You are on page 1of 7

Suatu saat ku termenung sendiri, disebuah tempat yang hampa dan suyi, ku

teringat akan kegiatan-kegiatan di sekolah bersama teman-temanku. Teman-

temanku semuanya anak orang kaya, sedangkan aku hanya anak orang miskin.

Mereka semua menggunakan seragam sepatu dan semua peralatan sekolah yang

bagus-bagus tetapi aku tidak. Tapi aku sadar aku hanya seorang anak miskin. Pada

suatu hari aku ingin sekali membeli sepatu, karena sepatuku sudah robek-robek,

dan mungkin menurut temanku sudah tidak layak dipakai.

Suatu hari aku ingin menemui ibuku, ibuku sedang mengerjakan pekerjaan

sehari-harinya yaitu mencuci baju, piring dan lain sebagainya. Namun aku tidak

berani untuk mengungkapkan keinginanku ini, di lain sisi aku kasihan kepada ibuku,

karena ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga yang tidak berkerja, namun aku

ingin sekali mengungkapkan keinginanku ini. Aku termenung sendiri memikirkan

keinginanku ini tanpa ada orang pun yang mengetahui. Ketiak ibu sudah selesai

mengerjakan pekerjaannya, tiba-tiba ibu mendekati aku dan menyapaku dengan

suaranya yang lebut.

“Nak, kenapa kamu ?” ibu menegur ku dengan suaranya.

“Ah… ibu mengagetkan ku saja !” jawab dengan terheran.

Namun aku tidak menceritakan keinginan ku itu. Setelah itu ibu pergi kewarung

untuk membeli sayuran dan untuk dimasaknya. Aku ingin mengatakan keinginanku,

tapi saat ini mungkin belum saatnya untuk mengatakannya, karena ku lihat ibu,

kesana kesini selalu di kejar-kejar hutang.

Waktu itu aku berniat untuk mengatakan keinginanku ku ini, ketika kami sedang

berkumpul diruang tamu, dan waktu itulah akhirnya aku mengatakan keinginanku

ini

“Bu ?” kataku memanggil ibuku.


“Ada apa nak ?” jawab ibuku.

“Bu, aku ingin sekali seperti teman-temanku !” jawab ku

“Bu, aku ingin sekali membeli sepatu baru, bu itu juga kalau ibu punya uang !”

“Iya nak, entar kalau ibu punya uang. Ibu pasti akan membelikan sepatu

untukmu !” jawab ibu.

Namun aku tidak marah pada ibu, karena aku tahu ibu memang tidak punya uang.

Sekarang ini, untuk makan sehari-haru pun susah.

Senja pun mulai terlihat. Langit yang biru berubah jadi warna kemerah-

merahan. Teriknya sang raja siang pun mulai menghilang dan mungkin kembali ke

peraduannya. Aku terlelap sendiri diruang yang selama ini menjadi tempat tidur

dan istirahatku. Aku bermimpi dan malam mimpiku aku dan kakeku pergi berjalan-

jalan untuk membeli sepatu. Kakek ku telah meninggalkanku selama 5 tahun akhir

ini. Namun karena aku sangat terlelap dalam tidurku, tak disangka malampun mulai

pergi meninggalkan. Ayam jago berkokok, tanda pagi telah datang. Aku terbangun

untuk memulai aktifitasku, aktifitasku ku mulai dari mengerjakan sholat subuh,

yang merupakan rutinitasku sehari-hari, mandi, setelah mandi apabila ada waktu

luang, aku membantu ibuku mengerjakan pekerjaannya. Raja siang pun telah

tinggi, waktunya aku berangkat pergi ke sekolah, sesampai disekolah tepat pukul

06.40, sedangkan jam masuk sekolah pukul 07.00 pas. Aku memulai perjalananku

dengan senang, namun pada waktu itu juga aku melihat teman-temanku, mereka

begitu rapih, menggunakan seragam dan sepatu yang bagus-bagus.

****

Setelah lonceng akhir pelajaran berbunyi, yaitu tepat pukul 13.45 itu tanda

pelajaran sekolah selesai, dan aku pun bergegas untuk kembali pulang. Sesampai

dirumah aku langsung mengerjakan sholat dzuhur, yang merupakan rutinitasku

sehari-hari. Dalam ruang yang agak setengah sepi, aku kembali merenungkan
keinginanku ini “Aku ingin membeli sepatu” namun dilain kenyataannya aku

teringat akan keadaan ibuku sekarang ini. Suatu saat ibu mendekati aku, ibu

berbicara denganku, dan membicarakan keinginan ku ini. Ibu akan membelikan ku

sepatu apabila ibu sudah punya uang.

“Saya mengerti, Bu !” jawab ku. Aku akan tunggu sampai ibu punya uang untuk

membelikan ku sepatu.

Ibu bergegas pergi sekarang ini, ibu selain sebagai ibu rumah tangga. Ibu pun

bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah tangga sebelah rumahku. Aku

sangat kasihan kepada ibu, karena tidak ada seorang pun yang membantu dirinya.

Setelah beberapa hari terlewati, tiba-tiba ibu mendekati ku, dalam hatiku

berkata : “Apa mungkin, ibu sudah punya uang untuk membelikan sepatu, apa

mungkin yach ?”.

Ibu ada sedikit uang lebih.

Dalam hatiku berkata :”Asyik, ibu sudah punya uang. Asyik !”

Pagi hari pun berganti siang, aku bersama ibuku pergi ke pasar untuk

membeli sepatu yang ku inginkan.

Di perjalanan ibu berkata :

“Kamu ingin sepatu yang seperti apa ?”

“Yang seperti apa aja la, Bu yang penting pantas buatku dan harganya tidak

mahal”. Jawab ku.

Di perjalanan sebelum sampai ke jalan raya, aku dan ibuku berbincang-bincang

kira-kira 1 km untuk mencapai jalan raya. Sesampai di jalan raya aku dan ibuku

menunggu alat transportasi yang di gunakan oleh setiap orang untuk menuju ke

pasar. Aku dan ibuku dihalte, yaitu tempat menunggu Bis. Tak lama kemudian Bis

yang akan aku naiki datang dari arah selatan, kami menaiki Bis jurusan

Pangandaran - Banjar di dalam Bis kulihat banyak sekali orang-orang yang

menaiki. Mulai dari ibu-ibu yang akan kepasar. Bapak-bapak dan suara-suara

merdu para pengamen. Aku dan ibu duduk di samping, barisan ketiga. Mesin bis
pun terus meraung-raung bagaikan suara singa sang raja hutan, tiba-tiba sang

sopir mengerem mendadak, tanda ada penumpang yang menaikinya, sering kali

juga seperti itu. Tak lama kemudian aku dan ibu sampai ketempat tujuan, kami

berjalan ke toko sepatu langganan kami selama ini. Ketika telah sampai aku

langsung melihat sepatu, sepatu sangat bagus-bagus sekali ada yang berwarna

hitam, putih, merah dan lain sebagainya. Aku langsung memilah-milih sepatu yang

akan aku beli, dan pilihanku jatuh pada sepatu yang berwarna hitam dan ada corak

warna putihnya di depan bagian sepatu itu, dan ada tawar-menawar antara ibu dan

tukang sepatu.

“Bang, yang ini sepatunnya brapa ?” tanya ibu sambil memegang sepatu yang aku

pilih.

“Oh … kalau sepatu yang ini harganya Rp. 85.000 saja !” jawab tukang sepatu.

“Apa gak bisa dikurangi, Bang ?” kata ibu

“Bisa… bisa maunya berapa, Bu ?” jawab tukang sepatu itu, dengan logat

medannya.

“Kalo bisa sih Rp. 70.000 saja bang !” kata ibu. Pada saat itu terjadi tawar-

menawar dan transaksi. Setelah ibu dan tukang sepatu itu, membungkus kembali

sepatu yang ku beli.

“Terima kasih, ya Bang !” kata ibu, sambil menyodorkan uang

“Sama-sama Bu, laris manis, laris manis !” kata tukang sepatu.

Setelah itu aku dan ibu mampir ketukang sayur untuk membeli sayuran dan saat

itu pula terjadi teran saksi antara ibu dan tukang sayur tersebut.

Hari pun semakin siang, panas terik matahari sesering kali membuat

keringatku bercucuran. Aku dan ibu berjalan menuju terminal untuk pulang,

Setelah penumpang dalam angkot penuh, sang sopir pun mengemudian mobilnya.

Aku dan ibu duduk disamping pintu, supaya lebih mudah untuk turunnya, namun

ketika cuaca yang sangat panas didalam angkot tiba-tiba seorang laki-laki yang

memakai pakaian serba hitam, bermuka sangar. Laki-laki itu duduk disamping ibu.
Aku merasa khawatir kalau-kalau orang ini orang jahat, dia selalu memandangi

keranjang ibu, yang didalamnya terdapat dompet ibu. Namun tidak lama kemudian

seorang laki-laki itu menghentikan angkot yang aku naiki dan dia berhenti

diperempatan jalan. Aku sangat senang dan tak khawatir lagi, karena laki-laki itu

telah turun. Namun lihat kenyataannya pada waktu itu ibu akan ngambil

dompetnya, berniat untuk membayar angkot, tapi dompet ibu sudah tidak ada lagi

di keranjangnya, ibu terus mencari dompet, dan aku membantu mencari dompet

itu.

“Ibu … ibu apakah lihat dompet ku yang ada di keranjang ku ini ?” Tanya ibu

dengan hati yang gelisah.

“Tidak tahu Bu, emangnya kenapa ?” jawab salah seorang ibu yang ikut naik

diangkot yang aku tumpangi.

“Dompet saya hilang !!!” jawab ibu. Dan salah satu penumpang ada yang

mengatakan.

“Tadi saya curiga sekali, dengan orang yang duduk di samping ibu tadi ?” jawab

seorang laki-laki tanpa pirkir panjang ibu langsung menyuruh angkot itu mundur

ke perempatan tadi. Di tempat di mana laki-laki itu berhenti.

“Bang-bang mundur bang ke perempatan tadi ?” kata ibu sambil gelisah.

“Ada apa bu … ada apa bu ?” jawab supir angkot itu

“Dompet saya hilang bang ?” jawab ibu.

Ketika anggkot sudah mundur ke perbatasan itu, ibu melihat laki-laki tadi

itu, yang duduk disamping ibu tadi. Tanpa berpikir panjang ibu berlari mengejar

seseorang laki-laki itu, tapi tak disengaja ibu menginjak botol bekas air mineral,

dan laki-laki itu menengok kearah belakang, dengan repleknya laki-laki itu berlari

terpingkal-pingkal. Mungkin karena laki-laki itu sudah tahu banwa ibu korban

pencopetannya. Pada saat itu aku dan ibu mengejar pencopet itu, aku dan ibu

membuat strategi untuk mengangkat pencopet itu, aku dan ibu berpencar, ibu
kearah barat dan aku kearah selatan. Pas dipertigaan kami memergoki pencopet

itu.

“Hey Bung, kenapa anda lari sewaktu saya mendekati anda ?” tanya ibu dengan

suara lentang. Namun pencopet itu tidak mengaku dan mengelak.

“Aku enggak kenapa-kenapa ?” jawab pencopet itu.

“Anda telah mencopet dompetku, mana dompetku ?” kata ibu sambil memegang

kerah jaket pencopet itu, tapi pencopet itu masih mengelak dengan perasaan yang

marah ibu langsung meninju pipi kiri pencopet itu.

“Buuuuuukk !!!”

Pencopet itu mencoba untuk membalas tinjuan ibu tadi, tapi dengan sigap ibu

memuntir tangan pencopet itu.

“Slettttt”

Tangan pencopet itu oleh ibu ditekuk kearah belakang, setelah dengan tindakan

kekerasan akhirnya pencopet itu mengakuinya.

“ Ampun …. Ampun…. Ampun Bu ? ”

Pencopet itu meminta ampun kepada Ibu dengan meringis kesakitan.

“ Ya … Ya… Ya … saya yang salah, saya telah mengambil dompet itu ! jawab

pencopet itu.

Lalu pencopet itu mengembalikan dompet itu, ketika ibu sedang memeriksa

dompetnya, tiba-tiba pencopet itu lari dan isi dalam dompet ibu ternyata sudah

tidak ada, dengan sigap kemudian ibu mengejar kembali pencopet itu dan sedikit

menampilkan tehnik bela dirinya kepada aku.

Dari arah belakang ibu menendang pencopet itu, pencopet itu tersungkur ke

depan.

“ Zraakkk ” pencopet itu tersungkur.

“ Hey, Bung mana uang ku ? ” Tanya ibu dengan perasaan marah.

Dengan perasaan yang takut pencopet itu tanpa berpikir panjang langsung

mengembalikan uang ibu tadi.

Akhirnya ibu berhasil mendapatkan dompetnya.


Setelah itu aku dan ibu kembali ke angkot yang aku tumpangi.

“ ibu hebat sekali ” kata salah seorang penumpang.

Saya bangga sekali mempunyai ibu seperti ibu ku.

You might also like