You are on page 1of 8

KUMPULAN ESSAY DISKUSI FILOSOFIS

“ANTARA HAK DAN PENYIMPANGAN


AHMADIYAH”
Depok, 14 April 2011

Disusun Oleh :
AHMAD FANANI ROSYIDI

FITRAH SUBARKAH

TAUFIQ RAHMAT

Pres
ented by:
Fakta yang terjadi dilapangan menunjukkan bahwa sumber kekerasan
terhadap Ahmadiyah ada hubungkaitnya dengan Fatwa MUI yang menyatakan
Kekerasan Ahmadiyah, HAM dan Pluralisme
bahwa Ahmadiyah itu dianggap sesat. Sesat pikir ini yang membuat rakyat

Ahmad Fanani Rosyidi, Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UIN Jakarta Indonesia mayoritas muslim notabene merupakan orang-orang awam memakan
bulat-bulat fatwa MUI tersebut. Tidak heran jika masyarakat awam Muslim
tersebut bertindak anarkis mendiskreditkan kaum Ahmadiyah dengan
rekomendasi dari Fatwa MUI. Fenomena kekerasan terhadap Ahmadiyah itu
Konsep kemanusiaan menjadi semakin komprehensif, seiring dengan
sendiri tidak saja terjadi pada akhir tahun ini saja, akan tetapi sebelumnya
kebutuhan manusia yang semakin kompleks pula. Semenjak manusia terlahir di
memang sering terjadi kekerasan ditahun 70an, baru MUI ketika pada masa Buya
dunia, maka pada waktu itu fitrah manusia ada, yakni hak-hak dasariah yang
Hamka kekerasan itu dapat diminimalisr.
dimiliki manusia sejak lahir. Namun, ketika dibenturkan pada sifat dasar manusia
dalam pemenuhan hak-hak manusia sebagai yang saling berbeda baik watak, ”Dulu ada perdebatan soal keberadaan kami, tapi tidak pernah ada
keinginan, dan kepentingan membuat terkadang dapat menimbulkan konflik ekspektasi, tidak ada bakar mesjidnya, lakumdinukum waliyadi. Baru akhir-akhir
destruktif jika tak terakomodir. Karena perbedaan manusia itu pada dasarnya ini tahun 2004, kekerasan semakin meningkat dan selalu kami yang jadi korban.”
merupakan konflik yang memiliki sifat positif dan negatif. Konflik bisa pada Ungkap Amir Ahmadiyah (gelar pemimpin Ahmadiyah Indonesia)
posisi negatif jika konflik itu tidak termenej dengan baik dan ketika dibiarkan
mengambang maka dapat menimbulkan konflik yang berujung kekerasan. Disatu sisi keluarnya SKB 3 Menteri membuat semakin keruh situasi

Fenomena konflik kekerasan itu dapat kita lihat dari persoalan Konflik kekerasan keamanan bagi Ahmadiyah. SKB Sangat minim sosialisasi. Karena bagi orang

yang menimpa Ahmadiyah. Dalam konteks bernegara, melihat pada asumsi diatas. awam dan kaum Ahmadiyah itu sendiri, SKB diartikan sebagai keputusan

Pemerintahan Indonesia, sebagai pemangku kewajiban pada pemenuhan hak-hak Pembubaran terhadap Ahmadiyah, padahal bukan itu substansi yang diinginkan.

warga negara, disinyalir melakukan pembiaran dan bahkan memanfaatkan isu Tapi lebih kepada pelarangan Ahmadiyah untuk mendakwakan ajarannya.

tersebut untuk kepentingan politik.


Yang diinginkan Ahmadiyah sebenarnya hanya ingin menjalankan
keyakinan ajaran mereka. Ahmadiyah tidak setuju bila keluar dari agama islam
dan menjadikan Ahmadiyah sebagai sebuah agama baru, seperti yang dituntut
Sebuah Persoalan oleh MUI dan orang awam muslim. Karena Islam Ahmadiyah secara Syariat sama
dengan Muslim yang lain, bersandar pad Al-Quran dan Hadist yang diturunkan
lewat Nabi Muhammad Ahmadiyah, bahkan syahadat mereka sama. Ini adalah Meskipun begitu konteks pelanggaran HAM terhadap Ahmadiyah masih
soal keyakinan, untuk itu bagi mereka merupakan harga mati untuk keyakinan dalam perdebatan oleh beberapa elemen masyarakat khususnya orang-orang awam
mereka dan penolakan keluar dari agama islam. Fenomena aliran Ahmadiyah jika Muslim mayoritas. Hak kaum Ahmadiyah dalam berkeyakinan dianggap telah
dilihat secara kasamata juga sama saja pada aliran-aliran dalam islam, khususnya memasung Hak mayoritas rakyat Indonesia, karena dianggap telah meresahkan
di indonesia seperti NU dan Muhammadiyah. Terlepas dari sumber konflik warga dan mengganggu unsur teologis yang telah dipegang kaum Muslim yang
tersebut memang yang harus diperhatikan dan menjadi titik permasalahan adalah telah dijalankan berabad-abad. Akan tetapi sebagai bagian dari rakyat Indonesia,
peran dari negara, Posisi MUI, sikap Orang-orang awam (elemen rakyat), dan Ahmadiyah harus mendapat perlindungan dan haknya sebagai warga negara
sikap Kaum Ahmadiyah sendiri dalam fenomena kekerasan kali ini dan sebagai Indonesia, mendapat hak yang setara seperti layaknya WNI lainnya. Dan pula
persoalan kita bersama yang harus kita selesaikan secara kekeluargaan dan posisi sebagai kaum minoritas harus dipenuhi hak-haknya.
bijaksana.
Akan tetapi norma HAM diatas tidak akan ada artinya bila dalam soal
penghayatan soal HAM tidak diiringi dengan aplikasi praksis. Khususnya oleh
orang-orang awam yang memakan bulat-bulat soal fatwa penyesatan dan
HAM dan Pluralisme: Dapatkah menjadi Jawaban?
pembubaran Ahmadiyah oleh MUI. Aplikasi praksis ini masuk dalam ranah

HAM dan Pluralisme bagi penulis ibarat dua mata koin yang tidak bisa pluralisme, walaupun ada sebuah perbedaan keyakinan dalam nilai kebenaran ini

terpisahkan, HAM berposisi sebagai sebuah norma dan standard, sedangkan tidak etis bila diiringi oleh tindakan kekerasan, pembunuhan, dan penyiksaan.

Pluralisme masuk dalam tataran aplikasi praksis dari pemahaman soal HAM.
Dalam pluralisme yang dicari adalah kalimatussawa, mencari titik temu
Konteks kekerasan terhadap Ahmadiyah menimbulkan pertanyaan terhadap
didalam sebuah perbedaan berkeyakinan dan kemajemukan. Bukan seperti
sebuah negara, karena melakukan pembiaran terhadap tindak kekerasan yang
pendefinisian MUI soal Pluralisme adalah relativitas kebenaran agama-agama dan
berujung pembunuhan. Ini termasuk dalam pelanggaran HAM yang subjek adalah
membenarkan semua agama, yang berujung fatwa haram terhadap Pluralisme.
negara, Indonesia. Ahmadiyah terhitung mengalami beberapa bentuk pelanggaran
Bukan itu! Tapi dalam keyakinan kebenaran masing-masing agama tetap ada,
HAM seperti tindak diskriminasi, pembatasan Hak minoritas, hak berkeyakinan
hingga dalam praktek, interaksi sosial, dialog dan komunikasi harus terus dijalin
dan beragama dalam varian. Ini sesuai dengan instrumen yang telah diratifikasi
untuk memelihara kerukunan beragama dan berkeyakinan. Katakanlah, “Hai
oleh UU Nasional tentang HAM. Dan negara wajib memenuhi hak-hak rakyat,
Ahlul Kitab, marilah kita berpegang pada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak
dalam peran pemangku kewajiban.
ada perselisihan di antara kami dan kalian, yakni bahwa kita tidak menyembah
kecuali Allah dan kita tidak mempersekutukan Dia dengan apa pun; tidak pula
sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” (QS
Ali Imran [3]: 64).

Islam sendiri sesungguhnya sangat membenci cara kekerasan, seperti


Ahmadiyah Bukan Sekte dalam Islam
pembunuhan dan diskrimasi terhadap Ahmadiyah walau dianggap kafir sekalipun,
Fitrah Subarkah, Mahasiswa Sastra Arab UI
kodrat manusia tidak boleh dibunuh, karena membunuh seseorang sama saja kita
membunuh seluruh umat manusia. “Barang siapa membunuh seorang manusia
bukan karena orang itu membunuh orang lain (bukan karena qishash), atau
Identitas individu atau kelompok menjadi sangat penting di era
bukan karena membuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia membunuh
globalisasi seperti sekarang ini karena hal itu yang mempengaruhi posisi dalam
manusia seluruhnya; dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia,
sebuah interaksi sosial, apakah seseorang itu minoritas, mayoritas, pejabat,
maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya” (Q.S. al-
penjahat, kaya, miskin ataupun kondisi lain yang ada dalam sebuah masyarakat.
Maidah 5: 32). Ajaran Islam bagi penulis yang juga seorang muslim adalah agama
Semua posisi yang mencirikan peran-peran tersebut pada akhirnya mendatangkan
yang indah, damai dan terahmati untuk seluruh umat manusia. Dan Meski konsep
hasrat akan sebuah pengakuan sosial antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut
pluralisme dan HAM masih dalam perdebatan, tidak kemudian menghalalkan
sangat tampak pada sebuah negara demokrasi dimana mayoritas akan selalu
kekerasan sebagai jawaban!. Salam Ahimsa!
mendominasi daripada minoritas yang berujung pada hasrat untuk mendapatkan
pengakuan demi memperkuat eksistensinya dibanding dengan yang lain, padahal
kedudukan setiap umat manusia seharusnya sama selama tiap-tipa individu bisa
menjaga kerharmonisan dalam perbedaan yang umum terjadi1. Begitu juga dengan
kondisi Islam di indonesia sejak kemerdekaan hingga sekarang banyak terjadi
dinamisasi karena perbedaan yang ada. Sebuah kenyataan yang perlu disikapi
dengan dewasa dan bijak oleh semua elemen masyarakat yang ada di negeri ini,
perbedaan sudah menjadi hal yang lumrah dalam tatanan sosial di Indonesia,
khususnya perkembangan agama Islam di Indonesia yang mengalami banyak
perkembangan setelah tahun 1998.

1
Amartya Sen, Kekerasan dan Ilusi tentang Identitas (New York: W.W. Norton
and Company, 2006), hal. 7-8.
Banyak muncul dan berkembangnya gerakan – gerakan Islam 4. Dalam sholat, anggota Ahmadiyah tidak boleh bermakmum di
transnasional yang membawa pengaruh besar pada perkembangan Islam di belakang imam yang bukan golonganya.
Indonesia. Setelah Indonesia memasuki masa demokrasi, kemunculan gerakan,
Secara ringkas Ahmadiyah memiliki Rasul, kitab suci, dan tempat ibadah
ajaran, dan manhaj Islam yang berasal dari luar Indonesia berkembang sangat
Haji yang jelas berbeda dengan Islam, mengutip salah satu firman “Tuhan” yang
pesat. Seiring Berkembangnya Islam transnasional di Indonesia beriringan pula
diterima oleh Rasul Ahmadiyah yang terdapat dalam kitab tadzkirah yang artinya,
berkembangnya gerakan – gerakan Islam yang dianggap sesat dan tidak sesuai
“Dialah Tuhan yang mengutus Rasulnya “Mirza Ghulam Ahmad” dengan
dengan keaslian Islam itu sendiri. Salah satu ajaran yang menyimpang dari agama
membawa petunjuk dan agama yang benar agar dia memenangkanya atas segala
Islam adalah ajaran Ahmadiyah, ajaran yang masuk ke Indonesia pada tahun
agama-agama semuanya. (Tadzkirah, hlm. 621). Firman ini menunjukan bahwa
1935. Ahmadiyah dianggap sesat karena memiliki pokok – pokok ajaran yang
Ahmadiyah bukan suatu aliran dalam Islam, ayat ini menyatakan bahwa
berbeda dengan ajaran Islam, untuk memahami perbedaan antara ajaran Islam dan
Ahmadiyah harus dimenangkan terhadap semua agama termasuk Islam. Dalam
ajaran Ahmadiyah Hartono Ahmad Jaiz dalam bukunya Aliran dan Paham Sesat
Islam Rasulullah Muhammad Saw. merupakan nabi terkahir dan tidak pernah ada
di Indonesia (2002:57) mengatakan beberapa pokok –pokok ajaran Ahmadiyah
nabi lagi setelahnya, ini dapat ditunjukan dari, Hadis Anas bin Malik ra. bahwa
yang berbeda dengan ajaran Islam yaitu :
Muhammad Saw. bersabda, “Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah
1. Mirza ghulam Ahmad adalah Nabi dan Rasul utusan Tuhan, dia terputus, maka tidak ada Rasul setelahku dan tidak pula nabi.” (HR. at-Tirmidzi
mengaku dirinya menerima wahyu yang turunya di India, kemudian no. 2272, Ahmad, 3/267, Al-Hakim dalam al-Mustadrak. Disahihkan oleh al-
wahyu itu dikumpulkan untuk dijadikan kitab suci yang diberi nama Albani rahimahullahu dalam Sahih at-Tirmidzi)
Tadzkirah.
Perbedaan – perbedaan ini yang menjadi pemicu terjadinya keresahan
2. Mereka mempunyai tempat suci tersendiri yaitu Qadiyan dan bahkan kericuhan belakangan ini antara umat Islam dan Ahmadiyah, terkahir
Rabwah (salah satu nama kota di India), tempat ini mereka gunakan terjadi pada tragedi Cikeusik, Pandeglang, Banten yang memakan korban hingga
untuk melaksanakan ibadah Haji. tewas, sudah cukup banyak tragedi tentang keributan dengan tema Ahmadiyah
yang bisa dijadikan pelajaran. Ketidakstabilan ini seharusnya menjadi masalah
3. Ada surga tersendiri yang letaknya di Qadiyan dan Rabwah,
bersama umat manusia untuk dicarikan penyelesaianya, tidak hanya dibebankan
sertifikat tanah (kavling surga) tersebut dijual dengan harga yang
kepada umat Islam, apalagi ke Ahmadiyah itu sendiri. Pemerintah seharusnya
tinggi kepada jama’ahnya.
memiliki sikap tegas terhadap permasalahan ini, walau mungkin beberapa upaya
sudah dilakukan dan memberikan hasil yang kurang signifikan. Konsep demokrasi
sudah sepatutnya dijalankan oleh pemerintah untuk menangani masalah ini, terjadi pergesekan antara Islam dan Ahmadiyah karena ajaran Ahmadiyah
sebagaimana seharusnya hegemoni mayoritas lebih didahulukan dan diutamakan menyentuh hal yang paling mendasar yaitu akidah dalam Islam. Terjadinya
dalam konsep demokrasi agar Ahmadiyah tidak menjadi tirani minoritas di dalam keributan selama ini tidak semata-mata karena faktor radikalisme dari umat Islam
tubuh bangsa ini. Kebebasan bukan berarti bebas tanpa aturan, aturan-aturan inilah saja tetapi juga ada faktor provokatif dan tentunya faktor lambanya aparat
yang seharusnya menjadi ranah pemerintah untuk mengatur sebatas mana pemerintah dalam menangani hal ini.
kebebasan yang bisa dijalankan di negeri ini, walaupun ada beberapa peraturan
Dalam islam untuk menyikapi permasalahan ini tidak perlu sampai
yang mengatur tentang kebebasan beragama, tetap saja peraturan seperti tidak ada menggunakan cara kekerasan, ada dua landasan yang dalam Islam untuk
pengaruhnya dalam mengatur tatanan sosial masyarakat di Negri ini, seperti mengajak Ahmadiyah keajaran Islam yang benar dengan cara yang baik,
misalnya, Undang – Undang No. 5 Th. 1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap
dan/atau Penodaan Agama menyebutkan; mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-
Pasal 1 Nya.” (Q.S. Al-Imran: 159)

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceriterakan, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-
Nahl : 125)
keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu:
penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu. Secara sederhana umat Islam hanya tidak ingin ajaran – ajaran pokok
Islam diganggu dengan adanya ajaran baru yang berani merubah bahkan membuat
hal baru yang mendasar dalam ajaran Islam, ahmadiyah dianggap telah
menyimpang terlalu jauh dan tidak sama dengan Islam. Adapun kekerasan yang
Dalam hal ini keberadaan Ahmadiyah sangat menganggu umat Islam
terjadi terhadap Ahmadiyah merupakan akibat dari psikologi masa dan pandangan
karena terdapat perbedaan yang mendasar antara ajaran Islam dan Ahmadiyah,
umum yang tidak dapat dibendung, ketidaktegasan aparat pemerintah, dan itu
dalam Islam ketika berbicara Tuhan, Rasul, dan Kitab Suci semua ini adalah hal
semua merupakan konsekuensi logis dari sebuah negara demokrasi yang
yang sangat mendasar, ini menyangkut tentang akidah yang tidak bisa diubah atau
menjunjung tinggi suara mayoritas.
diganti posisinya dengan apapun. Maka dari itu, menjadi hal yang wajar ketika
Kebebasan Individu dalam Beragama, juga Negara dalam Menjaga Tatanan kajian filsafat, pemikiran tentang Tuhan disebut teologi, dimana dalam teologi
Kehidupan Beragama para filsuf mempunyai analisis tersendiri untuk sampai pada kesimpulan tentang
keberadaan Tuhan.
Taufiq Rahmat, Mahasiswa Filsafat UI
Dalam mencapai kesimpulan tentang keberadaan Tuhan, tidak semua
manusia mendapat petunjuk langsung dari Tuhan. Nabi dan Rasul merupakan
Dalam kajian filsafat, manusia individu sering dikatakan sebagai
manusia istimewa yang atas izin Tuhan, mampu berdialog dengan Tuhan
makhluk homo religius, dimana setiap manusia individu –dalam lubuk terdalam
(sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci agama). Tetapi ada yang mencapai
hatinya− cenderung mengakui adanya realitas tertinggi yang mempunyai kekuatan
pemikiran tentang Tuhan hanya berdasarkan perenungan-perenungan semata. Baik
adialamiah, yang jika bersandar dan berpaku harap pada-Nya akan dapat
dari golongan Nabi dan Rosul maupun dari golongan manusia perenung tentang
memberikan ketenangan jiwa dan kedamaian. Pengakuan terhadap realitas
eksistensi Tuhan, sama-sama melahirkan pemikiran tersendiri tentang cara
tertinggi itu bukannya tanpa alasan. Manusia individu seringkali menemukan
memahami Tuhan (juga memahami perintah dan larangan-Nya) yang biasa
kebuntuan-kebuntuan dalam menjawab atau menyelesaikan pertanyaan dan
disebut sebagai agama, ataupun kepercayaan. Manusia yang sudah percaya dan
persoalan mereka terhadap berbagai fenomena alam, dimana rasio dan ilmu
yakin tentang keberadaan Tuhan cenderung berkelompok dan menyamakan
pengetahuan yang mereka miliki tidak bisa mengatasinya. Dari hal tersebut,
persepsi mereka terhadap Tuhan yang mereka yakini. Proses penyamaan persepsi
manusia individu mulai merenung, mempertanyakan dan mencari-cari apa yang
inilah yang lazimnya disebut penyebaran agama atau kepercayaan (baca: dakwah).
ada di balik fenomena alam ini. Dari perenungan tersebut mulai timbullah
penafsiran-penafsiran tersendiri terhadap eksistensi realitas tertinggi itu. Dalam perspektif sosial kenegaraan di Indonesia, sebagaimana
tercantum dalam pedoman dasar kerukunan hidup beragama yang terbitkan oleh
Penafsiran terhadap realitas tertinggi oleh manusia individu yang
Departemen Agama Republik Indonesia, setiap warga negara dinyatakan berhak
berakumulasi di dalam masyarakat, ternyata menjadi fenomena sosial yang luar
memilih agama dan kepercayaan masing-masing. Kalimat ini juga tersirat dalam
biasa besar pengaruhnya terhadap kehidupan. Dari penafsiran-penafsiran itu,
Undang-Undang Dasar dan Pancasila. Akan tetapi, implikasi dari jaminan
secara akumulatif muncul aliran-aliran religius sebagai puncak penyimpulan
kebebasan warga negara ini adalah terjadinya suatu kondisi dimana antar umat
interpretasi mereka terhadap realitas tertinggi. Menariknya, aliran-aliran religius
beragama dapat hidup berdampingan tanpa konflik yang merugikan. Tentu saja
ini selalu punya dasar tersendiri yang memperkuat eksistensinya. Pencarian dan
tidak mudah untuk merealisasikan hal ini. Masalah kehidupan beragama dan
penafsiran manusia terhadap realitas tertinggi –secara sederhana− dapat kita
berkepercayaan di dalam masyarakat kita adalah masalah yang sangat sensitif,
pahami sebagai cara manusia untuk sampai pada pemikiran tentang Tuhan. Dalam
lebih sensitif dibandingkan dengan masalah sosial budaya lainya, sebab, apabila
terjadi suatu masalah sosial, maka akan semakin ruwetlah permasalahan itu jika penyelenggara negara lazimnya mampu menjadi mediator dalam menangani
menyentuh sendi-sendi keagamaan. berbagai persoalan keagamaan. Juga masayarakat umum hendaknya dapat mampu
bersikap lebih dewasa dalam memandang perbedaan interpretasi atas ajaran
Jiwa keagamaan seseorang pada umumnya tidaklah lahir dari kesadaran
agama, dan mampu bertoleransi terhadap agama lain diluar kepercayaan
objektif atas dasar pilihan dalam arti polos dan murni. Sehingga, kebebasan
agamanya.
beragama yang ada dalam masyarakat kita seakan-akan hanyalah sekedar lukisan,
bahwa keimanan seseorang terhadap suatu agama bukan sepenuhnya merupakan
kebebasan memilih, dalam arti bebas mempertimbangkan secara masak-masak
-o0o-
kebenaran agama melalui pencarian lewat media rasio akal budi dan pengalaman
empiris. Kebebasan agama bukan sepenuhnya persoalan rasio semata, bukan pula
persoalan akademis, dimana orang dapat berpikir netral, lugas, objektif dalam
mendekati, membahas dan mengambil kesimpulan secara ilmiah, yang kemudian
atas kesimpulan itu orang lalu menentukan pilihan agamanya. Hal inilah yang
menjadi sebab paling mendasar, bahwa dalam membicarakan masalah agama
orang selalu terlibat dan berpihak, sehingga tidak dapat sepenuhnya rasional dan
objektif.

Konflik yang muncul dewasa ini (baik konflik antar umat beragama;
antar umat dalam agama; antara agama dengan kepercayaan; dan antara
kepercayaan dan kepercayaan) seringkali disebabkan oleh oknum tertentu dengan
kepentingan politis tertentu. Konflik yang muncul sudah bukan konflik murni
masalah pesan-pesan universal agama yang gagal tersampaikan, namun cenderung
mengarah pada masalah kepentingan, interpretasi, dan cara pandang organisasi
agama terhadap ajaran agama yang saling berbeda.

Dalam menghadapi tantangan realitas tentang maraknya konflik


keagamaan, peran aktif pemerintah sangat dibutuhkan. Mereka sebagai

You might also like