You are on page 1of 18

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejalan dengan sejarah perkembangan peradaban manusia, eksploitasi dan upaya
pemanfaatan sumber daya alam merupakan proses yang tidak terhindarkan.
Pertambahan penduduk dunia merupakan faktor utama pendorong bagi upaya
pemanfaatan sumber daya alam (Natural Resources Exploitation) khususnya hutan,
disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan kemudian dihadapkan
dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang berasal dari
hutan, seperti kebutuhan air bersih, konservasi lahan, dan habitat satwa liar tertentu
atau terjadinya penyusutan lahan sebagai kebutuhan dasar masyarakat khususnya
masyarakat sekitar hutan. Kawasan hutan kemudian dikonversi untuk tujuan lain
seperti tempat pemukiman, lahan pertanian dan perkebunan, bahkan akhir-akhir ini
terjadi illegal logging secara besar-besaran. Kondisi tersebut telah membawa dampak
kepada permasalahan keseimbangan ekosistem alam atau lingkungan biosfir bumi.
Konversi hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah
seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir,
kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat
dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-
gunakan menjadi lahan usaha lain.

Masalah keseimbangan ekosistem berakibat terhadap perubahan lingkungan yang


melebihi daya dukung lingkungan (carrying capacity) serta menimbulkan gangguan
terhadap kemampuan alam untuk memperbaiki kembali lingkungannya (self
purification). Sehingga permasalahan keseimbangan ekosistem ini merupakan
permasalahan secara keseluruhan dari kehidupan umat manusia di bumi. Berbagai
permasalahan lingkungan global sebagai dampak dari ketidakseimbangan ekosistem
meliputi : perubahan iklim global (global climate change), penipisan lapisan ozon
(ozon layering), hujan asam (rain acid), kerusakan ekosistem hutan (forest ecosystem
damage), pengurangan keanekaragaman hayati (biodiversity crisis), penggunaan dan
buangan B3 (hazardous matter), krisis energi global (energy crisis), hak-hak
masyarakat asli (property right the indigenous people).

Secara keseluruhan permasalahan tersebut telah membawa dampak bagi


kehidupan umat manusia di bumi. Dampak ini dapat berakibat terhadap kesehatan
manusia, kondisi ekonomi dan kehidupan sosial, serta berpengaruh terhadap tatanan
perilaku budaya masyarakat. Sejalan dengan akibat masalah lingkungan yang
dirasakan manusia, telah pula membawa kesadaran baru bagi umat manusia untuk
lebih memperhatikan masalah lingkungan dan serta harus melakukan upaya-upaya
untuk memperbaiki keadaan lingkungannya.
Kita mendengar ada terjadinya hujan asam. Hujan asam terjadi karena aktifitas
manusia yang tidak terkontrol. Mulai dari industry yang besar, asap dari kendaraan,
serta pembakaran sampah. Hujan asama ini sangat berbahaya bagi manusia maupun
flora dan fauna. Setidaknya hujan asam mempunyai andil dalam kepunahan flora dan
fauna. Rata-rata 900.000 spesies telah menjadi punah setiap satu juta tahun selama
200 juta tahun terakhir. Indonesia termasuk negara yang memiliki daftar spesies yang
terancam punah. Paling banyak yaitu 126 burung, 63 mamalia, dan 21 reptil
(MoFFAO, 1991). Dengan semakin, berkurangnya keanekaragaman spesies jelas
mengganggu kestabilan suatu ekosistem.

B. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :

1. Mahasiswa dapat mengetahui apa penyebab kepunahan flora dan fauna


2. Mahasiswa memahami penyebab hujan asam
3. Mahasiswa dapat mencegah terjadinya hujan asam dan menekan hilangnya
flora & fauna.

C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini agar tidak keluar jalur dari
pembahasan adalah dampak dari hujan asam, bagaimana menaggulanginya, serta
mengenai punahnya flora dan fauna.
II. PUNAHNYA FLORA DAN FAUNA

Eksploitasi hutan sebagai sub sistem penyangga kehidupan di bumi ternyata,


merupakan faktor yang cukup krusial menimbulkan dampak lanjutan apabila telah
mengalami gangguan keseimbangan. Kerusakan ini dapat berupa pengurangan luas
wilayah hutan, perusakan fungsi tata guna hutan, maupun menurunnya produktivitas
lahan hutan.

Kerusakan hutan yang terjadi akibat pembabatan atau eksploitasi hutan, kebakaran
hutan telah menyebabkan hilangnya kesuburan tanah. Karena dalam sistem hutan
tropis seperti di Indonesia, sebagian besar zat hara lebih banyak tersimpan dalam
tegakan hutan tersebut. Dalam laporan State of the World 1989, dampak kerusakan
hutan telah menyebabkan erosi tanah yang menghanyutkan sekitar 24 milliar ton
lapisan tanah bagian atas (Tim Konsultan Focus 1999). Kajian IIASA (International
Institute For Applied System Analysis) memperkirakan akibat perusakan hutan-hutan
di Eropa berjumlah US $ 30,4 milliar/tahun atau setara dengan hasil tahunan industri
baja di Jerman. Hilangnya kayu mentah atau yang belum diproses dari reduksi
sebesar 16 % panen tahunan senilai US $ 6,3 milliar. Kemudian kayu mentah yang
hilang itu diubah menjadi gelondongan atau bubur kertas nilainya dapat mencapai US
$ 7,2 milliar. Kerugian-kerugian lain matinya hutan-hutan, mncakup biaya-biaya
banjir yang bertambah, hilangnya lapisan tanah, endapan di sungai-sungai, dinilai
mencapai US $ 16,9 miliar/tahun.

Dampak langsung dari kerusakan hutan-hutan di dunia, yaitu banyaknya jenis-jenis


kekayaan hayati dalam ekosistem hutan tersebut yang telah berkurang, bahkan telah
musnah bersama hilangnya tegakan hutan. Disamping akibat kerusakan hutan,
kelangkaan jenis hayati, sumberdaya genetis, dan plasma nutfah juga banyak
disebabkan oleh eksploitasi berlebihan terhadap jenis-jenis hayati (tumbuhan dan
hewan), fragmentasi habitat, dan akibat proses hibridisasi jenis yang tidak
melestarikan genetik asli. Kegiatan eksploitasi, fragmentasi, dan hibridisasi ternyata
telah memicu proses kelangkaan dan musnahnya berbagai jenis hayati di bumi.
Laporan dari WWF sebanyak 15 – 20 % dari seluruh spesies makhluk hidup akan
punah pada tahun 2000. Dan laporan IUCN (International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources), telah diidentifikasi ada 20 spesies tumbuhan dan 89
spesies hewan terancam punah d wilayah hutan bakau, serta tiga perempat dari 900
jenis burung di bumi telah langka dan terancam punah. Data FAO menyatakan 4 dari
17 wilayah penangkapan ikan di dunia telah dikuras populasinya, diantaranya
menyebabkan ikan tuna sirip biru di wlaiayah Atlantik telah menyusut 94 % dari
jumlah sebelumnya.

Memperhatikan ancaman dari kepunahan berbagai organisma, IUCN telah menyusun


daftar spesies organisma langka dan sangat langka pada berbagai wilayah di dunia,
yaitu kelompok binatang menyusui 145 spesies, kelompok burung 437 spesies,
kelompok ampibi dan reptil 69 spesies, invertebrata lebih 400 spesies, dan kelompok
tumbuhan 250 spesies.

A. Kerusakan Dan Awalnya Kepunahan Flora & Fauna Oleh Manusia


Diakui atau tidak, manusia adalah makhluk yang berperan besar dalam
menciptakan kerusakan flora dan fauna. Beberapa kegiatan manusia secara langsung
maupun tidak langsung telah menyebabkan beberapa flora dan fauna mengalami
kelangkaan bahkan kepunahan. Untuk mencegah ini terjadi secara terus-menerus
sebaiknya kita mengenali kerusakan yang terjadi pada flora dan fauna serta apa saja
yang dapat menyebabkan kerusakan itu. Dengan mengenali kerusakan itu, kita dapat
mengambil hikmah dan membuat langkah antisipasi agar kerusakan itu tidak
berlanjut. Berikut ini beberapa hal yang menyebabkan kerusakan flora dan fauna
akibat kegiatan manusia.

 Pencemaran
Pencemaran lingkungan adalah faktor yang sangat berperan dalam penciptaan
kerusakan flora dan fauna. Zat-zat polutan telah banyak membunuh flora dan
fauna di darat maupun di perairan. Kini, zat-zat itu semakin menyesaki Bumi
akibat kemajuan teknologi. Di satu sisi, teknologi memang kita butuhkan
tetapi di sisi lain telah menyebabkan pencemaran yang sangat membahayakan
kehidupan. Hasil dan sisa-sisa kemajuan teknologi itu kini telah meracuni
tanah, air, serta udara. Jadi, teknologi hendaknya diciptakan sedemikian rupa
sehingga tetap ramah terhadap lingkungan. Kita biasa membedakan
pencemaran menjadi tiga macam, yaitu pencemaran udara, air, dan tanah.

 Eksploitasi
Pengambilan hasil hutan secara besar-besaran, cepat atau lambat akan
memusnahkan flora dan fauna tertentu di permukaan Bumi. Beberapa flora
memiliki pertumbuhan yang sangat lambat misalnya jati, sehingga untuk
memperbaruinya diperlukan waktu yang sangat lama. Ada juga flora yang
hanya tumbuh pada waktu tertentu misalnya bunga Rafflesia arnoldi.

 Perburuan liar
Beberapa fauna mempunyai daya tarik tersendiri sehingga mempunyai nilai
ekonomis. Inilah yang menyebabkan beberapa fauna diburu oleh manusia.
Badak diburu oleh manusia karena diyakini culanya yang berkhasiat sebagai
obat. Gajah diburu manusia karena gadingnya dapat digunakan sebagai hiasan
dan peralatan dengan harga mahal. Cenderawasih diburu karena bulunya yang
indah. Dan beberapa fauna lagi diburu karena alasan tertentu. Inilah yang
menyebabkan beberapa fauna berada diambang kepunahan.

 Penggunaan pestisida
Dalam pertanian penggunaan pestisida dimaksudkan untuk membunuh hewan
perusak tanaman. Secara tidak sengaja, pestisida itu juga membunuh hewan
yang menguntungkan. Beberapa burung telah mati akibat penggunaan
pestisida. Burung-burung yang tahan terhadap pestisida akan mengalami
gangguan reproduksi. Berdasarkan penelitian, pestisida berpengaruh terhadap
pembentukan kalsium dalam tubuh burung. Akibatnya, burung menghasilkan
telur yang kulitnya sangat tipis sehingga bayi burung tidak dapat bertahan
hidup. Langkanya elang jawa diduga kuat juga karena penggunaan pestisida
ini.

B. Dampak kerusakan dan punahnya flora & fauna


Kini beberapa flora dan fauna telah hilang dari habitatnya. Gajah jawa, harimau
jawa dan bali, kini tinggal dongeng belaka. Suatu saat binatang yang saat ini bisa kita
lihat, boleh jadi juga tinggal cerita buat anak cucu kita. Beberapa hutan telah habis
dibabat berubah menjadi lahan-lahan kritis yang kelak terhanyut dan mendangkalkan
sungai-sungai. Karena sudah begitu dangkal, sungai tidak lagi mampu menampung
air dan meluaplah banjir menerjang segala yang ada di sekitarnya termasuk manusia.
Betapa tragisnya. Berikut ini dampak yang akan terjadi jika flora dan fauna
mengalami kerusakan.

Contoh nyata adalah Harimau merupakan predator bagi babi hutan. Jika harimau
banyak diburu dan dibunuh, jumlah babi hutan tidak terkendali. Hutan tidak sanggup
lagi memenuhi kebutuhan makan Upaya-upaya apakah yang dapat kamu lakukan
untuk mencegah terjadinya bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan
lingkungan? populasi babi hutan yang sangat besar. Babi hutan itu akan menyerbu
tanah-tanah pertanian dan rumah penduduk untuk mencari makan.

Berikut ini adalah dampak dari kerusakan dan punahnya flora dan fauna adalah :

 Ekosistem Tidak Seimbang


Dalam ekosistem terdapat predator (pemangsa) dan yang dimangsa. Jika salah
satu dihilangkan, ekosistem menjadi tidak seimbang dan akibatnya sangat
merugikan kehidupan. Para ahli pernah mengadakan percobaan dengan
membuang spesies predator, yaitu bintang laut jenis pisaster dari sebuah
kawasan di pantai Amerika Utara. Di pantai itu terdapat 15 spesies yang
hidup. Dalam tempo tiga bulan, udang mirip remis (bernacle) yang merupakan
makanan bintang laut berkembang dengan pesat hingga menutupi tiga
perempat kawasan itu. Setelah satu tahun, beberapa spesies mulai menghilang
hingga tinggal delapan spesies. Dengan hilangnya bintang laut, bernacle
mengambil alih permukaan karang sehingga ganggang tidak bisa tumbuh.

 Tragedi Lingkungan karena Kerusakan Hutan


Bencana alam yang terjadi akibat kerusakan flora dan fauna sangat sering
terjadi. Banjir dan tanah longsor merupakan fenomena yang amat sering kita
dengar serta saksikan jika musim hujan tiba. Ini tidak lepas dari akibat
kerusakan hutan. Hutan yang telah rusak tidak mampu lagi menahan air hujan
sehingga air menghanyutkan tanah. Terjadilah banjir dan tanah longsor. Inilah
contoh tragedi lingkungan.

 Hilangnya Kesuburan Tanah


Unsur utama kesuburan tanah adalah nitrogen (N). Unsur ini terkandung
dalam DNA makhluk hidup. Sebagian besar nitrogen yang penting itu,
dihasilkan oleh flora dan fauna. Flora seperti kacang polong, buncis, dan
kedelai mendorong penguraian nitrogen di dalam tanah. Suatu zat kimia
dalam akar tumbuhan tersebut telah memacu pembiakan bakteri rhizobium
yang dapat memproduksi nitrogen. Bakteri ini akan membentuk bintil-bintil
akar yang menyediakan nitrat bagi tanaman. Beberapa jenis flora lain juga
dapat menghasilkan nitrat dengan cara berbeda. Jika flora mengalami
kerusakan, pembentukan nitrat akan terganggu sehingga tanah kehilangan
produktivitasnya.

 Kelangkaan Sumber Daya


Flora dan fauna merupakan sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia, contohnya hutan. Hutan menghasilkan berbagai macam hasil hutan
yang sangat penting bagi manusia. Mulai dari kayu, daun, bahkan getahnya
berguna bagi manusia. Hutan juga mampu menyimpan air yang merupakan
kebutuhan vital bagi kehidupan. Jika hutan itu rusak, hilanglah sumber daya
yang dihasilkannya. Lebih fatal lagi, persediaan air akan berkurang sehingga
air menjadi barang langka.

 Putusnya Daur Kehidupan


Inilah dampak yang mengerikan jika flora dan fauna mengalami kerusakan.
Semua bentuk kehidupan di Bumi tersusun dari unsur karbon. Karbon ini terus
bergerak pada berbagai bagian biosfer dalam bentuk senyawa kimia. Karbon
ada dalam tubuh organisme, dalam air, udara, dan di dalam Bumi itu sendiri.
Karbon yang ada di atmosfer jika bersenyawa dengan oksigen akan
membentuk karbon dioksida (CO2). Senyawa ini diserap tumbuhan dalam
proses fotosintesis. Dalam tumbuhan, karbon diubah menjadi karbohidrat.
Senyawa ini dibutuhkan manusia dan hewan sebagai sumber energi. Dalam
tubuh manusia dan hewan, karbon berbentuk senyawa kalsium karbonat yang
terdapat dalam tulang. Jika manusia dan hewan mati, jasadnya akan diuraikan
oleh bakteri serta dilepaskan ke udara dalam bentuk CO2. Terulanglah daur
karbon melalui tumbuhan. Jika flora dan fauna yang merupakan komponen
dalam daur ini mengalami kerusakan, daur karbon akan terputus. Sudah pasti
kehidupan akan terganggu. Itulah dampak yang akan terjadi jika flora dan
fauna mengalami kerusakan. Sekarang, kamu tahu betapa pentingnya flora
dan fauna itu. Karena itulah, menjaga kelestarian flora dan fauna bukan lagi
suatu kewajiban tetapi kebutuhan. Kerusakan flora dan fauna pada akhirnya
akan merugikan kita juga. Sudah saatnya sejak sekarang, kamu mulai
memerhatikan lingkungan dengan kesadaran yang tinggi untukmenjaganya.

C. Upaya perlindungan flora & fauna


Kini tekanan pemanfaatan sumber daya alam didukung teknologi telah begitu
serius mengancam kelestarian flora dan fauna. Beberapa jenis flora dan fauna
terancam kepunahan menyusul beberapa jenis lainnya yang telah punah duluan.
Kepunahan memang bukan gejala baru. Beberapa jenis flora dan fauna telah hilang
bersama sejarah Bumi. Punahnya harimau bali pada tahun 1942, seolah memberi
peringatan bahwa jenis lain akan menyusul. Dan benar, selang beberapa tahun
kemudian yaitu tahun 1980, harimau jawa juga tinggal dongeng kenangan.
Kepunahan ini disebabkan oleh nilai komersial binatang-binatang itu dan rusaknya
habitat mereka. Kepunahan ini juga akan menimpa beberapa jenis flora jika tidak ada
upaya perlindungan. Di Indonesia memiliki lebih dari 350 kawasan yang dilindungi
yang ditetapkan berdasarkan undang-undang Direktorat Konservasi, Direktorat
Jenderal Pelestarian Hutan dan Pengawetan Alam (PHPA). Kawasan-kawasan
tersebut dikategorikan menjadi taman nasional, cagar perburuan, cagar alam, kawasan
perburuan, hutan lindung, dan taman wisata. Berikut ini adalah beberapa kawasan di
Indonesia yang telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan beberapa flora dan
fauna tertentu dalam bentuk taman nasional (TN) serta daerah perlindungan.
III. HUJAN ASAM

A. Hujan asam
Hujan asam diartikan sebagai segala macam hujan dengan pH di bawah 5,6.
Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6) karena karbondioksida
(CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah.
Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan
mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.

Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor


dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen
membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer
dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah
larut sehingga jatuh bersama air hujan.

Contoh hujan asam, Asap pabrik dan kendaraan bermotor melepaskan karbon
monoksida ke udara. Terjadilah pencemaran udara. Udara yang tercemar itu naik
bercampur dengan uap air, terkondensasi, dan turun sebagai hujan. Air hujan yang
telah tercemar karbon monoksida itu bersifat asam sehingga sering disebut hujan
asam. Hujan asam ini jika mengenai tanaman atau hewan secara langsung dapat
memperlambat pertumbuhannya dan bahkan membunuhnya.

Air hujan yang asam itu juga memasuki air permukaan seperti sungai atau
danau dan meracuni tumbuhan serta hewan-hewan air. Sebagian hujan asam itu
meresap ke tanah dan meracuni tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan dan hewan itu jika
masih hidup akan menyimpan racun dalam tubuhnya. Pencemaran air pada
akhirnya juga menyebabkan pencemaran udara dan tanah. Zat-zat polutan dalam
air yang tercemar akan terurai dan bercampur dengan udara ketika berlangsung
proses penguapan. Sebagian air yang tercemar juga memasuki tanah sehingga
tanah pun ikut tercemar.
Gambar 1. Proses terjadinya hujan asam

Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila hujan


terkontaminasi dengan karbon dioksida dan gas klorine yang bereaksi serta
bercampur di atmosphere sehingga tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5,
disebut dengan hujan asam.

Pada dasarnya Hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur Dioxide
(SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan melalui pembakaran.
Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara
alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami.
Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat
pembakaran BBF, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi
mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%.
Waktu BBF di bakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida
(SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam
sulfat (Soemarwoto O, 1992).

Kadar SO2 tertinggi terdapat pada pusat industri di Eropa, Amerika Utara dan
Asia Timur. Di Eropa Barat, 90% SO2 adalah antrofogenik. Di Inggris, 2/3 SO2
berasal dari pembangkit listrik batu bara, di Jerman 50% dan di Kanada 63%
(Anonim, 2005).

Menurut Soemarwoto O (1992), 50% nitrogen oxides terdapat di atmosfer


secara alami, dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia, terutama
akibat pembakaran BBF. Pembakaran BBF mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam
batubara , 40-50% nitrogen dalam minyak berat dan 100% nitrogen dalam
mkinyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran, makin banyak Nox yang
terbentuk.

Selain itu NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan
senyawa organik yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping
aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang tidak terserap tumbuhan
juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga menghasilkan N. Karena itu
semakin banyak menggunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi oksida
tersebut.

Senyawa SO2 dan NOx ini akan terkumpul di udara dan akan melakukan
perjalanan ribuan kilometer di atsmosfer, disaat mereka bercampur dengan uap air
akan membentuk zat asam sulphuric dan nitric. Disaat terjadinya curah hujan,
kabut yang membawa partikel ini terjadilah hujam asam. Hujan asam juga dapat
terbentuk melalui proses kimia dimana gas sulphur dioxide atau sulphur dan
nitrogen mengendap pada logam serta mongering bersama debu atau partikel
lainnya (Anonim. 2005).

Sehingga Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang
benar-benar difikirkan oleh manusia. Ini merupakan masalah umum yang secara
berangsur-angsur mempengaruhi kehidupan manusia. Istilah Hujan asam pertama
kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis tentang polusi industri di
Inggris (Anonim, 2001). Tetapi istilah hujan asam tidaklah tepat, yang benar
adalah deposisi asam.

Deposisi asam ada dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah.
Deposisi kering ialah peristiwa kerkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam
yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran
udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat
terjadi di daerah perbukitan yang terkena angin yang membawa udara yang
mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber
pencemaran.

Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi
apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Jika turun hujan
dari awan tadi, maka air hujan yang turun bersifat asam. Deposisi asam dapat pula
terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam
itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash out.
Deposisi jenis ini dapat terjadi sangat jauh dari sumber pencemaran.
Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang
larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam
hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah
yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.

B. Dampak hujan asam


Terjadinya hujan asam harus diwaspadai karena dampak yang ditimbulkan
bersifat global dan dapat menggangu keseimbangan ekosistem. Hujan asam
memiliki dampak tidak hanya pada lingkungan biotik, namun juga pada
lingkungan abiotik, antara lain :

Danau, Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya


species yang bertahan. Jenis Plankton dan invertebrate merupakan mahkluk yang
paling pertama mati akibat pengaruh pengasaman. Apa yang terjadi jika didanau
memiliki pH dibawah 5, lebih dari 75 % dari spesies ikan akan hilang (Anonim,
2002). Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara signifikan
berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua danau yang
terkena hujan asam akan menjadi pengasaman, dimana telah ditemukan jenis
batuan dan tanah yang dapat membantu menetralkan keasaman.

Tumbuhan dan Hewan, Hujan asam yang larut bersama nutrisi didalam
tanah akan menyapu kandungan tersebut sebelum pohon-pohon dapat
menggunakannya untuk tumbuh. Serta akan melepaskan zat kimia beracun seperti
aluminium, yang akan bercampur didalam nutrisi. Sehingga apabila nutrisi ini
dimakan oleh tumbuhan akan menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun
berguguran, selebihnya pohon-pohon akan terserang penyakit, kekeringan dan
mati. Seperti halnya danau, Hutan juga mempunyai kemampuan untuk menetralisir
hujan asam dengan jenis batuan dan tanah yang dapat mengurangi tingkat
keasaman.

Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil


fotosintesis dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun.
Sebagai akibatnya akar kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di
tajuk. Sebaliknya tahuk mengakumulasikan zat yang potensial beracun tersebut.
Dengan demikian pertumbuhan akar dan mikoriza terhambat sedangkan daunpun
menjadi rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah terserang penyakit dan hama.
Penurunan pH tanah akibat deposisi asam juga menyebabkan terlepasnya
aluminium dari tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan
mengalami nekrosis sehingga penyerapan hara dan iar terhambat. Hal ini
menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta akhirnya mati. Hanya
tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini akan
berakibat pada hilangnya beberapa spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman
hayati tamanan juga semakin menurun.

Kadar SO2 yang tinggi di hutan menyebabkan noda putih atau coklat pada
permukaan daun, jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan kematian tumbuhan tersebut. Menurut Soemarmoto (1992), dari
analisis daun yang terkena deposisi asam menunjukkan kadar magnesium yang
rendah. Sedangkan magnesium merupakan salah satu nutrisi assensial bagi
tanaman. Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium dari
tanah karena pH yang rendah dan kerusakan daun meyebabkan pencucian
magnesium di daun.

Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap


hujan asam. Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati saat pH
tanah meningkat karena sifat hewan mikroskopis adalah sangat spesifik dan rentan
terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim. Spesies hewan yang lain juga akan
terancam karena jumlah produsen (tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai penyakit
juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air dengan keasaman tinggi.
Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies.

Kesehatan Manusia, Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak


diteliti, namun belum ada yang nyata berhubungan langsung dengan pencemaran
udara khususnya oleh senyawa Nox dan SO2. Kesulitan yang dihadapi dkarenakan
banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang, termasuk faktor
kepekaan seseorang terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya balita, orang
berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap
pencemaran udara dibandingkan dengan orang yang sehat.

Berdasarkan hasil penelitian, sulphur dioxide yang dihasilkan oleh hujan asam
juga dapat bereaksi secara kimia didalam udara, dengan terbentuknya partikel
halus suphate, yang mana partikel halus ini akan mengikat dalam paru-paru yang
akan menyebabkan penyakit pernapasan. Selain itu juga dapat mempertinggi
resiko terkena kanker kulit karena senyawa sulfat dan nitrat mengalami kontak
langsung dengan kulit.

Korosi, Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari


beberapa material seperti batu kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton
serta logam. Ancaman serius juga dapat terjadi pada bagunan tua serta monument
termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan
melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah
menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan.
C. Pencegahan
Usaha untuk mengendalikan deposisi asam ialah menggunakan bahan bakar
yang mengandung sedikit zat pencemaran, menghindari terbentuknya zat
pencemar saar terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan
dan penghematan energi.

Bahan Bakar Dengan kandungan Belerang Rendah, Kandungan belerang


dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah sampai saat ini Indonesia sangat
tergantung dengan minyak bumi dan batubara, sedangkan minyak bumi
merupakan sumber bahan bakar dengan kandungan belerang yang tinggi.
Penggunaan gas asalm akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi
kebocoran gas ini dapat menambah emisi metan. Usaha lain yaitu dengan
menggunakan bahan bakar non-belerang misalnya metanol, etanol dan hidrogen.
Akan tetapi penggantian jenis bahan bakar ini haruslah dilakukan dengan hati-hati,
jika tidak akan menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol
menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat
ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).

Mengurangi kandungan Belerang sebelum Pembakaran, Kadar belarang


dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu.
Dalam proses produksi, misalnya batubara, batubara diasanya dicuci untukk
membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, serta mengurangi kadar
belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida( sampai 50-90%
(Soemarwoto, 1992).

Pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran, Beberapa teknologi untuk


mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu pembakaran telah dikembangkan.
Slah satu teknologi ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan
teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.

Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan suhu


pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi
dengan belerang dan membentuk gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penuruna suhu
mengakibatkan penurunan pembentukan Nox baik dari nitrogen yang ada dalam
bahan bakar maupun dari nitrogen udara.

Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur atau


Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD. Ke dalam
alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi
oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya "didinginkan" dengan air,
sehingga SO3 bereaksi dengan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam
sulfat selanjutnya direaksikan dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil
pemisahan berupa gipsum (gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD
sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum
sintetis karena memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.

Pengendalian Setelah Pembakaran, Zat pencemar juga dapat dikurangi


dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah
fle gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah untuk
mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang
disebut scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk
dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah
itu dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai
industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya
sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.

Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang
dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai
bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards)
yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards),
dinding penyekat atau pemisah ruangan (partition boards) dan pelapis dinding
(wall boards).

Amerika Serikat merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum


sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan
oleh Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya
berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority (TVA)
di Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt.

Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah


bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang
bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi
secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang
diperoleh dari penambangan. Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran
butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil
suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum
sintetis.

Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce), Hendaknya prinsip


ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu barang, dimana produk itu harus
dapat digunakan kembali atau dapat didaur ulang sehingga jumlah sampah atau
limbah yang dihasilkan dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus
diperhatikan, teknologi yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti
dengan teknologi yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga
berkaitan dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli
kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang merupakan penyebab tertinggi
pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar baku mutu emisi,
baik di industri maupun transportasi.
KESIMPULAN

• Punahnya flora & fauna disebabkan oleh manusia.

• Hujan asam yang dulunya bermanfaat berubah menjadi bahaya yang sangat
mengancam kehidupan di bumi.

• Hujan asam juga berhubungan dengan punahnya flora & fauna.


DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Nurmala, 2009, Geografi 2 : untuk SMA dan MA Kelas XI, Jakarta : Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 84 – 103.

Hairiah, K. dkk. 2003. Pengantar Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF),


Bogor

Lahjie, A.M., 2001. Teknik Agroforestri. UPN “Veteran” Jakarta (Grafika-UPNJ).

Noordwijk, M.V. et.al., 2003. Agroforestry is a Form of Sustainable Forest


Management : Lessons From South East Asia. For delivey at : UNFF Intersessional
Experts Meeting on the Role of Planted Forests in Sustainable Forest Management
Conference, 24-28 March 2003, Wellington, New Zealand.

Schoenebergerl, M.M. and G.A. Ruarks, 2003. Agroforestry Help to Achieved


Sustainable Forest Management. For delivey at : UNFF Intersessional Experts
Meeting on the Role of Planted Forests in Sustainable Forest Management
Conference, 24-28 March 2003, Wellington, New Zealand.

Tim Konsultan FOCUS, 1999. Pemahaman Pengelolaan Hutan Lestari Melalui


Sistem Manajemen Lingkungan. Disampaikan pada Pelatihan Pemahaman Penerapan
Pengelolaan Hutan Lestari. Kerjasama PT. Tunggal Agathis Indah Wood Indutries
Unit I dengan PT. FOCUS, Jakarta.
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG....................................................................................1
B. TUJUAN.........................................................................................................2
C. RUMUSAN MASALAH................................................................................2
II. PUNAHNYA FLORA DAN FAUNA..................................................................3
A. Kerusakan Dan Awalnya Kepunahan Flora & Fauna Oleh Manusia.............4
 Pencemaran.....................................................................................................4
 Eksploitasi.......................................................................................................4
 Perburuan liar..................................................................................................4
 Penggunaan pestisida......................................................................................5
B. Dampak kerusakan dan punahnya flora & fauna............................................5
 Ekosistem Tidak Seimbang.............................................................................5
 Tragedi Lingkungan karena Kerusakan Hutan...............................................6
 Hilangnya Kesuburan Tanah...........................................................................6
 Kelangkaan Sumber Daya...............................................................................6
 Putusnya Daur Kehidupan..............................................................................6
C. Upaya perlindungan flora & fauna.................................................................7
III. HUJAN ASAM...................................................................................................8
A. Hujan asam......................................................................................................8
B. Dampak hujan asam......................................................................................11
C. Pencegahan...................................................................................................13
KESIMPULAN...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................17

You might also like