengan kepala tertunduk, merenungi bentuk jari kaki
saya, sambil di jalan desa merenungi diri sendiri, sementara bermacam-macam
pertanyaan berkecamuk di dalam benak saya. Siapakah saya? Siapakah ayah saya?
Apakah saya akan menghabiskan hidup saya dengan mengumpulkan kotoran ternak,
menjunjung pupuk di atas kepala, membuat adonan tepung dan memanggang roti (el
Saadawi,2010:22).
Pada tahap tersebut, seiring berjalannya waktu, ia mulai bertanya-tanya tentang
dirinya, masa depannya, akankah ia menghabiskan seluruh sisa hidupnya dalam kondisi yang
tetap tanpa perubahan. Kesadarannya muncul saat ia mengalami kesedihan karena pamannya
yang mengunjunginya harus kembali ke kota tempatnya belajar. Sosok paman adalah figure
yang ia rasakan lebih ia terima daripada ayahnya, sehingga ia merasa sedih ketika pamannya
harus meninggalkannya.
Masa bersama paman ia lalui setelah kedua orang tuanya meninggal. Pamannya
membawanya ke kota dan menyekolahkannya. Pada masa ini tidak ada perkembangan yang
atau karena pamannya menyuruhnya. Pamannya akhirnya menikah dan Firdaus mengikuti
pamannya tinggal bersama istrinya. Dua hal yang bisa kita lihat pada masa ini, ialah
2
eksistensinya di sekolah dan keputusannya untuk melarikan diri ketika ia hendak
karena nilainya bagus. Kemudian setelah lulus dari sekolahnya tanpa sengaja ia mendengar
bahwa Bibi dan Pamannya hendak menikahkannya dengan seorang lelaki tua. Pada saat itu ia
sempat melarikan diri ke jalan, meskipun akhirnya ia kembali ke rumah pamannya lagi, hal
tersebut merupakan kemajuan atas keberadaanya yang mulai ke taraf berada bagi dirinya
sendiri.
Masa bersama suami bagi Firdaus adalah saat yang lebih buruk daripada ketika ia
ikut dengan pamannya. Suaminya kikir dan sering memukulnya. Keadaan buruk tersebut
menjadikannya semakin pasif. Pada masa ini Firdas menunjukkan eksistensinya dengan
memutuskan melarikan diri ketika ia tidak tahan lagi atas siksaan suaminya. Inilah masa ia
mulai bangkit dan berada untuk dirinya. Awal ia mulai menunjukkan kebutuhnya.
Setelah Firdaus melarikan diri dari rumah suaminya ia mengalami berbagai hal pahit
bernama Bayoumi, lalu seorang Germo bernama Syarifa yang hanya memanfaatkan tubuh
Firdaus melarikan diri dari Syarifa, setelah melewati berbagai peristiwa timbul
kesadaran dalam dirinya bahwa ia adalah pribadi bebas yang eksis dan berhak atas dirinya
3
sendiri tanpa ada pihak luar yang memaksanya. Firdaus menjadi pelacur professional dan dia
“ Sejak hari itu dan seterusnya saya tidak lagi menundukkan kepala atau mengalihkan
pandangan saya. Saya berjalan melalui jalan raya dengan kepala tegak, dan mata
diarahkan lurus ke depan. Saya memandang orang kearah matanya………Saya amati
dia dengan cermatnya dari kepala sampai ke kaki dan saya berkata “Tidak”. Dia
bertanya, “Mengapa tida?”, saya jawab “Karena banyak sekali lelaki dan saya ingin
memilih dengan siapa saya mau berkencan”. (El Saadawi, 2010:98).
Firdaah menjadi pribadi yang lebih percaya diri dan ia menyadari segala potensi yang
ia miliki. Keberadaanya sudah bagi dirinya sendiri. Firdaus mempunyai tempat tinggal yang
nyaman, segala kemewahan hidup ia miliki, bahkan ia juga mempunyai perpustakaan pribadi
di rumahnya. Hal ini menunjukkan bahwa Firdaus adalah seorang terpelajar yang sadar akan
pentingnya pengetahuan.
Pada masa ini pulalah terjadi hal yang menggoncangkan nuraninya ketika salah
seorang pelanggannya mengatakan bahwa pekerjaan Firdaus adalah pekerjaan yang tidak
terhormat, seperti titik balik yang membalikkan arah kehidupannya. Firdaus akhirnya
memutuskan meninggalkan dunia hitam dan bekerja di sebuah perusahaan, ia menjadi wanita
Firdaus merupakan wujud eksisitensi dirinya yang semakin nyata. Keputusannya untuk
berhenti melacur merupakan keputusan besar yang ia lakukan, yang berarti pula bahwa ia
harus meninggalkan kemewahan yang dimilikinya, hal ini sungguh membutuhkan kesadaran
Di tempatnya yang baru Firdaus jatuh cinta dan akhirnya harus kecewa karena sekali
lagi ia dikecewakan kaum hawa. Firdaus akhirnya memilih untuk kembali menjadi pelacur
keberadaanya benar-benar matang, ia sadar akan pilihannya dan tanpa ragu membuat pilihan-
pilihan dalam hidupnya. Puncaknya adalah ketika Firdaus akan di hukum mati dan ia
4
menolak untuk dimintakan pengampunan atau keringanan hukuman. Disinilah Firdaus benar-
III. KESIMPULAN
Tokoh Firdaus dalam novel “Perempuan di Titik Nol” karya Nawal El Saadawi ini
merupakan sosok yang sangat tegar. Ia hidup di lingkungan yang erat dengan nilai-nilai
patriarki, dekat dengan budaya dimana kaum perempuan adalah kaum yang tertindas. Ia
tumbuh menjadi bagian yang selalu didikte, dipaksa, diperintah disuruh dan kemudian
akhirnya di perbudak.
Harus diakui dengan segala hal yang telah ia lewati, ia menjadi pribadi yang berani,
keberadaannya tidak sekedar ada dalam dirinya dan menjadi budak pihak lain. Ia ada untuk
dirinya sendiri, bebas mengambil keputusan bagi dirinya dan menyadari segala akibat dari