You are on page 1of 2

RUNTUHNYA METANARASI

...

Postmo, sebagaimana dimengerti oleh Lyotard, dalam ranah pengetahuan, merupakan


penolakan atas metanarasi. Metanarasi dapat dipahami sebagai klaim dari sains (e
mpirisme) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan/kebenaran yang valid.

Pada era postmodern, modus semacam itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Bag
i Lyotard, sains terbukti hanyalah satu dari sejumlah (Lyotard meminjam istilah
dari Wittgenstein) permainan bahasa (language game) saja satu diantara aneka jen
is pengetahuan yang ada. Oleh karena itu, modus legitimasi pengetahuan dengan na
rasi besar (metanarasi) dibawah satu ide untuk menciptakan kebenaran tunggal (ho
mology) harus diganti. Lyotard menawarkan apa yang disebutnya sebagai paralogy ,
yakni pengakuan terhadap aneka macam narasi kecil (mikro-narasi). Paralogy diang
gap lebih memadai untuk menganalisa kondisi masyarakat postmodern yang telah men
olak metanarasi tentang rasionalitas, idealisme, empirisme, dsb. Realitas tidak
bisa lagi disatukan dalam kerangka besar karena masing-masing bekerja dengan log
ika dan bermain dengan bahasanya sendiri. Inilah language game. Atau bisa dikata
kan logika postmo adalah pluralisme.

Language game menunjukkan bahwa tidak ada konsep atau teori yang dapat menangkap
bahasa dalam totalitasnya, karena upaya untuk melakukannya juga termasuk langua
ge game itu sendiri. Ada tiga karakteristik dalm setiap language game. Pertama,
setiap aturan dalam permainan itu tidak mendapat legitimasi dari dirinya sendiri
melainkan merupakan hasil kontrak di antara para pemainnya. Kedua, jika tidak a
da aturan maka tidak ada permainan. Ketiga, setiap pernyataan harus dianggap seb
agai suatu move dalam permainan. Karakteristik yang ketiga ini dipakai Lyotard seb
agai prinsip pertama yang mendasari keseluruhan gagasannya: membuat suatu pernya
taan (melakukan move ) adalah bertarung dalam konteks permainan dan hal tersebut be
rada dalam domain general agonistic (pertarungan argumentasi/pernyataan). Prinsip p
ertarungan argumentasi ini yang membawa kita pada prinsip kedua, yaitu ikatan sos
ial dari perpindahan bahasa (language moves).

Selanjutnya, model apakah yang paling cocok diterapkan untuk memahami kodisi ma
syarakat saat ini? Ketika masyarakat dimengerti sebagai sebuah mesin raksasa yan
g bekerja berdasarkan prinsip efisiensi demi performativitasnya (fungsionalisme)
, pengetahuan dilihat sebagai suatu elemen tak terpisahkan dari masyarakat yang
berperan fungsional. Ilmu positif mendapatkan penghargaan di sini sebab ilmu jen
is ini berkaitan langsung dengan teknologi yang menentukan kekuatan produksi seb
uah sistem. Sementara itu, ketika masyarakat dilihat sebagai dialektika dua keku
atan yang beroposisi, ilmu menempati fungsi kritis. Dalam hal ini yang mendapat
tempat adalah paradigma kritis.

Namun Lyotard menganggap cara pandang demikian sudah tidak memadai lagi. Masyar
akat kini sudah menjadi masyarakat konsumtif, post-industrial. Fungsi negara te
lah berubah. Kelas yang berkuasa tidak melulu politisi dalam pemahaman tradision
al, tetapi termasuk juga pemimpin perusahaan, pemimpin organisasi profesional, b
uruh, keagamaan, pegawai pemerintah atau swasta, guru, orang tua, kakak, teman,
dan lain sebagainya. Pengambil keputusan bisa diperankan oleh siapa saja. Setiap
individu dalam masyarakat saat ini berada dalam sebuah jaringan relasional yang
semakin kompleks dan terus bergerak (mobile). Proses mobilitas inilah yang oleh
Lyotard dicirikan sebagai pertarungan argumentasi/pernyataan (agonistic). Setiap
pernyataan (move) selalu berpengaruh terhadap setiap pemain dalam language game
ini, apapun posisinya.

Model language game inilah yang dianggap Lyotard cukup tepat untuk menggambarkan
bentuk ikatan sosial masyarakat kontemporer. Dalam situasi ini, sikap reaksion
al bukanlah sebuah move yang baik. Tidak ada perimbangan kekuasaan. Yang baik adal
ah, setiap pemain harus berusaha membuat pergerakan yang tak terduga. Pertarunga
n semacam ini bukannya tanpa peraturan sama sekali seperti yang biasa kita paham
i dalam postmo, - tetap harus ada peraturan - hanya saja peraturan itu haruslah
memungkinkan pernyataan-pernyataan itu bisa mengalir move dengan bebas.

Pengetahuan, dengan demikian, tidak bisa memberi batasan mutlak terhadap move yang
ada. Karena pembatasan itu sendiri hanyalah sebuah move dalam suatu permainan.

You might also like