You are on page 1of 20

LESI MERAH DAN PUTIH MUKOSA ORAL (BURKET)

Kondisi yang akan menyebabkan tampilan lesi berwarna putih, adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan ketebalan epitel  meningkatkan jarak pembuluh darah  tampilan lesi berwarna putih
2. Peningkatan ketebalan lapisan keratin (Hiperkeratosis)  paling sering
3. Peningkatan ketebalan lapisan sel spinous (Acanthosis)
4. Peningkatan jumlah cairan edema di dalam epitel  misalnya: leukoedema
5. Berkurangnya vaskularisasi di bawah lapisan lamina propria
6. Ulserasi permukaan yang ditutupi oleh lapisan fibrin.

1. Lesi Putih Herediter


a. Leukoedema (5-1)
 Merupakan perubahan mukosa yang umum atau variasi dari kondisi yang
normal.
 Terjadi pada 90% orang dewasa berkulit hitam dan 50% remaja berkulit
hitam.
 Juga terjadi di permukaan mukosa lain, seperti vagina dan laring.

1) Gambaran Klinis
 Daerah paling sering terkena: mukosa bukal secara bilateral, jarang terjadi pada: mukosa labial,
palatum lunak, dan dasar mulut.
 Biasanya memiliki gambaran: lesi putih yang tipis, difus, dan memiliki lapisan (filmy appearance).
 Lesi tersebut tidak dapat dikikis (scrap) dan akan menghilang/menjadi kabur jika mukosa diregangkan.
 Pemeriksaan mikroskopis memperlihatkan: penebalan epitel, dengan edema intraseluler yang
signifikan pada stratum spinosum.
 Permukaan epitel dapat memperlihatkan penebalan lapisan parakeratin.
2) Perawatan
 Tidak ada indikasi untuk melakukan perawatan. Tidak ada laporan perubahan lesi menjadi ganas.

b. White Sponge Nevus (WSN)- (33)


 Merupakan kelainan dominan autosomal yang jarang dengan derajat
penetrasi yang tinggi dan tampilan yang bervariasi.
 Dominan berpengaruh pada epitel skuamosa berlapis tanpa lapisan
tanduk.
 Biasanya melibatkan mukosa oral dan juga dapat terjadi pada (jarang)
membran mukosa hidung, esofagus, genital, dan rektum.
 Dapat terjadi pada kelahiran dan semakin intens pada saat pubertas.
 Analisis genetik mengidentifikasi adanya missense mutation pada 1 alel dari keratin 13 yang menyebabkan
substitusi prolin dengan leucine dalam cluster gen keratin pada kromosom 17.

1) Gambaran Klinis
 Umumnya:
a) Plak putih, simetris bilateral, lunak, “spongy”, atau plak tebal seperti beludru pada mukosa
bukal.
b) Asimtomatis dan tidak memperlihatkan perubahan menjadi ganas
 Dapat juga terjadi di tempat lain, seperti: ventral lidah, dasar mulut, mukosa labial, palatum lunak, dan
mukosa alveolar.
 Karakteristik histopatologis: penebalan epitel, parakeratosis, kondensasi perinuklear peculiar dari
sitoplasma, dan vakuolisasi lapisan suprabasal dari keratinosit.

2) DD
 Mirip dengan:
a) sindrom mukosal herediter lain seperti: hereditary benign intraepithelial dyskeratosis, pachyonychia
congenita.
b) lesi infeksi seperti: kandidiasis
c) lesi traumatik pada cheek chewing
d) chemical burns atau preneoplastik/proses neoplastik
 Paling baik dibedakan dengan interpretasi spesimen biopsi insisional.

3) Perawatan
 Tidak ada indikasi untuk dilakukan perawatan.
 Perawatan paliatif diberikan pada pasien dengan simtom, seperti berkumur dengan tetrasiklin.

c. Hereditary Benign Intraepithelial Dyskeratosis (HBID)


 Juga dikenal sebagai Witkop’s disease, merupakan kelainan dominan autosomal yang jarang terjadi.

1) Gambaran Klinis
 Umumnya:
a) Lesi yang mirip seperti WSN, dengan plak putih “spongy”, tebal, asimtomatik, dan berombak,
yang melibatkan mukosa bukal dan labial.
b) Terdeteksi pada usia 1 tahun dan meningkat secara bertahap sampai remaja.
c) Aspek yang paling signifikan adalah HBID melibatkan konjungtiva bulbar, di mana terbentuk
lesi okular berupa plak opak, seperti busa, bergelatin, dan tebal di daerah yang berdekatan
dengan kornea
d) Lesi okular tersebut bermanifestasi pada usia 1 tahun, tedapat fotofobia, iritasi okular,
bergantung pada musim (meningkat pada musim semi dan menurun selama musim panas)
 Daerah intraoral lain yang mungkin terkena, yaitu dasar mulut, lateral lidah, gingiva, dan palatum.
 Lesi okular pada beberapa kasus dapat menyebabkan kebutaan.
 Gambaran histopatologis yang khas: produksi parakeratin pada epitel dengan penebalan stratum
spinosum, dan adanya sel diskeratotik yang banyak.

2) Perawatan
 Merupakan kondisi jinak, tidak diperlukan perawatan dari lesi oral. Untuk lesi okular, dirujuk ke
ophtalmologist.

d. Dyskeratosis Congenita (34)


 Merupakan dermatosis terkait gen resesif, berhubungan dengan kelainan
kromosom X.
 Gambaran yang ada: mukosa oral leukoplakia yang atrofi, paling
sering pada lidah dan pipi. Muncul sebelum usia 10 tahun dengan
daerah mukosa yang putih, berulser, nekrotik dan sering terinfeksi
Candida.
 Perubahan pada mukosa oral terjadi berasosiasi dengan kuku yang distrofik
dan hiperpigmentasi kulit wajah, leher, dan dada.
 Banyak kasus juga menampilkan perubahan hematologik seperti: pancytopenia, hypersplenism, dan anemia
aplastik.

2. Lesi Putih Inflamatori/Reaktif


a. Linea Alba (10)
 Umumnya ditemukan: alur horizontal pada mukosa setinggi bidang
oklusal, meluas dari lip commissure sampai gigi posterior, biasanya
berhubungan dengan tekanan, iritasi friksional, atau sucking trauma.

1) Gambaran Klinis
 Umumnya bilateral, lebih sering terjadi pada individu dengan
reduced overjet pada gigi posterior, dan terbatas pada rahang yang
bergigi.

2) Perawatan
 Tidak ada perawatan yang diindikasikan.

b. Keratosis Friksional (Traumatik) (5-2)


1) Gambaran Klinis
 Tampilannya: plak putih kasar, berjumbai (frayed), yang secara
jelas berkaitan dengan sumber iritasi mekanis (sehingga bila
dilakukan eliminasi faktor iritan tersebut, akan menyelesaikan
masalah)
 Sering berkaitan dengan denture yang tidak baik serta cusp dan
edge yang tajam dari gigi yang rusak.
 Tidak menunjukkan transformasi keganasan
 Secara histologis: terdapat tampilan hiperkeratosis dan acanthosis

2) DD
 Dapat menyerupai leukoplakia displastik, kadang diperlukan biopsi untuk membedakannya.

3) Perawatan
 Dengan penghilangan faktor iritan, lesi seharusnya hilang dalam 2 minggu. Bila tidak hilang, lakukan
biopsi untuk memastikan adanya lesi displastik.
c. Cheek Chewing (5-3)
 Iritasi kronis dari sucking, nibbling, chewing berulang  terdapat
area yang mengalami trauma  menebal, luka, dan lebih pucat dari
jaringan sekitar.
 Sering terlihat pada individu yang sedang stres atau kondisi psikologis
lain, di mana cheek dan lip biting menjadi kebiasaan. Pasien biasanya
sadar dengan kebiasaan tersebut, tapi tidak menghubungkannya
dengan lesi oralnya
 Biasanya terlihat morsicatio labiorum (pada mukosa labial) dan morsicatio linguarum (pada batas
lateral lidah)

1) Gambaran Klinis
 Umumnya:
a) Ditemukan secara bilateral pada mukosa bukal posterior sepanjang bidang oklusi.
b) Pasien sering mengeluhkan jaringan yang kasar atau tonjolan, yang biasanya terlepas (robek)
dari permukaan mukosanya  menghasilkan permukaan yang berjumbai
c) Outline lesi tidak tegas, dengan daerah-daerah keputihan yang dapat bercampur dengan
eritema atau ulserasi.
 Dapat terlihat sebagai kombinasi dengan lesi traumatik pada bibir dan lidah
 Prevalensi 2 kali lebih besar pada wanita, dan 3 kali lebih besar setelah umur 35 tahun
 Gambaran histopatologis: hiperkeratosis dan acanthosis. Biasanya permukaan keratinnya tebal dan
kasar dengan proyeksi keratin yang banyak jumlahnya, dan juga terdapat koloni bakterial.

2) DD
 Menyerupai oral hairy leukoplakia, ketika terlihat pada lateral lidah.
 Termasuk juga WSN, chemical burns, dan candidiasis.

3) Perawatan dan Prognosis


 Tidak ada perawatan yang diindikasikan.
 Bagi yang menginginkan perawatan untuk mengontrol masalah chewing habitnya, dapat diberikan plastic
occlusal night guard.
 Pemeriksaan lebih lanjut untuk membedakan dengan oral hairy leukoplakia mungkin diperlukan, terlebih
bila terdapat faktor risiko HIV.

d. Injuri Kimia Mukosa Oral


 Agen kaustik yang bertahan pada mulut dalam waktu yang lama  formasi pseudomembran
superfisial (terdiri dari jaringan permukaan nekrotik dan eksudat inflamasi)  lesi putih nonkeratotik

1) Agen kausatif Spesifik


a) Aspirin Burn (5-4)
 Merupakan penyebab yang paling umum dari injuri ini
 Biasanya jaringan akan rusak ketika aspirin ditahan pada
daerah lipatan mukobukal dalam waktu yang lama untuk
meringankan nyeri dental

b) Silver Nitrate (5-5)


 Umumnya digunakan untuk agen kauteri kimia sebagai perawatan
aphtous ulcer  secara instan meringankan simtom dengan
membakar ujung saraf di daerah ulser.
 Namun, sering merusak daerah di sekitarnya sehingga terjadi
penundaan penyembuhan atau nekrosis yang parah pada daerah
aplikasi.
c) Hydrogen Peroxide
 Sering digunakan untuk bahan kumur intraoral sebagai pencegah penyakit periodontal
 Nekrosis epitel dapat terjadi dalam penggunaan hidrogen peroksida dengan konsentrasi > 3%

d) Sodium Hypochlorite
 Umumnya digunakan untuk irigasi saluran akar  dapat
menyebabkan ulserasi serius bila berkontak dengan jaringan lunak
mulut

e) Dentrifices (5-7) dan Moutwash (5-6)


 Lesi muncul akibat sentivitas atau reaksi alergi dari salah 1 bahan
pasta gigi, dan gambarannya dapat menyerupai lesi akibat agen
kimia lain.
 Obat kumur yang mengandung alkohol atau klorheksidin, ataupun
penggunaan obat kumur yang eksesif dilaporkan menyebabkan
terbakarnya bibir, mulut, dan lidah.

2) Gambaran Klinis
 Umumnya:
a) Lokasi lesi berada pada daerah lipatan mukobukal dan gingiva.
b) Lesi berbentuk ireguler, putih, dan ditutupi oleh pesudomembran (biasanya berkerut), serta
sangat nyeri.
c) Lebih sering terdapat pada unattached nonkeratinized tissue dibandingkan dengan attached
mucosa.

3) Perawatan dan Prognosis


 Perawatan yang terbaik adalah pencegahan:
a) Lakukan kontrol pada anak yang mengonsumsi tablet aspirin
b) Penggunaan rubber dam yang tepat selama prosedur endodontik
 Penyembuhan pada lesi superfisial terjadi dalam 1-2 minggu. Agen emolien protektif seperti metil
selulose dapat mengurangi simtom
 Bila terkait dengan jaringan yang lebih dalam ataupun nekrosis, diperlukan debridement permukaan,
diikuti dengan pemakaian antibiotik
 Bila terkait dengan luka yang ekstensif, bedah dan atau rehabilitasi prostetik dapat dilakukan

e. Actinic Keratosis (Cheilitis)


 lesi epitel pra-ganas yang secara langsung terkait dengan paparan sinar
matahari.
 umumnya ditemukan di Terdapat kemungkinan kecil lesi ini akan
berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa. Biopsy dilakukan pada
daerah lesi yang mengalami ulser berulang-ulang, berkrusta, atau area
putih yang menebal. Lesi ini umum ditemukan pada individu yang
mempunyai pekerjaan di luar ruangan atau berkulit putih.

1) Predileksi
 vermillion border bibir bawah dan area kulit
lainnya yang terkena paparan (dahi, pipi, kuping, lengan atas)

2) Gambaran Khas
 Pada bibir dapat berupa plak putih berbentuk
oval atau garis linear dengan diamter < 1cm, permukaannya dapat terlihat adanya krusta dan kasar saat
diraba.
 Secara histopatologi, permukaan epitel
mengalami atrofi, dengan perubahan kolagen yang basophilic homogenous amorphous (solar elastosis) di
daerah lamina propria.
 Berbagai derajat perubahan bentuk atipikal
seperti peningkatan rasio nukleositoplasma, hilangnya polaritas dan orientasi selular.

3) Perawatan dan Prognosis


 Perawatan utama adalah bedah. Agen kemoterapi seperti 5-fluoroacil topical juga dilaporkan
berhasil. Namun, hasil biopsinya menunjukan adanya dysplasia pada epitel yang sehat yang menetap.
Selain itu, pasien juga membutuhkan follow up jangka panjang. 10% dari lesi ini menjadi lesi ganas

f. Smokeless Tobacco-Induced Keratosis/ snuff diaper’s keratosis / Tobacco pouch keratosis


 Lesi mukosa putih khas berwarna putih, keabuan atau transparan. Jarang ditemukan
eritroplakia. Walau lesi ini termasuk lesi pra kanker namun risikonya rendah untuk berubah menjadi ganas.
Epidemiologi  Swedia, India, Asia Tenggara, (dahulu) Amerika. Zat karsinogen pada tembakau antara lain
adalah N-nitrosonornicotine, yang dapat menyebabkan perubahan mukosa. Durasi mempengaruhi tingkat
kerusakan mukosa. Leukoplakia umum berkembang pada konsumsi yang lebih dari tiga tahun.

1) Predileksi
 daerah yang terkena tembakau yang dikunyah  umumnya di vestibula anterior RB, lalu
posterior.

2) Gambaran Khas
 lesi asimptomatik dapat bergranular atau berkerut (5-9). Pada beberapa kasus, dapat terlihat kantung
(tobacco pouch keratosis), mukosanya terlihat berfisur atau rippled. Jangka panjang  kantung menjadi
leathery dan bernodul (5-11). Gusi sisi fasial mengalami resesi dengan adanya kerusakan jaringan
periodonsium dan karies akar yang dapat meluas ke mahkota (5-10) kandungan gulanya yang tinggi
dan proses pengunyahan.
 Secara histologis  epitel hiperkeratosis dan menebal. Epitel superfisial dan keratin layer kadang
mengalami edema dan vaskuolisasi.
 Kantung tidak umum mengalami displasia.

3) Perawatan dan Prognosis


 Penghentian konsumsi dapat mengembalikan mukosa normal (1-2 minggu). Biopsi dilakukan setelah 1
bulan pada lesi yang menetap.Umumnya diindikasikan pada lesi yang tidak khas.
 Resiko keganasan 4x lebih besar pada pengguna kronis.

g. Stomatitis Nikotin /stomatitis nicotina palati / smoker’s palate


 Lesi putih pada palatum lunak dan keras dari perokok berat (pipa, cerutu, rokok) yang. Semakin jarang
ditemukan semenjak rokok pipa tidak populer lagi. Bukan merupakan lesi pra-ganas.
 Juga terdapat pada individu yang sering minum minuman sagat panas, sehingga disimpulkan penyebab
utamanya adalah panas dari asap bukan toksiknya. Epidemiologi  amerika selatan dan asia, terkait kultur
mereka: kebiasaan mematikan asap di oral  lesi dapat menjadi eritroplakia = pre-ganas.

1) Predileksi
 Terkonsentrasi pada bagian palatum lunak dan
keras yang terpapar asap panas paling sering saat inhalasi asap

2) Gambaran Khas
 Karena suatu
kondisi kronis, palatum menjadi berwarna keabuan atau putih (fig A).
Terdapat sejumlah papul yang sedikit penonjolannya dengan bagian
tengah bertanda merah  inflamasi. Juga terlihat duktus kelenjar saliva
minor mengalami metaplasia.

3) Perawatan dan Prognosis


 Penghentian merokok  jaringan berangsur pulih dan kembali normal setelah 2 minggu.
 Biopsi jarang diindikasikan, kecuali lesi menetap setelah 1 bulan setelah berhenti merokok.

h. Sanguinaria-Induced Leukoplakia
 Sanguinaria adalah ekstrak dari benzophenanthridine alkaloids, derivat dari tanaman rhizome, yang
dahulu digunakan sebagai oral cleanser (Viadent), namun ternyata bersifat karsiongenik
 Biasanya ditemukan pada pasien usia decade keempat sampai kesembilan yang telah menggunakan
Viadent rata-rata 4,4 tahun.

1) Predileksi
 Anterior Vestibulum RA dan RB (mukosa vestibulum dan attached gingiva)

2) Gambaran Khas
 Lesi sangat berbeda dengan jaringan
sekitarnya dan tepi yang jelas. Spot-spot leukplakia berwarna putih, velvety, dan berombak. Lesi terlokasi
karena vestibulum dapat memperpanjang retensi produk di oral karena jauh dari duktus saliva mayor.
 Biopsi memperlihatkan keratosis permukaan
dan pola verrucoid yang nyata. Perubahan atipikal minimal (termasuk hiperplasia basilar,
hiperkromatisasi, rasio nukleositoplasma meningkat), terbatas hanya di sepertiga bawah epitel umumnya

3) Perawatan dan Prognosis


 Hentikan penggunaan produk, dan kebiasaan buruk lainnya seperti merokok, minum minuman alkohol,
follow up keadaan pasien dengan seksama

3. Lesi Merah dan Lesi Putih Akibat Infeksi


a. Oral Hairy Leukoplakia
 Lesi putih berombak yang biasanya muncul di permukaan lateral dan ventral lidah individu dengan
imunodefisiensi berat. Penyakit yang paling sering terkait adalah infeksi
HIV, 25% dari penderita HIV dewasa. 80% pada penderita AIDS. Epstein-
Bar Virus salah satu penyebab hairy leukoplakia oral ini. Selain itu juga
ditemukan pada individu dengan kondisi imunosupresan, seperti penerima
donor organ, dalam terapi steroid yang lama.
1) Predileksi
 Lidah sisi lateral dan ventral. Dapat meluas ke
dorsal.

2) Gambaran Khas
 Lesi berombak dengn penampakan berkerut dan mengikuti bagian lidah yang terkunyah.
Dapat berbentuk seperti plak. Umumnya lesi bilateral. Hiperkeratosis yang berat dari epitel dengan
permukaan yang irregular, acanthosis dengan edema superficial, dan beberapa sel koilocytic (virally
affected “balloon” cells) di spinous layer.
 Terdapat inklusi virus homogen dengan adanya residual rim dari kromatin normal

3) Perawatan dan Prognosis


 Penegakkan diagnosis EPV dapat dibantu
dengan hibridisasi in situ, mikroskop electron, polymerase chain reaction (PCR)

4. Idiopathic “True” Leukoplakia


 Leukoplakia  lesi putih prekanker dengan risiko bertransformasi menjadi ganas.
 Pada tahun 1972, WHO menyatakan bahwa lesi prekanker sebagai perubahan morfologi jaringan dimana
kanker sangat mungkin dapat terjadi daripada daerah yang normal.
 Prekanker yang paling sering terjadi pada rongga mulut adalah leukoplakia dan erythroplakia.
 Leukoplakia  plak berwarna putih yang tidak dapat dikarakteristikan secara klinis atau patologis
sebagai penyakit apapun (WHO, 1978). Definisi ini tidak memiliki konotasi histologis dan digunakan sebagai
deskripsi klinis. Risiko transformasi menjadi ganas tergantung dari klinis dan histologis, tetapi risiko menjadi
ganas diperkirakan sekitar 4-6%.
a. Etiologi
Faktor penyebab :
1) Tembakau
 paling berhubungan  80% pasien leukoplakia adalah perokok.
 perkembangan leukoplakia pada perokok  tergantung pada durasi pemakaian (insiden lesi pada perokok
berat > perokok ringan)
 berhenti merokok  dapat menresolusi lesi leukoplakia secara parsial atau total
 Smokeless tobacco  juga menjadi etiologi leukoplakia  potensial transformasi menjadi gaas lebih kecil
dibanding smoking-induced lesions.
2) Alkohol
 konsumsi alcohol sendiri  tidak berhubungan dengan peningkatan risiko perkembangan leukopakia,
tetapi alkohol diperkirakan menjadi promoter dengan tembakau yang menyebabkan efek sinergis yang
kuat  perkembangan leukoplakia dan kanker oral
3) Sunlight (sinar matahari  radiasi UV)
 faktor etiologi pada leukoplakia di vermilion border bibir bawah
4) Candidiasis
 Candida albicans sering ditemukan pada pemeriksaan histologis leukoplakia  sering ditemukan pada
(60% kasus) nodular leukoplakias, tetapi jarang (3%) in homogeneous leukoplakias
 Sering disebut dengan “candidal leukoplakia” dan “hyperplastic candidiasis”
 Candida membentuk kofaktor  produksi keratin
5) Reaksi electrogalvanic
6) (kemungkinan) herpes simplex dan papilomavirus
 Human papillomavirus (HPV)  subtypes HPV-16 dan HPV-18
 HPV-16 berhubungan dengan peningkatan risiko transformasi menjadi ganas

Beberapa bukti menyatakan  oral leukoplakia in nonsmokers memiliki risiko yang lebih besar menjadi ganas
dibandingkan dengan oral leukoplakia in smokers
b. Gambaran Klinis
 Insiden leukoplakia tergantung : lokasi geografis dan kebiasaan pasien
 smokeless tobacco  leukoplakia (prevalensi tinggi)
 Leukoplakia lebih sering ditemukan pada pria, dapat terjadi pada permukaan mukosa, namun jarang
menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri.

 Leukoplakia sering terjadi pada dewasa yang lebih tua dari 50 tahun.
 Prevalensi meningkat seiring bertambahnya usia, terutama pada pria (8% dari pria usia > 70 tahun)
 70% lesi leukoplakia oral ditemukan pada mukosa bukal, vermillion border bibir bawah, dan gingival
 Jarang terjadi pada palatum, mukosa maksila, area retromolar, dasar mulut, dan lidah.
 Lesi pada lidah dan dasar mulut  90% menunjukkan displasia dan karsinoma

Subtipe
1) Homogenous Leukoplakia
 Homogeneous leukoplakia” (or “thick leukoplakia”)  batas jelas, terlokalisasi atau
ekstensif, agak lebih menonjol, dan permukaan memiliki fissure, kerutan, atau bergelombang.
 Ketika dipalpasi terasa leathery (kenyal), atau seperti cracked mud-like.

FIGURE 5-27 Homogeneous leukoplakia as it appears at different sites: A, the lower lip; B, the floor of mouth;
and C, the gingiva.

2) Nodular (speckeld) Leukoplakia


 Nodular (speckled) leukoplakia  granular atau nonhomogeneous
 Lesi merah dan putih dengan nodul atau patch puthih tersebar dengan latar belakang erythematous.
 Tipe leukoplakia ini memiliki transformasi mejadi ganas yang tinggi, dengan 2/3 dari kasus ini
menunjukkan displasia epitel atau karsinoma

FIGURE 5-28 Nodular or speckled leukoplakia appears as a red velvety plaque


with associated white spots or papules on the lateral border of the tongue. The
nodular ulcerated area anterior to the red plaque is a spindle cell squamous cell
carcinoma.

3) Verrucous Leukoplakia
 “Verrucous leukoplakia” or “verruciform leukoplakia”  lesi putih tetal dengan permukaan papillary
pada rongga mulut.
 Lesi ini umumnya banyak terkeratinisasi dan sering terlihat pada dewasa tua (usia 60-80 tahun).
 Beberapa dari lesi ini memperlihatkan pola perkembangan exophytic.
FIGURE 5-29 Thick white plaque on the lateral border of tongue represents verrucous
leukoplakia. The small ulcerated lesion anterior to the white bumpy lesion is a
squamous cell carcinoma

4) Proliferative verrucous leukoplakia (PVL)


 Proliferative verrucous leukoplakia (PVL) 
extensive papillary or plak putih verrucoid dan umumnya melibatkan daerah mukosa secara lambat
hingga dapat bertranformasi menjadi karsinoma sel skuamosa setelah beberapa tahun.
 PVL memiliki risiko yang sangat tinggi untuk
bertransformasi menjadi displasia, karsinoma sel skuamosa, dan verrucous carcinoma. Verrucous
carcinoma perkembangan lambat dan lesi well-differentiated yang jarang bermetastasis.

FIGURE 5-30 Proliferative verrucous


leukoplakia of the floor of the
mouth and of the lip. In this form of leukoplakia, the risk for malignant
transformation is very high.

FIGURE 5-31 Buccal leukoplakia and an adjacent verrucous carcinoma.

c. Gambaran Histopatologis
 Metode untuk mendiagnosa lesi leukoplakia  pemeriksaan mikroskopis
dari specimen biopsy yang adekuat
 Bentuk jinak dari leukoplakia  hyperkeratosis dan inflamasi kronis.
 Leukoplakia jinak  dapat bertransformasi menjadi ganas
 Waldron and Shafer, meneliti lebih dari 3,000 kasus leukoplakia,
menemukan 80% lesi hyperkeratosis jinak (ortho- or parakeratindengan atau tanpa penebalan spinous layer
(acanthosis).
 17% kasus  epithelial dysplasias or carcinomas in situ
 Perubahan displastik berawal dari zona basal dan prebasal dari epithelium
 Semakin banyak melibatkan epitel, semakin tinggi tingkat displasia
 Perubahan displastik epitelium ditandai dengan inti yang membesar dan
hiperkromatik, pleomorphism sel dan inti, keratinisasi prematur sel, peningkatan ratio nucleocytoplasmic,
peningkatan aktivitas mitotik, dan kehilangan polaritas dan orientasi sel.
 Ketika seluruh epitel (dari atas sampai bawah) terlibat  carcinoma in situ
(CIS)
 Hanya 3% dari lesi leukoplakik yang berevolusi menjadi karsinoma sel
skuamosa

d. Diagnosis dan Perawatan


 untuk mendiagnosis diperlukan  pemeriksaan klinis dan histologis yang
adekuat
 kriteria klinis penting : lokasi, gambaran klinis, iritan, patogenesis.
 Banyak lesi putih yang mirip dengan leukoplakia :
o lichen planus,
o lesions caused by cheek biting,
o frictional keratosis,
o smokeless tobacco–induced keratosis,
o nicotinic stomatitis,
o leukoedema,
o white sponge nevus.
 Jika lesi leukoplakia hilang secara spontan ketika eliminasi iritan  tidak perlu pemeriksaan lebih lanjut
 Jika lesi persisten  biopsi
 Metode pendukung : vital staining with toluidine blue and cytobrush techniques  membantu mempercepat
biopsy dan / atau memilih spot yang tepat untuk dibiopsi.
 Toluidine blue staining menggunakan 1% aqueous solution of the dye that is decolorized with 1% acetic acid.
Warna akan menempel pada dysplastic and malignant epithelial cells dengan tingkat akurasi yang tinggi.
 The cytobrush technique menggunakan sikat yang lembut yang dapat mengambil sel dari epitel sel skuamosa.
 Teknik ini lebih akurat dibanding dengan teknik sitologi yang lain yang digunakan pada rongga mulut.
 Tetapi perlu diingat bahwa staining dan cytobrush techniques hanya membantu tetapi tidak bisa
menggantikan incisional biopsy.
 Jika biopsi sudah dilakukan tetapi lsi tidak hilang  perlu biopsi ketika terjadi perubahan tanda dan gejala
 Perawatan definitif :
o eksisi bedah  cryosurgery dan laser ablation lebih dianjurkan karena memiliki presisi yang baik dan
penyembuhan yang cepat
o total eksisi agresif  ada microscopic dysplasia (apalgi displasia yang severe dan moderate).
o Penggunaan vitamin dan antioksidan  tunggal atau kombinasi dosis dari vitamin A,C, dan E, beta
carotene, dan makanan dengan antioksidan tinggi dan cell growth suppressor proteins (buah dan sayur)
 Umumnya leukoplakia  risiko rendah terhadap perubahan menjadi ganas
 Setalah pengangkatan  dapat terjadi rekurensi jika eksisi tidak adekuat atau kebiasaan yang menjadi
penyebab terus dilakukan
 Pasien harus terus dipantau karena ada risiko lesi menjadi ganas

e. Prognosis
 setelah operasi pengankatan  perlu dilakukan monitoring jangka panjang dari daerah lesi karena
leukoplakia memiliki rekurensi yang tinggi.
 Rekurensi setelah 3,9 tahun rata-rata mencapai 20%.
 Lesi jinak kecil tanpa displasia  harus dipantau  memiliki risiko menjadi ganas 4-6%
 Lesi besar tanpa displasia  bisa diangkat atau follow-up evaluation, dengan atau tanpa medikasi
 Kunjungan dan biopsi untuk follow up  penting  apalagi ketika eliminasi iritan tidak sempurna
 Hasil studi  perubahan menjadi ganas terjadi setelah 2-4 tahun setelah onset dari leukoplakia tetapi dapat
juga terjadi setelah beberapa bulan atau juga setelah beberapa dekade
 Setiap gambaran klinis dari leukoplakia memiliki perbedaan potensi menjadi ganas.
 Urutan dari yang memiliki potensi menjadi ganas paling tinggi :
o Speckled (nodul) leukoplakia,
o verrucous leukoplakia,
o homogeneous leukoplakia
 Untuk dysplastic leukoplakia  harus cek histologis ketika ingin melakukan perawatan dan follow up.
Semakin tinggi tingkat displasia, semakin tinggi kemungkinan untuk berubah menjadi ganas
 Banyak faktor yang terlibat dalam perawatan yang optimal, misalnya : lama persisten lesi, perkembangan
leukoplakia pada perokok, lesi timbul pada daerah dengan risiko tinggi seperti di dasar mulut, palatum lunak,
oropharynx, atau permukaan ventral lidah.

5. Bowen’s Disease
 Bowen’s disease merupakan localized intraepidermal squamous cell carcinoma pada kulit yang dapat
berkembang menjadi karsinoma invasif setelah beberapa tahun.

Bowen’s disease juga dapat muncul pada mukosa genital pria dan wanita sebagai lesi erythroplakic, leuplakic,
atau papillomatous. Penyakit ini umumnya terjadi pada kulit, sebagai akibat dari proses pencernaan arsen. Tumbuh
lambat, sebagai erythematous patch yang membesar.

Dikarenakan gambaran klinis dan histologis yang mirip antara bowen’s disease dengan erythroplakia (keduanya
dapat dikarakteristikan sebagai patch merah pada membran mukosa, gambaran histologis terlihat severely dysplastic
epithelium atau epitelial karsinoma), dipertanyakan apakah keduanya sebenarnya merupakan penyakit yang sama.
Namun, opini terbaru menyatakan bowen’s disease dan erythroplakia berbeda.

6. Eritroplakia
 Plak atau patches berwarna merah terang beludru yang tidak dapat dikarateristikan secara klinis atau patologis
dikarenakan kondisi-kondisi lainnya.
Lesi erythroplakic mudah terlewat oleh dokter gigi. Erythroplakia lebih umum terjadi dibandingkan dengan
leukoplakia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mayoritas kasus erythroplakia (khususnya yang berada pada
lidah, dasar mulut, palatum lunak, dan anterior tonsillar pillars) memperlihatkan frekuensi yang tinggi untuk
perubahan premalignant dan malignant.

Meskipun etiologi eryhroplakia tidak pasti, namun mayoritas kasus erythroplakia berhubungan dengan perokok
berat, dengan atau tanpa konsumsi alkohol.
a. Gambaran Klinis
Terdapat beberapa variasi klinis, namun belum ada klasifikasi yang diterima secara global. Shear
mendeskripsikan:
1) homogeneous erythroplakia,
2) erythroplakia interspersed with patches of leukoplakia, dan
3) granular or speckled erythroplakia.
Sebagian besar dari lesi ini berbentuk ireguler, dan beberapa mengandung pulau mukosa normal yang berada
di dalam area-area erythroplakia, fenomena ini telah dihubungkan dengan persatuan dari sejumlah precancerous
foci.

A. B.
FIGURE 5-33 Clinical variations of erythroplakia.
A, Homogeneous erythroplakia consisting of a bright red well-demarcated velvety patch seen here in the posterior hard
palate/soft palate area. B, Homogeneous erythroplakia as a mixed area of leukoplakia and erythroplakia, called speckled
leukoplakia, seen in the floor of the mouth and on the lateral border of the tongue.

Erythroplakia umumnya muncul pada pria usia lanjut, sekitar usia 60-70 tahun. Umumnya terdapat pada
lantai mulut, ventral lidah, palatum lunak, dan tonsillar fauces, semuanya merupakan area utama untuk
perkembangan carcinoma. Multiple lesions dapat terjadi. Hampir semua lesi ini asimtomatik.

b. Gambaran Histopatologis
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa 80-90% kasus erythroplakia merupakan severe epithelial
dysplasia, carcinoma in situ, atau invasive carcinoma, secara histopatologis. Pada satu penelitian, tidak ada
satupun kasus erythroplakia yang merupakan benign keratosis.

c. DD
1) Erythematous candidiasis,
2) area iritasi mekanis,
3) denture stomatitis,
4) lesi vaskular, dan
5) beberapa variasi dari lesi inflamasi nonspesifik.

Dikarenakan warna kemerahan pada mukosa oral merupakan hal yang wajar, maka area kemerahan
erythroplakia seringkali tidak diindahkan oleh dokter gigi. Diferensiasi erythroplakia dengan lesi inflamasi jinak
mukosa oral dapat dilakukan dengan menggunakan 1% solution of toluidine blue, secara topikal dengan cara
swab atau dibilas (kumur). Meskipun teknik ini kurang efektif pada lesi keratotik, tetapi hasil untuk area dengan
karsinoma awal (erythroplakic dan lesi erythroplakic-leukoplakic) sangat baik, dengan hasil false-negative
(underdiagnosis) dan false-positive (overdiagnosis).
d. Perawatan dan Prognosis
Perawatan untuk erythroplakia sebaiknya mengikuti prinsip yang sama seperti perawatan untuk leukoplakia.
Observasi selama 1-2 minggu dilakukan setelah eliminasi iritan, namun biopsy harus segera dilakukan untuk lesi
yang persisten. Prosedur toluidine blue vital staining seharusnya dilakukan kembali setelah iritan dieliminasi. Jika
lesi tetap berwarna kebiruan, maka hal ini menunjukkan extensive dysplasia atau karsinoma awal, yang
memerlukan pembuangan total dari lesi. Invasive carcinoma harus segera dirawat, berdasarkan petunjuk
perawatan untuk kanker.

Mayoritas asimptomatik malignant erythroplakic lesions berukuran kecil; 84% berdiameter < 2 cm, dan 42%
berdiameter < 1cm. Bagaimanapun, dikarenakan rekurensi dan multifocal involvement umumnya terjadi, follow-
up jangka panjang diwajibkan.

7. Oral Lichen Planus


 Oral lichen planus (OLP) merupakan chronic immunologic inflammatory mucocutaneous disorder yang
memiliki tampakan yang bervariasi, mulai dari keratotik (retikular atau seperti plak), erythematous, dan ulseratif.

Sekitar 28% pasien dengan OLP juga memiliki lesi kulit. Umumnya terdapat pada lengan bawah, kulit kepala,
dan genital. Tidak seperti lesi oral, lesi kulit umumnya self-limiting, akan menghilang sekitar setahun kemudian.

Kurangnya penelitian epidemiologi OLP, dan bervariasinya gejala OLP, menyebabkan sulitnya memprediksi
prevalensi kasus OLP.

a. Etiologi dan Diagnosis


Etiologi liken planus meliputi cell-mediated yang secara imunologik mempengaruhi degenerasi lapisan sel
basal pada epitelium. Liken planus merupakan penyakit dengan jaringan yang sangat luas yang mana secara
imunologik mempengaruhi lesi lichenoid yang merupakan denominator yang umum. sehingga terdapat banyak
kemiripan, klinis dan histologis, antara likenplanus, lichenoid dermatoses, dan stomatitis yang berhubungan
dengan obat, beberapa penyakit autoimun, serta graft-versus-host reaction. Terdapat beberapa faktor yang diduga
merupakan faktor risiko OLP, antara lain stres, diabetes, hepatitis C, trauma, dan hipersensitivitas terhadap
obat dan metal, ketiga faktor terakhir memiliki beberapa bukti yang cukup meyakinkan.

Etiologi OLP yang sebenarnya tidak dapat diidentifikasi. Bagaimanapun perubahan klinis dan mikroskopis
yang konsisten dengan OLP seringkali terjadi sebagai respon terhadap beberapa agen (obat-obatan, bahan kimia,
metal, dan makanan). Saat manifestasi ini terjadi, hal ini disebut reaksi ‘likenoid’. Saat agen atau antigen
dihilangkan, gejala akan hilang.
Untuk menentukan diagnosis, diperlukan pemeriksaan klinis dan histologis yang menyeluruh untuk melihat
kemungkinan adanya displasia dan karsinoma. Biopsi juga diperlukan jika terjadi perubahan tanda dan gejala.

b. Gambaran Klinis
Umumnya terjadi pada usia 50 tahun-an, dan lebih sering pada wanita. Tempat kemunculan OLP umumnya
pada mukosa bukal, diikuti dengan lidah, gingiva, dan bibir. Gejala yang terjadi adalah rasa sakit dan tidak
nyaman, yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Umumnya sekitar 1% pasien memiliki cuteneous lichen
planus. Prevalensi OLP berkisar antara 0,1-2,2%. Lesi kulit liken planus dideskripsikan sebagai papul ungu,
pruritik, dan poligonal.

A B C

FIGURE 5-34 Forms of lichen planus.


A, Reticular lichen planus of the buccal mucosa. B, Atrophic lichen planus of the gingiva. C, Erosive lichen planus of
the tongue.

OLP diklasifikasikan sebagai:


1) Reticular (lacelike keratotic mucosal configurations)
 Umumnya asimtomatik dan berkembang lambat.
 Bentuk ini terdiri dari (1) slightly elevated fine whitish line (Wickham’s striae) yang menghasilkan pola
seperti tali/renda (lacelike) atau pattern of fine radiating lines atau (2) lesi anular.
 Bentuk OLP yang paling umum dan mudah dikenali
 Tempat predileksi: mukosa bukal (paling sering, umumnya bilateral), diikuti dengan lidah, bibir, gingiva,
lantai mulut, dan palatum.
 Whitish elevates lesions umumnya berdiameter 1,5-1 mm.
2) Atrophic (kombinasi perubahan keratotik dengan eritema mukosal)
 Muncul sebagai area terinflamasi pada mukosa oral, dilapisi oleh thinning red-appearing epithelium
 Umumnya terasa sakit/nyeri
3) Erosive (kombinasi pseudomembrane-covered ulcerations dengan keratosis dan eritema)
 Mungkin berkembang sebagai komplikasi dari proses atrophic saat thin epithelium mengalami
pengelupasan atau ulserasi.
 Gejala bervariasi, mulai dari mild-burning hingga rasa sakit yang parah.
4) Bullous (kombinasi tampakan vesikobulosa dengan pola retikular atau erosif)
 Jarang terjadi.
 Terkadang menyerupai bentuk dari linear IgA disease.

c. Gambaran Histologis
Tiga gambaran penting untuk diagnosis histopatologis dari liken planus:
1) Area hiperparakeratosis atau hiperortokeratosis, seringkali dengan penebalan lapisan sel granular dan
tampakan saw-toothed to the rete pegs
2) ‘liguefaction degeneration’ atau nekrosis lapisan sel basal, yang seringkali digantikan oleh sebuah pita
eosinofilik
3) Sebuah pita epitelial padat dari limfosit
Penelitian imunohistochemical telah mengkonfirmasi bahwa rasio T4/T8 dari limfosit dari epitelium dan
lamina propria pada lesi likenoid lebih tinggi daripada mukosa normal maupun mukosa leukoplakic, dengan
demikian hal ini akan membantu membedakan leukoplakia dari reaksi likenoid.

d. DD
1) Lesi likenoid (drug-induced lesions, hipersensitivitas merkuri-kontak, erythema multiforme,
lupus erythematosus, dan graft-versus-host-reaction)
2) Leukoplakia
3) Squamous cell carcinoma
4) Mucous membrane pemphigoid
5) Candidiasis
Riwayat yang detail dari tampakan klinis dan distribusi lesi akan sangat berguna.
Biopsi sebaiknya dilakukan sebelum perawatan, dikarenakan jika dilakukan setelah atau saat perawatan,
pemakaian kortikosteroid akan mengacaukan hasil biopsi. Biopsi pada papular dan plaquelike OLP dilakukan
untuk melihat kemungkinan parubahan displastik dan leukoplakia. Umumnya biopsi dilakukan pada OLP yang
berbentuk erosive dan bullous, dikarenakan lesi-lesi ini simtomatik (sehingga dokter gigi akan sangat
memperhatikannya) dan untuk membedakan dengan lesi-lesi vesikobulosa lainnya.

e. Clinical Course and Prognosis


Lesi pada Oral Lichen Planus tampak, menghilang dan terlihat kembali dengan cara yang berbeda-beda pada
tiap individu. Seorang ahli menyatakan bahwa beberapa lesi OP sembuh dengan spontan, yaitu lesi atrofik 12%,
lesi plaque-like 7% dan lesi erosif 0% (harus dengan perawatan).

Bentuk OLP sebagai lesi yang premalignant masih didebatkan. Namun beberapa studi kasus menyatakan
bahwa insiden berkembangnya OLP menjadi squamous cell carcinoma terjadi sekitar 0.4 – 2%, dan kebanyakan
terjadi pada lidah dan mukosa bukal.

f. Treatment
 Kortikosteroid topikal/ sistemik biasanya diberikan pada pasien. Medikasi secara topikal biasanya lebih sering
digunakan, yaitu flucinonide 0.05% dan clobetasol 0.05%, dalam bentuk pasta atau gel. Bentuk topikal
diaplikasikan tiap hari sesuai dengan kebutuhan pasien dan cara pengaplikasiannya dengan dioleskan dengan
kapas atau kassa (terutama pada mukosa bukal).

 Selain itu, lesi erosif yang mengalami perluasan pada gingiva (desquamative gingivitis) dapat dirawat dengan
menggunakan occlusive splints sebagai carrier dari kortikosteroid. Terapi occlusive ini dapat menyebabkan
absorpsi sitemik dari high-potency kortikosteroid, maka pasien harus memonitor penggunaan dosis seminimal
mungkin tiap harinya. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan obat kumur antibacterial seperti
chlorhexidine sebelum penggunaan steroid dapat mencegah perkembangan jamur

 Steroid sistemik jarang digunakan. Obat yang biasanya digunakan secara sistemiki adalah tablet prednisone
dengan dosis 40-80 mg per hari untuk 10 hari, namun penggunaan dosisnya tetap berdasarkan status medis
pasien, beratnya penyakit dan respon terhadap perawatan terdahulu. Bila ada penyakit sistemis, maka pasien
wajib dikonsul terlebih dahulu, sebelum menggunakan obat-obatan steroid.

 Retinoid juga dapat digunakan, bersamaan dengan penggunaan kortikosteroid topical. Aplikasi topical
retinoid dalam bentuk pasta atau gel dapat mengeliminasi lesi-lesi khusus, seperti plaque-like lesions pada
banyak pasien. Penggunaan retinoid secara sistemis dapat menyebabkan disfungsi liver, cheilitis dan
teratogenisitas, namun ada obat sistemik yang cukup aman, yaitu temarotene  meminimalkan efek samping.
Selain itu obat-obat lain yang dapat digunakan secara sistemik dan topical adalah dapsone, doxycycline dan
antimalarials.

 Jika lesi terdapat pada mukosa di dekat restorasi amalgam dan pasien memiliki hasil positif pada saat tes
merkuri dan metal lainnya, pengangkatan restorasi amalgam dapat dilakukan untuk penyembuhan pasien.
Bedah eksisi tidak dianjurkan untuk OLP kecuali terjadi kasus dysplasia/keganasan.

8. Reaksi Lichenoid
Reaksi lichenoid dan lichen planus memiliki gambaran histopatologis yang sama. Sedangkan perbedaannya
adalah : (1) hubungan reaksi lichenoid dengan penggunaan obat-obatan, kontak dengan logam metal, penggunaan
perasa makanan dan penyakit sistemis (2) penyembuhan reaksi lichenoid setelah obat-obatan atau faktor lainnya
dieliminasi atau setelah lesi dirawat. Secara klinis, reaksi Lichenoid menyerupai tampakan dari Lichen Planus
a) Drug-Induced Lichenoid Reactions
 drug-induced lichenoid reactions adalah lesi mukosa oral yang memiliki karakteristik klinis dan histopatologi
yang sama dengan lichen planus, dan yang berhubungan dengan penggunaan obat-obatan dan sembuh setelah
penggunaan obat-obatan tersebut. Sejarah penggunaan obat-obatan merupakan hal yang penting ditanyakan
pada saat pemeriksaan pasien dengan reaksi lichenoid pada kulit,mukosa oralnya.

 Secara klinis, terdapat sedikit pembeda antara lichen planus dengan reaksi ini  pada lesi lichenoid yang
melibatkan bibir dan yang penyebarannya asimetris dan melibatkan kulit, biasanya merupakan reaksi dari
penggunaan obat-obatan. Secara histopatologis, erupsi lichenoid karena penggunaan obat memperlihatkan
infiltrasi limfositik secara superficial yang dalam, berbeda dengan lichen planus yang infiltrasinya berupa
band-like. Eosinofil, sel plasma dan neutrofil juga dapat terlihat pada infiltratnya.

 Reaksi ini dapat sembuh seiring dengan berhentinya penggunaan obat-obatan. Bagaimanapun, banyak lesi
yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk dapat sembuh. Terapi obat-obatan yang menyebabkan reaksi
ini adalah terapi NSAIDs, diuretic, antihipersensitif lain dan agen hypoglikemik oral (tipe sulfonylurea).
Frekuensi timbulnya reaksi ini pada pengguna NSAIDs adalah 10 x lebih besar daripada obat-obatan yang
lain. Pada kasus yang melibatkan sistemis, reaksi lichenoid ini juga dapat menyebabkan penyakit lupus
erythematosus.

FIGURE 5-36 Lichenoid drug reaction. A, This patient had an 8-year


history of a painful red-white plaque on the lateral border of the tongue. The
plaque appears somewhat lichenoid, with radiating white lines. The patient
was on a β-blocker for hypertension for 9 years and had these lesions continuously
for 8 years. B, Within 1 month of discontinuing the medication,
the patient’s lesions completely disappeared.

b) Graft-versus-Host Disease (GVHD)


 GVHD adalah fenomena imunologi multisitemik kompleks yang dikarakteristikan dengan interaksi dari sel-
sel imunokompeten dari individu donor pada individu host yang tidak hanya mengalami imunodefidiensi,
tetapi juga memiliki iso antigen transplantasi terhadap graft dan dapat terstimulais. Reaksi ini terjadi sebesar
70% pada pasien yang menjalani transplantasi tulang sumsum allogen, biasanya untuk perawatan leukemia
refraktori akut.

 Reaksi ini memiliki betuk akut (< 100 hari setelah transplantasi tulang sum-sum) dan kronis ( > 100 hari
setelah transplantasi).

 Tampakan klinis. Lesi epidermis dari GVHD akut berkisar antara bercak-bercak ringan sampai kerak-kerak
difus yang parah. Lesi ini dapat melibatkan nekrolisi toxic epidermal yang ditemukan pada pasien EM
(erythema multiforme)  adanya bulla berukuran besar yang berkembang dengan terlepasnya epidermis
kulit, meninggalkan tampakan kulit yang terbakar. Lesi pada oral mukosa terjadi hanya pada 1/3 kasus.

 sedangkan pada GVHD kronis, biasanya berhubungan dengan lesi lichenoid dan mengenai kulit dan
membrane mukosa. Lesi oral terjadi pada 80% kasus GVHD, epithelium dari kelenjar saliva dan lakrimal
biasanya juga terlibat. Pada beberapa kasus, lesi lichenoid intraoral biasanya meluas dan melibatkan pipi,
lidah, bibir dan gingival. Pada kebanyakan pasien dengan GVHD oral, terlihat adanya jaringan reticular striae
putih yang menyerupai OLP. Pasien biasanya mengeluh adanya rasa terbakar pada mukosa oralnya.
Xerostomia bioasanya dikeluhkan ketika kelenjar saliva ikut terlibat. Kronik GVHD juga dapat
memperlihatkan keterlibatan pyogenic granuloma pada lidah.
 DD dari GVHD adalah candidiasis dan infeksi lainnya, dan juga infeksi virus (herpes dan CMV). Karena
adanya potensi keterlibatan kelenjar saliva pada GVHD kronis, maka diperlukan juga biopsy dari kelenjar
saliva minor.

 Perawatan dan prognosis. Prinsip dasar dari perawatannya adalah pemeriksaan histokompatibilitas pasien
dan penggunaan obat-obatan imunnosupresif. Pada beberapa kasus, kortikosteroid topical dan medikasi
paliatif dapat memfasilitasi penyembuhan ulserasi. Terapi radiasu dengan sinar ultraviolet A dapat efektif
juga untuk penyembuhan lesi.

 suspensi azathioprine dapat digunakan sebagai obat kumur-kumur yang kemudian ditelan. Biasanya
digunakan untuk mengatasi lesi yang resisten terhadap perawatan sebelumnya.

9. Lupus Erythematous
a. Gambaran klinis, diagnosis dan treatment
Sistemic Lupus Erythematosus
 Lesi simtomatik, terutama jika memakan makanan panas dan pedas
 Klinis : Terdapat erythem, ulserasi permukaan, plak keratotik, striae putih/papul

 Predileksi : mukosa bukal, gingival, vermillion border, palatum


 Terkadang disertai leukoplakia
 Treatment : steroid clobetasol diletakkan pada oklusif tray, perawatan
juga dipengaruhi oleh kondisi sistemis.
Discoid Lupus Erythematosus
 Predileksi : Mukosa bukal, palatum, lidah, vermillion border.
 Lesi biasanya asymetris. Dapat berupa atrophi, erythematous, ulser, dan
painful
 Dalam menegakkan diagnosis dan membedakan lesi dengan lichen planus dibutuhkan pemeriksaan histologist
dan direct immunofluorescence test.
 Histopatologis : hyperorthokeratosis dengan keratotic plug, atrophi ridge, dan degenerasi lapisan sel basal
serta vaskulitis pada jaringan ikat.
 Immunofluorescence : terlihat deposisi immunoglobulin dan C3 dalam bentuk granular yang melibatkan
basement membrane zone

b. Malignant potential, importance, and scope of oral lesion


 Bekas luka discoid lupus berpotensi menjadi basal cell dan squamous cell carcinoma.
 Pada pasien sistemis, lesi bersifat lebih ekstensif
 Pasien penderita lupus erythematosus juga terjadi peningkatan frekuensi penyakit periodontal

10. Lesi Putih Developmental: Jaringan Limfoid Ektopik


 Predileksi : posterior lateral border lidah, dasar mulut, dan ventral lidah serta palatum lunak
 Lymphoid tissue yang terkena adalah lingual, pharyngeal, dan palatine tonsil. Epitel jaringan ini dapat diisi
jaringan keratin, terbentuk lymphoepitelial cyst
 Klinis: warna kuning kemerahan, serta nodul dome shape putih
 Lymphoid tissue juga dapat membesar akibat alergi atau inflamasi.

 Jika lesi membesar dapat dilakukan biopsy, dan pengangkatan jaringan.

11. Fordyce’s Granules


 Adalah kelenjar sebaceous ectopic. Terdapat pada 80-90% populasi.
 Klinis : warna putih kekuningan atau papul putih

 Predileksi : mukosa bukal serta vermillion border bibir atas, retromolar pad
 Granules muncul ketika pubertas dan bertambah seiring umur. Lebih sering
terdapat pada pria.
Treatment : no treatment

12. Gingival and Palatl Cyst of The Newborn and Adults


Newborn
 Klinis: sesil dome shape lesi diamaeter 2-3mm

 Warna putih kapur


 Lesi segera rupture dan hilang setelah lahir, lesi diperkirakan merupakan sisa
dental lamina.
 Lesi yang terdapat di daerah palatal diperkirakan berasal dari kelenjar saliva
palatal.

Adult
 Diperkirakan berasal dari sisa dental lamina
 Predileks : C dan P, usia 50-60 tahunan
 Lesi ini sangat berkaitan dengan lateral periodontal cyst (perkembangan)
 Klinis : pembengkakan sesil pada daerah interdental di gingival cekat
 Lesi berwarna putih kuning kebiruan dengan diameter 0,5-1 cm
 Lesi dapat menyebabkan kerusakan superficial tulang

13. Miscellaneous Lesions


a. Geographic Tongue
 Asimtomatic, namun beberapa pasien merasakan sensasi terbakar
 Lesi berbentuk annular, circinate, serpiginous dan adanya batas putih serta
fisur

 Pasien dengan geographic tounge memiliki riwayat keluarga asma, eczema,


dan hay fever
 Pasien anemia juga memiliki resiko geographic tounge.
 Kondisi hormone juga mempengaruhi geographic tounge.

b. Hairy Tounge (Black Hairy Tounge)


 Merupakan defek sel deskuamasi yang membentuk secondary filiform
papilla berkeratin membentuk formasi seperti rambut.
 Warna hitam dapat disebabkan karena merokok,psikotropic agen,radiasi,
antibiotic spectrum luas, dan steroid sistemis.
 Penggunaan obat kumur oxidizing dan overgrowth dari jamur serta bakteri
juga menyebabkan hairy tounge.
 OH buruk akan memperparah penyakit.
 Predileksi : 2/3 anterior dorsum lidah pada bagian midline lidah
 Klinis: lidah menebal, papilla filiform yang memanjang

 Treatment : menghilangkan factor predisposisi, podophillin resin 1%, topical tretinoin.

c. Oral Submucous Fibrosis (OSF)


Adalah penyakit fibrosis kronik yang berkembang lambat pada rongga mulut dan oropharynx yang
dikarakteristikkan dengan perubahan fibroelastik dan inflamasi mukosa, yang berkembang menjadi
ketidakmampuan membuka mulut, menelan, dan berbicara. Dapat disebabkan oleh rangsangan langsung dari
antigen eksogen seperti Areca alkaloid atau perubahan antigenisitas jaringan yang mengakibatkan respon
autoimun. Sering terjadi pada penduduk area Asia Tenggara, juga ditemukan pada penduduk barat yang baru
bermigrasi ke area asia tenggara. Reaksi inflamasi merangsang dilepaskannya sitokinin dan growth factors yang
menghasilkan fibrosis dengan menginduksi proliferasi fibroblas, meningkatkan sintesis kolagen dan menurunkan
produksi kolagenase.
1) Etiologi
 Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan OSF antara lain: kekurangan nutrisi
dan vitamin, hipersensitivitas terhadap objek tertentu seperti merica, chewing tobacco, dan lain-lain.
 Faktor utamanya penyebab OSF adalah kebiasaan mengunyah sirih dan unsur-unsur
pokoknya seperti kacang areca palm (Areca cathechu), daun sirih (Piper betle), dan lemon (kalsium
hidroksida).
 Ketika sirih dikunyah, sirih menghasilkan efek psikoaktif dan kolinergik ringan.
 OSF merupakan kondisi prekeganasan, karena banyak keganasan pada rongga mulut
ditandai dengan adanya fibrosis submukosa.

2) Gambaran Klinis
 Diawali dengan sensasi terbakar pada rongga mulut, terutama saat makan makanan pedas.
 Terbentuknya vesikel atau ulser di rongga mulut, meningkatnya produksi saliva atau xerostomia dan
perubahan daya pengecapan.
 Mukosa mulut menjadi kaku da berlanjut sehingga mulut jadi sulit dibuka, sulit menelan, dan berbicara.
 Mukosa terlihat memutih dan pita-pita fibrotik dapat terlihat dan terasa bila dipalpasi.
 Pita fibrotik dapat terlihat pada mukosa bukal, palatum lunak, posterior faring, bibir, dan lidah.
 Dapat terjadi pada segala usia tetapi umumnya pada individu berusi 20-30 tahun.
 Pemeriksaan histologis menunjukkan epitel atrofi dengan kehilangan rete ridge, lamina propria di
bawahnya menunjukkan hyalinisasi parah dengan kolagen homogen, elemen seluler dan pembuluh darah
sangat berkurang.

3) Perawatan dan Prognosis


 OSF sangat resisten terhadap perawatan, berbagai perawatan hanya menunjukkan tingkat keberhasilan
yang minimal.
 Injeksi steroid submukosa, hyaluronidase, oral iron preparations, vitamin a dan steroid topikal umumnya
digunakan untuk perawatan.
 Pada kasus yang parah, intervensi bedah adalah terapi satu-satunya, tetapi umumnya terjadi rekurensi
beberapa lama kemudian. Kadang digunakan oral stent sebagai tambahan saat bedah untuk mencegah
relaps.

KARSINOMA SEL SKUAMOSA

Karsinoma sel skuamosa adalah suatu neoplasma ganas yang berasal dari mukosa. Ini adalah tipe yang paling umum dari
kanker mulut, terhitung lebih dari 90% dari semua neoplasma ganas rongga mulut. Kanker mulut dapat terjadi pada semua
usia. Lebih dari 95% karsinoma mulut terjadi pada usia > 40 th. Sekarang prevalensi 2:1 karena meningkatnya jumlah
wanita perokok.
Penyebab pasti tidak diketahui. Atipisme sitologik dan mutagenesis dapat merupakan akibat dan pajanan dari banyak
faktor yang berkaitan dengan penuaan dan pajanan terhadap berbagai bahan biologik, kimia, fisik seperti: infeksi
Treponema pallidum, virus herpes simpleks, HPV atau Candida albicans, penggunaan berlebihan alkohol dan tembakau,
defisiensi nutrisi, OH buruk, teauma kronis, radiasi, imunosupresi.
Predileksi: paling umum tepi lateral dan permukaan ventral lidah.
Lainnya: orofaring, dasar mulut, gusi, mukosa pipi, bibir, palatum.

Gambaran klinis:
 90% mempunyai komponen eritroplakia, 60% leukoplakia.
 Lesi dini sering tanpa gejala, tumbuh lambat. Ketika lesi berkembang maka tepinya menjadi difus dan
ireguler, keras, tidak dapat digerakkan.
 Permukaan oral berulserasi  keluhan sakit, kebas, atau terbakar, pembengkakan, sulit bicara atau
menelan.
 Jika perawatan terlambat, lesi dapat melebar hingga beberapa cm metastasis merusak struktur tulang
vital.
 Penyebaran terjadi dengan perluasan setempat atau melalui jalur pembuluh-pembuluh limfatik.

Pemeriksaan penunjang: biopsy


Terapi: bedah dan radiasi
Prognosis: tergantung pada ukuran, luas, daerah yang terkena, tahap klinis saat diagnosis, respon imunologik.

You might also like