You are on page 1of 16

c  


     
   
Thursday, 8 April 2010 Oleh: admin
Share

Keberhasilan program Kota Sehat dari World Health Organization (WHO) pada Hari
Kesehatan Sedunia 2010 akan berdampak pada pemerintah dan masyarakat itu sendiri.
Merespon program kota sehat yang dicanangkan oleh WHO, sudah banyak pemerintah kota
di banyak kota di Indonesia yang berusaha menjalankan program tersebut melalui kebijakan
yang pro kota sehat. Namun permasalahan yang sering muncul, kebijakan ini tidak diikuti
dengan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kota sehat.

Demikian disampaikan Ahli Penyakit Dalam Asri Medical Center ± Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta (AMC-UMY) dr. Agus Widiyatmoko, SpPD, MSc di AMC
Selasa (6/4) menjelang peringatan Hari Kesehatan Sedunia yang jatuh pada 7 April.

Menurutnya program Kota Sehat dari WHO pada hari Kesehatan Sedunia 20010 ini akan
berdampak pada kesehatan masyarakat pada umumnya. Melalui Kota Sehat, angka penyakit
yang diderita masyarakat dapat menurun.

³Misalnya penyakit-penyakit pernafasan karena polusi dapat berkurang dengan adanya


pembatasan jumlah kendaran bermotor, penyakit-penyakit degeneratif baik diabetes dan
hipertensi juga dapat berkurang dengan adanya peningkatan aktifitas yang dilakukan
masyarakat, penyakit tuberkolosis juga dapat ditekan dengan adanya gedung-gedung cukup
ventilasi sehingga sinar matahari dapat masuk´ urainya.

Kriteria Kota Sehat menurut Agus, ketika pemerintah dapat menyediakan misalnya taman
yang bebas digunakan untuk berolahraga bagi masyarakat. Pemerintah juga perlu memberi
batasan pada aktifitas merokok. Pada pembangunan gedung-gedung, juga perlu diberikan
aturan untuk memberikan cukup ventilasi agar penggunaan AC tidak berlebih.

Menyinggung adanya kegiatan bersepeda yang diadakan oleh pemerintah kota Yogyakarta ,
Agus memaparkan bahwa hal tersebut merupakan salah satu usaha menuju Kota Sehat.
³Namun usaha bagus dari pemerintah ini akan lebih baik jika diikuti dengan sosialisai terus-
menerus kepada masyarakat. Sehingga masyarakat mengetahui tujuan dari adanya kegiatan
tersebut.´ pungkasnya.

Kota-kota di Indonesia saat ini sudah banyak yang berusaha untuk menuju Kota Sehat.
Misalnya di Jakarta dengan ð   maupun di Yogyakarta dengan kegiatan
bersepedanya. Kegiatan-kegiatan tersebut telah membawa dampak pada penurunan tingkat
polusi udara. Namun kegiatan tersebut harus didukung dengan sosialisasi terus-menerus agar
masyarakat memahami pentingnya dampak yang ditimbulkan dari kegiatan yang diberikan
pemerintah.

| 
   |       | | 


@  
        

Pencemaran Udara di Indonesia Mengkhawatirkan (Sumber: www.mediaindonesia.com)

Senin, 08 Juni 2009 20:50 WIB

MI/GINO F HADI

]  c  Pencemaran udara di Indonesia, khususnya Jakarta, berada pada tingkat


yang mengkhawatirkan dibandingkan dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Pencemaran di Jakarta lebiih buruk dibandingkan dengan Tokyo, Beijing, Seoul, Taipei,
Bangkok, Kuala Lumpur dan Manila.

Hal itu diungkapkan staf ahli Menteri kehutanan bidang lingkungan, Yetti Rusli pada seminar
Inisiatif dan respon Indonesia terhadap fenomena perubahan iklim global yang
diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial
(LP3ES) di Jakarta, Senin (8/6).

Berdasarkan data yang ada, jelasnya, total estimasi pollutant CO yang diesimasikan dari
seluruh aktivitas di Kota Jakarta adalah sekitar 686,864 ton per-tahun atau 48,6% dari jumlah
emisi lima pollutant. Penyebab dari pencemaran udara di Jakarta itu sekitar 80% berasal dari
sektor transportasi, dan 20% industri serta limbah domestik. Upaya pemerintah untuk
menekan angka pencemaran udara di Jakarta telah dilakukan dengan lahirnya instrumen
hukum berupa Peraturan Daerah (Perda)Â tentang Pengendalian Pencemaran Udara dari
sumber bergerak sejak tahun 2006, namun pelaksanaannya masih kurang efektif, ujar dia.

Yetti Rusli juga menyebutkan berbagai data dan informasi dapat disimpulkan bahwaÂ
penyebab utama dari emisi karbon di Indonesia adalah pembakaran fosil fuel pada sektor
energi, transportasi dan tambang lebih kurang 80%. Sedangkan emisi karbon akibat
deforestasi dan degradasi hutan sebesar 20%.
³Kawasan hutan yang lebat dengan pepohonan dapat berperan sebagai µobat¶ untuk
mengurangi emisi karbon (CO2) karena akan menyerap karbon sekitar 50% dari biomasa
pohon,´ kata dia. (Ant/OL-06)

Sumber: www.mediaindonesia.com

 

Lingkungan selain berfungsi sebagai modal pembangunan juga memiliki fungsi yang sangat
vital dalam menopang kehidupan. Beberapa persoalan tentang lingkungan yang belakangan
mengemuka perlu dilihat sebagai sebuah fenomena untuk menggugah kesadaran akan
kelestarian lingkungan. Keberadaannya mutlak menjadi tanggung jawab manusia manakala
terdapat ketidak seimbangan sistem sehingga berakibat tidak berjalan dengan baiknya kondisi
lingkungan. Tanpa terkecuali juga pada persoalan Udara.

Sangat kompleks ketika udara sebagai salah satu elemen dalam lingkungan kita mengalami
sebuah gangguan. Fungsi pokok sebagai penopang kehidupan salah satunya dipegang
peranannya oleh udara. Udara menjadi sangat penting bagi demikian banyak makhluk hidup
di dunia. Tanpa udara, nuansa kehidupan tidak bisa tercipta. Dan keberadaan udara di dunia
pun merupakan bukti besar betapa Tuhan memberikan nikmat yang tak terhingga pada umat
Nya. Tanpa satu pun umatnya yang meminta untuk itu.

Pencemaran Udara di Jakarta yang dalam artikel disebutkan merupakan akibat dari beberapa
sumber di antaranya : 80% berasal dari sektor transportasi, dan 20% industri serta limbah
domestik. Hal ini tentunya menunjukkan betapa kritisnya kondisi udara yang melanda Jakarta
untuk waktu belakangan ini. Keberadaan udara secara biologis menjadi kebutuhan pokok
manusia. Akan sangat terganggu manakala supplai udara yang dihasilkan oleh tumbuhan
sebagai produsen oksigen terganggu. Secara yuridis, kondisi pencemaran di jakarta tersebut
setidaknya berkaitan pula dengan ketentuan pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 : u 
 
                 
         
     Ketentuan
tersebut di atas sebagai dasar pokok bahwa setiap manusia dalam memperoleh lingkungan
hidup yang baik dan sehat adalah dicover dan dilindungi hukum. Ketentuan ini ternyata
ditegaskan pula dalam pasal 5 ayat 1 UUPLH. Dimana hak setiap orang salah satunya adalah
untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.

Keterpurukan kondisi udara tidak serta merta mutlak menjadi beban tanggung jawab
pemerintah dengan regulasinya. Akan tetapi perlu adanya daya dukung kesadaran masyarakat
akan pemulihan pencemaran udara di Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam artikel
bahwa Pemda DKI Jakarta juga telah menetapkan beberapa perda dalam rangka memulihkan
stabilitas udara disana, akan tetapi hal ini juga perlu adanya ruang partisipasi aktif dari
masyarakat. Secara Yurideis, negara sebagai pemegang kendali kebijakan berhak untuk
menerapkan kebijakan untuk menata lingkungannya. Erat kaitannya dengan itu adalah
ketentuan hukum administrasi dimana dalam hal pencemaran udara tentu yang menjadi
sasaran pokok adalah pencemarannya. Pekerjaan Rumah bagi Pemerintah untuk bisa
meminimalisir hal ini dengan menerapkan beberapa ketentuan hukum khususnya di bidang
administrasi (*).

* 
       

|     


     
      
|   

Bersepeda banyak digemari oleh setiap kalangan karena bisa melepaskan stres sekaligus
membuat tubuh kita menjadi fit. Namun keadaan saat ini yang tingginya kadar polusi udara
bisa menjadi ancaman tersendiri bagi para pesepeda. Mengendarai sepeda di daerah yang
tercemar atau penuh dengan polusi bisa mengganggu kondisi kesehatan seseorang.

Efek yang timbul akibat polusi udara ini, sbb:

1. Mengurangi jumlah oksigen yang berfungsi membawa darah keseluruh tubuh


2. Mengurangi fungsi paru-paru ditubuh Anda
3. Mengurangi jumlah oksigen yang berfungsi membawa darah keseluruh tubuh
4. Kesulitan bernapas dikala sedang bersepeda
5. Terjadinya iritasi jalan napas
6. Yang lebihnya lagi radikal bebas yang terhirup Anda bisa menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah.
Kemudian Anda bertanya bagaimana cara mengantisipasi itu semua karena Anda tidak ingin
semua itu terjadi pada Anda saat bersepeda. Atau ada diantara Anda yang malah takut
bersepeda karena polusinya. Dan sekarang tidak perlu takut lagi.Ada 5 hal yang sebaiknya
dilakukan oleh para pesepeda saat bersepeda, sbb:

1. Selalu menggunakan pelindung pernapasan seperti masker untuk mengurangi paparan


polutan yang ada di jalan. Dan sebaiknya jika Anda menggunakan masker kain sebaiknya
sering-sering diganti atau dicuci.

2. Sebaiknya bepergian saat masih pagi dan udara belum banyak tercemar oleh polusi udara.
Ini bisa membuat Anda jauh lebih sehat karena pernapasan Anda menjadi segar karena udara
masih fresh.

3.Jangan belakang bis atau knalpot kendaraan lainnya saat berhenti di lampu lalu lintas atau
persimpangan jalan, sehingga tidak terhirup asap kendaraannya yang mengandung zat-zat
berbahaya

4.Mencari alternatif rute yang jauh dari keramaian dan kepadatan lalu lintas akibat angkutan
umum, kendaraan pribadi dan bis-bis besar, serta usahakan mencari jalan yang masih
ditemukan banyak pohon. Namun jangan membuat Anda telat beraktifitas misal telat
kekantor karena sibuk mencari rute tersebut.

5.Mengonsumsi makanan yang sehat dan mengandung antioksidan untuk menangkal atau
mengurangi radikal bebas yang terhirup saat bersepeda
http://www.tdwclub.com/health/akibat-polusi-udara-5-tips-bersepeda-bebas-polutan/

 
 
  
By admin on May 10th, 2008

Sudah banyak blog dan ulasan menarik tentang Global Warming. Sejauh mana Global
Warming akan berpengaruh pada kita?. Ada banyak aspek kehidupan yang akan terpengaruh.
Salah satunya      c . Lho?, kok bisa sampe ke KEDAULATAN
NEGARA?. SIlahkan baca saja tulisan di bawah ini, saya kopi paste dari blog dosen saya
(Ä      ). Agak panjang memang, tapi percayalah, kesemuanya
mencerahkan. SELAMAT MEMBACA:

  

http://geo-boundaries.blogspot.com/

c 

http://geo-boundaries.blogspot.com/2008/03/melawan-global-warming-menjaga.html

 

http://www.thejakartapost.com/news/2008/03/31/global-warming-and-threat-
sovereignty.html

²²²²²²²²²-

Pemanasan global atau yang populer dengan istilah Global Warming (GW) menjadi salah
satu isu paling hangat di seluruh dunia belakangan ini. Konferensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Perubahan Iklim atau UNFCCC yang
dilangsungkan di Bali akhir tahun lalu merupakan salah satu bukti keseriusan isu ini.
Konferensi yang berlangsung selama hampir dua minggu tersebut berhasil menyepakati Bali
Roadmap yang akan mengantarkan Planet Bumi untuk menghadapi dan terutama melawan
GW.

GW memiliki dampak yang sangat luas. Tentu tidak cukup tempat untuk membahas
semuanya dalam tulisan ini, karenanya saya akan memfokuskan pada satu masalah saja.
Bagaimana dampak GW terhadap kedaulatan, teruma ketika dikaitkan dengan peningkatan
tinggi muka laut yang memengaruhi kondisi pulau-pulau, yurisdiksi wilayah maritim dan
batas maritim suatu negara pantai dengan negara tetangganya?



     
 

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau dan berbatasan
dengan sepuluh negara tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam,
Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Dengan kesepuluh negara tersebut,
Indonesia berbatasan maritim dan sekaligus berbatasan darat dengan tiga diantaranya yaitu
Malaysia (di Kalimantan), Papua Nugini dan Timor Leste.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak pulau kecil. Menurut Undang-undang
No. 27/2007, ada 92 pulau kecil yang menjadi bagian dari Kepulauan Indonesia. Bagi
Indonesia, pulau-pulau kecil, terutama yang berlokasi di pinggir kepulauan (pulau terluar)
memiliki nilai strategis. Pada pulau-pulau terluar inilah ditempatkan titik-titik pangkal yang
membentuk garis pangkal kepulauan. Garis pangkal ini melingkupi seluruh Kepulauan
Indonesia dan merupakan acuan untuk mngukur lebar wilayah maritim Indonesia, baik itu
laut teritorial (12 mil laut dari garis pangkal), zona tambahan (24 mil laut), zona ekonomi
eksklusif (200 mil laut) dan landas kontinen (hingga 350 mil laut atau lebih). Garis pangkal
ini juga menjadi referensi dalam menentukan garis batas maritim dengan negara tetangga jika
terjadi sengketa atau tumpang tindih klaim.
  
 Ä 

Berbagai pihak telah memublikasikan temuannya terkait meningkatnya suhu Bumi yang
menyebabkan meningkatnya tingi muka laut. Data yang dilansir PBB dalam website resmi
perubahan iklim menyatakan bahwa selama abad 20, peningkatan suhu global mencapai
0,74°C. Jika konsentrasi karbon dioksida tetap pada angka 550 ppm (parts per million)
maka peningkatan suhu bisa mencapai 2 - 4,5°C, dengan perkiraan terbaik sebesar 3°C.
Dengan kata lain, jika penurunan emisi karbon dioksida tidak dilakukan dengan sungguh-
sungguh maka peningkatan suhu yang drastis tidak bisa dihindarkan.

Fenomena lain yang teramati sebagai dampak pemanasan global adalah mencairnya es di
kutub. Telah terbukti bahwa tutupan es di Antartika (Kutub Selatan) dan Greenland (Kutub
Utara) berkurang massanya akibat pelelehan. Hal ini meningkatkan tinggi muka laut yang
mencapai 17 cm selama abad 20. Dengan kondisi yang ada sekarang, dapat diperkirakan
bahwa peningkatan tinggi muka laut di akhir abad ke-21 dapat mencapai angka 28-58 cm.

Salah satu akibat meningkatnya tinggi muka laut adalah tenggelamnya pulau-pulau kecil atau
dataran rendah. Kawasan di Kepulauan Pasifik adalah yang selama ini diduga akan terkena
dampak GW paling awal. Kiribati, misalnya, adalah salah satu negara kecil di kawasan
Pasifik yang merasakan kekhawatiran tersebut. Presidennya, Anote Tong, mengungkapkan
dalam Forum Tahunan Pacific Selatan di Fiji (2006) bahwa dengan tenggelamnya pulau-
pulau dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, mereka harus segera mencari tempat untuk
mengungsi.

Negara di kawasan Pasifik yang juga rawan kena dampak GW adalah Vanuatu, Marshall
Islands, Tuvalu, dan sebagian Papua Nugini. Satu desa di Pulau Tegua, Vanuatu, misalnya,
dipaksa untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi akibat banjir karena meningkatnya
tinggi gelombang laut. Sebagai konsekuensi terjadinya pengungsian, Australia dan Selandia
Baru diperkirakan akan menjadi tujuan pengungsi utama mengingat lokasinya paling dekat
dengan negara-negara kecil di kawasan Pasifik.

Sementara itu, di Indonesia berkembang berita yang lebih dramatis. Indonesia diperkirakan
akan kehilangan 2.000 pulau pada tahun 2030 akibat GW. Kabar ini sesungguhnya tidak bisa
dipercaya begiu saja karena beredar lewat media informal dan tidak dikeluarkan oleh institusi
resmi. Meski demikian, salah satu pernyatan formal diungkapkan oleh Kepala BMG
Yogyakarta, Jaya Murjaya dalam Seminar Nasional Geografi di Universitas Negeri
Yogyakarta bulan Mei 2007. Ketika dikonfirmasi secara personal, Murjaya mengungkapkan
bahwa pernyataan itu juga dikutip dari berbagai sumber. Dengan kata lain, ini bukan hasil
kajian Murjaya maupun BMG. Murjaya juga mengungkapkan prediksi peningkatan tinggi
muka laut dapat mencapai 29 cm tahun 2030. Idealnya, kesimpulan tenggelamnya pulau ini
harus didukung data yang menyatakan bahwa terdapat 2.000 pulau di Indonesia yang
berketinggian kurang dari 29 cm di atas permukaan laut saat pasang tertinggi. Pernyataan ini
tentunya memerlukan penelitian dan diskusi lebih lanjut.

Meskipun jumlah pulau Indonesia yang akan tenggelam akibat GW tidak bisa diprediksi
dengan mudah, kenyataan bahwa tinggi muka laut terus meningkat memang dapat
mengakibatkan hilangnya pulau. Hilangnya pulau kecil terluar akan mengubah garis pangkal
yang akhirnya memengaruhi status dan luas wilayah maritim Indonesia. Ini adalah persoalan
serius yang merupakan ancaman atas kedaulatan (sovereignty, terkait hilangnya pulau) dan
hak berdaulat (sovereign rights, terkait wilayah maritim).
Ä     !

Meskipun segala berita tentang GW terkait peningkatan tinggi muka laut dan hilangnya perlu
diperhatikan, kehati-hatian tetap diperlukan untuk menghindari salah pengertian. Salah satu
hal yang harus diperhatikan adalah definisi pulau menurut Konvensi PBB tentang Hukum
Laut (UNCLOS). Pada pasal 121 UNCLOS, dinyatakan bahwa sebuah pulau harus terbentuk
secara alami, dikelilingi oleh air dan berada di atas permukaan laut ketika pasang tertinggi.
Syarat terakhir terkait dengan disiplin geodesi. Hal ini mengindikasikan bahwa pulau harus
selalu berada di atas permukaan laut, apapun yang terjadi, berapapun tinggi permukaan
lautnya. Artinya, dalam mendefinisikan pulau atau sebelum menyatakan pulau hilang, harus
ada pemahaman pasang surut laut (pasut) secara seksama.

Pemantauan pulau dengan teknologi penginderaan jauh melalui interpretasi citra satelit,
misalnya, memiliki risiko yang harus dipahami dengan baik. Salah satu risikonya adalah
penggunaan citra yang direkam pada saat air surut terendah. Akibatnya, sangat mungkin ada
obyek geografi di tengah laut yang terlihat pada citra satelit seperti pulau, padahal obyek
geografi tersebut bisa saja tenggelam ketika air pasang tertinggi. Obyek semacam ini tidak
bisa dikatakan pulau. Kurangnya pemahaman akan hal ini dapat mengakibatkan kesalahan
dalam mencermati fenomena naiknya tinggi muka laut dan tenggelamnya pulau.

Hal lain sehubungan dengan dampak GW adalah batas maritim dengan negara tetangga.
Perubahan tinggi muka laut memang dapat mengubah konfigurasi garis pantai yang pada
akhirnya mengubah garis pangkal. Perubahan garis pangkal dapat mengakibatkan perubahan
klaim maritim tetapi TIDAK akan berpengaruh pada garis batas maritim yang SUDAH
ditetapkan dalam traktat (perjanjian). Hal ini sesuai dengan ketentuan Vienna Convention on
the Law of Treaties 1969, yang mengecualikan traktat batas [maritim] dalam hal
perubahan/pembatalan. Ketentuan lain yang mendukug hal ini adalah Vienna Convention on
Succession of States in Respect of Treaties 1978.

Di Selat Malaka, misalnya, Indonesia sudah menyepakati batas dasar laut dengan Malaysia.
Garis batas ini tidak akan terpengaruh oleh perubahan garis pantai/garis pangkal akibat GW.
Meski demikian, perubahan garis pangkal semacam ini tentu saja dapat memengaruhi
penentuan garis batas maritim yang belum disepakati, seperti penetapan batas zona ekonomi
eksklusif di Selat Malaka. Sederhananya, perubahan garis pangkal dapat berpengaruh pada
garis batas yang akan disepakati di masa depan, tetapi tidak berpengaruh pada garis batas
yang sudah ada saat ini.


 !

Ada banyak sekali alasan untuk melawan GW, walaupun jelas tidaklah mudah. Dalam
konteks negara kepulauan seperti Indonesia, menjaga kedaulatan adalah salah satu alasannya.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana melawan GW? Bisakah fenomena global yang
menyangkut kehidupan seluruh Planet Bumi ini dipengaruhi atau diperbaiki oleh tindakan
individu? Memang harus diakui bahwa perubahan di tingkat penggunaan energi dunia adalah
kunci dalam melawan GW. Sayangnya hal ini tidak berada di tangan orang kebanyakan
melainkan pada kekuatan sekelompok elit di dunia.

Yang bisa saya dan Anda lakukan adalah berbuat hal kecil yang nyata. Saya teringat puisi
Taufik Ismail yang pernah dikirimkan seorang kawan. Memang ada kalanya kita tidak bisa
menjadi beringin. Setidaknya kita bisa menjadi belukar yang tumbuh di tepi danau atau
bahkan rumput, tetapi rumput yang menguatkan tanggul jalan. M eski tidak bisa seperti
Andrew Shepherd di film The American President yang dengan lantang mengatakan bahwa
Gedung Putih akan mengirim Resolusi 455 kepada Kongres yang mensyaratkan pengurangan
20% emisi minyak fosil dalam 10 tahun, setidaknya saya bisa menolak tas plastik ketika
membeli sebuah buku. Tindakan sederhana ini tidak akan serta merta menghentikan GW,
tetapi seperti kata Dewi Lestari, dia bisa saja menjadi bola salju yang semakin besar dan
memberi pengaruh melebihi yang pernah saya dan Anda bayangkan. Apa yang sudah Anda
lakukan untuk melawan GW hari ini?

Categories: campus
Tags: batas wilayah, berita, geodesi, global warming, hukum laut, Indonesia, info, informasi,
kedaulatan, opini, pemanasan global, pulau kecil, pulau tenggelam, UGM

  @     

ANGIT biru yang kita idamkan agaknya kian jauh dari kenyataan. Udara kita telah tercemar
oleh berbagai polutan udara kota, baik dari kegiatan industri maupun terutama lalu lintas atau
transportasi darat. Bukan hanya jumlah kendaraan bermotor yang kian meningkat pesat,
tetapi juga banyak kendaraan yang tidak dirawat dengan baik, disamping kualitas bahan
bakar yang masih mengandung timbel (Pb), sehingga menghasilkan emisi yang dapat
mengganggu kesehatan.

Äolusi udara umumnya diberi batasan sebagai udara yang mengandung satu atau lebih zat
kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk dapat menyebabkan gangguan pada
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan harta benda.

anada memberikan batasan serupa, yaitu semua macam kontaminasi undara dalam kualitas
yang dapat menyebabkan gangguan pada manusia atau membahayakan kesehatan serta
keselamatannya, merusak milik serta mengganggu kehidupan tanaman dan hewan. Bahkan di
Prancis, polusi udara dinyatakan sebagai pengotoran udara yang dapat membahayakan
kesehatan dan keamanan umum, pertanian serta preservasi monumen-monumen umum atau
keindahan alam.

i samping berpengaruh terhadap kenyamanan hidup, polusi udara berpotensi mempengaruhi


kesehatan masyarakat, antara lain menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit yang
ditimbulkan tergantung pada bahan pencemar udara tersebut.


  
i Indonesia, khususnya di kota-kota besar, lalu lintas dalam hal ini kendaraan bermotor,
mempunyai andil yang sangat besar dalam memberikan kontribusi pada polusi udara.
Konstribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%,
bandingkan dengan industri yang hanya berkisar antara 10-15%. Sedangkan sisanya berasal
dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan/ladang dan lain-lain.

ambaran yang mirip terjadi pula di Amerika Serikat. Dari jumlah total tiap zat pencemar
utama yang dikeluarkan setiap tahun, karbon monoksida (CO) merupakan zat pencemar
terbanyak dan kendaraan bermotor adalah sumber utamanya, seperti terlihat pada tabel
berikut ini. Namun perlu diingat kita tidak boleh memandang jenis zat pencemar atau
sumbernya semata-mata berdasarkan jumlah total emisi tiap tahun. Kita juga harus
mempertimbangkan sejauh mana tingkat bahaya setiap jenis zat pencemar, terutama terhadap
kesehatan manusia.

erdasarkan tabel tersebut di atas, dipandang dari segi efek dan gangguan kesehatan yang
membahayakan, sulfur oksida dan partikulat menempati dua urutan teratas. Sebaliknya
karbon monoksida menempati urutan terbawah dari ke 5 jenis zat pencemar. Urutan-urutan
dalam efek kesehatan dari zat-zat pencemar memberikan dasar yang lebih rasional dan
realistik dalam merencanakan program pengendalian dan penanggulangan polusi udara.

misi memegang peranan penting dalam menimbulkan dampak terhadap kesehatan


masyarakat. Dalam kesehatan lingkungan dikenal ´teori simpul´, yang terdiri atas simpul-
simpul A, B, C dan D. Simpul A adalah yang diemisikan dari sumber, dalam hal ini asap
knalpot kendaraan. Simpul B adalah ambient, sedangkan simpul C timbunan sejumlah gas
atau partikel dalam darah maupun organ tubuh tetapi belum menimbulkan efek terhadap
kesehatan. Simpul D adalah kondisi terminal, telah menimbulkan efek terhadap kesehatan
maupun kecacatan.

    
Äolusi udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia melalui berbagai cara,
antara lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai faktor pencetus sejumlah penyakit.
Kelompok yang terkena terutama bayi, orang tua dan golongan berpenghasilan rendah
biasanya tinggal di kota-kota besar dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang buruk.

erdapat korelasi yang kuat antara pencemaran udara dengan penyakit bronchitis kronik
(menahun). Walaupun merokok hampir selalu menjadi urutan tertinggi sebagai penyebab dari
penyakit pernafasan menahun, sulfur oksida, asam sulfur, pertikulat dan nitrogen dioksida
telah menunjukkan sebagai penyebab dan pencetus asthma brochiale, bronchitis menahun dan
emphysema paru.

"asil-hasil penelitian di Amerika Serikat sekitar tahun 70-an menunjukkan bronchitis kronik
menyerang 1 di antara 5 orang laki-laki Amerika umur antara 40-60 tahun dan keadaan ini
berhubungan dengan merokok dan tinggal di daerah perkotaan yang udaranya tercemar.

"ubungan yang sebenarnya antara pencemaran udara dan kesehatan atau pun timbulnya
penyakit yang disebabkannya masih merupakan problema yang sangat komplek. Banyak
faktor-faktor lain yang ikut menentukan hubungan sebab akibat ini. Namun dari data statistik
dan epidemiologik hubungan ini dapat dilihat dengan nyata.

Äada umumnya data morbiditas dapat dianggap lebih penting dan berguna daripada data
mengenai mortalitas. Apalagi penemuan-penemuan kelainan fisiologik pada kehidupan
manusia yang terjadi lebih dini sebelum tanda-tanda penyakit dapat dilihat atau pun dirasa,
sebagai akibat dari pencemaran udara, jelas lebih penting lagi artinya. Tindakan pencegahan
mestinya telah perlu dilaksanakan pada tingkat yang sedini mungkin.

Wr   
u

 
  

  
telah menentapkan beberapa tingkat konsentrasi polusi udara dalam hubungan dengan
akibatnya terhadap kesehatan maupun lingkungan sebagai berikut:
  : Konsetrasi dan waktu expose yang tidak ditemui akibat apa-apa, baik secara
langsung maupun tidak langsung.

  : Konsentrasi yang mungkin dapat ditemui iritasi pada pencaindera, akibat
berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau akibat-akibat lain yang
merugikan pada lingkungan ( ).

  : Konsentari yang mungkin menimbulkan hambatan pada fungsi-fungsi faali yang
fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit menahun atau pemendekan
umur (
).

  : Konsentrasi yang mungkin menimbulkan penyakit akut atau kematian pada
golongan populasi yang peka (  ð).

eberapa cara menghitung/memeriksa pengaruh pencemaran udara terhadap kesehatan


adalah antara lain dengan mencatat: jumlah absensi pekerjaan/dinas, jumlah sertifikat/surat
keterangan dokter, jumlah perawatan dalam rumah sakit, jumlah morbiditas pada anak-anak,
jumlah morbiditas pada orang-orang usia lanjut, jumlah morbiditas para pekerja yang berisiko
mendapat pencemaran udara, penyelidikan pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya
penyakit jantung, paru dan sebagainya.

Äenyelidikan-penyelidikan ini harus dilakukan secara prospektif dan komparatif antara


daerah-daerah dengan pencemaran udara hebat dan ringan, dengan juga memperhitungkan
faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh, misalnya kualitas udara, kebiasaan makan,
merokok, data meteorologik dan sebagainya, yang sering disebut sebagai faktor yang
menunjang ( 
  ð
). Meskipun bukan penyebab, predisposing factor tersebut
memegang peranan penting dalam menimbulkan penyakit pada manusia.

husus polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang tak
ramah lingkungan, terutama karena masih mengandung sejumlah Pb, dikhawatirkan akan
menurunkan kualitas sumberdaya manusia, karena akan menurunkan tingkat kecerdasan
anak-anak. Celakanya, timbel tidak hanya terserap lewat saluran pernapasan. Kini banyak
tanaman yang mengandung residu Pb, akibat polusi udara oleh bahan kimia ini.

Ä   
Äenyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh polusi udara adalah:

!p Î  


 |       |     
   !      | |
  | | " 
  |         #$     
p *  
  
%p Î   

#p @
 
 
&p 4  
    
h   |   '(
|!          !      
 "    )           |  |  |   
             |
*p ?   + 
,'         | !
   |     |  
±p             |       |   
   ?          |         
    |          
|  -  '.  | 
|   |!   |   .|     '.    
 |  &$             ?  |  |  
  |   -   
/p ?          |     |     
p                    
|     0    |      
|    |  " 1   |  |    
    |  -( !

   |           


 |      

Ä  
engingat kendaraan bermotor mempunyai andil terbesar dalam polusi udara, maka
pengendalian polusi udara juga berarti pengendalian emisi kendaraan bermotor. Pengendalian
tingkat ini adalah pengendalian terhadap simpul A dalam ³teori simpul´.

pabila memungkinkan, selain peraturan perundangan yang berlaku umum, dapat pula dibuat
peraturan yang khusus untuk mengelola sumber-sumber pengotor udara. Peraturan seperti ini
dikenal sebagai standar emisi, khususnya emisi kendaraan bermotor.

i samping itu ada pula standar yang diberlakukan bagi kualitas bahan bakar, karena
sebagian besar polusi udara disebabkan oleh pembakaran. Kualitas hasil atau sisa
pembakaran tergantung antara lain dari kualitas bahan bakar yang digunakan. Di DKI Jakarta
telah diujicoba penggunaan bahan bakar yang berasal dari gas alam yang sangat ramah
lingkungan.

amun, kualitas pembakaran oleh kendaraan bermotor tidak kalah pentingnya. Karena itu,
perawatan kendaraan dan jika perlu pembatasan usia kendaraan mutlak dilakukan. Hal ini
memungkinkan dilakukan jika secara berkala dilakukan uji emisi kendaraan. Kendaraan
bermotor yang beroperasi di kota harus telah lulus uji emisi.

Äeran serta masyarakat dalam mengurangi polusi pada udara ambient, dalam hal ini
intervensi terhadap simpul B, sangat diperlukan. Gerakan penghijauan seyogianya terus
ditingkatkan, terutama dimulai dari tempat tinggal masing-masing. Sangat dianjurkan
menggunakan pohon yang berdaun lebar atau yang berpotensi mengurangi polusi udara.
Misalnya setiap keluarga, terutama di kota, menanam sebuah bibit pohon angsana. Niscaya
lima tahun ke depan, telah tercipta lingkungan yang asri dan terhindar dari polusi udara.
Demikian pula taman-taman kota perlu digalakkan untuk mengimbangi polusi udara kota dan
agar ³langit biru´ tidak sekedar menjadi isapan jempol. (www.suaramerdeka.com)

2 
   
     
*   

 * 
  
Ë 
 
 
  

+-  
12.9 3 34.6 1
  
9.7 4 27.9 2
2  
8.6 5 18.6 3
 
13.1 2 17.7 4
?  
55.7 1 1.2 5
0 |  
!  ! 
u 

     
16.9 2 43.0 1
)  
15.3 3 25.7 2
3   
54.5 1 22.2 3
?  |  
7.3 4 4.4 4
    | 
4.2 5 3.0 5
  
1.8 6 1.7 6
0 |  
!  ! 
+ 4  !±

Februari 6, 2007
Kategori: Kesehatan . . Penulis: Rad Marssy

"  )                         


"     * | !&|  !    |  | 
     )     |   !$ +           
|                            
   |               
         |  %!                  
   -    ±*   |       |                5
   |        -          |      "    
   |       0      
 |  
     |!

6    |       |  


' p 

  1. '   Perawatan di rumah sakit, kunjungan ke Unit
Gawat Darurat atau kunjungan rutin dokter, akibat penyakit yang terkait dengan
respirasi (pernapasan) dan kardiovaskular.p

' p 



  2. '   Berkurangnya aktivitas harian akibat sakitp

' p 



  3. '   Jumlah absensi (pekerjaan ataupun sekolah)p

' p 



  4. '   Gejala akut (batuk, sesak, infeksi saluran
pernapasanp

' p 



  5. '   Perubahan fisiologis (seperti fungsi paru dan
tekanan darah)p

       

!?               !  

4   )   !       7       -
  8

%9   |       

#?  

   -      |  | |  

' p 



  1. '   Particulate Matter (PM) p

Penelitian epidemiologis pada manusia dan model pada hewan menunjukan PM10 (termasuk
di dalamnya partikulat yang berasal dari diesel/DEP) memiliki potensi besar merusak
jaringan tubuh. Data epidemiologis menunjukan peningkatan kematian serta
eksaserbasi/serangan yang membutuhkan perawatan rumah sakit tidak hanya pada penderita
penyakit paru (asma, penyakit paru obstruktif kronis, pneumonia), namun juga pada pasien
dengan penyakit kardiovaskular/jantung dan diabetes. Anak-anak dan orang tua sangat rentan
terhadap pengaruh partikulat/polutan ini, sehingga pada daerah dengan kepadatan lalu
lintas/polusi udara yang tinggi biasanya morbiditas penyakit pernapasan (pada anak dan
lanjut usia) dan penyakit jantung/kardiovaskular (pada lansia) meningkat signifikan.
Penelitian lanjutan pada hewan menunjukan bahwa PM dapat memicu inflamasi paru dan
sistemik serta menimbulkan kerusakan pada endotel pembuluh darah (vascular endothelial
dysfunction) yang memicu proses atheroskelosis dan infark miokard/serangan jantung
koroner. Pajanan lebih besar dalam jangka panjang juga dapat memicu terbentuknya kanker
(paru ataupun leukemia) dan kematian pada janin. Penelitian terbaru dengan follow up
hampir 11 tahun menunjukan bahwa pajanan polutan (termasuk PM10) juga dapat
mengurangi fungsi paru bahkan pada populasi normal di mana belum terjadi gejala
pernapasan yang mengganggu aktivitas.p

— 

.(       -        --  3        


-                2.:  ;    

 
                 -          
  -   |       !              
          | -           
      (            |       
 

A  
u 

2.:  +.:    
      
   3     |   
            |     -      
      2.+.  '.              
   7     8             |   
         

u    

Ä p  p p p p 


p  p   p p  p
 pÄ p  pp
p pp
pp p
 p  p  p  p  p p 
p  p  p
 p   p  p p  p p  p p Ä p  p p

p pp
 
p p p  p  pp
 p
Ä
p  p p 
 p p 
p  p  p
 p p

p p 
p  
p p p  p p p  p p

pppppppp p


pp
›p 3   pp
›p )  pp
›p     pp
›p   7   ß 
 <    =       |   pp
›p 9     |      |   7'>'8pp

! p p
›p 9  pp
›p 1    pp
›p ?  | pp
›p <2 -   = <  -   =  pp

!  pp


›p 3   <  =pp
›p ?
   =< =pp
›p 3   <  = < |  =<     | =<  |=pp
›p _      pp
]    p

›p  p pp
›p "p
 pp
›p "p pp
›p #$#pp
›p %   pp
›p "pp
›p &
p" p# pp
›p Ä

pp

 p

!
p pp
 
pp p
pppp
pp
p
 p(p
p
p  ppp
p 
ppp
 pÄ

p  p p
p

pp p pp
p
p

p  pppp
pp  p) p  p

p p pp
p  p pp pp p
p

)p
pppppp*!Ä p+p p p

,p
 p p 
 p p  
p p p  p p
 p
p p
 pp
pp p

  pp p p p(


p p 
pp
p
 
 p -
p p
p  p p p
pp*!Ä pp
p
.//0p pp.0p
p p p p
pp12p
p p p

p34.5p

    p

2p p
p p  p p

p  p  p
p 
p

 p
pp -p
p
 pp p pp
p

p Ä

p p
 p p  p
p 
p 
p  p


p

%pp

Ä%pp ppp56p pp#"3pp


 pÄ p p
p
!"3p p 7"3p  p p  p p 
p p p  p %p  p
p)p pppp
 p8p

›p 4 |      pp


›p 4     pp
›p 4              ||   |    
 |    pp
›p 6  -   -|         pp

*   p

*p p p p p  p #"3p #$#p 


p p p 73"p p
p
 p p  p p p 
 p p 
p p
 p p 
p p
  p p p
 p p
pppp

)p ppp8p

›p 
  pp
›p   |        pp
›p   |  | -  - pp

?      (

p p p  p p 



 p +
p 3425p ,p  p p
ppp p
 p p
9
pp p
 pÄ
pp
 ppp+"2,p
 p ppp

 p*p#$#pp
p 

 p p  
p 
p 
p p p  p 
ppp
p p
pp
 
ppp
pp+,p

You might also like