You are on page 1of 107

Guru Efektif

LDK STAI Siliwangi Bandung | | 11 comments

Tidak Sedikit dalam melaksanakan tugasnya, para guru kerap


menghadapi berbagai kendala yang menghambat proses pembelajaran.
Terhadap kendala-kendala yang muncul ini, ada guru yang dapat
mengatasinya dengan baik, tetapi tidak sedikit pula guru yang tidak
mampu mengatasinya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor eksternal.
Bahkan, mungkin kita sering menjumpai proses KBM (Kegiatan Belajar
Mengajar) yang tidak mencapai sasaran dan tujuan pembelajaran.

Kenapa demikian???

Apapun alasan dan penyebab yang menimbulkannya, proses


pembelajaran yang tidak mencapai sasaran, dapat dikatakan sebagai
pembelajaran yang tidak efektif. Dan salah satu penyebab hal tersebut
adalah karena gurunya tidak efektif.

Bagaimana seorang guru yang efektif itu???…

Menurut Michael Marland, seorang guru dapat dikatakan efektif apabila ia


memiliki sikap pebuh perhatian dan pantang menyerah, penjelasannya
mudah dipahami, serta mampu mengelola kelas dengan baik.

Sementara Clara R. Puji Jogyanti berpendapat bahwa guru efektif adalah


guru yang dapat meningkatkan seluruh kemampuan siswa ke arah yang
lebih positif melalui pengjarannya.

Dan menurut Drs. Sukadi berpendapat bahwa guru efektif adalah guru
yang mampu mendayagunakan (empowering) segala potensi yang ada
dalam dirinya dan di luar dirinya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Melihat beberapa pandangan tersebut, maka untuk menjadi seorang guru


efektif dituntut selalu mawas diri dan terus melakukan perbaikan-
perbaikan kompetensi. Oleh sebab itu, untuk menjadi guru efektif perlu
waktu, usaha, dan kerja keras yang diiringi dengan tekad yang kuat dan
semangat pembaruan. Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah menjadi
guru efektif.

http://www.ldkstaisiliwangi.co.cc/2010/03/guru-efektif.html
Guru Kreatif. Creative Teacher

Siswa sebagai subyek pembelajaran. Learning empowers students.

2 peran guru profesional saat ini


http://gurukreatif.wordpress.com/2010/02/01/2-peran-guru-profesional-
saat-ini/

omah kucink

Minggu, 21 Maret 2010

PERANAN GURU DALAM MENGHADAPI TANTANGAN PENDIDIKAN


DEWASA INI
oleh joko hadi yantoko

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Guru adalah tokoh penting dalam pendidikan, jika dilihat dari beberapa
segi bahasa “guru” mempunyai beberapa arti. Bahasa India yang dimana
guru mempunyai arti orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari
sengsara. Dalam tradisi agama Hindu, guru dikenal sebagai ‘maha resi
guru’, yakni para pengajar yang bertugas untuk menggembleng para calon
biksu. Sedangkan dalam bahasa Arab, kata “guru’ mempunyai arti yang
bertugas memberikan ilmu dalam majelis taklim.
Namun pada umumnya orang tidaklah sulit untuk mengartikan guru,
secara akademis guru adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai
fasilitator agar siswa dapat belajar dan atau mengembangkan potensi
dasar dan kemampuannya secara optimal.
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga
tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas
kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang
kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika,
tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
Dalam menghadapi tanatangan zaman, guru juga harus mampu untuk
menjawab tantangan tersebut. Maka guru harus punya cara untuk itu,
tantangan yang muncul adalah bagaiamana menjadi seorang motivator,
dan guru juga harus menguasai teknologi, dan guru juga harus punya
masalah dalam kependidikan.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran guru dalam membangkitkan motivasi belajar siswa ?
2. Bagaimana guru meningkatkan pendidikan dengan bantuan
tehknologi ?
3. Bagaimana guru dalam menghadapi Problematika sistem pendidikan ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Usaha Guru Untuk Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa


Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar,
motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam
diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan
arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam
kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak
mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan
aktivitas belajar.

Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik.


• Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri
tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan
sendiri.
• Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh
dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan
dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan
sesuatu atau belajar.

Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan,


bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada
motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan
kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya
lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai
gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar
memecahkan perhatiannya.
Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka
motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak
diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta
didik sehingga ia mau melakukan belajar.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk
menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang
guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan
dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula
motivasi dalam belajar.

2.Hadiah
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu
semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa
yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang
berprestasi.

3.Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi
yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan
atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.

5.Hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses
belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa
tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.

6.Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar


Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta
didik.

7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik membantu kesulitan belajar


anak didik secara individual maupun kelompok
9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan

10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan


pembelajaran

Peran guru sebagai perncana (planner) pada tahap ini melakukan


identifikasi masalah yang ada dikelas yang akan digunakan untuk
kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif
pemecahannya,selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat
pembelajaran yang terdiri atas: Rencana pembelajaran, Petunjuk
pelaksanaan pambelajaran,Lembar kerja siswa, Media atau alat peraga
pembelajaran, Instrumen penilaian pross hasil pembelajaran, Lembar
obserfasi pembelajaran.

B. Meningkatkan pendidikan dengan bantuan tehknologi


Pendidikan di Indonesia adalah salah satu yang termahal di dunia. Jadi
sungguh kasihan anak-anak Indonesia saat ini yang orang tuanya tidak
mampu. Padahal pendidikan yang baik adalah kunci kelak di saat mulai
terjun ke dunia pekerjaan.Parahnya lagi, belum tentu juga biaya yang
makin mahal berarti pendidikan yang makin bagus. Salah satu
penyebabnya adalah karena banyak pihak yang mulai membisniskan
pendidikan ini.
Memang jika dilihat dari jumlah anak2 di Indonesia, angkanya tidak
sebanding dengan jumlah sekolah yang ada. Sehingga sangat masuk akal
jika hal ini dilirik pelaku2 bisnis. Sebenarnya, mutu pendidikan yang baik
tidak selalu identik dengan harga yang mahal. Salah satunya adalah
dengan mendayagunakan IT (Information Technology) untuk
mendongkrak mutu sekolah2 di Indonesia.
Urusan pendidikan menggunakan media IT sebenarnya sudah jamak
dilakukan di perusahaan2 maju. Contohnya saja sewaktu saya bekerja di
IBM tahun 1990-1995 dulu, hal yang pertama kali saya harus lakukan
adalah mengambil training2 melalui materi2 rekaman Laser Disk. Laser
Disk ini berisi rekaman2 video dari para pakar di IBM. Setelah mengambil
training2 tersebut, saya dipersilahkan mengambil ujian bersertifikat, juga
melalui sistem yang serba online. Saya ingat, servernya terletak di
Lexington, sedangkan saya sendiri mengerjakan soal2 ujian tersebut di
salah satu sudut di gedung Landmark A (ini gedung tempat IBM berdiri)
.Cara training dan ujian seperti itu sangat efektif, karena saya tidak perlu
buang2 waktu untuk travelling. Biaya yang dikeluarkan perusahaan juga
menjadi minimum. Cara2 tersebut, jika diterapkan pada sekolah, saya
sangat yakin bahwa hasilnya juga akan sangat bagus. Apalagi jika
materinya dikemas dengan baik dan menarik.

C. Menghadapi Problematika sistem pendidikan


Dalam memetakan masalah pendidikan maka perlu diperhatikan realitas
pendidikan itu sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah subsistem yang
sekaligus juga merupakan suatu sistem yang kompleks. Gambaran
pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah kenyataan bahwa
pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan dengan
dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama
lain. Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan,
bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan, begitupun sebaliknya. Sedangkan
pendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks menunjukan bahwa
pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling
mempengaruhi secara internal, sehingga dalam rangkaian input-proses-
output pendidikan, berbagai perangkat yang mempengaruhinya tersebut
perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai stakeholder
yang terkait.
Struktur kurikulum yang ditetapkan berdasarkan UU No.20/2003 dalam
Pasal 36 tentang Kurikulum menyebutkan: (1) Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada semua
jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3)
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a.
peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman potensi
daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f.
tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (4) Ketentuan mengenai
pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam PP No.19/2005 antara lain dalam pasal 6 yang menyebutkan:1)
kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan akhlak mulia,
ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan
kesehatan. 6). Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk
lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran
membaca dan menulis. Kecakapan berhitung, serta kemampuan
berkomunikasi.
Masyarakat dan lingkungan tempat tinggal merupakan bagian yang
terintegrasi dengan siswa sebagai peserta didik. Proses pendidikan yang
sebenarnya tentu melibatkan peranan keluarga, lingkungan-masyarakat
dan sekolah, sehingga jika salah satunya tidak berjalan dengan baik maka
dapat mempengaruhi keberlangsungan pendidikan itu sendiri.
Berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan
telah membentuk paradigma pemerintah terhadap penyelenggaraan
pendidikan sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yang
harus disertai dengan adanya sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya)
oleh rakyat kepada negara. Pendidikan dijadikan sebagai jasa komoditas,
yang dapat diakses oleh masyarakat (para pemilik modal) yang memiliki
dana dalam jumlah besar saja.
Hal ini dapat dilihat dalam UU Sisdiknas No.20/2003 Pasal 53 tentang
Badan Hukum Pendidikan bahwa (1) Penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat
berbentuk badan hukum pendidikan. (2) Badan hukum pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan
pendidikan kepada peserta didik. (3) Badan hukum pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat
mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan.
Sedangkan dalam pasal 54 disebutkan pula (1) Peran serta masyarakat
dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga,
organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2)
Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan
pengguna hasil pendidikan.
Berdasarkan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan nasional saat ini akan dialihkan dari negara
kepada masyarakat dengan mekanisme BHP yaitu adanya mekasnisme
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada tingkat SD-SMA dan Otonomi
Pendidikan pada tingkat Perguruan Tinggi. Seperti halnya perusahaan,
sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam
operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice
(ENJ), Yanti Mukhtar menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti
Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan
menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar.
Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan
sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan
mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan
mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu
untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat
semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan
miskin.
Kenyataan yang menunjukan bahwa penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia merupakan jasa komoditas adalah data dari Balitbang
Depdiknas 2003 yang menyebutkan bahwa porsi biaya pendidikan yang
ditanggung orang tua/siswa berkisar antara 63,35%-87,75% dari biaya
pendidikan total. Sedangkan menurut riset Indonesia Corruption Watch
(ICW) pada 2006 di 10 Kabupaten/Kota se-Indonesia ternyata orang
tua/siswa pada level SD masih menanggung beban biaya pendidikan Rp
1,5 Juta, yang terdiri atas biaya langsung dan tak langsung. Selain itu,
beban biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan
masyarakat (selain orang tua/ siswa) hanya berkisar antara 12,22%-
36,65% dari biaya pendidikan total . Menurut laporan dari bank dunia
tahun 2004, Indonesia hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana
penyelenggaraan pendidikan nasionalnya padahal pada saat yang sama
pemerintah India telah dapat menanggung pembiayaan pendidikan 89%.
Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang lebih terbelakang seperti
Srilanka, persentase anggaran yang disediakan oleh pemerintah
Indonesia masih merupakan yang terendah.
BAB III
KESIMPULAN

Dalam peranannya seorang guru tentunya juga harus mempunyai bekal


agar dapat melewati rintangan dalam dunia pendidikan. Untuk
menciptakan guru yang baik maka guru harus disiapkan secara matang,
guru harus dipersiapkan benar-benar untuk menghadapi tantanagan dunia
pendidikan yang semakin maju. Dengan dukungan kemajuan tekhnologi,
maka guru harus dapat menguasi tehknologi yang ada agar dapat
mengembangkan kemajuan pendidikan. Dan dengan untuk menciptakan
guru profesional pada masa kini pemerintah telah menyiapkan beberapa
sistem dimana sistem ini juga mempunyai kelemahan dan kelebihan,
misalnya saja sertifikasi. Pada masa dahulu guru dipandang sebagai
penyebar ilmu saja namun setelah berkembangnya tentang keguruan
maka pada masa kini guru tidak hanya sebagai pemberi materi namun
juga aspek lain yaitu sebagai motivator, yang akan memberi motivasi atau
dukungan agar siswa lebih giat belajar. Maka dengan begitu citra guru
secara konvensional akan hilang dengan sendirinya.

http://omahkucink.blogspot.com/2010/03/peranan-guru-dalam-
menghadapi-tantangan.html

V. PENDIDIKAN DAN MASYARAKAT   

4. PERANAN GURU DALAM PENDIDIKAN


TUGAS GURU
 
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga
tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas
kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang
kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika,
tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
 
Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau
transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis
yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak.
 
Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat
memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya.
Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri
dan pengertian tentang diri sendiri.
 
Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka
pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam
keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini
berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan
mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau
penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara
kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi
perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana
dia hidup.
 
Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga
negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang
telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.
 
Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam
kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya
mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi
katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia
bertempat tinggal.
 
Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus
memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang
dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek
komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus
mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai
hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak didik
berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena
anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara
manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa
tetapi dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu,
nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui
bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang
biasanya disebut rumus-rumus.
 
Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam
rangka melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan
tugas kemasyarakatan, apabila diutarakan sekaligus merupakan
pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi walaupun
pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari sudut
guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang
sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan guru
pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat sekaligus
dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa, calon guru
atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru atau tenaga
kependidikan yang baik, khususnya dalam hal ini untuk mampu bagi yang
bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional. 
 
Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus
mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan
untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi
teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini kita didik untuk
menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab
kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk
hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita
dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya, artinya di
sini jelas kalau yang pertama yaitu training menyiapkan orang itu menjadi
guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya
menjadi manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan
sendininya orang menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan
baik tidak dengan sendininya menjadi manusia yang berbudaya. 
 
Memang lebih mudah membuat manusia itu berbudaya kalau ia terdidik
atau terpelajar, akan tetapi orang yang terdidik dan terpelajar tidak dengan
sendirinya berbudaya. Maka mengingat pendidikan ini sebagai pembinaan
pra jabatan yaitu di satu pihak mempersiapkan mereka untuk menjadi
guru dan di lain pihak membuat mereka menjadi manusia dalam artian
manusia berbudaya, kiranya perlu dikemukakan mengapa guru itu harus
menjadi rnanusia berbudaya. Oleh kanena pendidikan merupakan bagian
dari kebudayaan; jadi pendidikan dapat berfungsi melaksanakan hakikat
sebagai bagian dari kebudayaan kalau yang melaksanakannya juga
berbudaya. Untuk menyiapkan guru yang juga manusia berbudaya ini
tergantung 3 elemen pokok yaitu :
1. Orang yang disiapkan menjadi guru ini melalui prajabatan (initial
training) harus mampu menguasai satu atau beberapa disiplin ilmu
yang akan diajarkannya di sekolah melalui jalur pendidikan, paling
tidak pendidikan formal. Tidak mungkin seseorang dapat dianggap
sebagai guru atau tenaga kependidikan yang baik di satu bidang
pengetahuan kalau dia tidak menguasai pengetahuan itu dengan baik.
Ini bukan berarti bahwa seseorang yang menguasai ilmu pengetahuan
dengan baik dapat menjadi guru yang baik, oleh karena biar
bagaimanapun mengajar adalah seni. Tetapi sebaliknya biar
bagaimanapun mahirnya orang menguasai seni mengajar (art of
teaching), selama ia tidak punya sesuatu yang akan diajarkannya
tentu ia tidak akan pantas dianggap menjadi guru.
 
2. Guru tidak hanya harus menguasai satu atau beberapa disiplin
keilmuan yang harus dapat diajarkannya, ia harus juga mendapat
pendidikan kebudayaan yang mendasar untuk aspek manusiawinya.
Jadi di samping membiasakan mereka untuk mampu menguasai
pengetahuan yang dalam, juga membantu mereka untuk dapat
menguasai satu dasar kebudayaan yang kuat. Jadi bagi guru-guru
juga perlu diberikan dasar pendidikan umum.
 
3. Pendidikan terhadap guru atau tenaga kependidikan dalam dirinya
seharusnya merupakan satu pengantar intelektual dan praktis kearah
karir pendidikan yang dalam dirinya (secara ideal kita harus mampu
melaksanakannya) meliputi pemagangan. Mengapa perlu
pemagangan, karena mengajar seperti juga pekerjaan dokter adalah
seni. Sehingga ada istilah yang populer di dalam masyarakat tentang
dokter yang bertangan dingin dan dokter yang bertangan panas,
padahal ilmu yang diberikan sama. Oleh karena mengajar dan
pekerjaan dokter merupakan art (kiat), maka diperlukan pemagangan.
Karena art tidak dapat diajarkan adalah teknik mengajar, teknik untuk
kedokteran. Segala sesuatu yang kita anggap kiat, begitu dapat
diajarkan diakalau menjadi teknik. Akan tetapi kalau kiat ini tidak dapat
diajarkan bukan berarti tidak dapat dipelajari. Untuk ini orang harus
aktif mempelajarinya dan mempelajari kiat ini harus melalui
pemagangan dengan jalan memperhatikan orang itu berhasil dan
mengapa orang lain tidak berhasil, mengapa yang satu lebih berhasil,
mengapa yang lain kurang berhasil.
PERAN GURU
 
WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1)
pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar
(learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja
administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.
 
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang
berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan
(supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta
tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu
menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam
keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan
jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas
tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar,
persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan,
dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas
guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai
penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas
anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma
yang ada.
 
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak
mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-
tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh
masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan
bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus
selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
 
Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman
belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan
kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan
spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan
dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus
berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai
dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya,
mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam
masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya
lebih lanjut.
 
Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu
menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan
keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan
keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang
berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas
kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.
 
Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru
diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam
mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung
melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.
 
Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang
guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala
bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan
kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
 
Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik
dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan
dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara
administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar
mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang
dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan
sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah
melaksanakan tugasnya dengan baik.
 

http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_154.h
tml
engertian Peran Guru Dalam Pendidikan

25.11.2009 by pengertian Category Makalah, Pengertian

Pengertian guru sangat banyak makna dan arti, ada yang bilang juga arti
guru di gugu terus ditiru yang dalam bahas Indonesia artinya adalah
dipercaya dan di contoh. Guru dari bahasa Sansekerta guru yang juga
berarti guru, tetapi artinya harafiahnya adalah “berat” adalah seorang
pengajar suatu ilmu.

Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional


dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

McLeod, (1989) berasumsi guru adalah seseorang yang pekerjaanya


mengajar orang lain. Kata mengajar dapat kita tapsirkan misalnya :
1. Menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat
kognitip).
2. Melatih ketrampilan jasmani kepada orang lain (psikomotorik)
3. Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (afektip)

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur
sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi
formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan
suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.

Jadi pengertian guru adalah tenaga pendidik yang pekerjaanya utamanya


mengajar (UUSPN tahun 1989 Bab VII pasal 27 ayat 3)

Selain siswa, faktor penting dalam proses belajar mengajar adalah guru.
Guru sangat berperan penting dalam menciptakan kelas yang komunikatif.
Breen dan Candlin dalam Nunan(1989:87) mengatakan bahwa peran guru
adalah sebagai fasilitator dalam proses yang komunikatif, bertindak
sebagai partisipan, dan yang ketiga bertindak sebagai pengamat.

Menurut tinjauan psikologi,kepribadian berarti sipat hakiki individu yang


tercermin pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya dari
yang lain. McLeod (1989) mengartikan kepribadian (personality) sebagai
sipat yang khas yang dimiliki oleh seseorang. Dalam hal ini kepribadian
adalah karakter atau identitas.

Kepribadian Guru

Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap


keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya
manusia.Karena disamping sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga
berperan sebagai panutan.Mengenai pentingnya kepribadian
guru,seorang psikolog terkemuka Prof. Dr Zakiah Dardjat ( 1982)
menegaskan :

Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan


pembina yang baik bagi anak didiknya,ataukah akan menjadi perusak
atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik
yang masih kecil (tingkat SD) dan mereka yang mengalami kegoncangan
jiwa (tingkat menngah) .Secara konstitsional,guru hendaknya
berkepribadianh Pancasila dan UUD 45 yang beriman dan bertagwa
kepada Tuhan YME,disamping itu dia harus punya keahlian yang di
perlukan sebagai tenaga pengajar.

Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru adalah


1. Fleksibilitas kognitif
2. Keterbukaan Psikologis pribadi guru.

Fleksibilitas kognitif ( keluwesan ranah cipta ) merupakan kemampuan


berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam
situasi tertentu.Kebalikanya adalah frgiditas kognitif atau kekakuan ranah
cipta yang ditandai dengan kekurang mampuan berpikir dan bertindak
yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.Guru yang fleksibel
pada umunya di tandai dengan keterbukaan berpikir dan
beradaptasi.Selain itu ia juga mempunyai resistensi (daya tahan )
terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan
pengenalan.Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi
tertentu seorang guru yang fleksibel selalu berpikir kritis.Berpikir kritis
adalah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat yang di pusatkan
pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari
sesuatu,dan melakukan atau menghindari sesuatu (Heger & Kaye,1990)

Keterbukaan Psikologis pribadi guru. Hal lain yang menjadi paktor


menentukan keberhasilan tugas guru adalah keterbukaan psikologs guru
itu sendiri.Guru yang terbuka secara psikologi akan di tandai dengan
kesediaanya yang relatip tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan
faktor-faktor ekstern antar lain siswa,teman sejawat,dan lingkungan
pendidikan tempatnya bekerja.Ia mau menerima kritik dengan
ikhlas.Disamping itu ia juga memiliki empati,yakni respon afektip terhadap
pengalaman emosionalnya dan perasaan tertentu orang lain.
(Reber,1988). Contohnya jika seorang muridnya di ketahui sedang
mengalami kemalangan,maka ia turut bersedih dan menunjukan simpati
serta berusaha memberi jalan keluar.

Keterbuksaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya


sebagai anutan siswa..Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau
prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan
perasaan orang lain.Keterbukaan psikologis juga di perlukan untuk
menciptakan suasana hubungan antar pribadi guru dan siswa yang
harmonis,sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya
secara bebas dan tanpa ganjalan.

Kompetensi Profesionalisme Guru.

Kompetensi

Pengertian kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Selain


kemampuan kompetensi juga berarti keadaan berwenang atau memenuhi
syarat menurut ketentuan hukum.Jadi kompetensi guru adalah merupakan
kemampuan guru dalam melaksanakan kewajiban–kewajibanya secara
bertanggung jawab dan layak.
Intinya, Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam
melaksanakan profesi keguruannya.

Jenis Kompetensi

1. Kompentensi Pribadi

a. Mengembangkan Kepribadian

· Bertqwa kepada Allah SWT

· Berperan akkif dalam masyarakat

· Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru

b. Berinteraksi dan Berkomunikasi

· Berinteraksi dengan rekan sejawat demi pengembangan kemampuan


professional

· Berinteraksi dengan masyarakat sebagai pengemban misi pendidikan

c. Melaksanakan Bimbingan dan Penyuluhan

· Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar

· Membimbing murid yang berkelainan dan berbakat khusus

d. Melaksanakan Administrasi Sekolah

· Mengenal administrasi kegiatan sekolah

· Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah

e. Melaksanakan penelitian Sederhana Untuk Keperluan Pengajaran

· Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah

· Melaksanakan penelitian sederhana

2. Kompetensi Profesional

1. Menguasai landasan kependidikan

· Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional


· Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat.

· Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan


dalam proses belajar mengajar.

1. Menguasai bahan pengajaran

· Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dari


menengah

· Menguasai bahan pengajaran.

1. Menyusun program pengajaran

· Menetapkan tujuan pembelajaran

· Memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran

· Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai

· Memilih dan memanfaatkan sumber belajar.

1. Melaksanakan program pengajaran

· Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat

· Mengatur ruangan belajar

· Mengelola interaksi belajar mengajar

1. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan

· Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran

· Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Kompetensi guru yang diteliti meliputi empat kategori.

1. Kemampuan guru dalam merencanakan program belajar mengajar.


2. Kemampuan guru dalam menguasai bahan pelajaran.
3. Kemampuan guru dalam melaksanakan dan memimpin/mengelola
proses belajar mengajar.
4. Kemampuan dalam menilai kemajuan proses belajar mengajar.

Profesionalsime
Profesionalsime sendiri berasal dari kata profesus (bahasa latin), yang
berarti siap tampil di depan publik. Jadi untuk tampil di depan umum,
seorang professional harus telah siap untuk menghadapi semua masalah
dan menyelesaikannya dengan baik

Ada yng mengatakan bahwa Profesional adalah suatu bidang pekerjaan


yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus
dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dengan
kata lain sebuah profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus
dalam melaksanakan profesinya. Pekerjaan yang bersifat profesional
adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu.

Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memilki


pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau
teknik dalam KBM serta landasan-landasan kependidikan seperti
tercantum dalam kompetensi guru dalarn uraian selanjutnya. Dalam
melakukan kewenangan profesionalismenya, guru dituntut memiliki
seperangkat kemampuan (kompetensi) yang beraneka ragam. Namun
sebelum sampai pada pembahasan kompetensi ada beberapa syarat
profesi yang harus dipahami terlebih dahulu.

Jadi, guru profesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruan


dengan kemampuan tinggi sebagai sumber kehidupan.

Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas


suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran
yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata
pencaharian. Profesionalisme guru yang dimaksud dalam skripsi ini
adalah guru Fiqih yang profesional. Adapun guru profesional itu sendiri
adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang dikehendaki
untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses
belajar mengajar siswa, yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar
siswa yang lebih baik.

Seorang yang memiliki predikat professional memiliki ciri-ciri yang selalu


melekat dalam pikirannya, dan tercermin dalam tingkah laku dari para
professional. Ciri-ciri professional tersebut adalah sebagai berikut:

1. Disiplin
2. Berorientasi pada kualitas
3. Rajin dan antusias
4. Berpikir positif
5. Fleksibel
6. Rasional
7. Etis
8. Kompeten
9. Strategis

Semua ciri tersebut memiliki hubungan dengan kebiasaan kita sehari-hari.


Jadi untuk menjadi seorang yang professional, kita harus merubah secara
terus-menerus kebiasaan kita, mencapai yang lebih baik, dan lebih baik.

Mengingat tugas guru yang demikian kompleksnya, maka profesi ini


memerlukan persyaratan khusus sebagai berikut:

1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu


pengetahuan yang mendalam

2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan


bidang profesinya.

3. Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai.

4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan


yang dilaksanakannya

5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa


profesionalisme guru adalah bisa didasarkan kepada Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan
bahwasanya salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru adalah
kompetensi professional. Kompetensi profesional yang dimaksud dalam
hal ini merupakan kemampuan Guru dalam penguasaan materi pelajaran
secara luas dan mendalam.

Yang dimaksud dengan penguasaan materi secara luas dan mendalam


dalam hal ini termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya yang
berperan sebagai pendukung profesionalisme Guru. Kemampuan
akademik tersebut antara lain, memiliki kemampuan dalam menguasai
ilmu, jenjang dan jenis pendidikan yang sesuai.

Ada beberapa langkah strategis yang harus dilakukan dalam upaya


meningkatkan profesionalisme guru, yaitu :

1. Sertifikasi sebagai sebuah sarana

Tujuan sertifikasi guru adalah:

· Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen


· Pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional

· Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan

· Meningkatkan martabat guru

· Meningkatkan profesionalitas guru

Adapun manfaat sertifikasi guru dapat dirinci sebagai berikut.

· Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang


dapat merusak citra profesi guru.

· Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak

Berkualitas dan tidak profesional.

· Meningkatkan kesejahteraan guru

2. Perlunya perubahan paradigma

3. Jenjang karir yang jelas

4. Peningkatan kesejahteraan yang nyata

5. Gaji yang memadai.

6. Kurangi beban guru dari tugas-tugas administrasi yang sangat menyita


waktu.

7. Pelatihan dan sarana

Kamudian Apa Peran Guru dalam Proses Pendidikan?


Efektivitas dan efisien belajar individu di sekolah sangat bergantung
kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa
dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal
seyogyanya dapat berperan sebagai :

1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber norma


kedewasaan;
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik;
4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui
penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi
dengan sasaran didik;
5. Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat
dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang
mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada
sasaran didik, serta Tuhan yang menciptakannya).

Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin


dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran
guru dalam proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :

1. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa


yang akan dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching
problems).;
2. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan
situasi, memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan
kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak
sebagai orang sumber (resource person), konsultan kepemimpinan yang
bijaksana dalam arti demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses
berlangsung (during teaching problems).
3. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan,
menganalisa, menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan
(judgement), atas tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan
kriteria yang ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya
maupun kualifikasi produknya.

Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin


Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing
(teacher counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi
peserta didik yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan
diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus
membantu pemecahannya (remedial teaching).

Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di


sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai
perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil
pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing
peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik
dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru
berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu
masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent).

Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan


dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self
oriented), dan dari sudut pandang psikologis.

Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi


pendidikan, guru berperan sebagai :
1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa
suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus
diajarkannya;
4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik
melaksanakan disiplin;
5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar
pendidikan dapat berlangsung dengan baik;
6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk
mengarahkan perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang
akan menjadi pewaris masa depan; dan
7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk
menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
kepada masyarakat.

Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang guru berperan


sebagai :

1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan


pelayanan kepada masyarakat;
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar
secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap
peserta didik di sekolah;
4. model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus
dicontoh oleh mpara peserta didik; dan
5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik
diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya.

Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :

1. Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang


memahami psikologi pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik;
2. seniman dalam hubungan antar manusia (artist in human relations),
artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan
suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan para peserta didik
sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
3. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk
menciptakan kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai
tujuan pendidikan;
4. Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang
mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang
baik; dan
5. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru
bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.

Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002)


mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu
menciptakan keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses
belajar (facilitating learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup
hal-hal yang terkait langsung atau tidak langsung dengan proses
pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk, disiplin peserta didik di
kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya, interaksi peserta didik
dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi mata pelajaran,
pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur dan
sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan
lain-lain.

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab


guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut
guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian
kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif
dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa
mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well
informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang
tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di
masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-
tengah peserta didiknya.

Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi


yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini
terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua
maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas
tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru
harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya
secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham
penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang
dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak
terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah
efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta
didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir
memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari
tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.

http://pengertian.baru2.net/pengertian-peran-guru-dalam-pendidikan.html
Jenis-jenis Kualitas Sikap Mental Guru

Posted by: Moeflich on: November 20, 2007

 In: Ajaran Tentang Hubungan Guru dan Murid


 Comment!

        Dalam dunia pendidikan dan dalam buku-buku tentang pendidikan
dan keguruan selama ini, klasifikasi guru sejauh ini paling tidak baru
dibuat baru di sekitar dua hal: Pertama, kualitas guru berdasarkan jenjang
pendidikannya atau kelulusannya (SPG/PGA, D2, D3, Sarjana). Kedua,
kelompok guru berdasarkan bidang studi yang diasuhnya (misalnya guru
IPA, guru matematika, guru agama, guru IPS dst). Klasifikasi jenis-jenis
guru sepert ini dampaknya hanya pada penguasaan materi pendidikan.
Padahal, salah satu problem besar pendidikan adalah masalah moral dan
akhlak sebagai diantara tujuan utama pendidikan. Sesungguhnya,
klasifikasika guru tidak hanya yang disebut di atas. Tulisan ini
menguraikan lima jenis guru berdasarkan kualitas sikap mentalnya dalam
mengajar. Jenis-jenis sikap berdasarkam karakter mental ini memiliki
pengaruh penting terhadap keberhasilan guru dalam mengajar. Klasifikasi
karakter mental guru ini bisa diawasi oleh pimpinan sekolah, pengawas,
dewan sekolah bahkan oleh murid sendiri.

1. Guru Sasar
        Guru sasar adalah guru yang tidak sesuai antara statusnya sebagai
guru dengan perilakunya. Tidak sesuai juga antara kata-katanya dengan
perbuatannya, antara seruan dan sikapnya sendiri. Guru yang tidak
mencerminkan dirinya sebagai guru. Misalnya, akhlaknya kurang baik dan
tidak memiliki sifat seorang pendidik. Hasilnya, bukan membawa
kemajuan terhadap murid-muridnya tapi malah memberikan dampak
buruk dan menyesatkan. Tipe ini adalah mereka yang tidak memiliki
mental guru tapi terpaksa menjadi guru, akhirnya menjadi guru yang
kesasar. Guru sasar terpaksa menjadi guru daripada menganggur, tidak
punya pekerjaan lain dan seterusnya.
Secara profesional, guru mismatch (latar pendidikan dengan bidang studi)
adalah termasuk guru sasar terutama bila dirasakan murid tidak
membawa kemajuan dalam memahami pelajaran. Disebut guru sasar
karena tidak nyambung antara latar belakang pendidikan dengan
pekerjaannya sebagai guru. Ada satu-dua kasus guru mismatch
berdampak positif terhadap kemajuan murid dan sekolah, karena
disebabkan beberapa hal: (1) Tidak memiliki latar belakang ilmu
pendidikan, tetapi berbakat jadi guru, atau mempunyai mental guru,
senang membimbing, mengarahkan dsb. (2) Rajin dan tekun
mengembangkan diri untuk menjadi guru yang baik sehingga ia mampu
mengajar dengan baik, mengerjakan tugasnya dengan baik, bertanggung
jawab sebagai guru dsb. Namun demikian, tuntutan profesional tetap
mengharuskan seorang guru harus memiliki latar belakang pendidikan
yang sesuai dengan apa yang diajarkannya.

2. Guru Makelar
    Guru yang kemampuannya lebih pada mengutip-ngutip pikiran orang,
menghapal dan menyebutkan pendapat-pendapat orang. Ia menjadi
“makelar” ilmu orang lain. Banyak mengutip pendapat orang lain tapi tidak
kritis, tidak punya refleksi, jarang memiliki pendapat sendiri, ujung-
ujungnya tidak punya pendirian. Kuat dalam hafalan tapi kurang memiliki
fikiran dan pendapat sendiri. Lebih buruk dari guru makelar adalah guru
yang kesukaannya mendiktekan pelajaran untuk dicatat secara pasif oleh
murid-muridnya.

3. Guru Layar
Guru yang kesenangannya menceritakan kemampuan-kemampuannya,
pengalaman-pengalamannya, kehebatan-kehebatannya, kelebihan-
kelebihannya di depan murid-muridnya. Hal itu dilakukan tanpa berfikir
penting tidaknya, manfaat tidaknya, relevan tidaknya kesenangan
menceritakan diri dengan pelajaran yang sedang dibahas di kelas. Dia
berlayar dalam pengalamannya. Dia senang kalau sudah bercerita
tentang pengalamannya, “tujuannya” adalah pengumuman bahwa dia
hebat dst.

4. Guru Bayar
      Guru yang melakukan fungsi pendidikan karena dia dibayar oleh
status, peranan, pekerjaan atau lingkungannya sebagai guru, tanpa dia
sendiri menyadarinya. Dia melakukan sikap-sikap keguruan dan
kependidikan karena dia merasa dirinya sebagai guru. Misalnya,
berpenampilan rapih, bersikap manis, bertutur baik, sopan dan ramah
karena dia merasa sebagai guru. Status guru membentuknya seperti itu.
Ketika tidak menjadi guru sikapnya berubah. Sikap-sikap baik tersebut
bukan lahir dari sikap mentalnya sendiri, bukan pendapatnya sendiri yang
kuat dan kukuh. Ciri guru bayar adalah melakukan fungsi-fungsi keguruan
tetapi tidak dibarengi dengan penjiwaan, tidak memiliki ekspresi
emosionalnya sebagai guru sehingga umumnya kurang kreatif sebagai
guru. Guru bayar menjadi guru bila di sekolah, di luar sekolah lain lagi.
Guru bayar umumnya adalah pengajar bukan pendidik.

5. Guru Besar
        Guru besar disini maksudnya bukan doktor atau profesor karena itu
menyangkut ilmu. Guru besar yang lebih hebat adalah guru besar dalam
hal sikap mental. Guru besar ilmu banyak yang tidak memiliki mental
pendidik dan sikapnya tidak terpuji. Guru besar disini maksudnya guru
yang pandai membesarkan hati, harapan dan cita-cita murid-muridnya,
guru yang pandai menumbuhkan motivasi dan mendorong murid-
muridnya untuk maju. Guru yang pandai membesarkan keinginan
sehingga anak didiknya merasa terdorong, termotivasi dan terbangun
jiwanya. Guru tipe ini sikapnya arif, mentalnya dewasa dan matang, tidak
mudah menyalahkan, ucapannya sejuk dan enak didengar, dan seorang
motivator yang baik. Guru besar selalu disukai murid-muridnya.

Refleksi
Yang terbaik dari kelima jenis itu tentu saja adalah guru besar. Guru besar
adalah guru yang baik, guru sejati, pendidik yang sebenarnya. Bila
sekolah ingin maju, perbanyaklah guru besar di sekolah. Arahkanlah guru-
guru yang ada di sekolah untuk menjadi atau memiliki mental guru besar
melalui program-program pelatihan, pendidikan mental, perluasan
wawasan dan peningkatan jenjang pendidikan. Kelompok guru besarlah
yang akan memiliki dampak positif terhadap anak didik dan dunia
pendidikan secara umum. Mental guru besar lah yang akan melahirkan
murid-murid yang sukses dan generasi muda yang berakhlak mulia yang
selama ini didambakan oleh orang tua dan masyarakat. Klasifikasi sikap
mental guru ini bisa melibatkan evaluasi dari kepala sekolah, pengawas,
masyarakat dan murid-murid secara tidak langsung demi kemajuan
pendidikan.[]

http://syaghafan.wordpress.com/2007/11/20/jenis-jenis-kualitas-sikap-
mental-guru/
DA 3 JENIS GURU, ANDA TERMASUK YANG MANA?

By Munif Chatib

Dalam minggu ini penulis banyak menerima


undangan berbicara dalam acara halal bihalal beberapa sekolah. Hampir
kebanyakan yang hadir adalah semua pengurus yayasan, kepala sekolah
dewan guru dan semua karyawan yang bekerja di sekolah tersebut.
Seorang kawan yang kebetulan menjadi direktur di sebuah sekolah
membisikkan sesuatu yang penting sebelum saya naik panggung.

“Pak Munif tolong beri motivasi dan semangat para guru ya agar mereka
lebih baik lagi dalam bekerja”.

Memang sekolah sebagai institusi yang didalamnya wajib membutuhkan


sentuhan manajemen sumber daya manusia, sebagai maqom manajemen
yang tertinggi, guru adalah komponen yang maha penting.
Bahkan kualitas pendidikan bangsa ini banyak ditentukan oleh kualitas
para gurunya. Guru adalah ‘bos in the class’. Guru adalah orang yang
bertatap muka langsung dengan peserta didik. Artinya roda komunitas
yang bernama sekolah sangat diwarnai oleh kinerja para gurunya.

Pentingnya peranan dan kualitas seorang guru berdampingan dengan


banyaknya problematika yang dihadapi oleh para guru. Hal yang
mendasar pada problem tersebut adalah ‘KEMAUAN’ untuk maju. Apabila
kita percaya tidak ada siswa yang bodoh dengan multiple intelligences-
nya masing-masing, maka kita juga harus percaya bahwa ‘tidak ada guru
yang tidak becus mengajar’. Hanya saja kenyataan yang terjadi adalah
keengganan guru untuk terus belajar dan bekerja dengan baik disebabkan
oleh tidak adanya ‘KEMAUAN’ untuk belajar dan maju.

Saya sangat setuju dengan pernyataan seorang teman yang memimpin


sebuah sekolah yang berkualitas. “Pak Munif tidak semua guru lho mau
diberikan pelatihan. Jika seperti itu maka sebagus apapun materi dan
kemasan dalam pelatihan itu, biasanya guru tidak akan berhasil
mengambil manfaat dari pelatihan itu. Oleh sebab itu, saya merancang
sebuah sesi pendaftaran kepada guru-guru saya yang ‘MAU’ ikut
pelatihan dengan batasan waktu. Dari situ saja saya sudah tahu, mana
guru yang ‘tertarik’ dan ‘tidak tertarik’.

Dua tahun yang lalu pemerintah memulai melaksanakan program


sertifikasi guru. Program ini sebenarnya diawali dari sebuah hipotesa,
bahwa guru yang professional dan berkualitas akan terwujud apabila
kesejahteraannya mencukupi. Sebaliknya jangan harap seorang guru
akan professional, jika kesejahteraannya tidak mencukupi untuk
kehidupan sehari-hari.

Beberapa bulan yang lalu, ternyata hipotesa itu terjawab. Dari data
statistik yang dianalisa oleh teman-teman asesor menyebutkan bahwa
para guru penerima tunjangan profesi yang cukup besar, ternyata belum
menunjukkan kemajuan kualitas dalam proses mengajarnya. Mereka tidak
berubah, mengajar biasa-biasa saja. Meskipun mereka sudah menerima
tunjangan profesi sebagaimana yang diharapkan pemerintah untuk
menjadi guru yang professional dengan berbagai kriteria yang sudah
ditentukan dalam proses sertifikasi guru.

Jadi menurut penulis ada hipotesa baru, yaitu ‘besarnya penghasilan guru
belum tentu menjadi penyebab berkembangnya kualitas guru dalam
bekerja’.

Dilihat dari faktor ‘KEMAUAN’ untuk maju, maka ada 3 jenis guru.
Pertama, ‘GURU ROBOT’, yaitu guru yang bekerja persis seperti robot.
Mereka hanya masuk, mengajar, lalu pulang. Mereka yang peduli kepada
beban materi yang harus disampaikan kepada siswa. Mereka tidak
mempunyai kepedulian terhadap kesulitan siswa dalam menerima materi.
Apalagi kepedulian terhadap masalah sesame guru dan sekolah pada
umumnya. Mereka tidak peduli dan mirip robot yang selalu menjalankan
peritnah berdasarkan apa saja yang sudah di programkan. Guru jenis ini
banyak sekali menggunakan ungkapan seperti ini.

“Wah …itu bukan masalahku…itu masalah kamu. Jadi selesaikan sendiri


….” Atau

“Maaf aku tidak dapat membantu … sebab hal ini bukan tugas saya…”.

Kedua, ‘GURU MATERIALIS’, yaitu guru yang selalu melakukan hitung-


hitungan, mirip dengan aktivitas bisnis jual beli atau yang lainnya.
Parahnya yang dijadikan patokannya adalah ‘HAK’ yang mereka terima.
Barulah ‘KEWAJIBAN’ mereka akan dilaksanakan sebesar tergantung dari
HAK yang mereka terima. Guru ini pada awalnya merasa professional,
namun akhirnya akan terjebak dalam ‘KESOMBONGAN’ dalam bekerja.
Sehingga tidak terlihat ‘benefiditasnya’ dalam bekerja. Ungkapan-
ungkapan yang banyak kita dengan dari guru jenis ini antara lain:

“Cuma digaji sekian saja … kok mengharapkan saya total dalam


mengajar… jangan harap ya …”.

“Percuma mau kreatif, orang penghasilan yang diberikan kepada saya


hanya cukup untuk biaya transport…”.

“Kalau mengharapkan saya bekerja baik, ya turuti dong permintaan gaji


saya sebesar …..”.

Dan seterusnya …

Ketiga, ‘GURUNYA MANUSIA’, yaitu guru


yang mempunyai keikhlasan dalam hal mengajar dan belajar. Guru yang
mempunyai keyakinan bahwa target pekerjaannya adalah membuat para
siswanya berhasil memahami materi-materi yang diajarkan. Guru yang
ikhlas untuk introspeksi apabila ada siswanya yang tidak bisa memahami
materi ajar. Guru yang berusaha meluangkan waktu untuk belajar. Sebab
mereka sadar, profesi guru adalah makhluk yang tidak boleh berhenti
untuk belajar. Guru yang keinginannya kuat dan serius ketika mengikuti
pelatihan dan mengembangan.

GURUNYA MANUSIA , juga manusia yang membutuhkan ‘penghasilan’


untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bedanya dengan GURU MATERIALIS,
GURUNYA MANUSIA menempatkan penghasilan sebagai AKIBAT yang
akan didapat dengan menjalankan kewajibannya. Yaitu Keikhlasan
mengajar dan belajar.

Sudah banyak contoh yang mana rizki seorang guru tiba-tiba diguyur oleh
Allah SWT dari pintu yang tidak terduga, atau dari akibat guru tersebut
terus menerus belajar.

Ada teman guru yang mendapatkan kesempatan ‘belajar’ di luar negeri


sebab mempunyai prestasi dalam membuat lessonplan. Ada teman guru
mendapatkan rizki sebab dengan tekun menulis buku ajar untuk siswa di
sekolah tempat dia bekerja. Ada teman guru yang menulis kisah-kisah
yang unik yang dialami di kelas pada saat dia belajar. Ada teman guru
yang sekarang menjadi ‘bintang’ banyak sekali dibutuhkan pemikiran-
pemikirannya untuk banyak guru di Indonesia, dan lain-lain.

Walhasil, Allah tidak maha mendengar. Maha melihat dan maha


mengetahui apa yang dinginkan oleh hambanya yang bertawakkal.

Sekarang … tundukkan wajah sejenak. Ambil nafas … lakukan


instropeksi. Anda termasuk guru jenis yang mana? Bagaimanapun anda.
Sekarang anda sudah tahu harus bagaimana menjadi seorang guru yagn
professional.

http://munifchatib.wordpress.com/2009/10/05/ada-3-jenis-guru-anda-
termasuk-yang-mana/
3 ( TIGA ) MACAM JENIS GURU DILIHAT DARI FAKTOR KEMAUAN

A. Guru Robot

Guru Robot yaitu guru yang bekerja persis seperti robot. Mereka hanya
masuk, mengajar, lalu pulang. Mereka tidak perduli dengan kesulitan
siswa dalam menerima materi. Apalagi terhadap sesama guru dan
sekolah pada umumnya. Mereka tidak perduli dan mirip robotyang selalu
menjalankan perintah dan berdasarkan apa saja yang sudah di
programkan. Guru jenis ini banyak sekali mengungkapkan hal seperti ini.

"Wah... Itu bukan masalahku... Itu masalah kamu. Jadi selesaikan sendiri."
Atau

"Maaf aku tidak dapat membantu... Sebab hal ini bukan tugas saya."

B. Guru Metrealis

Guru matrealis yaitu guru yang selalu melakukan hitung-hitungan, mirip


dengan aktifitas jual beli atau yang lainnya. Parahnya yang dijadikan
patokannya adalah hak yang mereka terima. Kewajiban yang mereka
akan dilaksanakan sebesar tergantung dari hak yang mereka terima .
Guru ini pada awalnya merasa bersikap Profesional, namun akhirnya akan
terjebak dalam kesombongan dalam bekerja. Sehingga tidak terlihat
benedifitasnya dalam bekerja.

Ungkapan yang banyak dikeluarkan oleh guru seperti ini antara lain :

"Cuma digaji sekian saja kok mengharapkan saya total dalam mengajar."

"Percuma mau kreatif, orang penghasilan saya hanya cukup untuk biaya
transport."

C. Gurunya Manusia

Gurunya Manusia yaitu guru yang mempunyai keiklasan dalam mengajar


dan belajar. Guru yang mempunyai keyakinan bahwa target pekerjaannya
adalah membuat para siswanya berhasil memehami materi-materi yang
diajarkan. Profesi guru adalah mahluk yang tidak boleh berhenti untuk
belajar.

Guru Manusia juga membutuhkan penghasilan untuk memenuhi


kebutuhan hidup. Bedanya dengan guru matrealis, Guru manusia
menempatkan penghasilan sebagai akibat yang akan didapat dengan
menjalankan kewajibannya yaitu menjalankan belajar dan mengajar.

Sekarang tundukan wajah sejenak mabil nafas lakukan introfeksi. Anda


termasuk jenis guru yang mana? Bagaimanapun anda, sekarang anda
sudah tahu bagaiman harus mennjadi seorang guru.

http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/3-tiga-macam-jenis-guru-
dilihat-dari.html
Menjadi Guru Kreatif

OPINI | 27 May 2009 | 15:30 1661 4 Nihil

Menjadi guru kreatif ternyata tidak mudah. Perlu perjuangan dan


pengorbanan. Bahkan mungkin anda akan mengalami sebuah
penderitaan dahulu yang akan membawa anda kepada puncak
kebahagiaan dan ketenaran. Saya banyak belajar dari Prof. Dr. Arief
Rachman, bapak sekaligus guru saya di sekolah Labschool. Beliau adalah
tokoh pendidkan dan contoh guru kreatif yang ada di Indonesia. Dari
tangan beliaulah lahir tenaga-tenaga pendidik seperti saya yang berusaha
keras untuk menjadi guru kreatif.

Guru kreatif tidak pernah puas dengan apa yang ada pada dirinya. Dia
terus belajar dan belajar sampai ajal menjemputnya. Baginya,
menemukan sesuatu yang baru dalam pembelajaran adalah sesuatu hal
yang harus dicari dan kemudian dibagikan kepada teman-teman guru
lainnya. Tak mudah memang, tapi disinilah tantangannya bila kita mau
terus instropeksi diri dalam pembelajaran yang kita lakukan di sekolah.
Berusaha terus-menerus memperbaiki kinerjanya sebagai guru dengan
terus melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajarannya.Saya teringat pesan pak Arif bila
anda ingin menjadi guru yang kreatif, maka anda harus berhenti untuk
menjadi guru pengeluh. Berusahalah semaksimal mungkin
memberdayakan apa yang dimiliki sekolah untuk anda gunakan dalam
menunjang pembelajaran anda.  Bila kemudian anda menemukan alat
bantu atau media pembelajaran yang membantu anda menyampaikan
materi ke otak siswa dengan cepat, maka harus anda buktikan media itu
dengan terlebih dahulu dengan melakukan PTK.

Dengan melakukan PTK anda akan menjadi guru yang kreatif. Di dalam
PTK itulah akan anda dapatkan refleksi diri yang anda lakukan melalui
siklus-siklus yang anda lakukan sendiri sampai anda merasa yakin bahwa
yang anda lakukan telah berhasil. Penelitian kualitatif cenderung
berbasis kata, misalnya hasil wawancara, sedangkan penelitian
kuantitatif cenderung berbasis angka misalnya skor uji. Anda dapat
pelajari hal itu dengan membaca buku Action Research di ruang Kelas
karya Vivienne Baumfield, dkk. Buku ini dapat anda dapatkan dengan
mudah di toko buku Gramedia atau bisa juga anda pesan langsung ke
penerbit Indeks.

Action Research di ruang kelas atau PTK merupakan panduan penting


untuk semua guru kreatif yang tertarik melakukan riset di dalam ruang
kelas. Penulisnya memberikan gambaran pendekatan yang mudah diikuti
sehingga dapat membantu guru meningkatkan praktik profesional mereka
dan mengevaluasi kebutuhan murid di sekolah. Terdapat banyak kiat
praktis dan contoh proyek riset tindakan nyata dari berbagai tipe sekolah
yang menjadikan PTK sebagai buku wajib bagi guru dan mahasiswa
keguruan.

Menjadi guru kreatif harus mampu meneliti. Meneliti di kelasnya sendiri


sehingga kualitas pembelajarannya semakin berkualitas. Banyak masalah
yang bisa anda teliti, banyak masalah yang harus dicari segera solusinya.
Melalui PTK anda akan mendapatkan rahasia-rahasia baru dalam
khasanah ilmu pendidikan yang dapat anda kembangkan menjadi sesuatu
yang berarti dalam kegiatan pembelajaran. Setiap kegiatan yang anda
lakukan harus dicatat dan diamati benar bersama teman sejawat sehingga
apa yang anda lakukan dalam PTK benar-benar solusi baru dalam
pembelajaran di sekolah yang berujung kepada peningkatan mutu
pendidikan.

Jangan biarkan diri anda menjadi guru pengeluh dan terus mengeluh
karena anda tidak kreatif. Mari ciptakan khasanah ilmu pengetahuan baru
dengan menjadi guru kreatif. Kalau bukan kita sendiri yang menjadi guru
kreatif, lalu siapa lagi?

Salam Blogger Kompasiana

Omjay

http://umum.kompasiana.com/2009/05/27/menjadi-guru-kreatif/

Ciri-ciri seorang Guru yang kreatif :


Add comments
Fleksibel

Dibutuhkan guru yang tidak kaku, luwes, dan dapat memahami kondisi
anak didik, memahami cara belajar mereka, serta mampu mendekati anak
didik melalui berbagai cara sesuai kecerdasan dan potensi masing-masing
anak.

Optimistis

Keyakinan yang tinggi akan kemampuan pribadi dan yakin akan


perubahan anak didik ke arah yang lebih baik melalui proses interaksi
guru-murid yang fun akan menumbuhkan karakter yang sama terhadap
anak tersebut.

Respek

Rasa hormat yang senantiasa ditumbuhkan di depan anak didik akan


dapat memacu mereka untuk lebih cepat tidak sekadar memahami
pelajaran, namun juga pemahaman yang menyeluruh tentang berbagai
hal yang dipelajarinya.

Cekatan

Anak-anak berkarakter dinamis, aktif, eksploratif, dan penuh inisiatif.


Kondisi ini perlu di imbangi oleh Anda sebagai pengajarnya sehingga
Anda mampu bertindak sesuai kondisi yang ada.
 

Humoris

Menjadi guru killer? Anak-anak malah takut kepada Anda dan tidak mau
belajar. Meskipun setiap orang mempunyai sifat humoris, sifat ini dituntut
untuk dimiliki seorang pengajar. Karena pada umumnya, anak-anak suka
sekali dengan proses belajar yang menyenangkan, termasuk dibumbui
dengan humor. Secara tidak langsung, hal tersebut dapat membantu
mengaktifkan kinerja otak kanan mereka.

Inspiratif

Meskipun ada panduan kurikulum yang mengharuskan peserta didik


mengikutnya, guru harus dapat menemukan banyak ide dari hal-hal baru
dan lebih memahami informasi-informasi pengetahuan yang disampaikan
gurunya.

Lembut

Dimanapun, guru yang bersikap kasar, kaku, atau emosional, biasanya


mengakibatkan dampak buruk bagi peserta didiknya, dan sering tidak
berhasil dalam proses mengajar kepada anak didik. Pengaruh kesabaran,
kelembutan, dan rasa kasing sayang akan lebih efektif dalam proses
belajar mengajar dan lebih memudahkan munculnya solusi atas berbagai
masalah yang muncul.

Disiplin

Disiplin disini tidak hanya soal ketepatan waktu, tapi mencakup bebagai
hal lain. Sehingga, guru mampu menjadi teladan kedisplinan tanpa harus
sering mengatakan tentang pentingnya disiplin. Contoh, disiplin dalam
waktu, menyimpan barang, belajar dan sebagainya. Dengan demikian,
akan timbul pemahaman yang kuat pada anak didik tentang pentingnya
hidup disiplin.
 

Responsif

Ciri guru yang profesional antara lain cepat tanggap terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi, baik pada anak didik, budaya, sosial, ilmu
pengetahuan maupun teknologi, dll.

Empatik

Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda, cara belajar dan


proses peneriamaan, serta pemahaman terhadap pelajaran pun berbeda-
beda. Oleh karena itu, seorang guru dituntut mempunyai kesabaran lebih
dalam memahami keberagaman tersebut sehingga bisa lebih memahami
kebutuhan-kebutuhan belajar mereka.

Nge-friend

Jangan membuat jarak yang lebar dengan anak didik hanya karena posisi
Anda sebagai guru. Jika kita dapat menjadi teman mereka akan
menghasilkan emosi yang lebih kuat daripada sekadar hubungan guru-
murid. Sehingga, anak-anak akan lebih mudah beradaptasi dalam
menerima pelajaran dan bersosialisasi dengan lingkungannya.

http://rakarai.abatasa.com/post/detail/10202/ciri-ciri-seorang-guru-yang-
kreatif-
Guru Kreatif. Creative Teacher

Siswa sebagai subyek pembelajaran. Learning empowers students.

22 ciri guru kreatif

with one comment

Siapa bilang menjadi guru yang kreatif susah? Silahkan melihat daftar
dibawah ini anda akan menemukan bahwa beberapa dari ciri ini sudah
anda lakukan. Silahkan telaah dan cermati, jika anda sudah melakukan
satu saja dari sekian banyak ciri guru kreatif di bawah ini, maka saya
ucapkan selamat! Karena jalan untuk menjadi guru kreatif sudah
membentang di depan anda. Tinggal tunggu waktu untuk melengkapi
semua, yang penting sebagai guru anda sudah di jalur yang benar.

1. Mandiri
2. Selalu ingin tahu hal yang baru
3. Spontan
4. Seperti anak-anak, punya jiwa yang mau mencoba dan tidak takut
salah
5. Senang bermain
6. Percaya diri
7. Tanggap
8. Berpikiran terbuka
9. Ekspresif
10. Suka mencoba melakukan pengembaraan atau petualangan ilmu
baru
11. Bersimpati pada orang lain
12. Punya kemauan yang kuat
13. Reflektif
14. Tertarik untuk hal baru
15. Fleksibel
16. Introspektif
17. Terbuka untuk pengalaman
18. Punya hati nurani
19. Selalu punya suasana hati yang baik saat mengerjakan tugas
20. Menghargai keberagaman
21. Tidak peduli dengan omongan orang lain, sepanjang hal yang
dilakukannya demi siswa
22. Tertantang untuk menemukan

http://gurukreatif.wordpress.com/2010/01/12/ciri-ciri-guru-kreatif/

Guru Kreatif. Creative Teacher

Siswa sebagai subyek pembelajaran. Learning empowers students.

10 ciri guru profesional

with 82 comments

1. Selalu punya energi untuk siswanya


Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap
percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya
kemampuam mendengar dengan seksama.

2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran


Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap
pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.

3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif


Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif
sehingga bisa  mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.

4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik


Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang
baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar
dan bekerja sama secara efektif,  membiasakan menanamkan rasa
hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.

5. Bisa berkomunikasi dengan Baik Orang Tua


Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua
dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang
terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya.
Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi  panggilan
telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.

6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya


Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan
mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan
mengerahkan potensi terbaik mereka.

7. Pengetahuan tentang Kurikulum


Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang
kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat
tenaga  memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.

8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan


Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang
guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme
untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab
pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan
bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang
kolaboratif.

9. Selalu memberikan yang terbaik  untuk Anak-anak dan proses


Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-
anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan 
mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam
kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak
dewasa.

10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa


Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling
hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang
dapat dipercaya.

http://gurukreatif.wordpress.com/2009/11/06/10-ciri-guru-profesional/
SIKAP PROFESSIONAL KEGURUAN
10:53 Diposkan oleh mifdamds. sekolah tercinta
Label: Makalah

BAB I
PENDAHULUAN

Guru merupakan ujung tombak keberhasilan proses pendidikan di sekolah


maka pembinaan dan pengembangan profesi guru dipandang perlu
diperhatikan sebagai wujud komitmen dalam melakukan pembenahan
pola pendidikan agar mencapai mutu pendidikan sesuai harapan.
Penyusunan makalah ini merupakan bentuk respon terhadap program
kebijakan bidang pendidikan, paling tidak kehadirannya mengingatkan kita
betapa pentingnya peran guru dan betapa pentingnya sikap seorang guru
yang professional serta berpengalaman yang tinggi sehingga saatnya
nanti segala yang dicita-citakan bersama tercapai dimana guru mampu
memberikan yang terbaik bagi kemajuan pendidikan melalui wujud
keprofesionalan dan pengalaman yang tidak diragukan lagi.
Itu semua akan terjadi manakala kita mau belajar dan menganalisis
berbagai sikap yang dimiliki oleh seorang guru yang mempunyai
keteladanan yang patut dijadikan figur dan contoh anak didiknya demi
kemajuan dunia pendidikan di masa yang akan datang.

BAB II
PEMBAHASAN
SIKAP PROFESSIONAL KEGURUAN
A. pengertian
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya
memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik
ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga
pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang
dapat dipertanggungjawabkan.

Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh.


Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semi
profesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena
jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang
lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik
dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No.
26/1989).

Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi


karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai
kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan sosial.

B. sasaran sikap professional

1. Sikap terhadap peratuan perundang-undangan


Pada butir 9 kode etik guru Indonesia disebutkan bahwa: Guru
melakanakan segala kebijakan pemerintuah untuk bidang pendidikan.”
Kebijakan pendidikan di Negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal
ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.denga mengeluarkan
ketentuan – ketentuan dan peraturan perauran yang merupakan kebijakan
yang akan dilaksanakan oleh apratnya.
2. Sikap terhadap orgaisasi profesi
Guru bersama – sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi
PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. PGRI sebagai
organisasi profesi memerlukan pembinaan agar lebih berdaya guna dan
berhasil sebagai wadah untuk membawakan misi dan memantapkan
profesi guru. Maka dari itu setiap orang harus memberikan waktu
sebagiannya untuk kepentingan pembinaan profesinya dan semua waktu
dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinasikan oleh
para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya mnjadi efektif
dan efisien.
3. Sikap terhadap teman sejawat
Dalam ayat 7 kode etik gutu disebutkan bahwa guru memelihara
hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
Itu berarti guru hendaknya kerja dan hendanya menciptakan dan
memelihara semangat kekeluargaan didalam maupun diluar sekolah.

4. Sikap terhadap anak didik


Telah dijelaskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Tujuan
pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/2989
tentang Sistem Pendidikan Nasional yakni membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila.

5. Sikap terhadap tempat kerja


Suasana yang harmonis disekolah tidak akan terjadi bila personal yang
terlibat didalamnya tidak menjalin hubungan yang baik diantara
sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus dilengkapi
denagn terjalinnya hubungan yang baik denagn orang tua dan masyarakat
sekitarnya. Ini dimaksudnya untuk membina peras serta rasa tanggung
jawab bersama terhadap pendidikan.

6. Sikap terhadap pemimpin


Dalam kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut diberikan berupaya
tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang
diberikan mereka. Kerja sama jugadapat diberikan dalam bentuk usulan
dan kritis yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan
bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam
pengertian harus bekerja sama dalam mensukseskan program yang
sudah disepakati, baik di sekolah maupun diluar sekolah.

7. Sikap terhadap pekerjaan


Kode etik 6 dituntut guru baik secara pribadi maupun secara kelompok
untuk meningkatkan mutu pribadi maupun kelompok untuk selalu
meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Profesi guru berhubungan
denagn anak didik yang mempunyai persamaandan perbedaan yang
melayaninya harus memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi,
terutama bila berhubungan denagn peserta didik yang masih kecil.

C. Pengembangan Sikap Profesional


Dalam angka meningkatkan mutu baik mutu professional maupun
layanannya, guru harus meningkatkan sikap profesionalnya. Hal tersebut
dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah
bertugas, yaitu:

1) Pengembangan sikap selama pendidikan prajabatan


Calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Merupakan pendidikan
persiapan mahasiswa ntuk meniti karir dalam bidang pendiikan dan
pengajaran. Menurut Page & Thomas pendidikan prajabatan merupakan
sebuah istilah yang paling lazim digunakan lembaga pendidikan keguruan,
yang merujuk pada pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh
lembaga jenjang universiter pendidikan untuk menyiapkan mahasiswa
yang hendak menii karir dalam bidang pengajaran.

2) Pengembangan sikap selama dalam jabatan


Pengembanagn sikap professional tidak berhenti apabila calon guru
selesai mendapatkan pedidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat
dilakukan dengan cara formal mlalui kegiatan mengikuti penataran,
lokakarya, seminar, atau kegitan ilmiah lainnya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Profesionalisme guru dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya


adalah kepuasan kerja, supervisi pendidikan dan komitmen. Kepuasan
kerja diartikan sebagai cerminan sikap dan perasaan dari individu
terhadap pekerjaannya, atau keadaan emosional menyenangkan dan
tidak menyenangkan para pegawai memandang pekerjaan mereka
(Handoko, 2001). Kepuasan kerja yang tinggi sangat diperlukan dalam
setiap usaha kerjasama guru untuk mencapai tujuan sekolah, yang seperti
kita ketahui bahwa pencapaian tujuan sekolah ini adalah sesuatu yang
diidam-idamkan. Tetapi sebaliknya dengan guru yang memiliki kepuasan
kerja yang rendah akan sangat sulit mencapai hasil yang baik.
Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan nasional. Seorang guru baru dapat disebut
profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Hermawan S, R. 1979. Etika Keguruan: Suatu Pendekatan Terhadap
Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta: PT. Margi Wahyu.
PGRI. 1973. Buku Kenang-Kenangan Kongres PGRI XIII 21 s.d 25
November 1973 dan Hut PGRI XXIII. Jakarta: PGRI.

http://dromigo.blogspot.com/2008/12/sikap-professional-keguruan.html

MAKALAH PROFESI KEGURUAN

BAB I PENDAHULUAN

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Pendidikan adalah suatu


bentuk investasi jangka panjang yang penting bagi seorang manusia.
Pendidikan yang berhasil akan menciptakan manusia yang pantas dan
berkelayakan di masyarakat seta tidak menyusahkan orang lain.
Masyarakat dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju
mengakui bahwa pendidik / guru merupakan satu diantara sekian banyak
unsur pembentuk utama calon anggota masyarakat. Namun, wujud
pengakuan itu berbeda-beda antara satu masyarakat dan masyarakat
yang lain. Sebagian mengakui pentingnya peranan guru itu dengan cara
yang lebih konkrit, sementara yang lain masih menyangsikan besarnya
tanggung jawab seorang guru, termasuk masyarakat yang sering
menggaji guru lebih rendah daripada yang sepantasnya.

Demikian pula, sebagian orang tua kadang-kadang merasa cemas ketika


menyaksikan anak-anak mereka berangkat ke sekolah, karena masih ragu
akan kemampuan guru mereka. Di pihak lain setelah beberapa bulan
pertama mengajar, guru-guru pada umumnya sudah menyadari betapa
besar pengaruh terpendam yang mereka miliki terhadap pembinaan
kepribadian peserta didik.

Dalam makalah ini akan dipaparkan pengertian profesi dan ciri-cirinya


berikut syarat-syarat profesi secara umum. Kemudian di bab selanjutnya
diketengahkan profesi guru dan syarat-syarat dalam membangun
profesionalisme guru. Dan yang terakhir, kesimpulan pembahasan yang
telah dipaparkan.

BAB II PENGERTIAN PROFESI DAN SYARATNYA

2.1. Pengertian Profesi dan ciri-cirinya

Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu


profession atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya
pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu
pekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan
yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan
pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis
sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan
manual (Danin, 2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok,
yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.[1]

Profesi Keguruan, Kata Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia


diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya
keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini
mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-
orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lain profesi
bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak
memperoleh pekerjaan lain.

Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya


memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik
ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga
pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang
dapat dipertanggungjawabkan.[2]

Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu


yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang
khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian
(panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini
perlu ditekankan benar untuk mem bedakannya dengan kerja biasa
(occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau
kekayaan materiil-duniawi Dua pendekatan untuk mejelaskan pengertian
profesi:

1. Pendekatan berdasarkan Definisi

Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan


kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna
memenuhi kebutuhan yang rumit dari Manusia, di dalamnya pemakaian
dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya
dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang
lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan
lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan
diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

2. Pendekatan Berdasarkan Ciri

Definisi di atas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal


menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan
tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang
mengembangkan dan meneruskan pengetahuan profesional. Karena
pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada definisi
yang yang memuaskan tentang profesi yang diperoleh dari buku maka
digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri profesi. Secara
umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah
profesi. Adapun ciri itu ialah:

-       Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki


sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh
gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru
mengikuti pendidikan profesi seperti dokter, dokter gigi, psikologi,
apoteker, farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di berbagai negara,
pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki
profesi.

-       Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan.


Pelatihan tukang batu, tukang cukur, pengrajin meliputi ketrampilan fisik.
Pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan
ketrampilan. Walaupun pada pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup
ketrampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang dominan.
Komponen intelektual merupakan karakteristik profesional yang bertugas
utama memberikan nasehat dan bantuan menyangkut bidang keahliannya
yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam. Jadi
memberikan konsultasi bukannya memberikan barang merupakan ciri
profesi.

-       Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada
masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk
kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara,
guru, pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar
masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh
seorang pakar permainan catur, misalnya. Bertambahnya jumlah profesi
dan profesional pada abad 20 terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat
berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks
memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada
masyarakat sederhana yang hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan
distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya
pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas,
pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi
memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang
ekstensif.’[3]

Menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi itu adalah
jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini:

1. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan


sepanjang hayat.
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar
jangkauan khalayak ramai.
3. Menggunakan hasil penelitin dan aplikasi dari teori ke praktik.
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
5. Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai
persyaratan yang masuk.
6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja
tertentu
7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan
unjuk kerja yang ditampilkan yang gerhubungan denan layanan
yang diberikan
8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien
9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif
bebas dari supervisi dalam jabatan
10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri
11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk
mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya
12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan
atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang
diberikan

m.  Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari pablik dan kpercayaan
diri setiap anggotanya

1. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi

Pada sisi lain profesi mempunyai pengertian seorang yang menekuni


pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur
berdasarkan intelektual. Hal demikian dapat dibaca pula pendapat Volmer
dan Mills (1966), Mc Cully (1969), dan Diana W. Kommer (dalam sagala,
2000:195-196), mereka sama-sama mengartikan profesi sebagai
spesialisasi dari jabatan intelektualyang diperoleh melalui study dan
training, bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang bernilai
tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati, disenangi oleh
orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat
imbalan berupa bayaran, upah, dan gaji (payment).[4]

2.2. Syarat-syarat Profesi

Berdasarkan pengertian dan cirri-ciri profesi yang telah disebutkan di atas,


maka dapat ditarik beberapa hal yang menjadi syarat-syarat Profesi
seperti;

1. Standar unjuk kerja.

2. Lembaga pendidikan khusus untuk menghasilkan pelaku profesi


tersebut dengan standar kualitas.

3. Akademik yang bertanggung jawab.

4. Organisasi profesi.

5. Etika dan kode etik profesi.

6. Sistem imbalan.

7. Pengakuan masyarakat.

BAB III PROFESI GURU DAN SYARAT-SYARATNYA

3.1. Profesi Keguruan


Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan
kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang
tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Suatu profesi umumnya
berkembang dari pekerjaan (vocational), yang kemudian berkembang
makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian, komitmen, dan
keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di
tengahnya terletak profesionalisme.

Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20


tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru
adalah : tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan
tinggi (pasal 39 ayat 1).

Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan dan/atau keguruan


dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession)
yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai
oleh profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum,
notaris, farmakologi, dan arsitektur. Selama ini, di Indonesia, seorang
sarjana pendidikan atau sarjana lainnya yang bertugas di institusi
pendidikan dapat mengajar mata pelajaran apa saja, sesuai kebutuhan/
kekosongan/ kekurangan guru mata pelajaran di sekolah itu, cukup
dengan “surat tugas” dari kepala sekolah.[5]

Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh.


Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan
semiprofesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan
karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan
yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi profesi,
kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru (SK Menpan No.
26/1989).

Usaha profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi


karena uniknya profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai
kompetensi seperti kompetensi profesional, personal dan sosial.

Jabatan guru dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan tenaga guru.


Kebutuhan ini meningkat dengan adanya lembaga pendidikan yang
menghasilkan calon guru untuk menghasilkan guru yang profesional.
Pada masa sekarang ini LPTK menjadi satu-satunya lembaga yang
menghasilkan guru. Walaupun jabatan profesi guru belum dikatakan
penuh, namun kondisi ini semakin membaik dengan peningkatan
penghasilan guru, pengakuan profesi guru, organisasi profesi yang
semakin baik, dan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga guru
sehingga ada sertifikasi guru melalui Akta Mengajar. Organisasi profesi
berfungsi untuk menyatukan gerak langkah anggota profesi dan untuk
meningkatkan profesionalitas para anggotanya. Setelah PGRI yang
menjadi satu-satunya organisasi profesi guru di Indonesia, kemudian
berkembang pula organisasi guru sejenis (MGMP).

3.2 syarat-syarat Profesi keguruan

Adapun syarat-syarat Profesi Keguruan adalah sebagai berikut;

1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.

2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.

3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama


(dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).

4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang


berkesinambungan.

5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang


permanen.

6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.

7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.

8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin


erat.

BAB IV KESIMPULAN

Kesadaran umum akan besarnya tanggung jawab seorang guru serta


berbagai pandangan masyarakat terhadap peranannya telah mendorong
para tokoh dan ahli pendidikan untuk merumuskan ruang lingkup tugas,
tanggung jawab dan kualifikasi yang seharusnya dipenuhi oleh guru,
sebagai pengajar guru mempunyai tugas menyelenggarakan proses
belajar-mengajar tugas yang mengisi porsi terbesar dari profesi keguruan
ini pada garis besarnya meliputi minimal empat pokok, yaitu :

1.  menguasai bahan pengajaran

2.  merencanakan program belajar-mengajar


3.  melaksanakan, memimpin dan mengelola proses belajar-mengajar
serta,

4.  menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar[6]

Jabatan guru merupakan jabatan Profesional, dan sebagai jabatan


profesional, pemegangnya harus memenuhi kualifikasi tertentu. Kriteria
jabatan profesional antara lain bahwa jabatan itu melibatkan kegiatan
intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus, memerlukan
persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan
yang berkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen, menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan,
mempunyai organisasi profesional, dan mempunyai kode etik yang di taati
oleh anggotanya.

Jabatan guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu,


namun perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk
terpenuhinya persyaratan tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung
kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru sendiri dan organisasi yang
berhubungan dengan itu, selain juga, oleh kebijaksanaan pemerintah.

[1] http://qade.wordpress.com/2009/02/11/profesi-keguruan/

[2] http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/konsep-
profesi-keguruan

[3] http://erwadi.polinpdg.ac.id

[4] http://qade.wordpress.com/2009/02/11/profesi-keguruan/

[5] http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/konsep-
profesi-keguruan

[6] http://ilmuwanmuda.wordpress.com/profesi-keguruan/

http://sopwanhadi.wordpress.com/2010/02/28/makalah-profesi-keguruan/
Guru Sebagai Profesi dan Standar Kompetensinya
 

3 Votes

Suparlan *)

The effective teacher is one


who is able to bring about intended learning outcomes
(James M. Cooper)

Salah satu dari enam agenda seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu dari
Departemen Pendidikan Nasional adalah ’mencanangkan guru sebagai
profesi”.
Seorang peserta diklat calon instruktur matematika sekolah dasar yang
sedang
mengikuti kegiatan diklat di Pusat Pengembangan Penataran Guru
(PPPG)
Matematika Yogyakarta memberikan komentar positif bahwa agenda itu
amatfokus dan mendasar. Sementara beberapa peserta lainnya
memberikan responyang netral-netral saya, yakni ’tunggu dan lihat’ atau
‘wait and see’,
sambil menaruh harapan yang besar agar agenda ini memiliki dampak
yang amat positif bagi upaya peningkatan kompetensi, perlindungan dan
kesejahteraanguru. Secara umum, banyak guru yang menaruh harapan
yang besar terhadappelaksanaan agenda tersebut, minimal sebagai salah
satu wujud kepedulianterhadap nasib guru.

Tulisan singkat ini akan menelaah makna yang tersurat dalam pengertian
’gurusebagai profesi’, ciri-ciri guru sebagai profesi, dan standarkompetensi
yang harus dimilikinya.

Guru, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan

Seorang widyaiswara senior di Pusdiklat Diknas secara terus terang


menyatakan kekecewaannya terhadap UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
SistemPendidikan Nasional, lantaran dalam UU SPN itu hanya memuat
dua patah kataguru, yakni pada Pasal 39 ayat 3 dan 4. Hal tersebut terjadi
karenapengertian guru diperluas menjadi ’pendidik’ yang dibedakan
secara dikotomisdengan ’tenaga kependidikan’, sebagaimana tertuang
secara eksplisit dalamBab XI tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
’Pendidik’ dijelaskan padaayat 2, yakni: ’Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugasmerencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasilpembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, serta melakukanpenelitian dan pengabdian kepada masyarakat,
terutama bagi pendidik padaperguruan tinggi’. Dalam ayat 3 dijelaskan
lebih lanjut bahwa ’Pendidik yangmengajar pada satuan pendidikan dasar
dan menengah disebut guru, danpendidik yang mengajar pada satuan
pendidikan tinggi disebut dosen’.Sementara itu, istilah ’tenaga
kependidikan’ dijelaskan dalam Pasal 39 ayat1 bahwa ’Tenaga
kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk
menunjangproses pendidikan pada satuan pendidikan’. Termasuk dalam
kategori tenagakependidikan dalam hal ini adalah kepala sekolah,
pengawas, dan tenaga lainyang menunjang proses pembelajaran di
sekolah.

Yang menjadi persoalan terminologis dalam hal ini adalah karena guru
dikenaldengan empat fungsi sekaligus dalam proses pembelajaran, yakni
mengajar,mendidik, melatih, dan membimbing. Dengan demikian,
seharusnya pengertianguru lebih luas dibandingkan dengan pendidik.
Bahkan dosen di perguruantinggi pun sebenarnya juga disebut guru.
Bahkan perguruan tinggi jugamenggunakan istilah Guru Besar. Selain itu,
guru pada jenjang pendidikandasar dan menengah pun memiliki
kompetensi untuk melakukan penelitiantindakan kelas (classroom action
research) dan menjalin hubungan dan kerjasama dengan orangtua siswa
dan masyarakat yang tergabung dalam KomiteSekolah.

Lepas dari persoalan terminologis tersebut, apakah ia akan tetap disebut


guru ataukah pendidik, kedua-duanya mengemban tugas mulia sebagai
tenagaprofesi, yang memiliki kaidah-kaidah profesional sebagaimana
profesi lainseperti dokter, akuntan, jaksa, hakim, dan sebagainya.

Profesi, Profesional, dan Profesionalisme

Dedi Supriadi (alm) dalam bukunya bertajuk ”Mengangkat Citra dan


Martabat
Guru” telah menjelaskan secara sederhana ketiga istilah tersebut. Profesi
menunjuk pda suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggungjawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa suatuprofesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang
orang yang tidakdilatih atau disiapkan untuk itu.

Sementara profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, menunjuk pada


penampilan atau performance atau kinerja seseorang yang sesuai dengan
tuntutan profesinya. Misalnya, ’pekerjaan itu dilaksanakan secara
profesional’. Kedua, menunjuk pada orang yang melakukan pekerjaan itu,
misalnya ’dia seorang profesional’.

Istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan atau


performanceseseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi. Ada
yangprofesionalismenya tinggi, sedang, dan ada pula yang rendah.
Menurut DediSupriadi, profesionalisme menuntut tiga prinsip utama, yakni
’well educated,well trained, well paid’ atau memperoleh pendidikan yang
cukup, mendapatkanpelatihan yang memadai, dan menerima gaji yang
memadai. Dengan kata lainprofesionalisme menuntut pendidikan yang
tinggi, kesempatan memperolehpelatihan yang cukup, dan akhirnya
memperoleh bayaran atau gaji yangmemadai.

Ciri-ciri Profesi

Dalam buku yang sama, Dedi Supriadi menjelaskan secara sederhana


tentangciri-ciri atau karakteristik suatu profesi. Pertama, profesi itu
memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat. Sebagai contoh,
dokterdisebut profesi karena memiliki fungsi dan signifikasi sosial untuk
memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. Demikian juga guru,
memberikanlayanan pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa.
Kedua, profesimenuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui
proses pendidikan danpelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga
pendidikan yang akuntabelatau dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga,
profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a systematic body of
knowledge). Keempat, ada kodeetik yang dijadikan sebagai satu pedoman
perilaku anggota beserta sanksiyang jelas dan tegas terhadap pelanggar
kode etik tersebut. Pengawasanterhadap penegakan kode etik dilakukan
oleh organisasi profesi yangbersangkutan. Kelima, sebagai konsekuensi
dari layanan dan prestasi yangdiberikan kepada masyarakat, maka
anggota profesi secara perorangan ataukelompok memperoleh imbalan
finansial atau material.

Jika kelima cirri atau karakteristik profesi tersebut diterapkan kepada


pekerjaan guru, maka tampak jelas bahwa guru memiliki kelima
karakteristiktersebut, meskipun ada beberapa karakteristik yang belum
sepenuhnyaterpenuhi. Sebagai contoh, guru memiliki karakteristik
pertama yang demikianjelas, yakni memiliki fungsi dan signifikansi sosial
bagi masyarakat.Karakteristik kedua, untuk dapat menjadi guru yang
profesional, guru jugaharus memiliki kompetensi yang tinggi. Untuk dapat
memiliki kompetensi seperti itu maka guru harus memiliki disiplin ilmu
yang diperoleh darilembaga pendidikan, baik preservice education
maupun inservice training yangakuntabel. Disiplin ilmu itu antara lain
adalah pedagogi (membimbing anak).Inilah karakteristik yang ketiga.
Karakteristik keempat memang kedodoran diIndonesia, yakni kode etik
dan penegakan kode etik. PGRI memang telahmenyusun kode etik Guru
Indonesia, tetapi penegakannya memang belumberjalan. PGRI di masa
lalu terlalu dekat dengan politik, dan kurangbergerak sebagai organisasi
profesi. Penulis pernah mengikuti kegiatankonvensi NCSS (National
Council for Social Studies) di Amerika Serikat.Organisasi ini memang
organisasi profesi murni yang bidang kegiatannyamemang menyangkut
urusan profesi. Organisasi ini punya peranan penting dalammemberikan
masukan penyempurnaan kurikulum social studies (IPS), inovasitentang
strategi dan metode pembelajaran IPS, media dan alat peraga, danhal-hal
yang terkait dengan profesi guru IPS. Apabila PGRI dalam menjadiinduk
bagi organisasi-organisasi guru mata pelajaran di Indonesia,
alangkahidealnya. Ciri profesi yang kelima adalah adanya imbalan
finansial danmaterial yang memadai. Dalam hal ini, gaji guru di Indonesia
pada saat inimemang telah lebih baik jika dibandingkan dengan gaji guru
pada tahun 60-an,yang pada ketika itu gaji profesi dalam bidang
keuangan menjadikan iri bagiprofesi lainnya. Gaji guru di Amerika Serikat
pun pernah memprihatinkan.Pada tahun 1864, guru di Illionis
digambarkan dengan citra yangmemprihatinkan dilihat dari
kesejahterannya, yakni ’has little brain andless money’ atau ’punya otak
kosong dan kantong melompong’. Dewasa ini,gambaran guru di Amerika
Serikat tidaklah demikian lagi, karena kebanyakanguru di Amerika rata-
rata merupakan tamatan perguruan tinggi, yang tidakhanya
memilikikemampuan intelektual tetapi juga ekonomi dan sosial.
Jikalauingin pendidikan maju, dan para guru dapat memfokuskan diri
dalam bidangprofesinya sebagaiguru — bukan guru yang biasa di luar —,
maka gajiguru tidak boleh tidak memang harus memadai, setara dengan
profesi lainnya,jika tidak bisa lebih tinggi. Dalam hal pemberian
penghargaan kepada guru,aspek kesejahteraan dapat dipandang sebagai
salah satu bentuk penghargaan secara materi, di samping bentuk
penghargaan nonmateri, seperti pemberian piagam penghargaan
berdasarkan prestasi kerja guru yang dapat dibanggakan.
Adanya hyme guru memang dapat menjadi model penghargaan terhadap
guru,meskipun ada orang yang berpendapat bahwa adanya hymne guru
justru dipandang sebagai bentuk penghargaan semu.

Kompetensi Guru

Salah satu ciri sebagai profesi, guru harus memiliki kompetensi,


sebagaimana dituntut oleh disiplin ilmu pendidikan (pedagogi) yang harus
dikuasainya. Dalam hal kompetensi ini, Direktorat Tenaga Kependidikan
telah memberikan definisi kompetensi sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir
dan bertindak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kompetensi tersebut akan
terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara
profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru.

Pada tahun 70-an, Direktorat Tenaga Teknis dan Pendidikan Guru


(Dikgutentis) merumuskan sepuluhkompetensi guru, yakni:

(1) memiliki kerpibadian sebagai guru,

(2) menguasai landasan kependidikan,

(3) menguasai bahan pelajaran,

(4) Menyusun program pengajaran,

(5) melaksanakan proses belajar mengajar,

(6) melaksanakan proses penilaian pendidikan,

(7) melaksanakan bimbingan,(8) melaksanakan administrasi sekolah,

(9) menjalin kerja sama dan interaksidengan guru sejawat dan


masyarakat, (10) melaksanakan penelitian sederhana.

Pada tahun 2003, Direktorat Tenaga Kependidikan (nama baru


Dikgutentis)
telah mengeluarkan Standar Kompetensi Guru (SKG), yang terdiri atas
tiga
komponen yang saling kait mengait, yaitu

(1) pengelolaan pembelajaran,

(2)pengembangan potensi, dan


(3) penguasaan akademik, yang dibungkus oleh aspek sikap dan
kepribadian sebagai guru. Ketiga komponen kompetensi tersebut
dijabarkan menjadi tujuh kompetensi dsasar, yaitu

(1.1) penyusunan rencanapembelajaran,

(1.2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar,

 (1.3) peniliaianprestasi belajar peserta didik,

 (1.4) pelaksanaan tindak lanjut hasilpenilaian prestasi belajar peserta


didik,

 (2) pengembangan profesi,

(3.1)pemahaman wawasan kependidikan, dan

(3.2) penguasaan bahan kajian akademik(sesuai dengan mata pelajaran


yang diajarkan).

Ketujuh kompetensi dasar guru tersebut dapat diukur dengan seperangkat


indikator yang telah ditetapkan.

Sebagai perbandingan, Australia Barat dikenal memiliki ’Competency


Frameworkfor Teachers’. Kompetensi standar di Australia Barat ini
meliputi lima dimensi, yakni;

(1) facilitating student learning,

(2) assessing studentlearning outcomes,

(3) engaging in professional learning,

(4) participatingto curriculum and program initiatives in outcome focused


environment, dan
(5) forming partnerships within the school community.

Dengan kata lain, limabidang kompetensi dasar guru di Australia Barat


adalah (1) memfasilitasi pembelajaran siswa,

(2) menilai hasil belajar siswa,

 (3) melibatkan dalam pembelajaran profesional,

(4) berperan serta untuk pengembangan program dankurikulum dalam


lingkungan yang berfokus kepada hasil belajar,
(5) membangunkebersamaan dalam masyarakat sekolah.

Lima dimensi tersebut memilikiindikator yang berbeda untuk tiga jenjang


guru, yakni phase 1 (level 1),phase 2 (level 2), dan phase 3 (level 3).

Jika dibandingkan dengan lima dimensi kompetensi di Australia Barat


tersebut, maka tampaklah bahwa sepuluh kompetensi dasar menurut
Dikgutentis agaknya jauh lebih lengkap, karena sudah mencakup
kompetensi membangunkerjasama dengan sejawat dan masyarakat.
Bahkan mencakup kemampuan mengadakan penelitian sederhana,
misalnya mengadakan penelitian tindakankelas atau classroom action
research. Dalam hal ini, tujuh kompetensi dasar menurut Dit Tendik belum
mencakup kompetensi membangun kerja sama dengan sejawat dan
masyarakat.

Simpulan

Posisi guru sebagai salah satu profesi memang harus diakui dalam
kehidupan masyarakat. Guru harus diakui sebagai profesi yang sejajar
sama tinggi dan duduk sama rendah dengan profesi-profesi lainnya,
seperti dokter, hakim,jaksa, akuntan, desainer interior, arsitektur, dan
masih banyak yanglainnya.

Sebagai profesi, guru memenuhi kelima ciri atau karakteristik yang


melekat
pada guru, yaitu;

(1) memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat, dirasakan


manfaatnya bagi masyarakat

(2) menuntut keterampilantertentu yang diperoleh melalui proses


pendidikan dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga
pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan,

(3)memiliki kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a


systematic body of knowledge),

(4) memiliki kode etik yang dijadikan sebagaisatu pedoman perilaku


anggota beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadappelanggar kode etik
tersebut,

(5) sebagai konsekuensi dari layanan dan


prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara
perorangan atau kelompok berhak memperoleh imbalan finansial atau
material.
Salah satu ciri guru sebagai profesi yang amat penting adalah guru harus
memiliki kemampuan sesuai dengan standar kompetensi yang telah
ditetapkan. Jika dibandingkan dengan competency framework for teachers
di Australia Barat, sepuluh kompetensi guru menurut Dikgutentis
sebenarnya lebih lengkap,karena terdapat kompetensi membangun
kerjasama dengan sejawat dan masyarakat, serta mengadakan penelitian
sederhana, yang kedua kompetensi tersebut tidak ada dalam tujuh
kompetensi dasar guru yang diterbitkan oleh Direktorat Tenaga
Kependidikan.

Pencanangan guru sebagai profesi sebagai salah satu agenda seratus


hari
Kabinet Indonesia Bersatu memang amat fokus dan mendasar. Yang lebih
dari hanya sekedar pencanangan adalah praktiknya, yakni implikasi dan
konsekuensi dari pencanangan itu yang memang sedang ditunggu-tunggu
oleh masyarakat guru di Indonesia, misalnya lahirnya UU Guru, sertifikasi
guru, uji kompetensi guru, dan last but not least adalah gaji guru.
Insyaallah.

Bahan Pustaka:

Dedi Supriadi (Editor). 2003. Guru Di Indonesia, Pendidikan, Pelatihan


dan
Perjuangan Sejak Zaman Kolonial Hingga Era Reformasi. Jakata:
Direktorat
Tenaga Kependidikan.
Dedi Supriadi. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta:
Adicita
Karya Nusa
Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003. Standar Kompetensi Guru
Sekolah Dasar.
Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003. Standar Kompetensi Guru
Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama.
Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003. Standar Kompetensi Guru
Sekolah
Menengah Atas.
Education Department of Western Australia. Competency Framework for
Teachers.
Suparlan. 1994. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Hikayat: Yogyakarta.
———————
*) Kepala Bidang Pelayanan Teknis, Pusat Pengembangan Penataran
Guru
Matematika Yogyakarta. Alumni S2 University of Houston, Texas
http://kus1978.wordpress.com/2008/05/09/guru-sebagai-profesi-dan-
standar-kompetensinya/

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan Nasional dan Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan mengamanatkan bahwa kurikulum
pendidikan dasar dan menengah di susun oleh satuan pendidikan
mengacu kepada standar isi dan standar kompetensi serta berpedoman
pada panduan yang disusun oleh badan standar nasional. Disini
dimaksudkan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum dikembangkan sebagai acuan penyelenggaraan kegiatan
pendidikan nasional yang sesuai dengan kondisi, potensi peserta didik.
Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan keutuhan dan
potensi yang ada di setiap daerah.
Kurikulum dilaksanakan dengan harapan peserta didik dapat menegakkan
lima pilar belajar, yaitu :
1) Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
2) Memahami dan menghayati
3) Mampu melaksanakan dan berbuat
4) Berguna bagi orang lain
5) Membangun serta menemukan jati, diri melalui proses pembelajaran
yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

B. Perumusan Masalah
Hal-hal yang di bahas dalam Makalah ini adalah berkisar tentang Guru
dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan, Peran Guru dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, Implementasi Peran Guru dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.

C. Maksud dan Tujuan


Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami lebih mendalam tentang peran guru dalam implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. untuk mendukung pengetahuan
kita pada mata kuliah kurikulum dan pembelajaran akuntansi.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan
mencari bahan-bahan dari berbagai buku sumber dan sebagian juga dari
internet.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Guru dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan


Sejak ditetapkannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang
menggantikan kurikulum sebelumnya, yaitu KBK yang pelaksanaannya
belum memberikan hasil yang optimal sesuai yang diharapkan oleh
pemerintah. Dengan munculnya KTSP yang konon katanya kurikulum
tersebut dapat mempermudah para guru dalam menentukan tujuan akhir
dari pembelajaran tersebut dan dapat digunakan atau dilaksanakan
dimana saja, baik itu di kota maupun di daerah-daerah terpencil. Tapi
anehnya semenjak ditetapkanya malah sebaliknya mengundang banyak
pertanyaan dimana-mana, baik dikalanagan pemerintah maupun oleh
kalangan para guru sebagai pelaksanan kurikulum tersebut sangat resah
dan bingung dalam melaksanaannya. Akan tetapi pemerintah merespon
pertanyan tersebut dari para guru agar tenang dan jangan resah dalam
melaksanakannya dilapangan. Karena kurikulum tersebut hanya
modipikasi dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Dalam hal ini KTSP juga
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/
sekolah, karakteristik sekolah/darah, sosial budaya masyarakat setempat,
dan karakteristik peserta didik setempat. Dengan diberlakukannya KTSP
yang katanya hanya untuk sebagai penyempurna dari kurikulum
sebelumnya dan untuk mengembangkan kualitas pendidikan kea rah yang
lebih baik. Akankah hal itu dapat terwuju?. Untuk menjawab hal tersebut
mari kita lihat pakta dilapangan tentang pelaksanaannya, sebagian besar
para guru menggap perubahan tersebut bukan sebagai suatu langkah
dalam meningkat kualitas pendidikan. Karena sebagaian besar guru
kurang mengerti dalam penyusunan dan pelaksanannya, untuk mengatasi
hal tersebut sangat diharapkan peran dari kepada pemerintah dan para
gurudalam meningkatkan kualitas pendidikan yang diharapkan dari
kurikulum tersebu.
Ada dua hal yang harus di perhatikan pemerintah dan para guru dalam
meningkatkan kualitas pendidikan yang diharapkan.
Pertama, bagaimana peran guru dalam menyikapi diberlakukannya KTSP,
karena kalau respon atau tanggapan guru terhadap diberlakukannya
KTSP itu bukan sebagai perubahan, akan tetapi senbagai masalah dan
penghambat dalam pelaksanaannya dilapangan, hal ini tidaklah mungkin
akan terwujud kualitas pendidikan yang diharapkan.
Kedua, Bagi guru, kepala sekolah dan dewan pengawas dengan adanya
KTSP ini agar menjadi iklim pembelajaran yang kondusip bagi terciptanya
suasana yang aman , nyaman dan tertib, sehuingga proses pembelajaran
dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan. Untuk
meningkatkan kualitas peserta didik banyak kebijakan yang harus di
perhatikan oleh elemen atau lembaga-lembaga yang ada di daerah atau
sekolah tersebut dalam melaksanakan otonomi sekolah an kepemimpinan
sekolah dan partisipasi masyarakat serta kemandirian guru dalam
menyikapi perkembangan pendidikan pada zaman sekarang ini. Oleh
karena bukan suatu yang mustahil tejadi kalau tujuan KTSP terseb dapat
terwujud, semua ini tergantung kepada pribadi kita dan sekolah dalam
menyikapinya.

B. Peran Guru dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


Keberadaan guru di mayapada sudah ada sejak jaman dulu. Sejak
manusia paling awal diciptakan, yaitu Nabi Adam A.S. Guru Nabi Adam
A.S. adalah guru dari segala guru, guru dari para penemu, guru dari
makhluk paling soleh, yaitu Allah SWT. yang Maha Tahu. Dalam Al Quran
diterangkan Allah SWT. yang mengajarkan pada Adam segala sesuatu
tentang benda yang ada di dunia. Selanjutnya Nabi Adam
mengajarkannya pada Siti Hawa, begitu seterusnya.
Istilah guru pada saat ini mengalami penciutan makna. Guru adalah orang
yang mengajar di sekolah. Orang yang bertindak seperti guru seandainya
di berada di suatu lembaga kursus atau pelatihan tidak disebut guru, tetapi
tutor atau pelatih. Padahal mereka itu tetap saja bertindak seperti guru.
Mengajarkan hal-hal baru pada peserta didik.
Terlepas dari penciutan makna, peran guru dari dulu sampai sekarang
tetap sangat diperlukan. Dialah yang membantu manusia untuk
menemukan siapa dirinya, ke mana manusia akan pergi dan apa yang
harus manusia lakukan di dunia. Manusia adalah makhluk lemah, yang
dalam perkembangannya memerlukan bantuan orang lain, sejak lahir
sampai meninggal. Orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah dengan
harapan guru dapat mendidiknya menjadi manusia yang dapat
berkembang optimal.
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik
tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan
ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individu, karena antara
satu perserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat
mendasar. Mungkin kita masih ingat ketika masih duduk di kelas I SD,
gurulah yang pertama kali membantu memegang pensil untuk menulis, ia
memegang satu persatu tangan siswanya dan membantu menulis secara
benar. Guru pula yang memberi dorongan agar peserta didik berani
berbuat benar, dan membiasakan mereka untuk bertanggungjawab
terhadap setiap perbuatannya. Guru juga bertindak bagai pembantu ketika
ada peserta didik yang buang air kecil, atau muntah di kelas, bahkan
ketika ada yang buang air besar di celana. Guru-lah yang menggendong
peserta didik ketika jatuh atau berkelahi dengan temannya, menjadi
perawat, dan lain-lain yang sangat menuntut kesabaran, kreatifitas dan
profesionalisme.
Memahami uraian di atas, betapa besar jasa guru dalam membantu
pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik. Mereka memiliki
peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian
anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia
(SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan Negara dan
bangsa.
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan
kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat
mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus
kreatif, professional dan menyenangkan, dengan memposisikan diri
sebagai :
1) Orang tua, yang penuh kasih saying pada peserta didiknya.
2) Teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para
peserta didik.
3) Fasilitator, yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani
peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.
4) Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat
mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran
pemecahannya.
5) Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6) Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang
lain secara wajar.
7) Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik,
orang lain, dan lingkungannya.
8) Mengembangkan kreativitas.
9) Menjadi pembantu ketika diperlukan.

Demikian beberapa peran yang harus dijalani seorang guru dalam


mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh para siswanya.
Saat ini permasalahan yang menimpa bidang pendidikan sangat beragam
dan tergolong berat. Mulai dari sarana dan prasarana pendidikan, tenaga
pengajar yang kurang, serta tenaga pengajar yang belum kompeten.
Kondisi sekolah yang memprihatinkan, ruang kelas bocor bila hujan dan
sebagian sekolah ambruk. Maka tidaklah aneh kalau kondisi pendidikan
kita jauh dari harapan.
Salah satu permasalahan yang menimpa dunia pendidikan adalah
kompetensi guru. Guru yang harusnya memiliki kompetensi sesuai
ketentuan dan kebutuhan, nyatanya hanya sedikit yang masuk kategori
tersebut. Sisanya sungguh memprihatinkan. Program sertifikasi guru yang
sekarang sedang digalakkan adalah salah satu bagian dari usaha
pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Program sertifikasi guru merupakan program yang menyentuh langsung
kompetensi guru. Salah satu kriterianya yaitu menilai kemampuan guru
dari segi kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran. Diharapkan guru
dapat melakukan pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa ke arah
sikap kreatif dan inovatif serta trampil. Kondisi tersebut harus dimulai dari
gurunya sendiri.
Sebagai contoh derasnya informasi serta cepatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah memunculkan pertanyaan terhadap
tugas utama guru yang disebut “mengajar”. Masih perlukah guru mengajar
di kelas seorang diri, menginformasikan, menjelaskan dan menerangkan?
Permasalahan lain akibat derasnya informasi dan munculnya teknologi
baru adalah kesiapan guru untuk mengikuti perkembangan tersebut.
Seorang guru dituntut harus serba tahu bila tidak tahu guru harus berkata
jujur “Saya tidak tahu”. Namun kalau terlalu sering guru berkata demikian
alangkah naifnya guru tersebut. Seyogyanya dia terus mencari tahu,
belajar terus sepanjang hayat, memanfaatkan teknologi yang ada.
Di masyarakat, seorang guru diamati dan dinilai masyarakat, di sekolah
dinilai oleh murid dan teman sejawatnya serta atasannya. Peran apakah
yang harus dilakoni seorang guru supaya penilaian mereka positif? Suatu
pertanyaan -yang menjadi salah satu permasalahan- yang sekarang
muncul di masyarakat.
Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk dapat membentuk
kompetensi dan kualitas pribadi anak didiknya. Untuk mencapai hal
demikian timbul pertanyaan, sebenarnya peran apa saja yang harus
dimiliki oleh seorang guru sehingga anak didik bisa berkembang optimal?
Cukupkah peran guru seperti yang telah disampaikan di atas ataukah ada
peran lain yang harus dilakoni seorang guru ?
Beragam pertanyaan tadi dapat menyebabkan demotivasi bagi seorang
calon guru ataupun guru yang sudah lama mengabdi. Apakah saya
mampu menjadi guru yang ideal? Peran apa yang harus saya lakoni untuk
menjadi guru yang ideal? Demikian pertanyaan yang timbul dalam hati
seorang guru yang berniat mengabdikan sisa hidupnya di dunia
pendidikan.
Pertanyaan tersebut sebelumnya telah menggugah sejumlah pengamat
dan akhli pendidikan. Mereka telah meneliti peran-peran apa yang harus
dimiliki seorang guru supaya tergolong kompeten dalam pembelajaran
maupun pergaulan di masyarakat.
Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran
guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi
dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan
Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :
1) Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi
para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus
memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab,
wibawa, mandiri dan disiplin.
2) Guru Sebagai Pengajar
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti
motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan
verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam
berkomunikasi. Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui
pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus
berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil
dalam memecahkan masalah.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam
pembelajaran, yaitu : Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis,
Mensintesis, Bertanya, Merespon, Mendengarkan, Menciptakan
kepercayaan, Memberikan pandangan yang bervariasi, Menyediakan
media untuk mengkaji materi standar, Menyesuaikan metode
pembelajaran, Memberikan nada perasaan.
Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus
senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan
semangat yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar.
3) Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas
kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya
menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas,
moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang
tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut.
Pertama, guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi
kompetensi yang hendak dicapai.
Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran,
dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan
belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat
secara psikologis.
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan belajar.
Keempat, guru harus melaksanakan penilaian.
4) Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan,
baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak
sebagai pelatih. Tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu
mengembangkan potensinya.
5) Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua,
meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan
dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang.
Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat
keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru
dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat
secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan
ilmu kesehatan mental.
6) Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan
yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang
dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian
halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek
kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis
berada jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan
diwujudkan dalam pendidikan.
Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang
berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima
oleh peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi
muda, yang juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi
yang terdidik.
7) Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua
orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang
besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang,
apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang
dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar
lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan
gaya bicara, Kebiasaan bekerja, Sikap melalui pengalaman dan
kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan, Proses berfikir, Perilaku
neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup secara umum
Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik
harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.
Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang
diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari
kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap
merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
8) Guru Sebagai Pribadi
Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik.
Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa digugu dan
ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru
bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau
diteladani.
Jika ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang dianutnya, maka
dengan cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan nilai
antara guru dan masyarakat yang berakibat terganggunya proses
pendidikan bagi peserta didik.
Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat
melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga,
keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab
kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang
bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
9) Guru Sebagai Peneliti
Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan
penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu
diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh
karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Menyadari akan
kekurangannya guru berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk
meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. Sebagai
orang yang telah mengenal metodologi tentunya ia tahu pula apa yang
harus dikerjakan, yakni penelitian.
10) Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan
guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses
kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal
dan merupakan cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas
ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya
tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan
untuk menciptakan sesuatu.
Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara
yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan
menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu
secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan
dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan
sebelumnya.
11) Guru Sebagai Pembangkit Pandangan
Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan
peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai yang direkayasa. Dalam hal ini,
guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang
keagungan kepada pesarta didiknya. Mengembangkan fungsi ini guru
harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur,
sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya
dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini.
12) Guru Sebagai Pekerja Rutin
Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu, serta kegiatan
rutin yang amat diperlukan dan seringkali memberatkan. Jika kegiatan
tersebut tidak dikerjakan dengan baik, maka bisa mengurangi atau
merusak keefektifan guru pada semua peranannya.
13) Guru Sebagai Pemindah Kemah
Hidup ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang
suka memindah-mindahkan dan membantu peserta didik dalam
meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka
alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah peserta didik,
kepercayaan dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan serta
membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara
baru yang lebih sesuai. Guru harus memahami hal yang bermanfaat dan
tidak bermanfaat bagi peserta didiknya.
14) Guru Sebagai Pembawa Cerita
Sudah menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan menanyakan
keberadaannya serta bagaimana berhubungan dengan keberadaannya
itu. Tidak mungkin bagi manusia hanya muncul dalam lingkungannya dan
berhubungan dengan lingkungan, tanpa mengetahui asal usulnya. Semua
itu diperoleh melalui cerita.
Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang
kehidupan, karena ia tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat
bermanfaat bagi manusia.
Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur.
Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan
masalah yang sama dengan yang dihadapinya, menemukan gagasan dan
kehidupan yang nampak diperlukan oleh manusia lain, yang bisa
disesuaikan dengan kehidupan mereka. Guru berusaha mencari cerita
untuk membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang.
15) Guru Sebagai Aktor
Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas pada
materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian
manusia sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan
merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol.
Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang
dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang
actor berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha meningkatkan
minat para pendengar.
16) Guru Sebagai Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik,
menghormati setiap insane dan menyadari bahwa kebanyakan insan
merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa
pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta
didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari
perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah melaksanakan peran
sebagai emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan secara moril
dan mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi
yang percaya diri.
17) Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling
kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta
variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks
yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian.
Teknik apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan
prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan,
pelaksanaan dan tindak lanjut.
Penilaian harus adil dan objektif.
18) Guru Sebagai Pengawet
Salah satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak
yang bermakna bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa
depan.
Sarana pengawet terhadap apa yang telah dicapai manusia terdahulu
adalah kurikulum. Guru juga harus mempunyai sikap positif terhadap apa
yang akan diawetkan.
19) Guru Sebagai Kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap
dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik
akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap
peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran
kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator.
Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba
tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada
muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi
anak didik.
Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang guru. Peran yang
begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon
guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus
menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari
bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak,
maka suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh
ketimpangan dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju
kehancuran. (Bahan dirangkum dari berbagai sumber).

C. Implementasi Peran Guru dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


Seperti halnya dengan sejarah panjang Ujian Negara maka ini begitu juga
terjadi dengan sejaraha kurikulum pada pendidikan di Indonesia. Hal yang
menarik adalah bahwa KTSP ini merupakan era baru, dari kurikulum yang
bersifat nasional menjadi kurikulum yang berbasiskan satuan pendidikan.
Harapan dari KTSP ini adalah akan lahir kurikulum-kurikulum berbasis
lokal yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan dihasilkan oleh orang-
orang lokal dengan mengacu kepada standar-standar nasional yang
dibuat Pusat. Namun hal ini berimpilikasi kembali dengan kemampuan
seorang Guru untuk membuat KTSP, seorang Guru harus mampu
melakukan inovasi dalam membuat kurikulum sesuai dengan kebutuhan
murid dan sekolahnya tersebut.
Kurikulum ini juga merupakan salah satu hasil kurikulum lebih baik
dibanding pendahulunya yang pernah di keluarkan Depdiknas, sekaligus
kembali bersifat prospectif bila dibandingkan dengan kurikulum-kurikulum
yang lain. Sebagai contoh ketika kurikulum pertama kali dikeluarkan yaitu
pada tahun 1947, yang disebut dengan Rencana Pembelajaran yang
isinya lebih mementingkan kepentingan Belanda dibandingkan dengan
kepentingan rakyat Indonesia. Kemudian pada tahun 1952 dan tahun
1964 pada masa orde lama yang masih belum sempurna kurikulumnya
bahkan masih terkesan premature. Terlebih lagi pada permulaan masa
orde baru pada tahun 1968 yang kurikulumnya berisikan bagaimana
menjadi seorang manusia Pancasila sejati. Lantas tetap di era Orde Baru
pada tahun 1975 keluarnya kurikulum Prosedur Pengembangan Sistem
Indtruksional (PPSI) yang lebih dikenal dengan Kurikulum berbasis satuan
pelajaran, namun ini mendapatkan banyhak kritikan karena Guru
disibukkan menuliskan rincian apa yang dikerjakan dalam setiap kegiatan
pembelajaran.
Sedikit berbeda pada tahun 1984 keluar kurikulum yang berbasis process
skill approach. Siswa ditempatkan sebagai subjek belajar dari mulai
pengamatan, pengelompokkan, diskusi hingga melaporkan atau sering
disebut dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Namun dalam
perjalanannya kurikulum ini juga tidak dapat direalisasikan seperti
keinginan awalnya, karena seringkali terjadi banyak kesenjangan dan
kurangnya pemahaman dari Sekolah. Guru yang tidak lagi melakukan
metode ceramah kepada siswanya, namun belum bisa menguasai para
siswanya dalam pembelajaran siswa aktif tersebut. Sehingga berujung
kepada penolakkan dari model CBSA ini.
Lain lagi dengan kurikulum 1994 yang menggantikan kurikulum 1984 yang
berupaya memadukan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya, yang
berupaya untuk mengkombinasikan antara kurikulum 1975 dan 1984,
sehingga menimbukan sebuah kurikulum yang super padat, karena
semua aspek komponen baik lokal dan Pusat dimasukkan kedalam
kurikulum tersebut. Ketika kurikulum ini berjalan timbullah tragedi 1998,
krisis ekonomi 1998 yang menjatuhkan Soeharto sekaligus menandakan
berakhirnya Orde Baru. Yang juga melahirkan kurikulum baru yang
bernama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2004.
Jiwanya adalah setiap pelajaran diurai berdasarkan kompetensi apa yang
mesti dicapai oleh siswa. Namun kerancuan muncul ketika akan
mengukur kompetensi siswa, bila ini dilakukan maka tidak bisa lagi
menggunakan alat ukur dengan menggunakan pilihan ganda akan tetapi
tentunya menggunakan praktek yang mampu mengukur seberapa besar
pemahaman dan kompetensi siswa. Kembali hal ini terbentur pada
kemampuan Gurunya yang tidak memahami masalah pengukuran ini,
karena hasil yang tidak memuaskan program ini dihentikan pada tahun
2006. Yang kemudian dilanjutkan dengan KTSP tersebut.
Di era otonomi pendidikan ini, pemerintah menggulirkan kebijakan yang
sama sekali berbeda di masa silam. Berakhirnya KBK ditandai pula
dengan dicabutnya penerapan kurikulum nasional. Inilah era Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ditetapkan pada 23 mei 2006,
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 22/2006 tentang Standar Isi Pendidikan dan Permendiknas No
23/2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
KTSP menghendaki kurikulum disusun dan dikembangkan sendiri oleh
sekolah. Depdiknas dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP),
lembaga yang tugasnya, antara lain membuat kurikulum, hanya
memberikan kisi-kisi materi yang akan diujikan secara nasional.
Pemerintah hanya membuat standar-standar nasional sedangkan isi
kurikulum dibuat oleh Sekolah. Guru diberikan kebebasan
mengembangkan indikator penilaian dan materi pokok sesuai dengan
karakteristik daerah, lingkungan dan peserta didik. Disini kembali dituntut
peran Guru yang amat besar untuk mampu melaksanakan kurikulum ini,
bukan sekedar Guru yang hanya mencari nafkah dari pekerjaannya akan
tetapi seorang Guru yang mengerti betul dengan filosofi pembelajaran dan
menguasai betul secara mental untuk memberikan pengajaran kepada
anak didiknya sebagai seorang manusia.
Sesungguhnya sosialisasi KTSP ini sudah dilaksanakan oleh Departemen
Pendidikan Nasional melalui Ditjen PMPTK dengan berbagai cara dan
kesempatan. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan CD
yang berisikan KTSP, Widya Iswara pada LPMP dan P4TK seringkali
melakukan kunjungan ke daerah untuk mensosialisasikannya,
menggunakan metode Master TOT, melalui asosiasi Guru yang ada dan
lain sebagainya. Dan sebenarnya sudah cukup dirasakan oleh Guru-guru
yang ada di seluruh Indonesia, minimal mereka mengetahuinya.
Dan salah satu upaya yang sekarng ini amat dinantikan adalah peran
serta masyarakat melalui LSM-LSM untuk dapat mensosialisasikannya,
tidak hanya bisa mengkritisi akan tetapi tidak memberikan solusi yang
terbaik bagi anak bangsa ini. Yang perlu menjadi catatan dengan KTSP ini
adalah bukan hanya kepada sosialisasi akan tetapi kemampuan Guru
untuk dapat mengembangkan kurikulum ini, karena kurikulum ini betul-
betul membuthkan Guru yang capable dan mampu melakukan analisis-
analisis untuk menghasilkan kurikulum terbaik bagi siswanya.
Peran Guru Bila dilihat dari data guru kemungkinan profesi yang
terbanyak dibanding profesi lain. Tercatat tak kurang dari 2.783.321 guru,
dengan perincian 1.528.472 adalah pegawai negeri sipil (PNS) dan
sisanya, 1.254. 849 guru swasta. Sayangnya, guru hanya unggul jumlah,
sementara dari sisi kualitas baik dari kompetensi dan kualifikasi, masih
menyisakan pekerjaan rumah besar. Dari sisi kualifikasi ternyata hanya
sebagian saja yang lulus S1, belum lagi banyaknya Guru yang mengajar
missmatch, kesemua ini tentunya hanya akan membuat anak didik di
Indonesia akan menjadi semakin mundur.
Hal yang sering terlupakan adalah bahwa dalam pembelajaran itu sarana
dan prasarana bukan merupakan sebuah factor yang paling penting, akan
tetapi yang paling penting itu selain kualitas dan kompetensi adalah
Mental Guru. Dahulu Guru begitu dihormati oleh masayarakat, mereka
dianggap sebagai tokoh dalam komunitasnya. Namun kini semuanya
semakin sirna karena berbagai tingkah laku Guru yang membuat
muridnya menjadi tertawa. Seperti pepatah mengatakan ‘Guru Kencing
Berdiri Murid Kencing Berlari’.
Bila seorang Guru mempunyai kemampuan dan mengerti metoda
pendidikan ia akan dapat memberikan sebuah pengajaran yang luar
biasa. Sebuah film yang diangkat dari Novel spektakuler ‘Lasyar Pelangi”
telah mencoba menunjukkan hal tersebut. Bahwa mengajarkan seseorang
itu tidak perlu terikat dengan kurikulum atau lengkapnya sarana dan
prasarana, namun bagaimana mengajar seorang anak didik itu dari hati,
bagaimana mengajar seorang anak didik itu sesuai dengan bakatnya dan
melihatnya sebagai sebuah kepribadian yang unik yang diciptakan oleh
Allah SWT.
Sebagai contoh, ketika zaman dahulu kita menulis dengan batu tulis,
dimana ketika itu setelah ditulis kita harus langsung menghapusnya.
Sedangkan sekarang ini begitu murah buku dan alat tulis untuk dibeli
namun tetap saja mutu pendidikan kita tidak menjadi lebih baik.
Guru kita sekarang tidak mampu memberikan inspirasi kepada anak
didiknya. Sehingga saat ini lulusan dari Perguruan Tinggi ternyata lebih
banyak menjadi ‘Penyemir Sepatu’ dari lulusan SD yang mempunyai
keberanian untuk terjun dalam dunia kewirausahaan. Lulusan PT tidak
mempunyai keberanian untuk menantang untung dan rugi, menantang
hidup yang tidak tetap, menantang hidup yang tidak pasti, walau ternyat
dengan ketekunan dunia itu tidak pernah membuat orangnya kelaparan
dengan sebenar-benarnya.
UU Guru dan Dosen telah jadi, seorang Guru disinyalir akan mendapatkan
pendapatan yang cukup untuk hidupnya. Namun untuk mendapatkannya
seorang Guru diharuskan mengikut uji sertifikasi dan fortopolio, lagi-lagi
yang terjadi sungguh membuat mengerti kenapa pendidikan kita tidak
maju. Guru mulai bermain-main dengan fortopolio, mulai membajak hasil
diklat dan seminar temannya, mulai mencari ijazah palsu. Inilah mental
kebanyakan Guru kita sekarang ini.
Bukannya kurikulum atau sarana dan prasarana itu tidak penting, namun
itu semua menjadi tidak berguna apabila Guru kita mentalnya masih
belum berubah, tidak mempunyai jiwa seorang pendidikan akan tetapi
lebih kepada jiwa pedagang atau bahkan menjadi seorang birokrasi.
Seperti halnya dengan KKN, selama mental para Birokrasi tida berubah
sebesar apapun gaji yang diberikan tidak akan pernah cukup, KKN itu
akan terus terjadi. Hal ini mungkin terjadi karena dampak dari zaman
sentralisasi di orde baru yang menyebabkan selama puluhan tahun Guru
hanya dituntut untuk melaksanakan kurikulum yang telah dikeluarkan
sesuai dengan kebijakan dan keinginan Pusat, sehingga menghilangkan
jiwa kritis dari Guru tersebut. Bila seorang Guru seperti itu tentu dapat
terbayangkan bagaimana muridnya, yang akhir lebih pintar untuk
menghapal bukan melakukan inovasi-inovasi pemikiran.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia (SDA) jangka
panjang yang mempunyai nilai yang tinggi bagi kelangsungan peradaban
manusia di dunia. Hampir semua negara di dunia menempatkan
pendidikan sebagai suatu yang penting dan utama dalam pembangunan
bangsa dan negara. Begitu pula Indonesia menempatkan pendidikan
sebagai sesuatu yang penting dan utama, hal ini sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk mencapai ke arah itu, kurikulum dan peran guru sangat
menentukan keberhasilan pendidikan, karena kurikulum berjalan,
sedangkan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran pada KTSP ada beberapa
alasan yang menjadi pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan
dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air, salah satunya
adalah potensi siswa itu berbeda-beda dan potensi tersebut akan
berkembang jika stimulusnya tepat dan mutu hasil pendidikan yang masih
rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerja seni
dan olahraga serta life skill.
Selain itu kurikulum harus mempunyai tujuan yang ingin di capai baik yang
bersifat kongkrit maupun abstrak dan berbagai konsepsinya seperti yang
disebutkan di atas, sehingga hakekat kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan benar-benar terwujud.

B. Saran
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari
semua pihak untuk kesempurnaan makalah yang akan datang.

Daftar Pustaka
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta :Kencana Perdana
Media Group. 2008

http://www.rancahbetah.info/2010/04/peran-guru-dalam-implementasi-
kurikulum.html
PERANAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER, BUDAYA, DAN
MORAL
PERANAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER, BUDAYA, DAN
MORAL

Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh, telah memberikan


pernyataannya di harian Kompas yang terbit di hari Sabtu, 20 Februari
2010, bahwa pendidikan karakter, budaya, dan moral menjadi suatu
kebutuhan mendesak bagi pendidikan nasional Indonesia. Isu ini menjadi
sangat penting dengan adanya penjiplakan karya ilmiah yang semakin
banyak terjadi bukan hanya di kalangan mahasiswa tetapi sudah masuk
pada tataran guru besar di berbagai kota. Di kalangan mahasiswa, baik
mahasiswa S1, S2, dan bahkan S3 sekarang banyak yang menggunakan
jasa pembuatan skripsi atau disebut pabrik skripsi, tesis, dan disertasi.
Para penyedia jasa ini sudah terang-terangan mempromosikan makalah,
skripsi, tesis, dan disertasi di surat kabar dan juga di internet. Jika
kalangan akademisi saja sudah tidak peduli dengan adanya kejujuran
dalam menulis karya ilmiah, bagaimana dengan nasib bangsa ini yang
akan semakin terpuruk dengan sikap yang sangat tidak terhormat dengan
penjiplakan atau penjualan skripsi, tesis, dan disertasi?

Pendidikan karakter, budaya, dan moral sudah lama didengungkan


oleh para pendidik kita dan telah lama juga dirintis oleh Ki Hajar
Dewantara dengan tri pusat pendidikannya yang menyebutkan bahwa
wilayah pendidikan guna membangun konstruksi fisik, mental, dan
spiritual yang handal dan tangguh dimulai dari; (i) lingkungan keluarga; (ii)
lingkungan sekolah; dan (iii) lingkungan sosial. Ketika pendidikan di
lingkungan keluarga mulai sedikit diabaikan dan dipercayakan penuh
kepada lingkungan sekolah, serta lingkungan sosial yang makin
kehilangan kesadaran bahwa aksi mereka pada dasarnya memberikan
pengaruh yang besar pada pendidikan seorang individu. Maka lingkungan
sekolah (guru) menjadi garda terakhir yang terengah-engah memanggul
kepercayaan tersebut. Orang tua semakin tidak peduli dengan pendidikan
anaknya yang semakin hari semakin tergerus oleh lingkungan sosial yang
merusak dirinya dan hilangnya rasa hormat kepada guru yang selama ini
membimbingnya di sekolah. Mereka lebih menghargai teman yang
menurutnya memberikan warna bagi kehidupannya.

Jika kita mengajukan pertanyaan umum tentang siapakah yang


berada di garis terdepan dalam peningkatan mutu pendidikan karakter,
budaya, dan moral. Semua sepakat bahwa gurulah yang menjadi
frontliner. Kesejahteraan suatu bangsa yang ditopang oleh pilar kemajuan
teknologi dan ekonomi sangat bergantung pada kemajuan pendidikan
karena sistem yang dibangun suatu negara tidak akan berhasil tanpa
dukungan SDM yang berkualitas. Peran guru menjadi sangat esensial
dalam perpektif pengembangan pendidikan karakter, budaya, dan moral
bangsa melalui proses pendidikan yang berkualitas termasuk didalamnya
adalah pendidikan moral, budaya, dan karakter bagi semua peserta didik

Pendidikan moral disampaikan secara marjinal. Tanggung jawab


pendidikan ini dibebankan kepada guru agama dan guru PKN. 
Sedangkan dua guru bidang studi ini sibuk dengan pencapaian
kompetensi yang harus dicapai siswa. Bagaimana dengan guru yang lain?
Guru bidang studi lain bersibuk ria dengan kurikulum dan nilai Ujian
Nasional. Pendidikan nasional yang memiliki tujuan yang mulia
disibukkan  dengan berbagai proyek yang pada intinya dapat
menghasilkan uang bagi para penentu kebijakan. Para pengambil
kebijakan mendapatkan untung sebesar-besarnya dan masyarakat, guru,
siswa semakin bingung akan dibawa kemana.

Itulah beberapa fakta yang terjadi di sekitar kita yang akhir-akhir ini
menjadi suatu isu yang banyak terjadi. Bangsa ini kehilangan suatu
teladan dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang seharusnya menjadi
tolok ukur suatu keberhasilan suatu bangsa dalam mendidik tunas bangsa
menjadi bahan olok-olokan dan dinomor sekiankan dari program
pembangunan negara. Menurut Fritz R Tambunan, bahwa negara kita
berada pada puncak tragedi pendidikan dimana aneka ketidakjujuran
sudah berlangsung lama, dari kecurangan, penjiplakan karya ilmiah,dan 
konversi nilai ujian akhir. Pernyataan ini memberikan bukti bahwa
kebobrokan di bidang pendidikan bukan hanya terjadi hulu tetapi juga di
hilir. Hal ini memiliki makna bahwa bukan hanya peserta didik,
masyarakat, dan guru yang memiliki andil dalam kehancuran pendidikan
ini tetapi juga pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional.

 
Guru atau pendidik memiliki tanggung jawab besar dalam
menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Guru
merupakan teladan bagi siswa dan memiliki peran yang sangat besar
dalam pembentukan karakter siswa. Jika kita menengok kembali tugas
guru yang luar biasa. Dalam UU Guru dan Dosen, UU no 14 tahun 2005,
guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Lebih
jauh Slavin (1994) menjelaskan secara umum bahwa performa mengajar
guru meliputi aspek kemampuan kognitif, keterampilan profesional dan
keterampilan sosial. Di samping itu, Borich (1990) menyebutkan bahwa
perilaku mengajar guru yang baik dalam proses belajar-mengajar di kelas
dapat ditandai dengan adanya kemampuan penguasaan materi pelajaran,
kemampuan penyampaian materi pelajaran, keterampilan pengelolaan
kelas, kedisiplinan, antusiasme, kepedulian, dan keramahan guru
terhadap siswa.

WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu


(1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4)
pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6)
pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.

Pernyataan diatas ditegaskan kembali oleh Oemar Hamalik, tugas dan


tanggung jawab guru meliputi 11 macam, yaitu:guru harus menuntun
murid-murid belajar, turut serta membina kurikulum sekolah, melakukan
pembinaan terhadap diri anak (kepribadian, watak, dan jasmaniah),
memberikan bimbingan kepada murid, melakukan diagnose atas
kesulitan-kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemajuan
belajar, menyelenggarakan penelitian, mengenal masyarakat dan ikut aktif
di dalamnya, menghayati, mengamalkan, dan mengamankan pancasila,
turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan
perdamaian dunia, turut mensukseskan pembangunan, dan tanggung
jawab meningkatkan professional guru.

Dengan demikian, semakin jelas bahwa peran guru dalam dunia


pendidikan modern sekarang ini semakin meningkat dari sekedar pengajar
menjadi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab guru
pun menjadi lebih kompleks dan berat. Sisi ini memberikan wacana bahwa
guru bukan hanya pendidik akademis tetapi juga merupakan pendidik
karakter, budaya, dan moral bagi para peserta didiknya.

Pendapat senada juga dinyatakan oleh Daoed Yoesoef (1980)


menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas
profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan.

Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau


transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis
yang belum diketahui peserta didik dan seharusnya diketahui oleh peserta
didik.Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu peserta didik agar
dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-
baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi
diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.
Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka
pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam
keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini
berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan
mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau
penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara
kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi
perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana
dia hidup. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai
warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa
yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan
GBHN.

Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama


dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya
mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi
katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia
bertempat tinggal.

Berkaitan dengan tiga tugas guru tersebut dengan pendidikan


karakter, budaya, dan moral bagi bangsa Indonesia, secara prinsip sudah
ditetapkan baik dalam UUD 1945 maupun dalam Undang-Undang
Sisdiknas no 20 tahun 2003. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan:

a. peningkatan iman dan takwa;

b. peningkatan akhlak mulia;

c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;

d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;

e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;

f. tuntutan dunia kerja;

g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan

j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan


dalam rangka melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas
manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila diutarakan sekaligus
merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi
walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari
sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai
yang sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan
guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat
sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa,
calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru
atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam hal ini untuk
mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional. 

Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini


harus mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga
kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya
menjadi teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini kita
didik untuk menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang
berbudaya. Sebab kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia
dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan
berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah
berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama yaitu training
menyiapkan orang itu menjadi guru, membuatnya menjadi terpelajar,
aspek yang kedua mendidiknya menjadi manusia yang berbudaya, sebab
sesudah terpelajar tidak dengan sendirinya orang menjadi berbudaya,
sebab seorang yang dididik dengan baik tidak dengan sendirinya menjadi
manusia yang berbudaya. 

Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak
mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-
tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh
masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan
bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus
selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.

Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam


pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan
perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah
laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil
belajar yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial tingkah laku sosial
anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak
memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh
bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar
untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan
peserta didiki menjadi manusia yang berkarakter, berbudaya , dan
berkarakter sesuai cita-cita UUD 1945 dan Pancasila.

  Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk


selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya
pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman.
Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada
pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional,
tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan terutama
yang berkaitan dengan pendidikan karakter, budaya dan moral.

Guru sangat berperan dalam mendidik peserta didik dengan


pendidikan karakter, budaya, dan moral. Bagaimana solusi yang
ditawarkan kepada peserta didik dengan jumlah pelajaran yang banyak?
Sebagai gambaran saja, untuk sekolah umum sekolah dasar ada 9 mata
pelajaran, sekolah menengah pertama ada 12 mata pelajaran, dan
sekolah menengah umum 17 mata pelajaran. Jika ditambah dengan
pendidikan moral, pendidikan budaya, dan pendidikan moral maka
masing-masing bertambah tiga pelajaran. Dikhawatirkan hal ini akan
sangat kontra produktif. Bukan bertambah pemahaman mengenai
karakter, budaya, ataupun moral peserta didik tetapi sebaliknya, peserta
akan bersikap masa bodoh atau tidak peduli.

Terdapat beberapa solusi yang penulis tawarkan. Ketiga solusi ini


bisa dilakukan secara individu ataupun dilaksanakan secara bersama
sama. Pertama, calon pendidik atau guru diberi tambahan mata kuliah
pada saat belajar di perguruan tinggi. Tambahan mata kuliah yaitu
pendidikan karakter, pendidikan budaya, dan pendidikan moral. Mengapa
sebaiknya diberikan kepada mahasiswa calon guru? Beberapa alasannya
adalah banyak sekali mahasiswa calon guru meskipun umurnya sudah
diatas 18 tahun tetapi tetap saja sikapnya masih seperti orang yang tidak
mengenyam pendidikan. Misalnya menyeberang jalan dengan seenaknya
padahal diatas jalan tersebut ada jembatan penyeberangan. Banyak calon
guru yang tidak  mengerti pendidikan karakter itu apa, pendidikan moral
itu apa, dan juga pendidikan budaya itu apa. Sehingga yang terjadi adalah
setelah lulus menjadi guru akan menjadi guru yang suka memukul peserta
didiknya, menjadi guru yang memperkosa peserta didiknya sendiri, dan
yang terparah adalah  membunuh peserta didiknya sendiri. Inilah yang
disebut kehancuran pendidikan secara menyeluruh, baik secara akademis
dan secara sikap.

Solusi kedua, belajar dari negara tetangga, yaitu Singapura. Di


negara ini dari pendidikan dasar sampai pendidikan menengah diajarkan
pendidikan nilai (values education). Pendidikan nilai ini wajib bagi sekolah
negeri atau swasta. Pendidikan ini didasarkan pada enam hal yang
disesuaikan dengan usia peserta didik. Keenam hal tersebut adalah care
(kasih sayang), respect (saling menghormati), responsible (bertanggung
jawab), integrity (integritas), harmony (keseimbangan), resilience (daya
tahan atau tangguh). Meskipun di negara ini pelajaran agama ditiadakan
tetapi diajarkan di keluarga masing masing, tetapi terlihat hasinya bahwa
keenam hal yang diatas sangat mempengaruhi kehidupan di setiap aspek
kehidupan.

Solusi ketiga, pendidikan karakter, budaya, dan moral disampaikan


secara terpadu dengan seluruh pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Semua guru mata pelajaran diberikan tugas tambahan untuk menganalisa
semua aspek yang diajarkan dan dihubungkan dengan pendidikan
karakter, budaya, dan moral. Sebagai contoh adalah guru biologi
mengajarkan tentang berbagai jenis tumbuhan. Materi ini akan ditambah
dengan bagaimana siswa menghargai tumbuhan, bagaimana menjaga
lingkungan dan sebagainya. Demikian juga guru bahasa. Selain mengajar
materi bahasa, guru tersebut juga mengajarkan tentang pendidikan
karakter, budaya, dan moral. Contohnya peserta didik diajarkan untuk
tidak melakukan penjiplakan dengan cara dididik untuk membuat kalimat
sendiri sampai peserta didik paham benar bagaimana menulis dengan
baik dan benar, peserta didik dididik untuk memiliki budaya datang tepat
waktu, dan peserta didik dididik untuk selalu menghormati karya orang
lain. Demikian juga berlaku bagi semua guru mata pelajaran yang ada di
sekolah.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari ribuan


pulau, budaya yang beraneka ragam, beraneka suku, dan beratus bahasa
berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan
karakter, budaya, dan moral merupakan prioritas dalam usaha
memperbaiki dan menjaga negara Indonesia tercinta ini. Washington
P.Napitupulu (2001) menyatakan bahwa fundamental moralitas dan etika
kemanusiaan diterapkan pada setiap profesi dan pada setiap bidang
upaya manusia. Pernyataan ini memiliki arti yang mendalam bahwasanya
sebagai guru bukan hanya mendidik peserta didiknya agar berhasil dalam
bidang akademis melainkan guru juga merupakan teladan atau contoh
dari suatu karakter manusia yang baik, memiliki budaya perdamaian dan
juga moral yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan manusia dan
Tuhannya. Sehingga diharapkan dengan adanya pendidikan karakter,
budaya, dan moral, diharapkan bahwa tidak ada perkelahian antar suku,
perkelahian antar agama,
perkelahian antar tetangga yang hanya dibatasi oleh jalan raya. Adanya
budaya malu untuk berbuat  curang, malu menyontek, malu berbuat
sesuatu kejahatan, malu untuk korupsi benar - benar tertanam di hati dan
pikiran setiap manusia Indonesia. Maka dalam rangka mempercepat
usaha perbaikan moral, budaya, dan karakter bangsa Indonesia perlu
diadakan kampanye besar-besaran bagi para guru di seluruh Indonesia
untuk dapat kembali mendidik para peserta didiknya dengan teladan yang
berdasar pada pendidikankarakter, budaya dan moral.

Tentu saja usaha ini akan menjadi isapan jempol belaka jika
pemerintah  ataupun stakeholder suatu sekolah tidak ikut berperanserta
dalam upaya kampanye besar-besaran perlunya pendidikan moral,
budaya, dan karakter ataupun hanya dilakukan dalam hitungan jari saja,
tetapi hendaknya dilaksanakan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Kampanye pendidikan moral, budaya, dan karakter ini akan lebih
bermakna jika pemerintah menjadi lokomotif penggerak
dengan memberikan contoh bagi masyarakatnya.

Contoh dari karakter yang perlu diperbaiki adalah kedisiplinan.


Bangsa Indonesia telah dikenal dengan bangsa dengan jam karetnya, jika
tidak terlambat maka dianggap bukan orang Indonesia. Hal ini sudah
menjadi karakter yang seharusnya diperbaiki dengan segera. Disiplin
nasional perlu digalakkan dengan sungguh-sungguh dalam upaya
mewujudkan masyarakat, bangsa, negara yang bercita-cita luhur. Disiplin
ini meliputi pelatihan dan pengajaran yang bertujuan memperbaiki tingkah
laku dan moral bagi seluruh manusia yang tinggal di Indonesia, baik bagi
kalangan akademisi dan juga para pelaku bisnis di Indonesia. Termasuk
dalam pengertian disiplin adalah disiplin kerja, disiplin cara hidup sehat,
disiplin berlalu-lintas, sanitasi, pelestarian lingkungan, dan
sebagainya.Hal-hal yang mendasar yang kita lakukan sehari-hari
sebaiknya dijadikan dasar atau pijakan dalam mengembangkan konsep
disiplin yang bersifat abstrak.

Disiplin nasional akan berhasil jika di setiap


individu manusia yang ada didalmnya melaksanakan disiplin tersebut
dengan kesungguhan hati dan memahami bahwa disiplin diri merupakan
cikal bakal dari disiplin  diri yang akan berimbas pada disiplin nasional
yang akan membawa bangsa ini ini menuju kemajuan yang dicita-citakan.
Dengan demikian,dengan adanya pendidikan karakter, budaya dan moral
bukan hanya generasi yang telah menjadi guru, tetapi juga setiap anak,
pemuda, dan orang dewasa yang ada di Indonesia dapat
melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.  Melalui pendidikan karakter,
pendidikan budaya, dan pendidikan moral yang berkelanjutan dan
sungguh-sungguh akan menghasilkan watak dan manusia Indonesia yang
seutuhnya. Di satu sisi, guru berusaha dengan gigih untuk memberikan
teladan bagi peserta didiknya, dan di sisi lain, pemerintah dan juga
stakeholder membantu dalam meningkatkan moral, budaya, dan karakter
peserta didik. Dengan demikian akan terbina budaya kerja gotong -
royong dalam rangka kemajuan bersama. Guru, digugu dan ditiru, bukan
hanya menjadi slogan atau simbol semata, melainkan akan menjadi
teladan bagi peserta didik dan masyarakat di sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Borich, G.D. 1994. Observation Skills for Effective Teaching. Englewood


Cliffs: Macmillan Publishing Company

Kompas, Pendidikan Karakter Mendesak, edisi Sabtu, 20 Februari 2010

Napitupulu, Washington P.2001. Universitas Yang Kudambakan, Unesco.

Rich, 2008. Ministry of Education, Singapore

Slavin, R. E. 1994. Educational Psychology (3rd ed.). Englewood Cliffs,


New Jersey: Prentice-Hall Inc.
http://ide-guru.blogspot.com/2010/05/peranan-guru-dalam-pendidikan-
karakter.html
Artikel Versi Cetak

 
23 Februari 2010 11:51 WIB
Nur Arifah D, M.Pd
PERANAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER, BUDAYA, DAN
MORAL

     Menteri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh, telah memberikan


pernyataannya di harian Kompas yang terbit di hari Sabtu, 20 Februari
2010, bahwa pendidikan karakter, budaya, dan moral menjadi suatu
kebutuhan mendesak bagi pendidikan nasional Indonesia. Isu ini menjadi
sangat penting dengan adanya penjiplakan karya ilmiah yang semakin
banyak terjadi bukan hanya di kalangan mahasiswa tetapi sudah masuk
pada tataran guru besar di berbagai kota. Di kalangan mahasiswa, baik
mahasiswa S1, S2, dan bahkan S3 sekarang banyak yang menggunakan
jasa pembuatan skripsi atau disebut pabrik skripsi, tesis, dan disertasi.
Para penyedia jasa ini sudah terang-terangan mempromosikan makalah,
skripsi, tesis, dan disertasi di surat kabar dan juga di internet. Jika
kalangan akademisi saja sudah tidak peduli dengan adanya kejujuran
dalam menulis karya ilmiah, bagaimana dengan nasib bangsa ini yang
akan semakin terpuruk dengan sikap yang sangat tidak terhormat dengan
penjiplakan atau penjualan skripsi, tesis, dan disertasi?
     Pendidikan karakter, budaya, dan moral sudah lama didengungkan
oleh para pendidik kita dan telah lama juga dirintis oleh Ki Hajar
Dewantara dengan tri pusat pendidikannya yang menyebutkan bahwa
wilayah pendidikan guna membangun konstruksi fisik, mental, dan
spiritual yang handal dan tangguh dimulai dari; (i) lingkungan keluarga; (ii)
lingkungan sekolah; dan (iii) lingkungan sosial. Ketika pendidikan di
lingkungan keluarga mulai sedikit diabaikan dan dipercayakan penuh
kepada lingkungan sekolah, serta lingkungan sosial yang makin
kehilangan kesadaran bahwa aksi mereka pada dasarnya memberikan
pengaruh yang besar pada pendidikan seorang individu. Maka lingkungan
sekolah (guru) menjadi garda terakhir yang terengah-engah memanggul
kepercayaan tersebut. Orang tua semakin tidak peduli dengan pendidikan
anaknya yang semakin hari semakin tergerus oleh lingkungan sosial yang
merusak dirinya dan hilangnya rasa hormat kepada guru yang selama ini
membimbingnya di sekolah. Mereka lebih menghargai teman yang
menurutnya memberikan warna bagi kehidupannya.
     Jika kita mengajukan pertanyaan umum tentang siapakah yang berada
di garis terdepan dalam peningkatan mutu pendidikan karakter, budaya,
dan moral. Semua sepakat bahwa gurulah yang menjadi frontliner.
Kesejahteraan suatu bangsa yang ditopang oleh pilar kemajuan teknologi
dan ekonomi sangat bergantung pada kemajuan pendidikan karena
sistem yang dibangun suatu negara tidak akan berhasil tanpa dukungan
SDM yang berkualitas. Peran guru menjadi sangat esensial dalam
perpektif pengembangan pendidikan karakter, budaya, dan moral bangsa
melalui proses pendidikan yang berkualitas termasuk didalamnya adalah
pendidikan moral, budaya, dan karakter bagi semua peserta didik
     Pendidikan moral disampaikan secara marjinal. Tanggung jawab
pendidikan ini dibebankan kepada guru agama dan guru PKN. 
Sedangkan dua guru bidang studi ini sibuk dengan pencapaian
kompetensi yang harus dicapai siswa. Bagaimana dengan guru yang lain?
Guru bidang studi lain bersibuk ria dengan kurikulum dan nilai Ujian
Nasional. Pendidikan nasional yang memiliki tujuan yang mulia
disibukkan  dengan berbagai proyek yang pada intinya dapat
menghasilkan uang bagi para penentu kebijakan. Para pengambil
kebijakan mendapatkan untung sebesar-besarnya dan masyarakat, guru,
siswa semakin bingung akan dibawa kemana.
     Itulah beberapa fakta yang terjadi di sekitar kita yang akhir-akhir ini
menjadi suatu isu yang banyak terjadi. Bangsa ini kehilangan suatu
teladan dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang seharusnya menjadi
tolok ukur suatu keberhasilan suatu bangsa dalam mendidik tunas bangsa
menjadi bahan olok-olokan dan dinomor sekiankan dari program
pembangunan negara. Menurut Fritz R Tambunan, bahwa negara kita
berada pada puncak tragedi pendidikan dimana aneka ketidakjujuran
sudah berlangsung lama, dari kecurangan, penjiplakan karya ilmiah,dan 
konversi nilai ujian akhir. Pernyataan ini memberikan bukti bahwa
kebobrokan di bidang pendidikan bukan hanya terjadi hulu tetapi juga di
hilir. Hal ini memiliki makna bahwa bukan hanya peserta didik,
masyarakat, dan guru yang memiliki andil dalam kehancuran pendidikan
ini tetapi juga pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional.

     Guru atau pendidik memiliki tanggung jawab besar dalam


menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Guru
merupakan teladan bagi siswa dan memiliki peran yang sangat besar
dalam pembentukan karakter siswa. Jika kita menengok kembali tugas
guru yang luar biasa. Dalam UU Guru dan Dosen, UU no 14 tahun 2005,
guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Lebih
jauh Slavin (1994) menjelaskan secara umum bahwa performa mengajar
guru meliputi aspek kemampuan kognitif, keterampilan profesional dan
keterampilan sosial. Di samping itu, Borich (1990) menyebutkan bahwa
perilaku mengajar guru yang baik dalam proses belajar-mengajar di kelas
dapat ditandai dengan adanya kemampuan penguasaan materi pelajaran,
kemampuan penyampaian materi pelajaran, keterampilan pengelolaan
kelas, kedisiplinan, antusiasme, kepedulian, dan keramahan guru
terhadap siswa.
     WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1)
pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar
(learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja
administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.
Pernyataan diatas ditegaskan kembali oleh Oemar Hamalik, tugas dan
tanggung jawab guru meliputi 11 macam, yaitu:guru harus menuntun
murid-murid belajar, turut serta membina kurikulum sekolah, melakukan
pembinaan terhadap diri anak (kepribadian, watak, dan jasmaniah),
memberikan bimbingan kepada murid, melakukan diagnose atas
kesulitan-kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemajuan
belajar, menyelenggarakan penelitian, mengenal masyarakat dan ikut aktif
di dalamnya, menghayati, mengamalkan, dan mengamankan pancasila,
turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan
perdamaian dunia, turut mensukseskan pembangunan, dan tanggung
jawab meningkatkan professional guru.
     Dengan demikian, semakin jelas bahwa peran guru dalam dunia
pendidikan modern sekarang ini semakin meningkat dari sekedar pengajar
menjadi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab guru
pun menjadi lebih kompleks dan berat. Sisi ini memberikan wacana bahwa
guru bukan hanya pendidik akademis tetapi juga merupakan pendidik
karakter, budaya, dan moral bagi para peserta didiknya.
     Pendapat senada juga dinyatakan oleh Daoed Yoesoef (1980)
menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas
profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan.
Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau
transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis
yang belum diketahui peserta didik dan seharusnya diketahui oleh peserta
didik.Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu peserta didik agar
dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-
baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi
diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.
     Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka
pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam
keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini
berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan
mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau
penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara
kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi
perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana
dia hidup. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai
warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa
yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan
GBHN.
     Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam
kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya
mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi
katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia
bertempat tinggal.
     Berkaitan dengan tiga tugas guru tersebut dengan pendidikan karakter,
budaya, dan moral bagi bangsa Indonesia, secara prinsip sudah
ditetapkan baik dalam UUD 1945 maupun dalam Undang-Undang
Sisdiknas no 20 tahun 2003. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

     Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan
dalam rangka melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas
manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila diutarakan sekaligus
merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi
walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari
sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai
yang sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan
guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat
sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa,
calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru
atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam hal ini untuk
mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional.
     Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus
mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan
untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi
teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini kita didik untuk
menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab
kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk
hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita
dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya, artinya di
sini jelas kalau yang pertama yaitu training menyiapkan orang itu menjadi
guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya
menjadi manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan
sendirinya orang menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan
baik tidak dengan sendirinya menjadi manusia yang berbudaya.
     Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak
mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-
tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh
masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan
bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus
selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
     Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman
belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan
kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan
spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan
dengan tanggung jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus
berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai
dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya,
mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam
masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan peserta didiki
menjadi manusia yang berkarakter, berbudaya , dan berkarakter sesuai
cita-cita UUD 1945 dan Pancasila.
      Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk
selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya
pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman.
Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada
pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional,
tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan terutama
yang berkaitan dengan pendidikan karakter, budaya dan moral.
     Guru sangat berperan dalam mendidik peserta didik dengan
pendidikan karakter, budaya, dan moral. Bagaimana solusi yang
ditawarkan kepada peserta didik dengan jumlah pelajaran yang banyak?
Sebagai gambaran saja, untuk sekolah umum sekolah dasar ada 9 mata
pelajaran, sekolah menengah pertama ada 12 mata pelajaran, dan
sekolah menengah umum 17 mata pelajaran. Jika ditambah dengan
pendidikan moral, pendidikan budaya, dan pendidikan moral maka
masing-masing bertambah tiga pelajaran. Dikhawatirkan hal ini akan
sangat kontra produktif. Bukan bertambah pemahaman mengenai
karakter, budaya, ataupun moral peserta didik tetapi sebaliknya, peserta
akan bersikap masa bodoh atau tidak peduli.
     Terdapat beberapa solusi yang penulis tawarkan. Ketiga solusi ini bisa
dilakukan secara individu ataupun dilaksanakan secara bersama sama.
Pertama, calon pendidik atau guru diberi tambahan mata kuliah pada saat
belajar di perguruan tinggi. Tambahan mata kuliah yaitu pendidikan
karakter, pendidikan budaya, dan pendidikan moral. Mengapa sebaiknya
diberikan kepada mahasiswa calon guru? Beberapa alasannya adalah
banyak sekali mahasiswa calon guru meskipun umurnya sudah diatas 18
tahun tetapi tetap saja sikapnya masih seperti orang yang tidak
mengenyam pendidikan. Misalnya menyeberang jalan dengan seenaknya
padahal diatas jalan tersebut ada jembatan penyeberangan. Banyak calon
guru yang tidak  mengerti pendidikan karakter itu apa, pendidikan moral
itu apa, dan juga pendidikan budaya itu apa. Sehingga yang terjadi adalah
setelah lulus menjadi guru akan menjadi guru yang suka memukul peserta
didiknya, menjadi guru yang memperkosa peserta didiknya sendiri, dan
yang terparah adalah  membunuh peserta didiknya sendiri. Inilah yang
disebut kehancuran pendidikan secara menyeluruh, baik secara akademis
dan secara sikap.
     Solusi kedua, belajar dari negara tetangga, yaitu Singapura. Di negara
ini dari pendidikan dasar sampai pendidikan menengah diajarkan
pendidikan nilai (values education). Pendidikan nilai ini wajib bagi sekolah
negeri atau swasta. Pendidikan ini didasarkan pada enam hal yang
disesuaikan dengan usia peserta didik. Keenam hal tersebut adalah care
(kasih sayang), respect (saling menghormati), responsible (bertanggung
jawab), integrity (integritas), harmony (keseimbangan), resilience (daya
tahan atau tangguh). Meskipun di negara ini pelajaran agama ditiadakan
tetapi diajarkan di keluarga masing masing, tetapi terlihat hasinya bahwa
keenam hal yang diatas sangat mempengaruhi kehidupan di setiap aspek
kehidupan.
     Solusi ketiga, pendidikan karakter, budaya, dan moral disampaikan
secara terpadu dengan seluruh pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Semua guru mata pelajaran diberikan tugas tambahan untuk menganalisa
semua aspek yang diajarkan dan dihubungkan dengan pendidikan
karakter, budaya, dan moral. Sebagai contoh adalah guru biologi
mengajarkan tentang berbagai jenis tumbuhan. Materi ini akan ditambah
dengan bagaimana siswa menghargai tumbuhan, bagaimana menjaga
lingkungan dan sebagainya. Demikian juga guru bahasa. Selain mengajar
materi bahasa, guru tersebut juga mengajarkan tentang pendidikan
karakter, budaya, dan moral. Contohnya peserta didik diajarkan untuk
tidak melakukan penjiplakan dengan cara dididik untuk membuat kalimat
sendiri sampai peserta didik paham benar bagaimana menulis dengan
baik dan benar, peserta didik dididik untuk memiliki budaya datang tepat
waktu, dan peserta didik dididik untuk selalu menghormati karya orang
lain. Demikian juga berlaku bagi semua guru mata pelajaran yang ada di
sekolah.
     Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari ribuan pulau,
budaya yang beraneka ragam, beraneka suku, dan beratus bahasa
berada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan
karakter, budaya, dan moral merupakan prioritas dalam usaha
memperbaiki dan menjaga negara Indonesia tercinta ini. Washington
P.Napitupulu (2001) menyatakan bahwa fundamental moralitas dan etika
kemanusiaan diterapkan pada setiap profesi dan pada setiap bidang
upaya manusia. Pernyataan ini memiliki arti yang mendalam bahwasanya
sebagai guru bukan hanya mendidik peserta didiknya agar berhasil dalam
bidang akademis melainkan guru juga merupakan teladan atau contoh
dari suatu karakter manusia yang baik, memiliki budaya perdamaian dan
juga moral yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan manusia dan
Tuhannya. Sehingga diharapkan dengan adanya pendidikan karakter,
budaya, dan moral, diharapkan bahwa tidak ada perkelahian antar suku,
perkelahian antar agama, perkelahian antar tetangga yang hanya dibatasi
oleh jalan raya. Adanya budaya malu untuk berbuat  curang, malu
menyontek, malu berbuat sesuatu kejahatan, malu untuk korupsi benar -
benar tertanam di hati dan pikiran setiap manusia Indonesia. Maka dalam
rangka mempercepat usaha perbaikan moral, budaya, dan karakter
bangsa Indonesia perlu diadakan kampanye besar-besaran bagi para
guru di seluruh Indonesia untuk dapat kembali mendidik para peserta
didiknya dengan teladan yang berdasar pada pendidikankarakter, budaya
dan moral.
     Tentu saja usaha ini akan menjadi isapan jempol belaka jika
pemerintah  ataupun stakeholder suatu sekolah tidak ikut berperanserta
dalam upaya kampanye besar-besaran perlunya pendidikan moral,
budaya, dan karakter ataupun hanya dilakukan dalam hitungan jari saja,
tetapi hendaknya dilaksanakan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Kampanye pendidikan moral, budaya, dan karakter ini akan lebih
bermakna jika pemerintah menjadi lokomotif penggerak dengan
memberikan contoh bagi masyarakatnya.
Contoh dari karakter yang perlu diperbaiki adalah kedisiplinan. Bangsa
Indonesia telah dikenal dengan bangsa dengan jam karetnya, jika tidak
terlambat maka dianggap bukan orang Indonesia. Hal ini sudah menjadi
karakter yang seharusnya diperbaiki dengan segera. Disiplin nasional
perlu digalakkan dengan sungguh-sungguh dalam upaya mewujudkan
masyarakat, bangsa, negara yang bercita-cita luhur.      Disiplin ini meliputi
pelatihan dan pengajaran yang bertujuan memperbaiki tingkah laku dan
moral bagi seluruh manusia yang tinggal di Indonesia, baik bagi kalangan
akademisi dan juga para pelaku bisnis di Indonesia. Termasuk dalam
pengertian disiplin adalah disiplin kerja, disiplin cara hidup sehat, disiplin
berlalu-lintas, sanitasi, pelestarian lingkungan, dan sebagainya.Hal-hal
yang mendasar yang kita lakukan sehari-hari sebaiknya dijadikan dasar
atau pijakan dalam mengembangkan konsep disiplin yang bersifat
abstrak.
Disiplin nasional akan berhasil jika di setiap individu manusia yang ada
didalmnya melaksanakan disiplin tersebut dengan kesungguhan hati dan
memahami bahwa disiplin diri merupakan cikal bakal dari disiplin  diri yang
akan berimbas pada disiplin nasional yang akan membawa bangsa ini ini
menuju kemajuan yang dicita-citakan. Dengan demikian,dengan adanya
pendidikan karakter, budaya dan moral bukan hanya generasi yang telah
menjadi guru, tetapi juga setiap anak, pemuda, dan orang dewasa yang
ada di Indonesia dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.  Melalui
pendidikan karakter, pendidikan budaya, dan pendidikan moral yang
berkelanjutan dan sungguh-sungguh akan menghasilkan watak dan
manusia Indonesia yang seutuhnya. Di satu sisi, guru berusaha dengan
gigih untuk memberikan teladan bagi peserta didiknya, dan di sisi lain,
pemerintah dan juga stakeholder membantu dalam meningkatkan moral,
budaya, dan karakter peserta didik. Dengan demikian akan terbina budaya
kerja gotong - royong dalam rangka kemajuan bersama. Guru, digugu dan
ditiru, bukan hanya menjadi slogan atau simbol semata, melainkan akan
menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat di sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Borich, G.D. 1994. Observation Skills for Effective Teaching. Englewood


Cliffs: Macmillan Publishing Company
Kompas, Pendidikan Karakter Mendesak, edisi Sabtu, 20 Februari 2010
Napitupulu, Washington P.2001. Universitas Yang Kudambakan, Unesco.
Rich, 2008. Ministry of Education, Singapore
Slavin, R. E. 1994. Educational Psychology (3rd ed.). Englewood Cliffs,
New Jersey: Prentice-Hall Inc.

http://www.labschool-unj.sch.id/smpjkt/publikasi.php?
action=artikel&id=997

Peranan Guru Terhadap Peningkatan Mutu


Pendidikan
Written by Syarif Hidayat   
Wednesday, 03 February 2010 13:42
Oleh:
M. Miftah. M.Pd.

Sebagian besar orang tua zaman dulu menjadikan profesi guru sebagi
idaman bagi anak-anaknya, karena posisi itu memiliki nilai lebih di mata
masyarakat. Ini tercermin misalnya, pada kebanyakan orang Jawa,
sebutan mas atau pak guru masa itu merupakan sebutan yang sangat
istimewa sekaligus sebutan yang mengandung makna penghormatan.
Bahkan, sejak jaman penjajahan atu awal kemerdekan, profesi guru
disanjung-sanjung. Guru memiliki strata social yang begitu menjulan
gsehingga mencucuk atap langit. Apalagi di desa-desa, sosok guru bias
dikatakan setara dengan kaum priayi, penuh wibawa dan cukup disegani.
Tidak mengherankan kalau waktu itu setiap orng tua menginginkan anak-
anaknyamenjadi guru. Namun hal itu berbeda sekali dibandingakn dengan
posisi guru zaman sekarang.

Belakangan ini, profesi guru dipandang sebagai pelabuhan terakhir dari


para lulusan sekolah guru yang serba pas-pasan. Bahkan banyak orang
tua yang ogah mendorong anaknya untuk menjadi guru. Selain gajinya
yang minim, wajh profesi ini sering kali tercoreng oleh sebagian oknum
guru. Sebagi contoh, ada guru yang memperkosa siswanya sendiri,
menganiaya anak didik, pilih kasih, tidak adil, dan masih banyak kasus
yang ‘memilukan’ lainnya. Belum lagi profesionalisme guru di Indonesia
umumnya tidak tampak. Seperti disinggung mantan Mendiknas Wardiman
Djoyonegoro ketika diwawancarai sebah stasiuntelevisi, beberapa waktu
lalu, bahwa sebagian besar guru (57%) tidak atau belum memenuhi syarat,
tidak kompeten, dan tidak professional.Keruan saja kualitas pendidikan kita
jauh dari harapan dan kebutuhan. Persoalannya, banyk guru sekarang
yasng malas untuk mempelajasi semua hal yang berkaitan dengan
bidangnya masing-masing, dan ini berdampak pada kemandekan
kreativitas dan mutu dalam pembelajaran. Buntutnya, pendidikan kita
kurang berpengaruh langsung pada kehidupan pribadi dan watak pesrta
didik. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita saksikan (baik melalui
media cetak maupun elektronik) berbagai kejahatan yang dilakukan anak-
anak yang masih berusia belasan than. Diantara mereka telah menjadi
generasi muda yang kerdil, mengambang, banyak omong tapi otaknya
ompong, tahunya Cuma obat-obatan telarang, yang kreativitsnya hanya
melulu di dunia hiburan. Memang, kondisi lingkungan sekitar selama ini
kurang kondusif bagi dunia pendidikan. Lihat saja, krisis keteladanan,
moral, dan spiritual kian merebak dimana-mana. Tontonan acara-acara
televise yang menyesatkan dan tidak sesuai dengan usia anak-anak
semakin memperburuk wajah pendidikan kita.. Menhadapi keadaan
demikian, upaya peningkatan profesionalisme guru dalam dunia
pendidikan merupakan langkah awal yang tidak bias ditawar. Hal itu
mengingat peran guru daharapkan bias menciptakan pendidikan yang
membebaskan masyarakat dari keterpurukan, kemiskinan, dan berbagi
krisis yang tengah melanda seluruh elemen bangsa ini.

 Peran dan Fungsi Guru

Guru ataupun dikenali juga sebagai “pengajar”, “pendidik”, dan “pengasuh”


merupakan tenaga pengajar dalam institusi pendidikan seperti sekolah
maupun tiusyen (kelas bimbinangan) yang tugas utamanya mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik. Guru sebagai pengajar Ialah orang yang memiliki
kemampuan pedagogi sehingga mampu mengutarakan apa yang ia
ketahui kepada peserta didik sehingga menjadikan kefahaman bagi
peserta didik tentang materi yang ia ajarkan kepada peserta didik. Seorang
pengajar akan lebih mudah mentransfer materi yang ia ajarkan kepada
peserta didik, jika guru tersebut benar menguasai materi dan memiliki ilmu
atau teknik mengajar yang baik dan sesuai dengan karakteristik pengajar
yang professional. Sebagai contoh pengajar yang kompeten sehingga
berhasil mencetak siswa-siswa yang pandai dan menguasai materi adalah
Yohanes Surya. Proses pembelajaran (learning proses) yang dilakukannya
dalam membimbing tim olimpiade fisika menuju keberhasilan di tingkat
internasional bias dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran bagi
guru-guru lainnya. Tidak tanggung-tanggung, mesti para siswa itu hanya
berpendidikan SMA dan satu diantaranya berpendidikan SMP, ilmu yang
dipelajari selama masa bimbingan dalam beberapa aspek setara dengan
pengetahuan pascasarjana. Sehingga dengan kefahaman dan kesiapan
yang matang, para siswa tidak canggung dalam menyelesaikan soal-soal
yang diberikan dalam kompetisi olimpade.

 Guru Sebagai Pendidik

Pendidik adalah seiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang


lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi (Sutari Imam
Barnado, 1989:44). Sehinggga sebagai pendidik, seorang guru harus
memiliki kesadaran atau merasa mempunyai tugas dan kewajiban untuk
mendidik. Tugas mendidik adalah tugas yang amat mulia atas dasar
“panggilan” yang teramat suci. Sebagai komponen sentral dalam system
pendidikan, pendidik mempunyai peran utama dalam membangun
fondamen-fondamen hari depan corak kemanusiaan. Corak kemanusiaan
yang dibangun dalam rangka pembangunan nasional kita adalah “manusia
Indonesia seutuhnya”, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, percaya diri disiplin, bermoral dan bertanggung
jawab. Untuk mewujudkan hal itu, keteladanan dari seorang guru sebagai
pendidik sangat dibutuhkan. Dapat dikatakan bahwa guru dalam proses
belajar mengajar mempunyai fungsi ganda, sebagai pengajar dan
pendidik. Maka guru secara otomatis mempunyai tanggung jawab yang
besar dalam mencapai kemajuan pendidikan. Begitu besarnya peranan
guru sebagi pengajar dan pendidik, maka harus diakui bahwa kemajuan
pendidikan di bidang pendidikan sebagian besar tergantung pada
kewenangan dan kemampuan staff pengajar (guru). Pendidikan Indonesia
akan maju jika staff pengajar (guru) sebagai kemampuan sentral dalam
system pendidikan memiliki kualitas yang baik pula. Pendidikan Indonesia
memerlukan guru yang memiliki kompetensi mengajar dan mendidik yang
inovatif, kreatif, manusiawi, cukup waktu untuk menekuni tugas
profesionalnya, dapat menjaga wibawanya di mata peserta didik dan
masyarakat (menjaga “profesionalitas conscience”) dan mampu
meningkatkan mutu pendidikan. Untuk mendapatkan guru yang demikian,
dua hal yang perlu mendapatkan perhatian yaitu pendidikan mereka
(terutama pada pre-service training atau pemantapan program pendidikan
guru, bukan pada in training service) dan kesejahteraan mereka .

Peningkatan kesejahteraan guru memiliki peran penting dalam usaha


memperbaiki pendidikan Indonesia yang sedang terpuruk. Bank Dunia
memberikan mutu guru guna memacu mutu pendidikan tidak akan
berpengaruh maksimal jika kesejahteraan tidak terpecahkan (Suroso.
2002). Selain itu, peningkatan kesejahteraaan bisa berdampak positif pada
usaha pemberantasan korupsi di sekolah. Sebab, korupsi yang
dipraktekkan guru umumnya didorong factor kebutuhan (corruption by
need). Untuk menyiasati kecilnya gaji, mereka mengutip berbagai biaya
ekstra dari murid, seperti menjual soal ujian atau mengadakan kegiatan
ekstrakurikuler.

 Korban korupsi

Berkaitan dengan korupsi, sangat menarik melihat posisi guru. Pada satu
sisi, masyarakat menempatkan mereka sebagai actor utama di balik
mahalnya biaya sekolah. Namun, di sisi lain, guru kerap dikerjai pejabat di
atasnya, seperti gaji atau honor kegiatan dipotong tanpa alas an.
Gambaran tersebut memberikan penjelasan bahwa sebenarnya guru
merupakan pelaku sekaligus korban korupsi. Namun, dua posisi tersebut
tidak berdiri sendiri karena yang menjadi penyebab guru melakukan
korupsi adalah korupsi atau perlakuan tidak adil pejabat di atasnya.
Setidaknya ada tiga kondisi yang bisa menjelaskan hal itu. Yang pertama
adalah kenyataan bahwa pendapatan yang diterima guru tidak lebih besar
disbanding pengeluaran untuk mendudkung proses belajar-mengajar.
Sebagai contoh, sewaktu penulis mengajar di salah satu sekolah
menengah pertama swasta di Jakarta, biaya yang dikeluarkan setiap kali
datang dan membuat persiapan mengajar mencapai Rp 45 ribu, belum
termasuk makan. Sedangkan bayaran mengajar Rp 10 ribu per jam.
Karena mengajar dalam semingu hanya enam jam, total pendapatan yang
diterima Rp 60 ribu setiap bulan. Jika dihitung datang ke sekolah seminggu
sekali, total pengeluaran dalam satu bulan mencapai Rp 180 ribu (4
minggu dikali Rp 45 ribu), padahal gaji hanya Rp 60 ribu. Jadi setiap bulan
deficit Rp 120 ribu. Alternatif menutup deficit dan kebutuhan hidup adalah
mencari dana ekstra dari siswa atau ngobyek di tempat lain, bisa di
sekolah, bisa juga di pangkalan ojek. Kedua, guru bukan penentu
kebijakan di sekolah. Umumnya guru diposisikan sebagai pengajar yang
bertugas mentransfer pengetahuan kepada murid, sedangkan dalam
penentuan kebijakan akademis apalagi financial sering diabaikan. Hasil
penelitian Indonesian Corruption Watch pada beberapa kota di Indonesia
secara umum menunjukkan bahwa guru tidak mengetahui kebijakan apa
saja yang digulirkan sekolah. Bahkan banyak yang mengaku belum pernah
melihat bentuk anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) di
sekolahnya. Padahal keuangan sekolah, baik bersumber pada pemerintah,
orang tua murid, maupun pihak lain, dicantumkan dalam APBS. Karena itu,
agar bisa melakukan korupsi, terlebih dahulu mesti mengetahui APBS.
Dengan demikian, guru, yang umumnya tidak ikut merencanakan dan
mengelola keuangan, kecil kemungkinan menjadi aktor di balik maraknya
korupsi di sekolah. Ketiga, guru merupakan mata rantai terlemah di antara
penyelenggara pendidikan lain sehingga selalu menjadi korban mata rantai
yang lebih kuat, seperti kepala sekolah dan pejabat dinas pendidikan.
Selain guru menjadi korban obyekan atasan, porsi anggaran atau
pendapatan yang diperoleh pun biasanya kecil. Penelitian Indonesian
Corruption Watch pada APBS beberapa sekolah di Jakarta dan Tangerang
memperlihatkan bahwa alokasi anggaran untuk guru tidak mencapai
setengah porsi untuk kepala sekolah. Secara ekonomi, penikmat hasil
korupsi bukanlah guru. Nasibnya seperti istilah orang lain yang makan
nangka, tapi guru yang terkena getahnya. Stigma biang keladi korupsi di
sekolah membuat citra guru jatuh di hadapan orang tua dan murid.
Padahal tuntutan profesinya bukan hanya kemahiran dalam
menyampaikan materi pelajaran, tapi juga keterampilan untuk menjadi
contoh. Guru korup adalah guru buruk dan guru buruk tidak bisa dijadikan
contoh. Karena itu, guru sebenarnya memiliki kepentingan ikut
memberantas korupsi, khususnya di sector pendidikan. Sebab, selain
dapat mengembalikan citra, apa yang mereka lakukan akan menjadi
pembelajaran sangat efektif, tidak hanya bagi murid, tapi juga bagi
masyarakat umum. Usaha memberantas korupsi bisa diawali dengan
perjuangan memperbaiki nasib guru sendiri. Peluang tersebut sangat
terbuka dengan mendorong Undang-Undang Guru sesuai dengan tujuan
awal: mengangkat harkat dan derajat guru. Walau undang-undang itu
sudah disahkan, peluang perbaikan belum tertutup.

 Mutu Pendidikan

Dalam rangka umum, mutu mengandung makna derajad (tingkat)


keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun
jasa, baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks
pendidikan, pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses
pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang
bermutu, terlibat berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif dan
psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana
sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya
lainnya serta menciptakan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah,
dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut. Antara
lain mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar
mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun
di luar kelas, baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam
lingkup subtansi yang akademis maupun non akademis dalam suasana
yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks “hasil
Pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap
kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir semester, akhir tahun,
2 tahun, atau 5 tahun bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil
pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil tes kemampuan
akademis (misal : ulangan harian, ujian semester atau ujian nasional).
Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang
olahraga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi
sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible)
seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan
lain-lain. Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling
berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka
mutu dalam artian hasil (output) harus dirumuskan lebih dahulu oleh
sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap kurun waktu
lainnya. Beberapa input dan proses harus selalu mengacu pada mutu hasil
(output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain, tanggung jawab sekolah
dlam school based quality improvent bukan hanya pada proses, tetapi
tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Untuk
mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang
menyangkut aspek kemampuan akademik(kognitif) dapat dilakukan
benchmarking (menggunakan titik acuan standar nilai). Mutu Pendidikan
Indonesia Pembangunan Pendidikan Indonesia mendapat roh baru dalam
pelaksanaanya sejak disahkannya Undang-Undang No 23 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selaras dengan Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasinal maka Visi Pembangunan Pendidikan Nasional
adalah “Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif, dan
Berakhlak Mulia”. Beberapa indicator yang menjadi tolok ukur keberhasilan
dalam pembangunan pendidikan nasional : a). Sistem pendidikan yang
efektif, efisien. b). Pendidikan nasional yang merata dan bermutu. c).
Peran serta masyarakat dalam pendidikan. Dan lain-lain. Keberhasilan tim
olimpiade di kancah internasional dalam meraih medali, belum cukup untuk
dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan pendidikan di tanah air. Karena
keberhasilan tersebut hanya dicapai oleh beberapa siswa saja dari jutaan
siswa Indonesia yang sebagian besar dapat dikatakan kualitasnya masih
kurang. Kenyataan ini terindikasi dari standar nilai kelulusan (dalam ujian
nasional yang masih diperdebatkan keberadaannya) dari tiga mata
pelajaran yang diujikan (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan
Matematika) nilai kelulusan yang ditetapkan minimal 4,25. Sedangkan kita
lihat negara-negara lain seperti Malaysia memakai standar nilai kelulusan
6 dan Singapura 8 dan posisi Indonesia hanya sebanding dengan Filipina
(Koran Tempo, 17 Juli 2006).

 Peran Guru Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan

Guru dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi ganda, sebagai


pengajar dan pendidik, maka guru secara otomatis mempunyai tanggung
jawab yang besar dalam mencapai kemajuan pendidikan. Secara teoritis
dalam peningkatan mutu pendidikan guru memilki peran antara lain : (a)
sebagai salah satu komponen sentral dalam system pendidikan, (b)
sebagai tenaga pengajar sekaligus pendidik dalam suatu instansi
pendidikan (sekolah maupun kelas bimbingan), (c) penentu mutu hasil
pendidikan dengn mencetak peseta didik yang benar-benar menjadi
manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman danbertaqwa kepada
Tuhan YME, percaya diri, disiplin, dan bertnggung jawab, (d) sebagai
factor kunci, mengandung arti bahwa semua kebijakan, rencana inovasi,
dan gagasan pendidikan yang ditetapkan untuk mewujudkan perubahan
system pendidikan, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan, (e) sebagai pendukung serta pembimbing peserta didik sebagai
generasi yang akan meneruskan estafet pejuang bangsa untuk mengisi
kemerdekaan dalam kancah pembangunan nasional serta dalam
penyesuaian perkembangaanjaman dan teknologi yang semakin
spektakuler, (f) sebagai pelayan kemanusiaan di lingkungan masyarakat,
(g) sebagai pemonitor praktek profesi. Yang menjadi pertanyaan sekarang
ini adalah Benarkah guru sebagai penentu keberhasilan pendidikan
Indonesia?. Mencermati dan memperhatikan Pendidikan di Indonesia,
timbullah suatu permasalahan yang menjadi permasalahan nasional,
terutama menyangkut masalah standar kelulusan siswa baik yang masuk
SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi dan lain-lain. Kelulusan siswa tidak
ditentukan oleh guru yang memantau dan mendidik serta membimbing dan
membina anak didik selama 3 tahun dalam proses belajar dan mengajar,
tetapi cukup ditentukan dengan hasil UN selama 2 jam yang sudah
ditentukan standar nilai minimumnya. Suatu hal yang tidak logis untuk
menilai seseorang mampu dan tidak mampu hanya dari satu aspek saja
yaitu aspek kognitif, sedangkan intelektual yang bermoral merupakan
proses yang diamati dan dinilai oleh orang yang membmbing, orang yang
membina di sini peran guru dikebirikan. Beberapa kasus terjadi, ada
seorang siswa yang sering menjuarai berbagai olimpiade sampai tingkat
Nasional, berperilaku baik dan santun namun pada saat kelulusan ia
dinyatakan tidak lulus. Di sisi lain ada seorang siswa yang kurang baik
dalam berperilaku, sering bolos dan tidak sopan, namun ia mendaat nilai
tertinggi saat kelulusan. Sungguh ketidak adilan dalam hal ini sangat
menonjol. Di sinilah permasalahan pendidikan di Indonesia yang
memunculkan suatu pertanyaan terhadap kelulusan siswa yang hanya
ditentukan oleh 3 materi Ujian Nasional, sedangkan materi lain dan
keaktifan serta intelektual siswa lainnya yang menyangkut aspek afekti dan
psikomotorik siswa tidak dinilai. Jadi peran guru sebagai pengajar
sekaligus pendidik disini kurang menentukan hasil pendidikan jika tolok
ukurnya masih demikian. “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”.
Pepatah ini dapat memberi kita pemahaman bahwa betapa besarnya
peran guru dalam dunia pendidikan pada saat masyarakat mulai
menggugat kualitas pendidikan yang dijalankan di Indonesia maka akan
banyak hal terkait yang harus dibenahi. Masalah sarana dan prasarana
pendidikan, sisitem pendidikan, kurikulum, kualitas tenaga pengajar (guru
dan dosen), dll. Secara umum guru merupakan factor penentu tinggi
rendahnya kualitas hasil pendidikan. Namun demikian posisi strategis guru
untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh
kemampuan professional, factor kesejahteraan, dll.

Kesimpulan

Dalam peningkatan Mutu Pendidikan, guru memiliki peran antara lain : (a)
sebagai salah satu komponen sentral dalam system pendidikan, (b)
sebagai tenaga pengajar sekaligus pendidik dalam suatu instansi
pendidikan (sekolah maupun kelas bimbingan), (c) penentu mutu hasil
pendidikan dengn mencetak peseta didik yang benar-benar menjadi
manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman danbertaqwa kepada
Tuhan YME, percaya diri, disiplin, dan bertnggung jawab, (d) sebagai
factor kunci, mengandung arti bahwa semua kebijakan, rencana inovasi,
dan gagasan pendidikan yang ditetapkan untuk mewujudkan perubahan
system pendidikan, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan, (e) sebagai pendukung serta pembimbing peserta didik sebagai
generasi yang akan meneruskan estafet pejuang bangsa untuk mengisi
kemerdekaan dalam kancah pembangunan nasional serta dalam
penyesuaian perkembangaanjaman dan teknologi yang semakin
spektakuler, (f) sebagai pelayan kemanusiaan di lingkungan masyarakat,
(g) sebagai pemonitor praktek profesi.

DAFTAR PUSTAKA

Sumitro, dkk. 2006 . Pengantar Ilmu Pendidikan . Yogyakarta : FMIPA


UNY

Rozali Ritonga . 2006 . Menyongsong Kurikulum Pendidikan 2009/2010 .


Jakarta : Tempo Interaktif

Naniek Setijadi . 2004 . Tantangan Profesionalisme Guru Masa Depan .


Jakarta : Tempo Interaktif http://www.kompascom/ – selasa, 17 Oktober
2006.
http://www.klik-m.com/artikel/56-peranan-guru-terhadap

You might also like