You are on page 1of 8

ANESTHESI INTRAVENA

By Ryan Saktika Mulyana, Sked

BAB 1
PENDAHULUAN

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat
hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada didalam pembuluh darah vena, obat – obat ini
akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing
–masing dan akhirnya diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.3
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera
sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping
yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak
satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara
tunggal.8
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan pertimbangan yang sangat matang
dari pasien dan faktor pembedahan yang akan dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi
dikatakan lebih aman daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang satu
lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.16
Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan secara langsung ke dalam
aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran sebelum akhirnya anestesi intravena berhasil
ditemukan.
William Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi dietil eter untuk
menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun 1909, Ludwig Burkhardt, melakukan pembiusan dengan
menggunakan kloroform dan ether melalui intravena, tujuh tahun kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss
melaporkan penggunaan morfin dan skopolamin secara intravena. 11
Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi “Gold Standard” dari obat – obat anestesi
lainnya, berbagai jenis obat-obat hipnotik tersedia dalam bentuk intavena, namun obat anestesi intravena yang
ideal belum bisa ditemukan. Penemuan obat – obat ini masih terus berlangsung sampai sekarang.11

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Teknik anestesia merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan obat langsung ke dalam pembuluh
darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik
narkotik. induksi anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan juga
sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.10
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi dan yang digunakan di indonesia
hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton, Diazepam , Degidrobenzperidol, Fentanil, Ketamin dan
Propofol.3 Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh mengenai obat – obat anestesi intravena tersebut

2.1 Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )


Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan lebih dikenal dengan nama
dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.2
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada pasien dewasa dan pasien
anak – anak usia lebih dari 3 tahun.5 Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan
pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat
tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg). 3

2.1.2 Mekanisme kerja


Mekanisme kerjanya sampai saat ini masih kurang diketahui ,tapi diperkirakan efek primernya berlangsung di
reseptor GABA – A (Gamma Amino Butired Acid).4

2.1.3 Farmakokinetik
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein plasma, eliminasi dari obat ini
terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 – 24
jam. Namun dalam kenyataanya di klinis jauh lebih pendek karena propofol didistribusikan secara cepat ke
jaringan tepi. Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi ( rata – rata 30 – 45 detik ) dan kecepatan untuk pulih
juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml. Popofol bersifat hipnotik murni tanpa
disertai efek analgetik ataupun relaksasi otot 5,3,4

2.1.4 Farmakodinamik
Pada sistem saraf pusat
Dosis induksi menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek sedasi,
tanpa disetai efek analgetik, pada pemberian dosis induksi (2mg /kgBB) pemulihan kesadaran berlangsung
cepat 1,3

Pada sistem kardiovaskular


Dapat menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan
peningkatan denyut nadi, pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim.3

Sistem pernafasan
Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa kasus dapat menyebabkan henti
nafas kebanyakan muncul pada pemberian diprivan1,4

2.1.5 Dosis dan penggunaan


a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to effect).
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung penggunaanya dengan
obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang minimal 0,2%
f) Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam lingkungan yang steril dan hindari
profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.

2.1.6 Efek Samping


Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi
pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidocain (0,5
mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian
proksimal tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering
sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol. Propofol merupakan emulsi lemak sehingga
pemberiannya harus hati – hati pada pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan
pankreatitis.1,4
2.2Tiopenton
Pertama kali diperkenalkan tahun 1963. Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal,
Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat short acting,
tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit
tiopenton sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan
kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan
efek sedasi dan hilangnya kesadaran.1
Beberapa jenis barbiturat seperti thiopental [5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-thiobarbituric acid], methohexital [1-
methyl-5-allyl-5-(1-methyl-2-pentynyl)barbituric acid], dan thiamylal [5-allyl-5-(1-methylbutyl)-2-
thiobarbituric acid]. Thiopental (Pentothal) dan thiamylal (Surital) merupakan thiobarbiturates, sedangan
methohexital (Brevital) adalah oxybarbiturate.11
Walaupun terdapat beberapa barbiturat dengan masa kerja ultra singkat , tiopental merupakan obat terlazim
yang dipergunakan untuk induksi anasthesi dan banyak dipergunakan untuk induksi anestesi.8
2.1.1 Mekanisme kerja
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan menyebabkan hambatan pada reseptor
GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek
dari saraf dan pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol beberapa fungsi
vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara khusus lebih berpengaruh pada sinap saraf
dari pada akson. Barbiturat menekan transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik
(GABA). Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan interaksi selektif dengan
reseptor (postsinap).10

2.1.2 Farmakokinetik
Absorbsi
Pada anestesiologi klinis, barbiturat paling banyak diberikan secara intravena untuk induksi anestesi umum pada
orang dewasa dan anak – anak. Perkecualian pada tiopental rektal atau sekobarbital atau metoheksital untuk
induksi pada anak – anak. Sedangkan phenobarbital atau sekobarbital intramuskular untuk premedikasi pada
semua kelompok umur.10

Distribusi
Pada pemberian intravena, segera didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh selanjutnya akan diikat oleh
jaringan saraf dan jaringan lain yang kaya akan vaskularisasi, secara perlahan akan mengalami difusi kedalam
jaringan lain seperti hati, otot, dan jaringan lemak. Setelah terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini
terutama oleh karena redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.3

Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.7

Ekskresi
Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3 ml/kg/menit dan pada anak – anak
terjadi 6 ml/kg/menit.9

2.1.3 Farmakodinamik
Pada Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis subhipnotik,
menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan
menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.1

Sistem kardiovaskular
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi jantung, penurunan tekanan
darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada
otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak
terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi Co2 atau hipoksia. Penurunan tekanan
darah yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau
dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena
depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi
langsung obat pada miokard.2,3

Sistem pernafasan
Akan mennyebabkan penurunan frekwensi nafas dan volume tidal 1. bahkan dapat sampai menyebakan
terjadinya asidosis respiratorik. 9

2.1.4 Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi
sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien.

2.1.5 Efek samping


Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan obat ini kepada pasien yang
memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang
jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan
menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena
dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan
pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.1

2.2 Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki struktur mirip dengan
phencyclidine. 11 Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana awalnya obat ini disintesis untuk
menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine) yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang.
Obat ini pertama kali diberikan pada tentara amerika selama perang Vietnam.12
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan “rapid acting non barbiturate general
anesthesia”. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun
1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi ,
hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi
buruk.13
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang
mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.8

2.2.1 Mekanisme kerja


Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak dan medulla spinalis yang
memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor metilaspartat dapat menyebakan anastesi
umum dan juga efek analgesik.1

2.2.2 Efek farmakologis


Efek pada susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami perubahan tingkat kesadaran
yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-
kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari, seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Apabila
diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan
halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat,
menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.11,1

Efek pada mata


Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi peningkatan tekanan intraokuler
akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.

Efek pada sistem kardiovaskular.


Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa meningkatkan tekanan darah dan
jantung. Peningkatan tekanan darah akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

Efek pada sistem respirasi


Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi. dapat menimbulkan dilatasi bronkus
karena sifat simpatomimetiknya, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien ashma.1

2.2.3 Dosis dan pemberian


Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular apabila akses pembuluh darah sulit didapat
contohnya pada anak – anak. Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara I.V atau I.M. dosis
induksi adalah 1 – 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 – 10 mg/Kgbb I.M , untuk dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2
mg/KgBB dan harus dititrasi untuk mendapatkan efek yang diinginkan.11
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu. Emberian secara intermitten diulang
setiap 10 – 15 menitdengan dosis setengah dari dosis awal sampai operasi selesai.3

2.2.4 Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular

Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul
dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20
menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.11,2

Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang masih
aktif.11,1

Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.

2.2.5 Efek samping


Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada mulut,selain itu dapat menimbulkan
agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan
efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata
dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.1

2.2.6 Kontra indikasi


Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah disebutkan diatas, maka
penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang menderita penyakit sistemik penggunaanya
harus dipertimbangkan seperti tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak
dan operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada operasi
intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat – obat simpatomimetik, seperti
; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.3

2.3 Opioid
Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat opium didapat dari ekstrak
biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata “opium “ berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.1
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and
remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek utamanya adalah
analgetik. Dalam dosis yang besar opioid kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam
potensi, farmakokinetik dan efek samping.11,8

2.3.1 Mekanisme kerja


Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan lain. Empat tipe
mayor reseptor opioid yaitu , μ,Ќ,δ,σ. Walaupun opioid menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif
sebagai analgesia. Farmakodinamik dari spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan
dan apakah reseptornya aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat pelepasan presinaptik dan respon
postsinaptik terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif. 15

2.3.2 Dosis
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5 mg/Kgbb, sedangakan morfin
sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.3

2.3.3 Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma
setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan
sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 μg/Kg) dan dewasa (200-800
μg).15

Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan morfin memperlambat laju
melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil
dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat setelah injeksi bolus.
Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar. Produk akhir berupa
bentuk yang tidak aktif.11

Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung pada aliran darah
hepar. 5 – 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh
sirkulasi darah dan otot polos esterase.15,1

2.3.4 Farmakodinamik
Efek pada sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh
darah 3.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla,
tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan
histamin.11

Efek pada sistem pernafasan


Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume
tidal yang menurun .11 PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2
menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat
nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. 3,11

Efek pada Sistem gastrointestinal


Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat.15

Endokrin
Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan,
sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.3

2.4 Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam
(Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa
propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak
menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam
merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5. 11

2.4.1 Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri. 17
· Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb
· Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 – 5 mg
· Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena.
· Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.3
2.4.2 Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 - 8 menit setelah
diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan
menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan
secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.1

2.4.3 Farmakodinamik
Dalam sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik
tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.1

Efek Kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Ttidak mempengaruhi
frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila
dikombinasi dengan opioid.1,18

Sistem Respiratori
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada
pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.1

Efek terhadap saraf otot


Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal , sehingga sering
digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.3

You might also like