Professional Documents
Culture Documents
Caroline Paskarina
Penelitian
Ontologi, Epistemologi & Metodologi
Positivisme
Positivisme berkembang sejak awal abad ke 19 berkat gagasan Auguste
Comite tentang “filsafat positif”, bertujuan untuk mencari fakta atau sebab-
sebab gejala sosial, dengan melepaskan diri dari konteks-konteks
individual dan melampaui kekhususan-kekhususan dalam beragam
konteks demi mendapatkan perspektif yang lebih umum serta luas dan
menemukan kaidah-kaidah yang universal.
Tugas ilmu adalah mencari “kaidah-kaidah universal” yang mengatur
tingkah laku manusia, seperti cara ilmu-ilmu alam mencari dan
menemukan kaidah-kaidah universal yang mengatur gerak alam semesta.
Metode yang dianggap positif karena “lebih ilmiah” adalah yang dapat
menghasilkan generalisasi tentang pola-pola agregat, melalui metode yang
bersifat kuantitatif.
Perspektif positivistik menempatkan manusia di bawah kekuasaan
masyarakat, sehingga prakarsa dan kehendak individu tidak memiliki arti.
Antipositivisme
Penting untuk memperhatikan pikiran manusia untuk memahami
penciptaan makna
Pemikiran manusia merupakan proses-proses yang terjadi secara
perorangan dan subyektif, karena dipengaruhi oleh pengalaman dan
persepsi masing-masing individu
Pengetahuan individu tentang dunia itu dibentuk oleh penafsiran atau
interpretasi individual
Berhubung masyarakat selalu berubah dalam kurun waktu dan tidak
pernah kembali ke keadaan semula, mustahil menemukan kaidah-keidah
universal yang dapat menjelaskan dan meramalkan gejala sosial seperti di
dalam ilmu-ilmu alam.
Tugas ilmu adalah mencari pemahaman melalui penafsiran atau
interpretasi (verstehen), dengan menghayati pengalaman orang lain ke
dalam diri peneliti. Guna memahami pengalaman orang lain, peneliti perlu
memahami konteks peristiwa atau tindakan pelaku yang diamatinya
Interpretif dan Teori Kritis
Paradigma antipositivisme atau subjetivisme
terbagi lagi ke dalam 2 (dua) aliran pemikiran:
Interpretif (interpretivism)
Teori kritis (critical theory)
Perbedaan utama di antara kedua aliran pemikiran
tsb terletak pada misi dari suatu penelitian. Bagi
teori kritis, hasil penelitian harus dapat digunakan
untuk membangkitkan (emansipasi) kesadaran
akan realitas ketidakadilan/ketidakseimbangan,
sehingga ada keinginan untuk memberdayakan
diri
Perbandingan Ketiga Paradigma
No. DIMENSI POSITIVISME INTERPRETIVISME CRITICAL
PERSPECTIVE
1 Realitas Bersifat obyektif, Bersifat subyektif, Realitas berada di antara
ditangkap melalui dikreasikan (diciptakan) obyektivisme dan
panca indera, bersifat bukan ditemukan, subyektivisme,
seragam, diatur oleh diinterpretasikan kompleks, diciptakan
hukum-hukum oleh manusia (bukan
universal, berlaku oleh alam), kontradiktif,
sama bagi semua berdasarkan pada
eksploitasi
2 Manusia Individu yang Individu adalah pencipta Individu adalah pencipta
(peneliti) rasional, patuh pada dunianya, menentukan yang dinamis dari
hukum-hukum makna terhadap takdirnya, tereksploitasi,
eksternal, tidak punya fenomena-fenomena, teralienasi, terbatasi,
kehendak bebas tidak dibatasi oleh tidak menyadari
hukum eksternal, potensinya
menciptakan sistem
pemaknaan
Lanjutan Sumber:
Lawrence Neuman W. , Social Research Method; Qualitative and Quantitative Approaches