You are on page 1of 1

17 April 2011, malam ini aku tertatih melihat langit begitu cerah dan indah, rasanya seperti

mimpi bisa menghadap langit seindah ini. Tetapi tiba-tiba Sang nyonya, Eviliant menepuk sebelah
bahuku, dan membangunkanku dari Sang khayal yang menyelimuti pikiranku.
“Ayo masuk, anginnya tidak baik untukmu.” Kata sang nyonya dengan tatapan tajam seperti
biasa. Tanpa basa-basi aku langsung mengikuti apa yang diminta olehnya. Ya, dia memang baik
walaupun dia tidak terlihat seperti itu. Wataknya sangat tersembunyi dan tidak mudah ditebak.
“Evilliant, kau lihat sepatu boot bercorak lembah Grand Canyonku? Aku lupa menaruhnya.” Kata
Lucia terpanik-panik mengingat sepatu kesayangannya yang diberikan Johny saat ulang tahunnya.
“Mana aku tahu.” Jawab Evilliant terdengar sangat acuh terhadap anaknya sendiri, tapi aku
yakin setelah ia berkata seperti itu, ia langsung mencarinya.
“Alice, kau tahu? Atau mungkin melihatnya?” Tanya Lucia.
“Maaf, aku tidak tahu Lucy.” Akrabku pada sepupuku. Lalu aku beranjak meninggalkan suasana
pencarian sepatu yang tak ingin ku dengar malam ini. Mereka berdua masih mencari sepatu itu, tetapi
aku sedang malas, aku beranjak menuju kamarku yang berada di lantai atas. Saat aku melewati tangga
yang berbentuk spiral itu, aku teringat dengan loteng yang dulu aku tempati. Saat kamarku masih di
loteng sana, rasanya aku tidak pernah ingin mengikuti suasana selain loteng itu, setiap aku beranjak
untuk makan atau sebagainya, rasanya aku merindukan loteng itu. Tapi Evilliant aneh dengan sikapku,
lalu dia menjadikan loteng itu sebagai gudang.
“Rasanya, loteng itu merindukanku. Seperti aku merindukan dia.” Pikirku dalam hati. Aku
medekati gagang pintu loteng itu.
“Alice! Ingat janjimu. Kau tidak boleh ke sana.” Teriak Evilliant dari ruangan bawah rumah tua
ini. Tanpa menjawab apapun, aku membalikkan badan dan menuju tempat tujuanku tadi, kamarku.

***

“Alice, kau mau ikut ke pesta Johny?” Tanya Lucia. Dia cantik sekali dengan white dress yang
sedang ia kenakan. Rambut coklatnya dibiarkan terurai, dia sempurna.
“Tidak, aku hanya ingin dirumah. Silahkan saja kalau mau pergi. Aku akan jaga rumah ini.”
Jawabku. Ya, daripada keluar dan menyaksikan Johny, lebih baik aku dirumah merenung di loteng itu.

You might also like