Professional Documents
Culture Documents
Umum
Sungai merupakan bagian terendah di permukaan bumi dalam bentuk alur memanjang
dari sebelah hulu (atas) menuju ke sebelah hilir (bawah). Sungai merupakan sistem
alur alam, dapat terdiri dari satu atau lebih alur-alur yang bertemu atau bercabang.
Dengan kondisi fisik alami seperti di atas sungai akan menjadi terminal dari
perjalanan gerakan air di sungai (kuantitas maupun kualitas), beserta interaksinya
dengan tampang basah sungai, sangat dipengaruhi oleh perjalanan menuju ke sungai
tersebut. Secara hidrologis, jumlah air atau debit aliran di sungai akan dipengaruhi
oleh sifat penutupan permukaan lahan. Untuk lahan dengan penutupan berupa
vegetasi (baik perkebunan, hutan atau sawah) umumnya akan menyebabkan distribusi
air yang lebih merata sepanjang tahun, dimana musim hujan tidak terlalu besar dam
musim kemarau tidak terlalu besar dan musim kemarau tidak terlalu kering.
Sebaliknya untuk lahan dengan sifat penutupan yang relatif kurang mampu meresap
air (pemukiman industri, sarana transportasi, dll), sifatt aliran di sungai akan kurang
merata sepanjang tahun. Apabila selam di permukaan air berinteraksi dengan lahan
yang mudah tererosi, maka air yang masuk ke sungai, akan membawa banyak
kandungan sedimen. Pencemaran yang tidak dikendalikan di lahan pada gilirannya
akan terbawa masuk ke sungai. Dibeberapa daerah atau negara (misal : Sungai
Ciliwung dan Sungai Angke di Jakarta, sungai Theme di London), sungai telah
menjadi bagian dari pengembangan daerah urban. Salah satu dari banyak jenis
pemanfaatan sungai di daerah tersebut adalah bahwa sungai digunakan sebagai tempat
pembunagan limbah domestik. Konsekuensinya, sungai di bagian hilir relatif lebih
banyak menimbulkan permasalahan lingkungan, terutama dari sisi pencemaran
kualitas.
Sumberdaya sungai tidak saja dilihat dari kandungan dan pola ketersediaan air di
sungai tersebut, melainkan juga sumberdaya sedimen yang dimilikinya. Pada hampir
semua pembangunan keteknik-sipilan, kedua jenis sumberdaya sungai tersebut
merupakan material penting yang selalu digunakan. Dengan demikian usaha
pemanfaatan sungai didefinisikan sebagai usaha-usaha untuk memanfaatkan sumber
alam di sungai tersebut, yaitu air dan sedimen. Ilmu teknik sungai diharapkan dapat
berperan dalam usaha mengendalikan cara/teknologi pemanfaatan sumberdaya sungai,
sehingga pengaruh negatif yang timbul adalah sekecil mungkin. Proses timbulnya
pengaruh negatif dapat berlangsung dalam kurun waktu yang relatif pendek (misal
kurang dari dua tahun) atau relatip panjang (misal lebih dari dua tahun). Berbagai
jenis usaha pemanfaatan sungai dapat dideskripsikan seperti berikut (lihat Jansen Pph.
halaman 3 s/d 5):
1) Usaha pemanfaatan sungai, misalnya :
a) Pembangkit listrik tenaga hidro
b) Navigasi
c) Penyediaan air untuk irigasi
d) Penyediaan air untuk air baku (non irigasi) dan waktu municiple lainnya.
2) Pengaruh negatif antara lain :
a). Banjir dan genangan
b). Pendangkalan muara
c). Pencemaran air (oleh limbah pada ataupun cair), karena kurangnya
jumlah air untuk pengenceran.
Contoh kegiatan penanganan sungai untuk tujuan pengendalian banjir antara lain
adalah:
a). Perbaikan saluran: penggalian atau pengerukan dasar sungai
sehingga muka air dapat turun,
b). Membuat tanggul: melindungi daerah kanan kiri sungai dari air
sungai yang meluap,
c). Membuat saluran banjir atau sudetan pada daerah meander : debit
dapat terbagi/mengecil,
d). Membangun waduk: manampung air dalam jumlah yang besar
sehingga banjir di hulu dapat dikurangi.
Sedangkan contoh kegiatan pemanfaatan sungai yang ditujukan untuk penyediaan air
(irigasi dan non irigasi) antara lain adalah:
a). Perbaikan saluran: mempertahankan kapasitas sungai seperti debit
rencana
b). Membuat tanggul dan perlindungan tebing (terutama di daerah
belokan untuk mencegah erosi)
c). Membuat waduk: sebagai tempat penampungan air dan
pengaturan/ pengalokasian air
d). Membuat bendung: mempermudah pengaturan air.
Tolok ukur manfaat dan pengaruh negatif untuk berbagai jenis kegiatan pemanfaatan
sungai yang lain misalnya:
1. Irigasi
Tolok ukur manfaat: ketersediaan air dengan jumlah dan waktu serta kualitas
yang tepat. Pengaruh negatif: pencemaran air dari pupuk/pestisida di sawah
(N,P,K,dsb), menyuburkan enceng gondok, ikan-ikan banyak mati.
2. Navigasi
Tolok ukur manfaat: ketersediaan air dengan kedalaman yang memenuhi syarat.
Pengaruh negatif: pencemaran air dari bahan bakar kendaraan air pengerukan
yang berlebihan untuk mencapai kedalaman tertentu menyebabkan peningkatan
intrusi air laut.
3. Tenaga hidro
Tolok ukur: ketersediaan air dengan debit dan beda tinggi tertentu. Pengaruh
negatif: peningkatan temperatur air menyebabkan turunnya kandungan O2,
hewan-hewan (ikan) akan mati, juga semua biota air lainnya.
4. Suplai air
Tolok ukur : ketersediaan air dengan jumlah dan kualitas yang memenuhi syarat.
Pengaruh negatif : pengambilan air terlalu banyak dapat meningkatan intrusi air
laut. Lebih jauh dapat menyebabkan kekeringan.
5. Suplai sedimen
Tolok ukur: ketersediaan sedimen (sebagai bahan bangunan) dalam jumlah yang
cukup. Pengaruh negatif: sedimen yang berlebihan dapat mengurangi kapasitas
sungai (banjir), pengambilan sedimen yang berlebihan dapat menyebabkan erosi.
Pemanfaatan sungai untuk tujuan pemenuhan kebutuhan air irigasi dan suplai air
biasanya dilakukan dengan membangun bendung, dengan dampak negatif secara
umum berupa degradasi pada bagian sungai di sebelah hilir bangunan bendung
tersebut.
1.3 Presipitasi
Curah hujan atau presipitasi merupakan salah satu komponen penting dalam daur
hidrologi, sebagai faktor pembentuk aliran, baik di sungai, limpasan langsung, aliran
antara, maupun aliran air tanah. Untuk suatu basin di Indonesia, dimana secara umum
dikenal musim masah (hujan) dan musim kering (kemarau), variasi musiman dapat
sangat berbeda. Pada musim basah (Oktober-Maret) curah hujan dapat mencapai
2000 – 3000 mm, sedangkan pada musim kering (April – September), curah hujan
hanya mencapai 50 mm. Sedangkan curah hujan rerata tahunan di Indonesia
umumnya berkisar antara 2000 – 3000 mm. Dengan demikian dapat dibayangkan
betapa besarnya debit sungai-sungai di Indonesia pada musim hujan, serta betapa
keringnya pada musim kemarau. Berdasar studi dari Indra Karya, 1999), dapat
dicirikan besarnya curah hujan tahunan di daerah pengaliran Sungai Progo sangat
bervariasi, tergantung pada lokasi ketinggian daerah yang ditinjau, tapi berkisar
antara 2000 mm s/d 3000 mm. Pada bagian hulu wilayah sungai Progo curah hujan
tahunan mencapai 3500 mm, sedangkan di bagian tengah dan hilir berturut-turut
2500 mm dan 2000 mm. Suatu teori mengatakan (Mardjikoen, 1978), bahwa curah
hujan maksimum pada suatu tempat (letak lintang tertentu) akan terjadi pada 1 atau 2
bulan sesudah matahari mencapai ketinggian maksimum (lihat Gambar 1.3).
Gambar 1.3. Sketsa prediksi hujan maksimum pada suatu tempat.
2. Akumulasi
Jenis akumulasi air dapat dipisahkan menjadi :
Akumulasi air tanah, besarnya tergantung pada kemiringan daerah aliran sungai,
struktur antara lapis tanah, dan struktur butir tanah. Semakin terjal kemiringan
permukaan lahan maka akumulasi air tanah akan semakin berkurang, demikian juga
apabila struktur antara lapis tanah semakin kurang permeabel dan struktur butir tanah
kurang porus.
Akumulasi air permukaan, berupa cekungan-cekungan di permukaan, baik alami
(waduk, embung), ataupun buatan (waduk).
Akumulasi air dalam bentuk salju atau es (di Indonesia tidak banyak).
Pengaruh adanya akumulasi tersebut terhadap debit sungai diperlihatkan pada
Gambar 1.4., dengan asumsi bahwa di sepanjang penggal AB yang ditinjau tidak ada
suatu aliran masuk (lateral inflow) maupun aliran keluar (lateral outflow).
Aliran puncak
Teori yang dikembangkan untuk memprakirakan besarnya aliran puncak di sungai sangat
bervariasi, tergantung dari tingkat informasi yang ingin diperoleh. Untuk tujuan analisis
stabilitas hidraulik bangunan persungaian, maka besarnya aliran puncak saja sudah
dipandang mencukupi. Namun untuk tujuan penelusuran muka air sungai pada waktu
banjir atau pada aliran puncak lainnya, informasi aliran puncak yang diperlukan tidak
hanya besarnya, melainkan juga hidrograf banjirnya, yaitu kurva yang merupakan
hubungan antara waktu (jam) dengan debit (m3/detik). Toeri-teori yang dikembangkan
untuk mengetahui besarnya puncak banjir saja antara lain Der Weduwen, Rasional,
Melchior, dll. (Subarkah, 1987). Sedangkan teori-toeri untuk memperoleh prakiraan
informasi gidrograf banjir antara lain adalah Snyder, Alexayev, Nakayasu, GAMA I, dll.
Teori GAMA I dikembangkan di Indonesia (Sri Harto, 1987), sehingga dipandang paling
cocok untuk wilayah Indonesia, khususnya pulau Jawa. Contoh aliran puncak pada
berbagai kala ulang untuk Sungai Oyo di Banyuripan di sajikan pada Gambar 1.7.
Aliran rendah
Seperti halnya aliran puncak, prediksi aliran rendah juga sangat dipengaruhi oleh tingkat
ketelitian dalam mendeskripsikan respon hujan di lahan terhadap pola aliran di sungai.
Dari sisi pengelolaan sumberdaya sungai, informasi tentang pola atau perilaku aliran
rendah pada suatu sungai sangat diperlukan. Dari sisi potensi ketersediaan air di sungai,
pola aliran rendah yang lebih merata sepanjang tahun lebih diinginkan dari pada jumlah
setahun lebih besar. Pengembangan teori dan pemodelan pola aliran rendah antara lain
model tank, ataupun model Mock. Pada Gambar 1.8. disajikan hidrograf aliran rendah
Sungai Oyo di Banyuripan dalam bentuk debit andalan 80%.
Gambar 1.5. Sistem Wilayah Sungai Progo-Opak Oyo
(Sub.Dinas Pengairan Prop.DIY, 1996)
Gambar 1.6. Sungai Progo-Opak-Oyo dalam wilayah administrasi Prop. D.I. Yogyakarta
(Sub.Dinas Pengairan Prop.DIY, 1996)
Umum
Persamaan dasar
∂v ∂u ∂w
+ + =0 ……………………….… (1.1)
∂x ∂y ∂z
∂v ∂ 2 ∂
+ ( )
v + ( uv ) + ∂ ( vw ) + g ∂zw = 0 ……. (1.2)
∂t ∂x ∂y ∂z ∂x
∂u ∂
+ ( uv ) + ∂ u 2 + ∂ ( uw ) + g ∂zw = 0 …… (1.3)
( )
∂t ∂x ∂y ∂z ∂y
∂w ∂
+ ( wv ) + ( uv ) + w2 + g ∂zw = 0 ……(1.4)
∂ ∂
( )
∂t ∂x ∂y ∂z ∂z
Salah satu asumsi yang harus disepakati dari hubungan persamaan di atas adalah
rapat massa (ρ ) dan viskositas (ν ) konstan, atau perubahannya dianggap sangat kecil.
Aliran steady (permanen)
(3) Logaritmik :
u* z
u =n 1n ……. (1.7)
k zo
dengan :
u* = ghI = kecepatan geser, terletak pada 10 – 15% kedalaman aliran
(diukur dari dasar),
z = elevasi dari dasar
h = kedalaman air
k = konstanta Von Karman = 0,4
v
z0 = (untuk hidraulik licin)
9u*
= k/30 (untuk hidraulik kasar)
v = angka kental kinematik
k = kekasaran dasar
Umumnya cara penentuan k pada Persamaan (1.8) sangat sulit, sehingga muncul rumus
Manning:
2 1
1 3 2
V = R I ……………………………………………………………….. (1.9)
n
1
1
Karena V = C ( RI ) maka C = R 6 , dengan n adalah angka kekasaran Manning.
n
1
Untuk sungai nilai n Manning berkisar antara 0,025 – 0,040 (satua: m −3 detik),
contoh lengkap besarnya nilai n Manning dapat dilihat Tabel 1.1.
1. Pembendungan (backwater)
Kenaikan elevasi muka air di sungai dapat disebabkan oleh berbagai sebab, baik
alami ataupun campur tangan manusia. Secara analitis, parameter yang terpengaruh
adalah hambatan terhadap aliran (resistance to flow), di mana pada suatu besaran debit
yang sama, pertambahan hambatan terhadap aliran akan menyebabkan pengurangan
besarnya kecepatan aliran, serta kenaikan elevasi permukaan air. Kenaikan elevasi
permukaan air tersebut sering disebut fenomena pembendungan atau backwater.
Fenomena pembendungan merupakan contoh praktis aliran tidak seragam, dapat terjadi
misalnya karena pembendungan sungai, baik secara buatan (misal bendung pengairan),
ataupun secara alami (antara lain pasang surut di muara sungai, dan belokan sungai).
Kurva pembendungan atau profil muka air sungai pada fenomena pembendungan atau
profil muka air sungai pada fenomena pembendungan umumnya diselesaikan dengan
pendekatan Persamaan 1.11, dengan sketsa pembendungan pada Gambar 1.11.
Penyelesaian persamaan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain
metoda langkah standar (standard step), ataupun penyelesaiaan persamaan diferensi
parsial ordo dua metoda Runge Kutta. Pada halaman terakhir disajikan kode sumber
(source code) dari program komputer untuk penyelesaian Persamaan 1.10.
Gambar 1.11. Sketsa penggal dan tampang sungai dengan kurva pembendungan.
V2 V2
Y2 + α 2 − Y1 + α 1
2g 2g
x1 − x2 =
4 4
……….……. (1.11)
1 2 2 P( Y2 ) 3 1 P( Y1 ) 3 1
n Q + − So
A( Y2 ) A ( Y2 ) A( Y1 ) A ( Y1 )
2 2
2
dengan :
P = keliling basah (m2)
A = luas tampang saluran (m)
= Koefisien Corriolis
n = angka kekasaran Manning
V = kecepatan aliran
Q = debit aliran
g = percepatan karena gravitasi
So = kemiringan dasar saluran
Tabel 1.1. Nilai koefisen kekasaran n Manning untuk berbagai kondidi sungai
(Open Channel Hidraulics, V.T. Chow,1977)
Tabel 1.2. Klasifikasi aliran pada saluran terbuka
(Fluid Mechanics and Hidraulics, 2-Ed., Scaum Series, 1979)
7. Transpor sedimen
2. Persamaan angkutan dasar.
Sedimen merupakan sumberdaya sungai dengan tingkat potensi pada urutan kedua
setelah air. Keberadaan sumberdaya sedimen dapat bermula dari pelapukan dan erosi
lapisan batuan, baik di sistem lahan maupun di sistem sungai, ataupun bermula dari
suplai gunung api aktif. Dalam kasus tertentu, fenomena longsoran dapat merupakan
sumber sedimen pada suatu sungai. Besarnya transpor sedimen di sungai sangat
dipengaruhi dari berbagai hal, baik oleh alam maupun oleh campur tangan manusia.
Teori-teori yang dikembangkan untuk analisis transpor sedimen di sungai umumnya
bersifat murni dan ideal, yang penerapannya secara praktis sangat terbatas. Pengaruh
hadirnya bangunan sungai sangat mewarnai pola kapasitas transpor sedimen (STC =
Sediment Transport Capacity). Pengertian kapasitas transpor sedimen dalam hidraulika
sungai adalah kapasitas dari sungai tersebut untuk melewatkan sejumlah sedimen,
sehubungan dengan karakter pengaliran dan karakter sedimen pada suatu penggal sungai
yang ditinjau (Kinori, 1984). Bahan-bahan sedimen dapat terbawa hanyut oleh aliran air
di sungai dengan mekanisme pengangkutan yang secara garis besar dibedakan menjadi 2
macam (Kinori, 1984), yaitu angkutan dasar (bed load), dan angkutan melayang
(suspended load). Diantara dua pembagian besar tersebut terdapat bagian bagian sedimen
yang terangkut secara tersembunyi diantara angkutan dasar dan angkutan melayang,
yang disebut dengan wash load. Beberapa literatur menyebutkan bahwa sifat gerakan
angkutan dasar dapat berlangsung secara menngelinding, meloncat, ataupun menggeser.
Sedangkan sifat gerakan angkutan suspensi adalah (sesuai dengan namanya), yaitu
tercampur atau tersuspensi dengan partikel air. Sifat suspensi dengan demikian akan
mempengaruhi besarnya transpor sedimen, yang dalam hal ini merupakan fungsi dari
kecepatan jatuh butir sedimen tersuspensi dan kecepatan geser kritik yang ditimbulkan
oleh aliran tersebut. Sifat atau tingkatan suspensi seperti dideskripsi oleh Liu dinyatakan
dengan angka mobilitas Liu atau Liu mobility Number, yang merupakan nilai banding
antara kecepatan geser kritik yang ditimbulkan oleh aliran (U*) dengan kecepatan jatuh
butiran (W). Untuk nilai angka mobilitas Liu (U*/W) lebih besar 5 diindikasikan gerakan
sedimen adalah dalam suspensi. Prisip dasar pemahaman apakah suatu sungai berada
pada fase erosi, seimbang, ataukah pengendapan, adalah didasarkan pada besarnya
transpor sedimen pada beberapa ruas atau penggal sungai. Dalam suatu ruas sungai, akan
tercapai kondisi seimbang (stabil) apabila jumlah sedimen yang masuk ke dalam ruas
tersebut (T1) sama dengan jumlah sedimen yang terangkut keluar dari ruas tersebut (T2).
Sebaliknya apabila T1 lebih besar daripada T2, yang terjadi adalah pengendapan,
sedangkan apabila T1 lebih kecil daripada T2 maka yang terjadi adalah erosi. Beberapa
rumus transpor sedimen yang dianggap pioneer dari rumus-rumus transpor sedimen yang
ada sekarang antara lain adalah: Du Bois (1897), Meyer-Peter & Muller (1934), Shield
(1937), Eisntein (1950), dan Frijlink (1952). Sebagai contoh, persamaan yang dihasilkan
oleh Einstein untuk menyatakan besarnya transpor sedimen pada suatu ruas sungai
disajikan dalam bentuk grafik non-dimensional Ψ ∗ - φ ∗, di mana dengan menghitung
besarnya parameter Ψ ∗ , selanjutnya akan dapat dihitung besarnya φ ∗. (lihat Gambar
1.12), ditulis ke dalam hubungan Persamaan 1.12. seperti berikut.
dengan:
Ψ∗ = parameter intensitas aliran
∆ = apparent relative density = (ρ s - ρ w)/ρ w
ρ w = rapat massa air (kg/m3)
ρ s = rapat masa sedimen (kg/m3)
µ = ripple factor = (C/Cd90)1,5
C = koefisien Chezy
Cd90 = koefisien Chezy pada kondisi kekasaran dasar d90
R = radius hidraulik
S = kemiringan garis energi
d35 = diameter ukuran butir, mm
φ ∗ = parameter intensitas angkutan dasar, diperoleh dari diagram pada Gambar 1.12,
setelah nilai Ψ ∗ diperoleh
Tb = angkutan sedimen sungai per satuan lebar per satuan waktu (N/m.detik).
Transpor sedimen selama satu tahun dapat dihitung dengan terlebih dahulu
menyipakan kurva massa debit (flow duration curve) serta kurva liku ukur sedimen
(sediment rating curve). Kurva massa debit dibuat dari kurva debit dalam semala satu
tahun, yang telah diurutkan dari besar ke kecil. Kurva liku ukur sedimen diperoleh dari
hubungan antara debit (Q, m3/detik) dengan transpor sedimen yang dihitung (Tb,
Newton/M.detik), misal dengan metode Einstein seperti diuraikan di atas. Selanjutnya
kurva massa debit yang dihasilkan dihubungkan dengan kurva liku ukur sedimen pada
nilai yang sesuai. Hasil hitungan transpor sedimen yang diperoleh dari plotting kurva
liku ukur sediment selanjutnya ditransformasikan kembali ke kurva massa debit. Luas
areal di bawah kurva yang baru selanjutnya akan merupakan jumlah angkutan sedimen
selama setahun (lihat skema langkah hitungan pada Gambar 1.13). Nilai-nilai angkutan
suspensi dan was load dapat dipertimbangkan, baik secara empiris ataupun analitis
kedalam hasil terakhir.
4. Debit dominan
Dalam waktu satu tahun dapat terjadi aliran dengan debit yang bervariasi,
sehingga pola transpor sedimen dari hari ke hari juga sangat bervarisi, tergantung pada
debit aliran yang terjadi. Pada umumnya debit yang relatif besar hanya berlangsung
beberapa saat saja, misalnya beberapa hari dalam musim hujan. Sebaliknya, rentang
debit yang paling sering terjadi dalam satu tahun umumnya juga tidak berada pada debit
terkecil atau terbesar. Pengertian debit dominan dapat diartikan suatu debit di mana
dalam waktu satu tahun akan menyebabkan jumlah transpor terbesar. Informasi besarnya
aliran tersebut dapat juga diujudkan dalam informasi besarnya kedalaman aliran. Besaran
debit dominan terutama digunakan perancangan bangunan sungai yang banyak berkaitan
dengan fenomena gerusan atau scouring di sekitar bangunan tersebut, misalnya bangunan
groundsill, krib pengarah arus, dlsb. Dengan kriteria dasar ini diharapkan suatu
bangunan sungai akan berada pada suatu kondisi aman, baik pada fenomena aliran
puncak maupun fenomena aliran rendah. Namun demikian perlu diperhatikan fenomena
campur tangan manusia yang mungkin menyebabkan semua analisis di atas terpengaruh
atau menjadi kurang ideal. Fenomena campur tangan manusia tersebut misalnya adanya
interupsi terhadap alur sungai, baik untuk usaha pemanfaatan air sungai ataupun sedimen
sungai, termasuk kegiatan penambangan kegiatan penambangan pasir. Berikut disajikan
tatacara penetapan desarnya debit dominan sungai (lihat skema pada Gambar 1.14).
(1). Dari data debit harian sepanjang satu tahun, buat kurva hubungan antara kedalaman
(h) dan lama terjadinya (∆ t=hari). Dari kurva tersebut dapat dilihat kedalaman
tersering selama setahun (the most frequent depth).
(2). Plotkan atau gambarkan hubungan antara setiap kedalaman aliran (h) dengan
besarnya transpor sedimen (Tb = Newton/m.detik), dari hasil analisis transpor
sedimen sungai.
(3). Buat kurva yang merupakan hubungan antara kedalaman aliran (h) dengan hasil
jumlah transpor sedimen T(Newton/m), yang merupakan perkalian antara lama
terjadinya kedalaman aliran (∆ t) dengan besarnya transpor sedimen yang sesuai
(Tb).