You are on page 1of 11

PENDAHULUAN

Material anorganik baru yang dikembangkan untuk mengganti bahan-


bahan konvensional semen, plastik, dan banyak produk mineral dasar merupakan
kunci pengurangan pulusi dunia yang dihasilkan dari pabrik dan penggunaan
material dasar. Selama 10 tahun ini, telah dikembangkan material yang dapat
mengatasi problem tersebut yaitu polysialate. Kelebihan dari polysialate antara
lain, saat proses produksi tidak menghasilkan emisi CO2, dapat dibuat dari daur
ulang limbah mineral, dan menghasilkan bahan yang tahan panas untuk
mengganti material organik yang mudah terbakar.
Polysialate adalah polimer anorganik amorf dengan bentuk dasar
tetrahedral AlO4 dan SiO4. Polysialate dapat dibuat dari bahan dasar material
aluminium-silicon. Material yang biasa digunakan antara lain metakaolinit dan
kaolinit. Polysialate dapat disintesis pada temperatur rendah dan memiliki sifat
yang menguntungkan seperti memiliki daya renggang dan tekan tinggi, kekerasan
skala Mohs 4-7, dan stabil pada temperatur di atas 1300 – 1400 oC. Dengan
mengubah perbandingan Si/Al, maka mungkin dihasilkan produk dengan kisaran
sifat fisik dan kimia.
Beberapa dasar polysialate telah diidentifikasi, polimer dapat tersusun atas
unit sialate [- Si –O- Al- O-], unit sialate siloxo [-Si-O-Al-O-Si-O-] atau unit
sialate disiloxo [-Si-O-Al-O-Si-O-Si-O-]. Pada semua struktur polimer, Al adalah
koordiasi-4, menghasilkan muatan negatif yang memberikan kompensasi oleh
keberadaan kation monovalen seperti Na+ atau K+. Pada pembahasan ini akan
menjelaskan tentang aspek mekanisme polimerisasi dan struktur produk
polysialate siloxo (PSS) yang mengandung Na+.
Pembelajaran struktur polimer Na-PSS dilakukan dengan pembuatan
sampel anhidrat yang diatur pada 65 oC. Sintesis dan struktur polimer Na-PSS
27 29 23
dipelajari dengan Al, Si, dan Na MAS NMR, fourier transform infrared
spectroscopy (FTIR), dan X-ray diffraction (XRD).
METODOLOGI

Polimer disintesis dari metakaolinite yang disiapkan dengan pemanasan


kolinite pada 700 oC selama 6 jam. Komposisi kimia dari starting material
ditunjukkan pada tabel berikut :

Reaktan yang digunakan pada percobaan ini yaitu sodium silicate dan sodium
hydroxide.
Distribusi ukuran partikel diukur menggunakan Sedigraph 5100, dimana:
Kaolinite, 41%< 2µm, median ESD 2.59µm, metakaolinite, 11.9% < 2µm, median
ESD 4.24µm. Densitas kaolinite dan metakaolinite masing – masing 2.51 g/cc dan
2.32 g/cc. Trace DTA menunjukkan kekhasan kaolinite, endotermik dehydroxilasi
pada 500 – 700 oC dan bentuk eksotermik pada 998 oC dan 1250 oC.
Variasi pembuatan polimer Na-PSS dibuat dengan komposisi sebagai
berikut :
Masing – masing komponen polimer dengan proporsi yang sesuai,
ditempatkan pada cetakan plastik berbentuk silinder, pematangan pada temperatur
ruang selama 60 menit, proses cured pada 65 oC selama 90 menit, dan
pengeringan pada 65 oC selama 60 menit. Selama tahap curing, air yang penting
untuk polimerisasi, ditahan dengan cara menutup bagian atas cetakan dengan film
tipis polyethylene. Dalam hal ini kecepatan penguapan air cukup rendah untuk
menghapuskan kebutuhan untuk lapisan polyethylene dan campuran didiamkan
dalam cetakan selama 15 jam. Campuran polimer diatur pada pH sekitar 13,9.
Perubahan viskositas campuran terhadap waktu diamati pada temperatur
kamar menggunakan Krebs-Stomer viscometer. Proses polimerisasi diamati
29
dengan mengukur fasa liquid 11.7 T Si NMR spectra pada interval tertentu
selama reaksi berlangsung menggunakan Varian Unity 500 spectrometer dan
penyelidikan liquid 10 mm denga 15µs 90o pulse dan penundaan daur ulang 1 s.
Spektra direferensikan untuk tetramethylsilane (TMS) dalam CDCl3.
Setelah pengeringan, dilakukan pengukuran kekerasan material dengan
angka-angka Mohs dan Vickers serta pengukuran kekuatan tekanan menggunakan
100 ton mesin penguji. Sampel polimer yang berbentuk serbuk dipelajari dengan
mengikuti teknik :
• Metode bubuk X-ray diffraction (XRD)
• 27
Al, 29Si, dan 23Na MAS NMR pada 11.7 T
• Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR)
PEMBAHASAN

Perilaku Polimerisasi Beberapa Variasi Komposisi Sample


Perbedaan besar diamati pada perilaku polimerisasi beberapa variasi
sampel, sampel dengan kandungan air paling tinggi yaitu Na-PSS2, Na-PSS4, dan
Na-PSS6 membutuhkan hampir 24 jam pada 65 oC untuk tahap cure. Hasil yang
diperoleh pada tiga sampel tersebut terlalu lembut sehingga tidak dapat diuji
kekerasan dan kekuatan tekanannya. Pada tabel berikut ini ditunjukkan hasil
pengukuran kekerasan dan kekuatan tekanan pada sampel Na-PSS1, Na-PSS3,
Na-PSS5, dan Na-PSS7 :

Sampel Na-PSS1 menunjukkan perilaku optimum, mencapai kekuatan


tekanan tinggi dalam 1 jam. Sifat lain pada sampel terbaik Na-PSS1 anatara lain:
desitas bulk 1.408+0.002, porositas nyata 36.662+0.146, skala Mohs >7, dan skala
Vickers aekitar 54. Urutan kedua adalah Na-PSS3, mencapai kekuatan tekanan
setelah 1 jam, namun menurun kira-kira setengah dari nilai awal setelah 24 jam.
Sampel Na-PSS7, mengandung komposisi rasio Na2O/SiO2 dan H2O/Na2O sedikit
lebih tinggi daripada Na-PSS1, perkembangan sifat mekanik sangat lambat. Hasil
ini menunjukkan bahwa proses polimerisasi sangat bergantung pada komposisi
awal campuran, khususnya terkait dengan kandungan air.

Mekanisme Polimerisasi
Perubahan viskositas selama polimerisasi campuran pada komposisi
optimum (Na-PSS1) ditunjukkan pada gambar berikut :
Fig. 1. (A) Viscosity of Na–PSS1 as a function of elapsed time after mixing. (B) Log–log plot of
the above data.
Perubahan viskositas terhadap waktu setelah pencampuran komponen polimer
menunjukkan perubahan slope setelah 40 menit reaksi. Ketika diplotkan pada
skala log – log, perilaku secara kualitatif mirip dengan hubungan antara viskositas
dan massa molekul polimer dan memberikan konfirmasi bahwa reaksi
polimerisasi terjadi dimana rata-rata massa molekul meningkat terhadap waktu.
Perilaku viskositas yang ditunjukkan oleh sistem mirip seperti “efek gel” yang
terjadi selama radikal polimerisasi.
Pada percobaan untuk menentukan perbedaan antara komposisi baik dan
buruk, NMR liquid-state dilakukan pada campuran Na-PSS1, Na-PSS2, dan Na-
PSS7. Spektrum 29Si NMR liquid dari sodium silicate menunjukkan bahwa bentuk
puncak dari Q0, Q1, Q2, dan Q3 adalah berturut-turut sekitar -72, -80, -87, dan -96
ppm. Setelah penambahan NaOH pada sodium silicate, spektrum tidak mengalami
perubahan penting, tetapi pada penambahan metakaolinite (Na-PSS1)
29
menyebabkan perluasan spektrum Si dan perubahan posisi puncak yang
menunjukkan reaksi langsung antara sodium silicate dengan padatan aluminate.
Pada gambar dibawah ini menunjukkan dalam Na-PSS1 intensitas meluas
tetapi diduga resonansi sodium silicate semakin menurun setelah 7 jam pertama
dari reaksi, sebagai silikat yang digunakan oleh pembentukan polimer. Sisa
spektrum 29Si setelah hilangnya puncak sodium silicate terdiri luas signal asli dari
tabung gelas, dengan perpanjangan bidang berasal dari polimer yang dipadatkan.
Untuk spektra Na-PSS2 dan Na-PSS7 menunjukkan bahwa meskipun resonansi
silikat diperluas oleh penembahan metakaolinite, intensitas tidak berubah hingga
15 jam setelah pencampuran, mengindikasikan bahwa formasi polimer dengan
menggunakan sodium silicate tidak perlu dilakukan.

Gambar di bawah ini menunjukkan spektra FTIR untuk metakaolinite dan


beberapa variasi polimer :
Spektrum khas metakaolinite dengan perluasan peak sekitar 3450 cm-1 dan
1650cm-1 dari penyerapan uap air, vibrasi stretching Si-O pada 1088 cm -1, vibrasi
Si-O-Al pada 810 cm-1 dan vibrasi bending Si-O pada sekitar 450 cm-1. Sekitar
1000 cm-1 dari pengotor kuarsa.
Pemilihan padatan atau bubuk khas pola X-ray diffraction dari starting
material dan polimer dengan perbedaan komposisi ditunjukkan gambar di bawah
ini:

You might also like