Professional Documents
Culture Documents
STEP 1
STEP 2
1
STEP 3
2
Leukimia : sel muda yang ganas (CML, ALL, AML, CLL)
Leukositopenia
Leukositosis
Aleukimic leukimia
5. Jelaskan hubungan pengaruh umur dan jenis kelamin terhadap penyakit leukimia?
Jenis kelamin : Yang terkena leukimia biasanya laki2 daripada perempuan.
Umur : pada anak2 dan dewasa muda : anemia limfoid leukimia; semua umur
(dewasa) : anemia myeloid akut;
10. Apa saja pengobatan/terapi yang bisa dilakukan untuk penderita kelainan leukosit?
3
Terapi spesifik : kemoterapi
Terapi suppotif : perawatan khusus
Cangkok sumsum tulang (khusus leukimia)
Imunoterapi (leukimia)
STEP 4
Maping
STEP 5
LEARNING ISSUES
4
10. Definisi dan fungsi leukosit?
11. Apa saja pengobatan/terapi yang bisa dilakukan untuk penderita kelainan leukosit?
12. Mengapa bisa terjadi hepatosplenomegali?
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
1. TRAUMA
Misalnya terbentur, jatuh, dan membuang ingus terlalu keras. Mengorek-ngorek hidung
dengan kuku yang tajam juga akan melukai selaput hidung yang tipis dan menyebabkan
mimisan.
2. POLUSI
Polusi berupa paparan rokok atau asap knalpot bersifat iritatif. Semua itu dapat
membuat lecet dan merobek permukaan selaput lendir yang tipis.
3. OBAT-OBATAN TERTENTU
Ada beberapa obat yang dapat memicu terjadinya mimisan. Obat semprot yang
5
berfungsi melegakan hidung yang mampet (obat pelega hidung golongan
kortikosteroid), salah satunya. Pemakaian yang terlalu sering dapat menjadikan hidung
anak mimisan, begitu pun cara pemakaiannya yang salah seperti menggunakan
semprotan ke arah tengah padahal yang tepat adalah dengan menyemprotkan ke
samping.
4. UDARA DINGIN
Penyetelan AC yang terlalu dingin dapat menyebabkan mimisan. Cara kerja AC yang
menyerap uap air di udara membuat kelembapan di ruangan jauh berkurang. Ditambah,
suhu yang terlalu dingin membuat udara jadi makin kering. Udara kering yang diisap
anak akan membuat alat pernapasannya mengering, sehingga selaput lendirnya mudah
pecah dan berdarah.
Waspadai jika perdarahan terjadi di atas septum, atau yang terjadi di bagian tulang
keras. Mimisan ini sangat jarang terjadi. Perdarahan jenis ini umumnya cukup parah dan
memerlukan perawatan medis secepatnya. Penyebabnya antara lain: kanker
tenggorokan, hipertensi, leukemia, hemofilia, demam berdarah, dan lain-lain. Apa
sajakah tandanya? Biasanya mimisan ini dialami anak di atas dua tahun dan ada gejala
lain yang menyertai seperti sakit kepala, pusing, atau demam. Darah yang mengucur
pun sulit untuk dihentikan. Bila demikian, tidak ada jalan lain, mimisan jenis ini
memerlukan penanganan medis.
Mimisan merupakan gejala keluarnya darah dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab
kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari
tubuh. Kelainan lokal dapat berupa trauma misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul,
benda asing di hidung, dan iritasi gas yang merangsang.
Sebab lokal yang lain adalah infeksi hidung dan organ sekitarnya, tumor baik yang jinak maupun
ganas, perubahan lingkungan yang mendadak misalnya perubahan tekanan atmosfir yang
mendadak pada penerbang dan penyelam, benda asing yang masuk ke hidung tanpa permisi,
dan penyebab yang lain yang belum diketahui dengan pasti.
6
Sedangkan kelainan di bagian tubuh yang lain yang bisa menyebabkan mimisan antara lain,
penyakit jantung dan pembuluh darah seperti tekanan darah tinggi dan kelainan pembuluh
darah, kelainan darah seperti turunnya kadar trombosit, gangguan pembekuan darah, leukimia.
Kelainan lain yang menyebabkan mimisan yaitu, infeksi seluruh tubuh seperti demam berdarah,
gangguan hormonal dan kelainan bawaan.
Dari penyebabnya, jelas Dr. Chospiadi Irawan, SpPD, KHOM, mimisan dibedakan menjadi dua
bagian. “Yang pertama disebabkan faktor organik atau adanya kelainan organ dan kedua adalah
gangguan medik atau adanya gangguan pembekuan darah.” Mimisan karena kelainan organ
bawaan akan terlihat sejak usia dini. Anak dipastikan sering mengalami mimisan. Biasanya
terjadi pada usia balita atau anak usia aktif.
Begitu anak stres, beraktivitas, dan teriritasi, ia mimisan. Mungkin si kecil memiliki kelemahan
pada organ hidung atau pembuluh darah hidungnya. “Namun, idealnya, sejak anak-anak tidak
terjadi mimisan karena orang normal memiliki toleransi terhadap suhu di lingkungan sekitarnya.
Dengan kata lain, ia punya daya tahan tubuh yang baik.”
Pemicu terjadinya mimisan pun tergantung dari kedua penyebab di atas. Jika disebabkan
kelainan organik, biasanya mimisan terjadi akibat adanya rangsangan dari zat-zat yang
mengandung toxic (racun) atau gas, suhu yang ekstrem, misalnya udara yang sangat panas dan
kering, serta udara yang sangat dingin. Kondisi-kondisi tersebut dapat mengakibatkan iritasi
atau erosi pada pembuluh darah di dalam hidung.
Yang berikut, mimisan yang disebabkan gangguan medik atau adanya gangguan pembekuan
darah. Pada prinsipnya, ujar Chospiadi, saat sedang beraktivitas sehari-hari, manusia
membutuhkan faktor pemeliharaan pembekuan darah. Baik secara primer maupun sekunder.
7
“Yang primer adalah pembuluh darahnya dan trombosit. Trombosit adalah sel-sel darah merah
yang bereaksi pertama kali ketika terjadi luka. Analoginya, pada kasus demam berdarah
trombosit menjadi rendah karena dimakan oleh virus. Nah, setelah ia bereaksi menutup luka,
lalu ia memicu faktor yang kedua, yaitu pembekuan darah. Pada umumnya mimisan itu terjadi
pada gangguan primer, yaitu pada pembuluh darah dan trombosit.”
Bagi manusia normal, lanjutnya, pada kondisi tertentu masih bisa menolerir suhu-suhu yang
ekstrem. “Orang normal, pergi ke puncak Gunung Himalaya enggak akan terkena mimisan.
Begitu pun ia akan tenang-tenang saja ketika berlari di padang yang panas dan kering. Sebab,
dia dapat beradaptasi dengan suhu di sekitarnya. Misalnya, pembuluh darahnya akan
menyempit sendiri ketika berada di suhu yang dingin dan sebaliknya.”
BUKAN TURUNAN
Mimisan karena kelainan organik biasanya terjadi secara uniteral atau asimetris, di mana darah
hanya keluar dari salah satu lubang hidung. Bisa dari kiri atau kanan saja. “Namun, jika
mimisannya karena gangguan medik, perdarahan bisa terjadi berganti-ganti pada dua sisi
hidung,” jelas Chospiadi.
Mimisan yang disebabkan gangguan medik inilah yang patut diperhatikan lebih lanjut. Sebab,
bisa saja merupakan sebuah gejala bagi suatu penyakit yang lebih serius. Misalnya, pada
demam berdarah yang menimbulkan gejala penyakit yang menganggu trombosit dan pembuluh
darah. “Jika mengalami demam lebih dari tiga hari, lalu keluar bintik-bintik merah di kulit dan
dibarengi dengan mimisan, tentu harus semakin wasapada. Ini biasa terjadi pada demam
berdarah stadium yang lebih tinggi.”
Bagi orang normal yang tadinya sehat-sehat saja lalu mendadak mimisan, misalnya saat sedang
tidur atau berolah raga dan dibarengi dengan demam, ia harus waspada. Mimisan seperti ini,
tutur Chospiadi, arahnya sudah ke gangguan medik. “Jika orang itu tiba-tiba kulitnya membiru
di beberapa bagian disertai mimisan, bisa saja itu gejala leukemia (kanker darah).”
Mimisan yang terjadi berulang-ulang pun harus diwaspadai. Pertama-tama, periksakan ke ahli
THT (telinga hidung tenggorokan). Setelah dievaluasi dan ternyata terjadi infeksi lokal, dokter
pasti akan mengatasi atau mengobati erosi akibat infeksi lokalnya terlebih dahulu. Mimisan ini
8
biasa terjadi pada anak-anak yang sering mengorek-korek hidungnya dengan tangan. “Karena
dikorek-korek, timbul peradangan atau kerusakan jaringan. Agar lebih pasti apa penyebab
mimisannya, memang lebih baik ke dokter untuk memastikan ada-tidaknya tumor di rongga
hidung. Evaluasi dini akan mempercepat penyembuhan.”
Jika tak ditemukan kelainan organik, biasanya dokter THT mengirim pasien ke ahli penyakit
dalam atau hematolog (ahli darah) untuk mengecek ada-tidaknya kelainan pembekuan darah di
pembuluh darah hidungnya. Gangguan pembekuan darah salah satunya terlihat dari jumlah
trombosit yang terlalu sedikit. “Jika memang begitu, akan dicari tahu dulu kenapa sampai
trombositnya sedikit, setelah itu baru diobati.”
Yang jelas, hinggga kini belum ada bukti atau data baru dari dunia kedokteran yang menyatakan
mimisan dapat diturunkan (genetik). “Pada umumnya, mimisan terjadi secara sporadik dan bisa
terjadi pada siapa saja.” Meski, kata Chospiadi, jika orangtuanya memiliki pembuluh darah yang
lemah, kendati tidak mutlak, “Bisa saja salah satu anaknya akan memiliki pembuluh darah yang
lemah juga. Berdasar pengalaman, mungkin saja hal itu bisa menjadi bahan pertimbangan,
meski itu pun belum terbukti. Kasus yang banyak ditemui pada umumnya bersifat sporadis.
Misalnya, jika gangguannya pada trombosit, salah satunya adalah penyakit ITP (immune
thrombocytopenic purpura), yaitu suatu kondisi di mana trombositnya (darah merah) menurun
karena dimakan oleh antibodi atau reaksi tubuhnya sendiri yang menghancurkan
trombositnya.”
Selain karang gigi dan plak, perdarahan gusi juga berhubungan dengan beberapa penyakit,
antara lain kekurangan vitamin C dan kelainan darah. Kekurangan vitamin C terjadi pada orang
yang tidak makan sayur atau buah dalam jangka waktu lama. Gusi pada penderita kekurangan
vitamin C menjadi bengkak, berwarna keunguan dan terjadi perdarahan. Keadaan kekurangan
vitamin C ini dinamakan Scurvy. Cara penanganannya adalah dengan memberikan vitamin C.
Kelainan darah yang biasanya berkaitan dengan perdarahan gusi adalah leukemia dan
trombositopenia. Leukemia adalah keganasan sel darah putih sedangkan trombositopenia
adalah kondisi di mana terjadi penurunan jumlah trombosit dalam darah. Pada penderita
9
leukemia, gusi terinfiltrasi oleh sel-sel darah putih ganas. Secara klinis gusi tampak membesar.
Karena pada leukemia umumnya juga terjadi trombositopenia maka gusi penderita leukemia
juga mudah berdarah. Trombosit adalah salah satu elemen darah yang diperlukan untuk
pembekuan darah. Apabila jumlahnya menurun sampai di bawah batas prescription drugs
without a prescription online normal maka kemungkinan terjadi perdarahan lebih besar.
Trombositopenia dapat merupakan penyakit yang berdiri sendiri atau bagian dari penyakit lain,
misalnya demam berdarah. Jadi apabila didapati gusi berdarah disertai gejala-gejala lain
seperti badan mudah lelah, demam, penurunan berat badan, berkeringat di waktu malam dan
lain-lain sebaiknya segera datang ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
sumber: drg. Nita Margaretha, SpPM – Staf Pengajar Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut FKUAJ –
tanyadokteranda.com
Read more: http://doktersehat.com/2010/01/10/apa-penyebab-gusi-
berdarah/#ixzz1I22cf9c4
Gingivitis pada leukemia merupakan tanda awal dari leukemia pada sekitar 25%
penderita anak-anak.
Penyusupan (infiltrasi) sel-sel leukemia ke dalam gusi menyebabkan gingivitis dan
berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi akan semakin memperburuk keadaan
ini. Gusi tampak merah dan mudah berdarah.
Perdarahan seringkali berlanjut sampai beberapa menit atau lebih karena pada
penderita leukemia, darah tidak membeku secara norma.
10
Manifestasi dari LLA adalah berupa proliferasi limpoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan
tempat-tempat ekstramedular. Paling sering terjadi pada laiki - laki dibandingkan perempuan,
LLA jarang terjadi (Smeltzer dan Bare, 2001).
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah merah
dalam jumlah yang memadai, yaitu berupa: lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel darah
merah terlalu sedikit) infeksi dan demam karena, berkurangnya jumlah sel darah putih
perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit. (www.medicastore.com)
Manifestasi klinis :
Hematopoesis normal terhambat
Penurunan jumlah leukosit
Penurunan sel darah merah
Penurunan trombosit
b. Leukeumia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia Limfositik Kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit (salah satu
jenis sel darah putih) matang yang bersifat ganas dan pembesaran kelenjar getah bening. Lebih
dari 3/4 penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering menyerang pria. Pada
awalnya penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi di kelenjar getah bening.
Kemudian menyebar ke hati dan limpa, dan kedua nya mulai membesar. Masuknya limfosit ini
ke dalam sumsum tulang akan menggeser sel-sel yang normal, sehingga terjadi anemia dan
penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit di dalam darah. Kadar dan aktivitas antibodi
(protein untuk melawan infeksi) juga berkurang. Sistem kekebalan yang biasanya melindungi
tubuh terhadap serangan dari luar, seringkali menjadi salah arah dan menghancurkan jaringan
tubuh yang normal. (www.medicastore.com)
Manifestasinya adalah :
Adanya anemia
11
Pembesaran nodus limfa
Pembesaran organ abdomen
Jumlah eritrosi dan trombosit mungkin normal atau menurun
Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)
2. Leukemia Mieloid
a. Leukemia Mielositik akut (LMA)
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), Leukemia akut ini mengenai sel stem hematopoetik yang
kelak berdiferensiasi ke sua sel mieloid;monosit, granulosit, eritrosit, dan trombosit. Semua
kelompok usia dapat terkena , insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
Gambaran klinis LMA, antara lain yaitu ;terdapat peningkatan leukosit, pembesaran pada limfe,
rasa lelah, pucat, nafsu makan menurun, anemia, ptekie, perdarahan , nyeri tulang, Infeksi
Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) adalah suatu penyakit dimana
sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar
granulosit (salah satu jenis sel darah putih) yang abnormal (www.medicastore.com).
Dimasukkan kedalam keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak terdapat sel normal
dibaniding dalam bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan, jarang menyerang individu di
bawah umur 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan umur.
Gambaran klinis LMK mirip dengan LMA, tetapi gejalanya lebih ringan yaitu ; Pada stadium
awal, LMK bisa tidak menimbulkan gejala. Tetapi beberapa penderita bisa mengalami:
kelelahan dan kelemahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, demam atau
berkeringat dimalam hari, perasaan penuh di perutnya (karena pembesaran limpa) (Smeltzer
dan Bare, 2001),
12
Faktor predisposisi
Faktor etiologi
Faktor pencetus
Nyeri tulang
Sindroma Hepatosplenomegali Meningitis, Lesi
Hiperviskositas Limfadenopati kulit, Pembesaran
Prof. Dr. I Made Bakta, Hematologi Klinik Ringkas. Testis
13
4. Apa saja macam2 kelainan leukosit? (lihat bagan)
Netrofilia
Netrofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil lebih dari 7000/µl dalam
darah tepi. Penyebab biasanya adalah infeksi bakteri, keracunan bahan kimia dan
logam berat, gangguan metabolik seperti uremia, nekrosia jaringan, kehilangan
darah dan kelainan mieloproliferatif.
Pada infeksi ringan atau respons penderita yang baik, hanya dijumpai netrofilia
14
ringan dengan sedikit sekali pergeseran ke kiri. Sedang pada infeksi berat dijumpai
netrofilia berat dan banyak ditemukan sel muda. Infeksi tanpa netrofilia atau dengan
netrofilia ringan disertai banyak sel muda menunjukkan infeksi yang tidak teratasi
atau respons penderita yang kurang.
Pada infeksi berat dan keadaan toksik dapat dijumpai tanda degenerasi, yang sering
dijumpai pada netrofil adalah granula yang lebih kasar dan gelap yang disebut
granulasi toksik. Disamping itu dapat dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baik pada
inti maupun sitoplasma.
Eosinofilia
Eosinofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah eosinofil lebih dari 300/µl darah.
Eosinofilia terutama dijumpai pada keadaan alergi. Histamin yang dilepaskan pada
reaksi antigen-antibodi merupakan substansi khemotaksis yang menarik eosinofil.
Penyebab lain dari eosinofilia adalah penyakit kulit kronik, infeksi dan infestasi
parasit, kelainan hemopoiesis seperti polisitemia vera dan leukemia granulositik
kronik.
Basofilia
Basofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah basofil lebih dari 100/µl darah.
Basofilia sering dijumpai pada polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik.
Pada penyakit alergi seperti eritroderma, urtikaria pigmentosa dan kolitis ulserativa
juga dapat dijumpai basofilia. Pada reaksi antigen-antibodi basofil akan melepaskan
histamin dari granulanya.
Limfositosis
Monositosis
15
Monositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah monosit lebih dari 750/µl pada
anak dan lebih dari 800/µl darah pada orang dewasa. Monositosis dijumpai pada
penyakit mieloproliferatif seperti leukemia monositik akut dan leukemia
mielomonositik akut; penyakit kollagen seperti lupus eritematosus sistemik dan
reumatoid artritis; serta pada beberapa penyakit infeksi baik oleh bakteri, virus,
protozoa maupun jamur.
Netropenia
Netropenia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil kurang dari 2500/µl
darah. Penyebab netropenia dapat dikelompokkan atas 3 golongan yaitu
meningkatnya pemindahan netrofil dari peredaran darah, gangguan pembentukan
netrofil dan yang terakhir yang tidak diketahui penyebabnya.
Termasuk dalam golongan pertama misalnya umur netrofil yang memendek karena
drug induced. Beberapa obat seperti aminopirin bekerja sebagai hapten dan
merangsang pembentukan antibodi terhadap leukosit. Gangguan pembentukan
dapat terjadi akibat radiasi atau obat-obatan seperti kloramfenicol, obat anti tiroid
dan fenotiasin; desakan dalam sum-sum tulang oleh tumor. Netropenia yang tidak
diketahui sebabnya misal pada infeksi seperti tifoid, infeksi virus, protozoa dan
rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronic idiopathic neutropenia.
Limfopenia
Pada orang dewasa limfopenia terjadi bila jumlah limfosit kurang dari 1000/µl dan
pada anak-anak kurang dari 3000/µl darah. Penyebab limfopenia adalah produksi
limfosit yang menurun seperti pada penyakit Hodgkin, sarkoidosis; penghancuran
yang meningkat yang dapat disebabkan oleh radiasi, kortikosteroid dan obat-obat
sitotoksis; dan kehilangan yang meningkat seperti pada thoracic duct drainage dan
protein losing enteropathy.
Eosinopenia dan lain-lain
Eosinopenia terjadi bila jumlah eosinofil kurang dari 50/µl darah. Hal ini dapat
16
dijumpai pada keadaan stress seperti syok, luka bakar, perdarahan dan infeksi berat;
juga dapat terjadi pada hiperfungsi koreks adrenal dan pengobatan dengan
kortikosteroid.
sumber:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenilaianHasilPemeriksaan.pdf/10_Penilai
anHasilPemeriksaan.html
oleh: dr. R. Dharma, dr S. Immanuel, dr R. Wirawan
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta
5. Jelaskan hubungan pengaruh umur dan jenis kelamin terhadap penyakit leukimia?
(bagan)
- Umur:
ALL: terbanyak pada anak-anak dan dewasa muda
AML: lebih sering pada orang dewasa
CML: tersering umur 40-60 tahun
CLL: terbanyak pada orang tua
- Jenis kelamin:
Leukemia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita dengan
perbandingan 1,2-2 : 1.
Prof. Dr. I Made Bakta, Hematologi Klinik Ringkas, hal 122.
6. Mengapa pada pasien tersebut mengalami nafsu makan yang menurun dan perut terasa
sebah dan mual? (lihat bagan)
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan kita dengan infeksi.
Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan perintah, dapat dikontrol sesuai
dengan kebutuhan tubuh kita. Lekemia meningkatkan produksi sel darah putih pada
17
sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah
normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel lekemia memblok produksi sel darah
putih yang normal , merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel lekemia juga
merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana
sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan (www.MayoClinic.com).
Menurut Smeltzer dan Bare (2001) analisa sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan
mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia,. Perubahan
kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan
seluruh kromosom, atau perubahan struktur, yang termasuk translokasi ini, dua atau
lebih kromosom mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah
dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan
genetik sel yang kompleks). Penyusunan kembali kromosom (translokasi kromosom)
mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tak
terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan
menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker
ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah
bening, ginjal dan otak.(www. medicastore.com)
Menurut Doengoes dkk (1999) menyatakan bahwa pemeriksaan penunjang mengenai leukemia
adalah :
Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
18
Retikulosit : jumlah biasanya rendah
Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin
menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
PT/PTT : memanjang
LDH : mungkin meningkat
Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
Copper serum : meningkat
Zinc serum : meningkat
Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP pada
sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan
megakariositis menurun.
Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
19
chromosome translocations: t(15;17); t(8;21)(q22;q22) dan inv 16 p13q22). AML
dengan karyotipe kompleks, delesi parsial atau hilangnya kromosom 5 dan/atau
7)
Prof. Dr. I Made Bakta, Hematologi Klinik Ringkas, hal 127-128
Dalam tubuh metanol akan dimetabolisme di lever oleh enzim Alkohol Dehidrogenase (DHA)
menjadi formaldehide dan selanjutnya oleh enzim Formaldehide dehidrogenase (FDH) diubah
menjadi asam format. Kedua hasil metabolisme tersebut merupakan zat beracun bagi tubuh
terutama asam format.
Pada kasus keracunan metanol, formaldehida tidak pernah terdeteksi dalam cairan tubuh
korban karena formaldehida yang terbentuk sangat cepat diubah menjadi asam format (waktu
paruh 1-2 menit) dan selanjutnya diperlukan waktu yang cukup lama (kurang lebih 20 jam) oleh
enzim 10-formyl tetrahydrofolate synthetase (F-THF-S) untuk mengoksidasi asam format
menjadi senyawa Karbon dioksida dan air, sehingga ditemukan adanya korelasi antara
konsentrasi asam format dalam cairan tubuh dengan kasus keracunan metanol.
20
Berat ringannya gejala akibat keracunan metanol tergantung dari besarnya kadar metanol yang
tertelan. Dosis toksik minimum (kadar keracunan minimal) metanol lebih kurang 100 mg/kg
dan dosis fatal keracunan metanol diperkirakan 20 – 240 ml (20 – 150g).
Pada awalnya akan terjadi ganguan pada saluran cerna dengan gejala- gejala : sakit perut,
mual dan munta-muntah dan selanjutnya terjadi depresi susunan syaraf pusat dan akan
terlihat gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala keracunan alkohol (etanol) : sakit
kepala, pusing, sakit otot, lemah, kehilangan kesadaran dan kejang-kejang ini berlangsung
selama 12 – 24 jam.
Pada tahap selanjutnya jika korban tidak segera mendapat pertolongan yang tepat akan
terjadi :
Kerusakan syaraf optik dengan gejala-gejala : dilatasi pupil, penglihatan menjadi kabur
dan akhirnya kebutaan yang permanen
Metabolisme acidosis dengan gejala-gejala : mual, muntah, pernafasan menjadi lebih
dalam dan lebih cepat, tekanan darah menurun, syok kemudian koma dan akhirnya
meninggal
Keracunan metanol terjadi tidak hanya melalui mulut, dapat juga terjadi bila :
Terhirup / inhalasi dengan gejala-gejala : iritasi selaput lendir, sakit kepala, telinga
berdengung, pusing, sukar tidur, bola mata bergerak bolak balik, pelebaran bola mata /
dilatasi pupil, penglihatan kabur, mual, muntah, kolik dan sulit buang air besar.
Terkena kulit menyebabkan kulit menjadi kering, gatal-gatal dan iritasi
Terkena mata dapat menyebabkan iritasi dan gangguan penglihatan
Daftar pustaka :
Mc Graw Hill Lange, Poisoning & Drug Overdose, Kent R. Olson fifth edition, by the
Faculty, Staff, and Associateds of the California Poison Control System.
1. Siker Informasi Keracunan (SIKer) Badan POM, Pedoman Penatalaksanaan Keracunan
Untuk Rumah Sakit.
2. Martindale, The Extra Pharmacopoeia ,Thirty first edition, James E F Reynolds ,
London Roya Pharmaceutical Society 1996.
3. Website IPCS INTOX Databank http://www.intox.org/databank/inhalants/index.html.
21
sumber: www.pom.go.id
Ammonia liquid: Efek Jangka Pendek (Akut)
Iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan dan mata terjadi pada 400-
700 ppm. Sedang pada 5000 ppm menimbulkan kematian. Kontak dengan mata
dapat menimbulkan iritasi hingga kebutaan total. Kontak dengan kulit dapat
menyebabkan luka bakar (frostbite).
Efek Jangka Panjang (Kronis)
Menghirup uap asam pada jangka panjang mengakibatkan iritasi pada hidung,
tenggorokan dan paru-paru. Termasuk bahan teratogenik.
http://www.scribd.com/doc/50897735/MSDS-Amoniak
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati
berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebutbau amonia). Walaupun amonia
memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah
senyawa kaustikdan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan
Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan
amonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum.
[5]
Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan
kerusakan paru-paru dan bahkan kematian.
^ a b Toxic FAQ Sheet for Ammonia published by the Agency for Toxic Substances and
Disease Registry (ATSDR), September 2004
Bahan kimia merusak DNA.
Thinner: Thinner adalah bahan yang berfungsi untuk mengencerkan bahan-bahan
finishing supaya menjadi suatu campuran yang encer dan dapat diaplikasikan sesuai
kebutuhan. Bahan finishing yang murni baik itu pigmen atau campuran resin biasanya
berupa bahan padat atau pasta yang sangat kental dan sangat sulit untuk dicampur atau
diaplikasikan tanpa diencerkan lebih dulu. Fungsi utama thinner adalah untuk
menurunkan viskositas (viscosity) bahan finishing supaya dapat diaplikasikan dengan
mudah. Thinner dibuat dari campuran antara solvent (pelarut), pelarut laten (latent
22
solvent) dan diluent. Solvent (pelarut) adalah bahan yang berfungsi untuk melarutkan
suatu bahan finishing. Misalnya solvent untuk nitrocellulose adalah: m.e.k (methyl ethyl
ketone), aceton dan butyl acetate. Sedangkan latent solvent adalah bahan yang
membantu melarutkan apabila dicampur dengan solvent. Latent solvent ini tidak dapat
melarutkan bahan apabila tidak dicampur dengan solvent, contoh latent sovent untuk
nitrocellulose adalah methanol, isopropil alcohol dan isobutil butanol.
Solvent sebagai daya racun (toksik)
http://furniturefinishing-furniturefinishing.blogspot.com/
10. Definisi dan fungsi leukosit?
Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar 1 sel darah putih untuk setiap 660 sel
darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari sel darah putih yang bekerja sama untuk
membangun mekanisme utama tubuh dalam melawan infeksi, termasuk menghasilkan
antibodi.
Sel darah putih tidak berwarna, mempunyai inti, dan tidak mengandung
hemoglobin. Karakteristik lainya, sel darah putih mempunyai bentuk yang tidak
tetap (amoeboid).
23
Berdasarkan granula (butiran protein) pada sitoplasmanya, sel darah
putih dapat dibedakan menjadi sel darah putih yang bergranula (granulosit) dan
sel darah putih yang tidak bergranula (agranulosit). Leukosit yang pada
sitoplasmanya mengandung granula protein adalah eosinofil (1%-4%), basofil
(0%-1%), dan neutrofil (40%-70%). Leukosit yang tidak mengandung granula
protein adalah monosit (4%-8%) dan limfosit (20%-45%).
ebiologi.com/FileMateri/sistemperedaran-darah.doc
Tempat
No Peyusun Jumlah Bentuk Sifat Fungsi
Pembentukan
1 4,5 – 5 juta Bulat Dewasa : Sumsum ☺ Mengangkut oksigen
per mm3 Bikonkaf Tulang Merah ☺ Mengandung karbonik anhidrase
Eritrosit
(tanpa inti) Bayi : Hati dan Limpa
2 Neutrofil 60% - 70% dari Granula Sumsum merah, Fagosit ☺ Merespon adanya infeksi
24
leukosit bening, inti limpa, kelenjar limpa ☺ Menelan pathogen selama fagositi
sel terangkai (getah bening) ☺ Pertahanan dari mikroorganisme (
3 Eosinofil 2% - 4% dari Granula Sumsum merah, Fagosit ☺ Memerangi bakteri
leukosit merah, limpa, kelenjar limpa ☺ Mengatur pelepasan zat kimia saa
sama dg (getah bening) pertempuran
neutrofil ☺ Membuang sisa-sisa sel yang rusa
4 Basofil 1% dari Berbentuk Sumsum merah, Fagosit ☺ Memberi reaksi alergi dan antigen
leukosit U, berbintik limpa, kelenjar limpa mengeluarkan histamin kimia yang
kebiruan, (getah bening) menyebabkan peradangan.
bentuk inti ☺ Mengandung heparin yang mence
teratur pembekuan darah
5 Limfosit 20% - 30% dari Lingkaran Sumsum merah, Amuboid ☺ Memprodusi antibody (Limfosit B)
leukosit limpa, kelenjar limpa ☺ Menghancurkan sel yang bersifat
(getah bening) (Limfosit T)
6 Monosit 3% - 8% dari Berinti Sumsum merah, Fagosit ☺ Perlindungan tubuh terhadap mikr
leukosit lonjong limpa, kelenjar limpa (protozoa dan virus)
(getah bening) ☺ Memakan sel yang tua
7 Trombosit 150-300 ribu Bentuk tidak Sumsum merah, Mudah ☺ Membantu proses pembekuan dar
per mm3 teratur, limpa, kelenjar limpa pecah
berukuran (getah bening) bila
kecil, tidak tersentu
berwarna h benda
dan tidak kasar.
berinti
http://www.scribd.com/doc/43491669/Perbedaan-Penyusun-Jaringan-Darah
11. Apa saja pengobatan/terapi yang bisa dilakukan untuk penderita kelainan leukosit?
Penatalaksanaan
25
Sebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan penyakit, tetapi hanya memperlambat
perkembangan penyakit. Pengobatan dianggap berhasil apabila jumlah sel darah putih dapat
diturunkan sampai kurang dari 50.000/mikroliter darah. Pengobatan yang terbaik sekalipun
tidak bisa menghancurkan semua sel leukemik. Satu-satunya kesempatan penyembuhan adalah
dengan pencangkokan sumsum tulang. Pencangkokan paling efektif jika dilakukan pada stadium
awal dan kurang efektif jika dilakukan pada fase akselerasi atau krisis blast. Obat interferon alfa
bisa menormalkan kembali sumsum tulang dan menyebabkan remisi. Hidroksiurea per-oral
(ditelan) merupakan kemoterapi yang paling banyak digunakan untuk penyakit ini. Busulfan
juga efektif, tetapi karena memiliki efek samping yang serius, maka pemakaiannya tidak boleh
terlalu lama. Terapi penyinaran untuk limpa kadang membantu mengurangi jumlah sel
leukemik. Kadang limpa harus diangkat melalui pembedahan (splenektomi) untuk: mengurangi
rasa tidak nyaman di perut, meningkatkan jumlah trombosit, mengurangi kemungkinan
dilakukannya tranfusi.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan: transfusi
sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan,
antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan
dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari
prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau
asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan
metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu
26
atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel
leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan
sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa
kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel
leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali
menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh
pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan
ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah
zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang tidak
memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak,
kelenjar getah bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit.
Anemia diatasi dengan transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang merangsang
pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi
trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau limpa.
Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat
banyak. Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita
leukemia yang sudah menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah
pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel
B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya.
Leukemia sel berambut diobati dengan interferon alfa dan pentostatin.
Sumber
http://www.mantri-suster.co.cc/2010/02/leukemia.html
27
Terapi untuk penderita leukemia akut:
a. terapi spesifik: dalam bentuk kemoterapi
b. terapi suportif: untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang
Common ALL
Seli Induk Limfoid AML (M0)
Sel Induk Myeloid 28
What is chromosome 8?
Humans normally have 46 chromosomes in each cell, divided into 23 pairs. Two copies of
chromosome 8, one copy inherited from each parent, form one of the pairs. Chromosome 8
spans about 146 million DNA building blocks (base pairs) and represents between 4.5 percent
and 5 percent of the total DNA in cells.
Identifying genes on each chromosome is an active area of genetic research. Because
researchers use different approaches to predict the number of genes on each chromosome, the
estimated number of genes varies. Chromosome 8 likely contains between 700 and 1,100
genes. These genes perform a variety of different roles in the body.
Genes on chromosome 8 are among the estimated 20,000 to 25,000 total genes in the human
genome.
29
translocation, written t(8;14)(q24;q32), leads to continuous cell division without control
or order, which likely contributes to the development of Burkitt lymphoma. Less
frequently, Burkitt lymphoma can be caused by translocations between chromosomes 8
and 2 or chromosomes 8 and 22.
Langer-Giedion syndrome
Trisomy 8 occurs when cells have three copies of chromosome 8 instead of the usual
two copies. Full trisomy 8, which occurs when all of the body's cells contain an extra
copy of chromosome 8, is not compatible with life. A similar but less severe condition
called mosaic trisomy 8 occurs when only some of the body's cells have an extra copy of
chromosome 8. The signs and symptoms of mosaic trisomy 8 vary widely and can
include intellectual disability, absence of the tissue connecting the left and right halves
of the brain (corpus callosum), skeletal defects, heart problems, kidney and liver
malformations, and facial abnormalities. Trisomy 8 mosaicism is also associated with an
increased risk of a specific type of cancer of blood-forming cells called acute
myelogenous leukemia.
Another chromosomal condition called inversion duplication 8p is caused by a
rearrangement of genetic material on the short (p) arm of chromosome 8. This
rearrangement results in an abnormal duplication and an inversion of a segment of the
chromosome. An inversion involves the breakage of a chromosome in two places; the
resulting piece of DNA is reversed and reinserted into the chromosome. People with
30
inversion duplication 8p typically have severe intellectual disability, a thin or absent
corpus callosum, weak muscle tone (hypotonia), abnormal curvature of the spine
(scoliosis), and minor facial abnormalities. Some individuals with this condition may also
have heart defects, underdeveloped kidneys, or eye abnormalities. Older individuals
usually develop abnormal muscle stiffness (spasticity). The signs and symptoms of
inversion duplication 8p tend to depend on the size and location of the chromosome
segment involved. For example, inclusion of chromosome region 8p21 is thought to be
associated with more severe symptoms.
http://ghr.nlm.nih.gov/chromosome/8
Kromosom 9
Humans normally have 46 chromosomes in each cell, divided into 23 pairs. Two copies of
chromosome 9, one copy inherited from each parent, form one of the pairs. Chromosome 9 is
made up of about 140 million DNA building blocks (base pairs) and represents approximately
4.5 percent of the total DNA in cells.
Identifying genes on each chromosome is an active area of genetic research. Because
researchers use different approaches to predict the number of genes on each chromosome, the
estimated number of genes varies. Chromosome 9 likely contains between 800 and 1,300
genes. These genes perform a variety of different roles in the body.
Genes on chromosome 9 are among the estimated 20,000 to 25,000 total genes in the human
genome.
31
Changes in the structure or number of copies of a chromosome can also cause problems with
health and development. The following chromosomal conditions are associated with such
changes in chromosome 9.
bladder cancer
Deletions of part or all of chromosome 9 are commonly found in bladder cancers. These
chromosomal changes are seen only in cancer cells and typically occur early in tumor
formation. Researchers believe that several genes that play a role in bladder cancer may
be located on chromosome 9. They suspect that these genes may be tumor suppressors,
which means they normally help prevent cells from growing and dividing in an
uncontrolled way. Researchers are working to determine which genes, when altered or
missing, are involved in the development and progression of bladder tumors.
Kleefstra syndrome
Most people with Kleefstra syndrome, a disorder with signs and symptoms involving
many parts of the body, are missing a sequence of about 1 million DNA building blocks
(base pairs) on one copy of chromosome 9 in each cell. The deletion occurs near the end
of the long (q) arm of the chromosome at a location designated q34.3, a region
containing a gene called EHMT1. Some affected individuals have shorter or longer
deletions in the same region.
The loss of the EHMT1 gene from one copy of chromosome 9 in each cell is believed to
be responsible for the characteristic features of Kleefstra syndrome in people with the
9q34.3 deletion. However, the loss of other genes in the same region may lead to
additional health problems in some affected individuals.
The EHMT1 gene provides instructions for making an enzyme called euchromatic
histone methyltransferase 1. Histone methyltransferases are enzymes that modify
proteins called histones. Histones are structural proteins that attach (bind) to DNA and
give chromosomes their shape. By adding a molecule called a methyl group to histones,
histone methyltransferases can turn off (suppress) the activity of certain genes, which is
essential for normal development and function. A lack of euchromatic histone
methyltransferase 1 enzyme impairs proper control of the activity of certain genes in
many of the body's organs and tissues, resulting in the abnormalities of development
and function characteristic of Kleefstra syndrome.
other cancers
32
The Philadelphia chromosome has been identified in most cases of a slowly progressing
form of blood cancer called chronic myeloid leukemia (CML). It also has been found in
some cases of more rapidly progressing blood cancers known as acute leukemias. The
presence of the Philadelphia chromosome can help predict how a cancer will progress
and provides a target for molecular therapies.
other chromosomal conditions
Other changes in the structure or number of copies of chromosome 9 can have a variety
of effects. Intellectual disability, delayed development, distinctive facial features, and an
unusual head shape are common features. Changes to chromosome 9 include an extra
piece of the chromosome in each cell (partial trisomy), a missing segment of the
chromosome in each cell (partial monosomy), and a circular structure called a ring
chromosome 9. A ring chromosome occurs when both ends of a broken chromosome
are reunited. Rearrangements (translocations) of genetic material between
chromosome 9 and other chromosomes can also lead to extra or missing chromosome
segments.
http://ghr.nlm.nih.gov/chromosome/9
33
spans about 89 million DNA building blocks (base pairs) and represents almost 3 percent of the
total DNA in cells.
Identifying genes on each chromosome is an active area of genetic research. Because
researchers use different approaches to predict the number of genes on each chromosome, the
estimated number of genes varies. Chromosome 16 likely contains between 850 and 1,200
genes. These genes perform a variety of roles in the body.
Genes on chromosome 16 are among the estimated 20,000 to 25,000 total genes in the human
genome.
Changes in the structure of chromosome 16 are associated with several types of cancer.
These genetic changes are somatic, which means they are acquired during a person's
lifetime and are present only in certain cells. In some cases, chromosomal
rearrangements called translocations disrupt the region of chromosome 16 that
contains the CREBBP gene. The protein produced from this gene normally plays a role in
regulating cell growth and division, which helps prevent the development of cancers.
Researchers have found a translocation between chromosome 8 and chromosome 16
that disrupts the CREBBP gene in some people with a cancer of blood-forming cells
34
called acute myeloid leukemia (AML). Another translocation involving the CREBBP gene,
which rearranges pieces of chromosomes 11 and 16, has been found in some people
who have undergone cancer treatment. This chromosomal change is associated with the
later development of AML and two other cancers of blood-forming tissues (chronic
myelogenous leukemia and myelodysplastic syndrome). These are sometimes described
as treatment-related cancers because the translocation between chromosomes 11 and
16 occurs following chemotherapy for other forms of cancer.
A chromosomal rearrangement called an inversion has been identified in rare cases of
AML. This inversion involves the breakage of chromosome 16 in two places; the
resulting piece of DNA is reversed and re-inserted into the chromosome. This form of
AML is characterized by a high rate of remission and a favorable outcome. Unlike the
somatic changes described earlier, this chromosomal rearrangement may be inherited
from a parent.
16p11.2 deletion syndrome
35
the loss of additional genes in this region probably accounts for the serious
complications associated with severe Rubinstein-Taybi syndrome.
other chromosomal conditions
Trisomy 16 occurs when cells have three copies of chromosome 16 instead of the usual
two copies. Full trisomy 16, which occurs when all of the body's cells contain an extra
copy of chromosome 16, is not compatible with life. A similar but less severe condition
called mosaic trisomy 16 occurs when only some of the body's cells have an extra copy
of chromosome 16. The signs and symptoms of mosaic trisomy 16 vary widely and can
include slow growth before birth (intrauterine growth retardation), delayed
development, and heart defects.
Duplication of the same 600 kb segment of chromosome 16 that is missing in 16p11.2
deletion syndrome may result in similar symptoms as the deletion in some individuals.
People with this duplication may have developmental problems including autism
spectrum disorder, language delay, and learning disability. The duplication appears to
have a milder effect than the deletion, with a higher proportion of individuals with this
chromosomal change showing no apparent disability. These individuals can still pass
along the duplication to their children, who may have symptoms of this condition.
Other changes in the number or structure of chromosome 16 can have a variety of
effects. Intellectual disability, delayed growth and development, distinctive facial
features, weak muscle tone (hypotonia), heart defects, and other medical problems are
common. Frequent changes to chromosome 16 include an extra segment of the short
(p) or long (q) arm of the chromosome in each cell (partial trisomy 16p or 16q) and a
missing segment of the long arm of the chromosome in each cell (partial monosomy
16q).
http://ghr.nlm.nih.gov/chromosome/16
36
Humans normally have 46 chromosomes (23 pairs) in each cell. Two copies of chromosome 22,
one copy inherited from each parent, form one of the pairs. Chromosome 22 is the second
smallest human chromosome, spanning about 50 million DNA building blocks (base pairs) and
representing between 1.5 percent and 2 percent of the total DNA in cells.
In 1999, researchers working on the Human Genome Project announced they had determined
the sequence of base pairs that make up this chromosome. Chromosome 22 was the first
human chromosome to be fully sequenced.
Identifying genes on each chromosome is an active area of genetic research. Because
researchers use different approaches to predict the number of genes on each chromosome, the
estimated number of genes varies. Chromosome 22 likely contains between 500 and 800 genes.
These genes perform a variety of different roles in the body.
Genes on chromosome 22 are among the estimated 20,000 to 25,000 total genes in the human
genome.
Several types of blood cancer known as leukemias are associated with a rearrangement
(translocation) of genetic material between chromosomes 9 and 22. This chromosomal
abnormality, which is commonly called the Philadelphia chromosome, is found only in
cancer cells. The translocation that results in the Philadelphia chromosome is somatic,
which means it is acquired during a person's lifetime. This translocation fuses part of a
specific gene from chromosome 22 (theBCR gene) with part of another gene from
chromosome 9 (the ABL1 gene). The protein produced from this fused gene abnormally
signals tumor cells to continue dividing and prevents them from adequately repairing
DNA damage.
The Philadelphia chromosome has been identified in most cases of a slowly progressing
form of blood cancer called chronic myeloid leukemia (CML). It also has been found in
some cases of more rapidly progressing blood cancers known as acute leukemias. The
presence of the Philadelphia chromosome can help predict how a cancer will progress
and provides a target for molecular therapies.
22q11.2 deletion syndrome
Most people with 22q11.2 deletion syndrome are missing about 3 million base pairs on
one copy of chromosome 22 in each cell. The deletion occurs near the middle of the
chromosome at a location designated as q11.2. This region contains 30 to 40 genes, but
37
many of these genes have not been well characterized. A small percentage of affected
individuals have shorter deletions in the same region.
The loss of a particular gene, TBX1, is thought to be responsible for many of the
characteristic features of 22q11.2 deletion syndrome such as heart defects, an opening
in the roof of the mouth (a cleft palate), distinctive facial features, and low calcium
levels. Some studies suggest that a deletion of this gene may contribute to behavioral
problems as well. The loss of another gene, COMT, in the same region of chromosome
22 may also help explain the increased risk of behavioral problems and mental illness.
Additional genes in the deleted region likely contribute to the varied signs and
symptoms of 22q11.2 deletion syndrome.
22q13.3 deletion syndrome
38
Emanuel syndrome is caused by the presence of extra genetic material from
chromosome 11 and chromosome 22 in each cell. In addition to the usual 46
chromosomes, people with Emanuel syndrome have an extra (supernumerary)
chromosome consisting of a piece of chromosome 11 attached to a piece of
chromosome 22. The extra chromosome is known as a derivative 22 or der(22)
chromosome.
People with Emanuel syndrome typically inherit the der(22) chromosome from an
unaffected parent. The parent carries a chromosomal rearrangement between
chromosomes 11 and 22 called a balanced translocation. No genetic material is gained
or lost in a balanced translocation, so these chromosomal changes usually do not cause
any health problems. As this translocation is passed to the next generation, it can
become unbalanced. Individuals with Emanuel syndrome inherit an unbalanced
translocation between chromosomes 11 and 22 in the form of a der(22) chromosome.
These individuals have two normal copies of chromosome 11, two normal copies of
chromosome 22, and extra genetic material from the der(22) chromosome.
As a result of the extra chromosome, people with Emanuel syndrome have three copies
of some genes in each cell instead of the usual two copies. The excess genetic material
disrupts the normal course of development, leading to intellectual disability and birth
defects. Researchers are working to determine which genes are included on the der(22)
chromosome and what role these genes play in development.
Opitz G/BBB syndrome
The autosomal dominant form of Opitz G/BBB syndrome is caused by a deletion in one
copy of chromosome 22 in each cell. This condition is considered part of 22q11.2
deletion syndrome because affected people usually have a deletion in the same region
of chromosome 22. These cases occur in people with no history of the disorder in their
family. It is not yet known which deleted gene(s) cause the signs and symptoms of Opitz
G/BBB syndrome.
other chromosomal conditions
39
signs and symptoms of cat-eye syndrome, including an eye abnormality called an iris
coloboma (a gap or split in the colored part of the eye), small skin tags or pits in front of
the ear, unusually formed ears, heart defects, kidney problems, malformations of the
anus, and, in some cases, delayed development.
http://ghr.nlm.nih.gov/chromosome/22
STEP 7
HASIL SGD 2
40