You are on page 1of 5

PROSES PEMBENTUKAN INDIVIDU

MENURUT TEORI SOCIAL LEARNING ALBERT BANDURA

I. Pendahuluan

Tingkah laku manusia terdiri dari tingkah laku instingtif dan tingkah laku yang dipelajari atau tingkah
laku sosial. Tingkah laku instingtif disebut juga tingkah laku alamiah. Dilihat dari tingkah laku instingtifnya
secara biologis, tingkah laku manusia tidak berbeda dengan tingkah laku pada hewan. Semua makhluk hidup
termasuk di dalamnya manusia dan hewan tunduk kepada hukum biologi. Salah satu dari hukum biologi
adalah bahwa semua makhluk hidup atau organisme itu harus dapat menyesuaikan dirinya untuk
kelangsungan hidupnya.
Tingkah laku yang dipelajari atau tingkah laku sosial tidak lepas dari dasarnya yaitu tingkah laku
instingtif dan dalam perkembangannya membawa manusia secara prinsipil berbeda dengan hewan. Tingkah
laku yang dipelajari itu diwujudkan dalam bentuk tanda dan lambang. Karena manusia memiliki kemampuan
menggunakan tanda dan lambang maka manusia dapat berbahasa, dan karenanya dapat belajar serta dapat
mengomunikasikan pengetahuan dan pengalamannya kepada yang lain untuk kepentingan kelangsungan
hidupnya. Seluruh kelakuan yang didapatkan manusia melalui proses belajar merupakan dasar kebudayaan,
dan tingkah laku sosial ini merupakan salah satu aspek kebudayaan.
Dengan demikian tingkah laku manusia itu tidak hanya ditetapkan oleh faktor-faktor biologis atau
instingtif saja melainkan juga ditetapkan secara terjalin oleh faktor-faktor sosio-kultural. Artinya bahwa
tingkah laku biologis atau tingkah laku instingtif itu pada manusia berkembang menjadi tingkah laku sosio-
kultural dalam interaksinya dengan lingkungan.
Sosio-kultural tentu dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Hal ini banyak diperdalam di dalm
antropologi kepribadian atau sering disebut etnopsikologi. Antropologi kepribadian atau etnopsikologi dan
sering disebut juga culture and personality adalah bagian antropologi budaya yang mempelajari masalah
hubungan antara kebudayaan dan kepribadian individu-individu pendukung suatu kebudayaan. Perhatian ahli
antropologi budaya terhadap masalah hubungan antara kebudyaan dan kepribadian tampanya semakin besar
terutama di Amerika Serikat. Hal ini didasarkan kepada kenyataan bahwa kepribadian individu-individu
anggota masyarakat tidak hanya terbentuk oleh faktor-faktor intrinsik belaka, akan tetapi faktor faktor luar
dalam hal ini kebudayaan ikut juga berpengaruh. Kebudayaan merupakan latar belakang dari kepribadian
individu-individu anggota suatu masyarakat, merupakan pemahaman terhadap adanya pengaruh kebudayaan
terhadap kepribadian dan terhadap proses pembentukan kepribadian.
Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana lingkungan secara tidak langsung dapat mempengaruhi
kepribadian seseorang khususnya dalam teori Social Learning Albert Bandura yang menekankan pada proses
modeling. Bagaimana pembentukan seorang individu dapat berkembang di dalam kehidupan sosial primer,
sekunder, maupun tersiernya.

II. Social Learning Theory

Social learning (juga dikenal sebagai belajar observasional atau belajar vicarious atau
belajar dari model) adalah proses belajar yang muncul sebagai fungsi dari pengamatan,
penguasaan dan, dalam kasus proses belajar imitasi, peniruan perilaku orang lain. Jenis
belajar ini banyak diasosiasikan dengan penelitian Albert Bandura, yang membuat teori
belajar sosial. Di dalamnya ada proses belajar meniru atau menjadikan model tindakan
orang lain melalui pengamatan terhadap orang tersebut. Penelitian lebih lanjut menunjukkan adanya
hubungan antara belajar sosial dengan belajar melalui pengkondisian klasik dan operan.
Banyak yang secara salah menyamakan belajar observasional dengan belajar melalui imitasi. Kedua
istilah ini berbeda dalam arti bahwa belajar observasional mengarah pada perubahan perilaku akibat
mengamati model. Ini tidak selalu berarti bahwa perilaku yang ditunjukkan orang lain diduplikasi. Bisa saja si
pengamat justru melakukan sesuatu yang sebaliknya dari yang dilakukan model karena ia telah mempelajari
konsekuensi dari perilaku tersebut pada si model. Dalam hal ini adalah belajar untuk tidak melakukan sesuatu
dan ini berarti terjadi belajar observasional tanpa adanya imitasi.
Dasar dari kerangka kerja social learning theory adalah upaya untuk mengintegrasikan human
thought (pikiran, gagasan atau ide pada manusia) yang merupakan faktor kognitif dengan behavior yang
merupakan faktor perilaku.
Teori ini menekankan kepada :
 Proses vicarious yang menekankan arti dari pengalaman sosial (socially mediated experience) yang
diperoleh melalui observasi maupun pengalaman langsung, di dalam mempengaruhi kognisi, afek dan
tingkah laku
 Proses symbolic yang menekankan pentingnya arti simbol dalam membuat teknik-teknik untuk
menganalisis kognisi dan mekanisme kognisi menjadi lebih kaya
 Self Regulatory yang menekankan adanya kebebasan manusia untuk memilih, mengorganisasikan,
dan mentransformasi rangsang-rangsang yang menerpa mereka melalui fungsi self generated.

Social Learning Theory memusatkan pada pembelajaran yang terjadi di dalam suatu konteks sosial.
Hal itu mempertimbangkan bahwa orang-orang belajar dari satu sama lain, mencakup seperti observational
learning, imitation, dan modeling.
Prinsip umum dari teori ini antara lain :
1. Orang-orang dapat belajar melalui pengamatannya tentang perilaku orang lain dan hasil dari perilaku
yang dilakukannya itu
2. Pelajaran dapat terjadi tanpa suatu perubahan di dalam perilaku. Para behavioristis mengatakan
bahwa pelajaran harus diwakili oleh suatu perubahan permanen di dalam perilaku, namun ahli teori
pelajaran sosial secara kontras mengatakan orang-orang dapat belajar melalui pengamatan sendiri,
pelajaran mereka tidak perlu ditunjukkan dari performa mereka dalam berperilaku. Sehingga
pembelajaran bisa mungkitn atau tidak mungkin mengakibatkan suatu perubahan perilaku.
3. Kognisi berperan dalam pembelajaran. Kewaspadaan dan harapan mengenai penguatan atau hukuman
di masa depan memiliki suatu pengaruh besar pada perilaku yang diperlihatkan manusia.
4. Social learning theory dapat dipertimbangkan sebagai suatu jembatan atau suatu transisi
antara]behaviorist learning theory dan cognitive learning theory.
Bagaimana lingkungan menguatkan atau menghambat proses modeling? Manusia sering dikuatkan untuk
melakukan proses modeling/ meniru perilaku orang lain. Terdapat tipe yang berbeda dari model. Ada yang
disebut model langsung, yaitu seseorang yang secara actual melakukan perilaku tersebut. Ada juga yang
disebut dengan simbolik model, dimana seseorang/ sesuatu berperilaku digambarkan melalui media tertentu
misalnya televisi, video tape, atau program komputer.

Bandura mengatakan bahwa lingkungan juga memperkuat modeling melalui beberapa cara berikut ini :
1. Orang tersebut diperkuat oleh ‘model’. Contohnya seorang murid yang merubah gaya berpakaiannya
untuk menyesuaikan dengan kelompok tertentu memiliki keinginan yang kuat untuk diterima dan
diperkuat oleh kelompok tersebut.
2. Orang tersebut diperkuat oleh orang ke tiga. Orang tersebut mungkin meniru aksi dari orang lain
contohnya ketua kelas. Guru menyadari hal ini dan memuji orang tersebut karena telah meniru perilaku si
orang ketiga (ketua kelas) dan kemudian menjadi memperkuat perilaku orang tersebut untuk tetap meniru.
3. Perilaku yang ditiru tersebut memperkuat konsekuensi. Banyak perilaku yang kita pelajari dari orang lain
menghasilkan sesuatu yang memuaskan dan memperkuat kita. Contohnya, seorang siswa di kelas dapat
mengamati bagaimana temannya yang bekerja part time merasa senang. Siswa ini kemudian melakukan
kegiatan yang sama untuk melakukan part time job dan juga sama sama menerima kesenangan itu.
4. Konsekuensi dari perilaku model mempengaruhi dari perilaku orang tersebut secara tidak langsung,
seolah-olah ia mengalami sendiri. Hal ini lebih dikenal sebagai vicarious reinforcement. Hal ini terjadi di
mana model diperkuat untuk suatu respon, dan orang yang mengamatinya pun melakukan respon yang
sama. Bandura mengilustrasikan hal ini dengan melakukan percobaan kepada anak-anak. Anak-anak
tersebut diperlihatkan tayangan model sedang memukul boneka badut. Satu grup anak-anak melihat
model tersebut dipuji karena aksinya memukul boneka itu. Tanpa diberikan penguatan, anak-anak
tersebut pun meniru untuk memukul boneka itu juga.

Para ahli teori sosial kognitif menekankan bahwa manusia memperoleh suatu cakupan yang luas dari
berbagai perilaku, pemikiran, dan perasaan melalui pengamatannya terhadap orang lain, dan pengamatan ini
membentuk suatu bagian penting dari perkembangan kehidupan seseorang. 1

III. Pengaruh Social Learning terhadap pembentukan kepribadian individu

Pembentukan individu melalui proses modeling di dalam lingkungan primer, sekunder, dan tertier
seseorang dilihat dari teori social learning dapat begitu luas.
Sosialisasi primer adalah sosialisasi di dalam lingkungan utama seseorang berinteraksi, yakni dengan
keluarga. Peranan orang tua sangatlah besar dan di dalam lingkungan primer ini pembentukan kepribadian
seseorang sangat dipengaruhi.
Keluarga merupakan suatu sistem pengelompokan dan merupakan pranata sosial yang universal.
Adapun sifat yang universal yang terdapat pada keluarga itu disebabkan oleh fungsinya yang dapat memenuhi
kebutuhan dasar manusia sejak manusia itu dilahirkan sampai ia menjadi dewasa dan tua. Fungsi keluarga itu
erat hubungannya dengan pemeliharaan dan pembinaan manusia sebagai makhluk bio-psikologis, serta
makhluk yang berbudaya yang mendukung nilai-nilai moral. 2
Contohnya, seorang anak laki-laki dapat menjadi anak yang agresif dan berwatak tidak ramah karena
ia mengamati perilaku ayahnya yang pemarah dan selalu bermusuhan dengan tetangga. Sebaliknya, seorang
1
Santrock, John. W. 2006. Life Span Development. New York : McGraw Hill
2
Harsojo, Prof.Drs. 1967. Pengantar Antropologi. Bandung : Binacipta.
anak yang hidup di lingkungan keluarga yang ramah dan suka menolong akan memiliki kepribadian yang
lembut dan ramah. Hal ini terjadi karena setiap anak akan mengamati perilaku orang-orang disekelilingnya
kemudian meniru perilaku tersebut dan akan menjadi kepribadiannya.
Dalam sosialisasi sekunder, yaitu sosialisasi yang dilakukan di mana seseorang berada di antara
orang-orang lain terdekatnya, misalnya teman sepermainan di sekolah. Di sekolah berlangsung beberapa
bentuk dasar dari pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang wajar, perangsang-perangsang dari
potensi anak perkemangan kecakapannya, bekerjasama dengan teman-temannya yang lain, melaksanakan
tuntutan-tuntutan dan teladan yang baik, belajar menahan diri demi kepentingan orang lain, memperoleh
pelajaran, yang kesemuanya ini mempunyai akibat mendalam untuk perkembangan kepribadian anak. 3
Teori social learning dalam pembentukan kepribadian juga dapat diterapkan. Contohnya, seorang
murid di sekolah yang bergaul dengan teman-temannya yang rajin dan memiliki prestasi yang tinggi akan
cenderung meniru dan bersikap sama dengan teman-teman dekatnya itu. Pengamatannya terhadap perilaku
teman-temannya yang senang belajar dan memiliki motivasi yang tinggi dalam meraih kesuksesan akan
membentuk pribadi yang cenderung sama dengan apa yang diamatinya. Sebaliknya, bila seorang siswa berada
dalam lingkungan pertemanan yang cenderung malas, senang bermain, dan tidak memiliki motivasi tinggi
untuk belajar, maka siswa tersebut kemungkinan besar akan memiliki pribadi yang sama seperti teman-
temannya itu pula.

Dalam cakupan lingkungan yang lebih besar, yakni sosialisasi tersier, contohnya di dalam organisasi
sekolah atau kemasyarakatan, kepribadian seseorang pun dapat terbentuk. Misalnya, seseorang yang berada di
sebuah organisasi politik yang cenderung keras atau radikal di masyarakat akan memiliki kepribadian yang
sama dengan organisasinya itu. Hal ini terjadi karena seseorang menjadikan orang-orang atau pimpinan yang
berada di organisasi tersebut sebagai model dalam berperilaku. Bila dengan melakukan perilaku tertentu
orang tersebut mendapatkan pujian, kemudian menjadi penguat, maka kepribadian seseorangpun dapat
terbentuk.

Pembentukan kepribadian individu melalui teori social learning tidak hanya berlangsung melalui
proses modeling secara langsung (objek yang dijadikan model dilihat secara langsung), tetapi dapat juga
melalui perantara media. Contohnya, seorang anak yang terbiasa menonton acara tv yang sarat kekerasan
bersama orang tuanya di lingkungan primer akan membentuk pribadi yang keras pula. Begitu pula di
lingkungan sekunder maupun tertier, peran media secara potensial dapat membentuk kepribadian seseorang
sesuai apa yang dilakukan oleh model tersebut.

SUMBER PUSTAKA
3
Suhandi, Agraha,Shm.SS. 1987. Pokok-pokok Antropologi. Bandung : Fakultas Psikologi UNISBA.
Sumber buku:
Harsojo, Prof.Drs. 1967. Pengantar Antropologi. Bandung : Binacipta
Santrock, John. W. 2006. Life Span Development. New York : McGraw Hill
Suhandi, Agraha,Shm.SS. 1987. Pokok-pokok Antropologi. Bandung : Fakultas Psikologi UNISBA

Internet :
Ormond, J.E. 1999. Human Learning. Diakses pukul 14.52, Minggu 19 Oktober 2008 di situs
http://teachnet.edb.utexas.edu/~lynda_abbott/Social.html

You might also like